perguruan tinggi, serta antar institusi pengembang Iptek dengan pengguna Iptek.
Lemahnya sinergi kebijakan Iptek ini, menyebabkan kegiatan Iptek baik dari segi kualitas
dan skalanya belum mampu memberikan hasil yang signifikan. Kebijakan bidang pendidikan, industri, dan Iptek belum terintegrasi sehingga mengakibatkan kapasitas
yang tidak termanfaatkan pada sisi penyedia, tidak berjalannya sistem transaksi, dan belum tumbuhnya permintaan dari sisi pengguna yaitu industri. Di samping itu kebijakan
fiskal juga dirasakan belum kondusif bagi pengembangan kemampuan Iptek.
3.
Pada tahun 2006, FDI Foreign Direct Invesment Inward Indonesia sebagai persen
dari Produk Domestik Bruto PDB sebesar 1,35, jika dibandingkan dengan Malaysia, Filipina, Singapura, Indonesia masih berada dibawah negara-negara tersebut. Singapura
memiliki FDI Inward sebagai persen dari GDP yang terbesar diantara negara-negara
tersebut yaitu sebesar 20,94. Dari aspek investasi langsung asing, Indonesia secara
perlahan terus membaik, menjadi 1,55 pada tahun 2008.
7
4.
Dari aspek pengguna internet, Indonesia pada tahun 2007 menempati posisi ke-85
dari 131 negara. Capaian ini menurun secara fluktuatif. Pada tahun 2008 menurun menjadi peringkat ke-107 dan pada tahun 2009 membaik dan menempati posisi ke-87.
Di antara negara-negara ASEAN, kita menempati posisi sedikit lebih baik dibanding Filipina, peringkat ke-106. Sementara negara lain memperlihatkan kinerja yang lebih
baik. Malaysia menempati peringkat ke-22, bahkan Singapura dalam aspek penggunaan internet menempati posisi ke-15 dari 133 negara yang disurvei WEF. Sementara untuk
penggunaan internet pita lebar broadband, peringkat Indonesia berada pada posisi
ke-101. Dibandingkan dengan negara tetangga ASEAN, maka posisi ini adalah terbawah. Vietnam dan Filipina saja berada pada peringkat ke-77 dan ke-89. Sementara Thailand
dan Malaysia berada pada peringkat ke-78 dan ke-55.
8
d. Relevansi dan Produktivitas Litbang Iptek
Penguasaan Iptek melalui Riset dan Pengembangan litbang, perekayasaan serta pemanfaatan Iptek nasional terus digulirkan pemerintah dalam periode pembangunan
2005-2009. Namun dibandingkan dengan laju peningkatan litbang negara lain, harus diakui bahwa capaian kita masih lemah. Kontribusi litbang Iptek bagi pemercepatan pencapaian
7 , UNCTAD, 2009
8 , UNDP, 2009
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
tujuan negara masih harus ditingkatkan, misalnya saja tercermin dari indikator-indikator pembangunan Iptek sbb.:
1.
Jumlah keluaran riset peneliti Indonesia dalam bentuk publikasi ilmiah internasional dan
paten masih sangat rendah, hanya mencapai sekitar 560 jurnal ilmiah internasional per tahun
9
. Menurut World Intellectual Property Organization WIPO, jumlah paten
internasional Indonesia sampai dengan tahun 2008 adalah 208. Sedangkan sampai tahun 2008 jumlah paten domestik yang didaftarkan di Ditjen HKI, berjumlah 2718 4,14 dari
seluruh paten yang terdaftar. Hal ini menunjukkan bahwa dari segi teknologi Indonesia juga semakin dikuasai oleh hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh asing.
2.
Pada tahun 2008 jumlah paten Indonesia yang terdaftar di Kantor Paten Amerika Serikat
sebesar 19 paten lebih sedikit dibandingkan dengan Malaysia 168, Singapura 450, Filipina 22 dan Thailand 40
10
Di sisi lain, dalam aspek pemanfaatan dan penguasaan iptek, data WEF 2009
memperlihatan, bahwa ketersediaan teknologi mutakhir di Indonesia semakin
menurun. Pada tahun 2007 Indonesia menempati posisi ke-51 dari 131 negara, menjadi posisi ke 54 dari 133 negara pada tahun 2009. Di antara negara-negara ASEAN Indonesia
berada di atas Vietnam posisi ke-75 dan Philipina 87, tetapi jauh di bawah Singapura 3, Malaysia 24, Thailand 36.
e.
Pendayagunaan Iptek
Pendayagunaan IPTEK dalam berbagai bidang pembangunan untuk pemercepatan pencapaian tujuan nasional, yakni dalam bidang hankam, kesejahteraan rakyat, pelayanan
publik dan pengokohan daya saing ekonomi terus-menerus dilakukan selama kurun waktu 2005-2009. Namun dirasakan, bahwa kontribusi Iptek dalam pemercepatan pencapaian tujuan
negara masih terbatas dan perlu terus ditingkatkan. Hal ini ditandai dengan indikator- indikator sbb.:
1.
Dari segi jumlah produk riset yang terkomersialisasi, ternyata sebanyak 85-nya
berasal dari produk riset di departemen teknis. Kontribusi produk riset yang dikomersialisasi dari LPNK Ristek hanya 15-nya saja LIPI, 2007. Data ini
memperlihatkan, bahwa lembaga riset departemen lebih produktif dalam komersialisasi hasil litbang mereka daripada LPNK Ristek.
9 , SCORPUS, 2009
10 USPTO, 20082009
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
2.
Dari aspek perolehan paten sederhana utility patent, pada tahun 2007, sesuai
dengan survei WEF, Indonesia menempati posisi ke-87. Angka ini secara fluktuatif mengalami perbaikan pada tahun 2008, sehingga Indonesia menempati peringkat ke-84.
Namun pada tahun 2009, kembali Indonesia menempati posisi ke-87. Di antara negara tetangga, peringkat kita berada di bawah Singapura 11, Malaysia 29, Thailand 68,
dan bahkan Filipina 78.
3.
Ekspor teknologi tinggi sebagai persen ekspor manufaktur Indonesia mengalami fluktuasi mulai dari tahun 2001 sampai tahun 2007. Pada tahun 2007 ekspor teknologi tinggi
sebagai persen dari ekspor manufaktur Indonesia sebesar 11, masih lebih rendah dibandingkan dengan Singapura 46, Malaysia 52, Thailand 27, dan Filipina
54, namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan Vietnam 5,6 tahun 2006.
4.
Dalam aspek penyerapan teknologi pada tingkat perusahaan, dari tahun 2007 sampai tahun 2009 menampilkan peningkatan yang cukup berarti. Pada tahun 2007 Indonesia
berada pada posisi ke-67 dan terus meningkat dua tangga di tahun 2009 menjadi ke peringkat ke-65. Posisi ini lebih rendah dibandingkan Malaysia 37, Singapura 13,
Thailand 61, Filipina 54 dan Vietnam 51.
5.
Pendayagunaan Iptek di bidang Hankam sejak krisis ekonomi tahun 1998 menurun. Ini ditandai dengan menurunnya kinerja industri strategis BUMNIS. PT. DI
memberhentikan ribuan karyawannya. DPIS Dewan Pengelola Industri Strategis, bahkan kemudian BPIS Badan Pengelola Industri Strategis dibubarkan. PT BPIS yang
merupakan holding company dari BUMN industri strategis menyusul dibubarkan. PT Barata, BBI, Pindad dll. kondisinya memprihatinkan. Berbagai laboratorium uji di kawasan
PUSPIPTEK yang dirancang untuk menudukung industri strategis harus berpikir keras untuk menutupi biaya pemeriharaan alat dan SDM. Akhir-akhir ini PT Pindad mulai
bergeliat dengan mengembangkan alutsista.
6.
Pendayagunaan Iptek untuk layanan dan kesejahteraan publik, secara konstan menampilkan peran yang konsisten meski dapat dikatakan marjinal. Pengembangan
satelit oleh LAPAN; pengembangan perangkat Tsunami Early Warning System TEWS
untuk bencana tsunami; prediksi pasang surut laut tahunan oleh BAKOSURTANAL yang dapat mengurangi korban bencana akibat laut pasang; aplikasi e-goverment untuk
menunjang proses pemerintahan dan pemilu; aplikasi teknologi ramah lingkungan,
pengolahan sampah, limbah dan air; teknologi utuk mitigasi bencana; serta berbagai riset untuk ketahanan pangan dan energi. Pelaksanaan litbang dan pendayagunaan iptek
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
selama periode 2005-2009 cukup baik, namun skalanya tidak terlalu masif, sehingga tidak nampak secara nasional, maupun bila dikomparasi dengan negara-negara tetangga.
Dengan demikian, berdasarkan analisis terhadap kondisi pembangunan iptek nasional saat ini, sebagaimana yang dibahas di atas, terlihat bahwa pembangunan Iptek nasional kita
masih belum optimal dan masih mengalami berbagai kendala dari aspek kemampuan kelembagaan, sumber daya, dan jaringan, relevansi dan produktivitas Iptek, serta
pendayagunaannya secara luas, sehingga kontribusinya terhadap pemercepatan pembangunan nasional dalam rangka mencapai tujuan negara secara umum masih belum
maksimal. Bila dianalisis lebih dalam dan ditarik akar permasalahannya, maka pokok-pokok persoalan yang harus dipecahkan dalam rangka meningkatkan pembangunan Iptek nasional
ke depan adalah sebagai berikut:
a.
Masih lemahnya pembangunan Iptek nasional dari sisi penyediaan supply
side berupa pengelolaan teknostruktur yang baik. Dimana masih terbatasnya kemampuan kelembagaan Iptek organisasi, regulasi, koordinasi, intermediasi, sistem
inovasi, budaya, sumber daya Iptek berupa SDM, anggaran, dan sarana dan prasarana termasuk perpustakaan dan sistem informasi Iptek, jaringan Iptek sinergi
kebijakan inter sektor, antar sektor, antar stake holder, antar kementerian, antar pusat
dan daerah, dll., relevansi dan produktivitas Iptek, serta pendayagunaan Iptek
dalam berbagai bidang pembangunan.
b.
Masih lemahnya pembangunan Iptek nasional dari sisi permintaan demand
side. Lemahnya minat dan kontribusi swasta bagi pembangunan Iptek nasional, baik keterlibatan dalam riset maupun pendanaan. Kegiatan Iptek masih didominasi oleh
lembaga riset pemerintah. PMA Perusahaan Modal Asing pada umumnya melaksanakan riset di kantor pusat mereka. Sektor riil belum bergerak dengan baik.
Karakteristik industri kita masih didominasi produk dengan kandungan teknologi rendah,
berbasis SDA, terbatas pada teknologi produksi belum sampai pada teknologi pengembangan produk apalagi riset, dan masih dalam tingkat kemampuan perubahan
kecil incremental. Ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan sistem insentif
ekonomi.
c.
Masih terbatasnya integrasi Iptek di sisi permintaan dengan sisi penyediaan:
Iptek kini tidak lagi menjadi mainstream; lemahnya sinergi kebijakan Iptek berupa
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
integrasi program, koordinasi, harmonisasi kegiatan, dukungan anggaran, serta intermediasi, yang terjadi baik intra lembagaaktor penghasil Iptek, maupun antar
penghasil Iptek dengan pengguna Iptek atau secara umum lemahnya koordinasi dan sinergi diantara
stake holder pembangunan Iptek; masih lemahnya sosialisasi regulasi yang telah ada; lemahnya budaya Iptek. Budaya bangsa secara umum masih belum
mencerminkan nilai-nilai Iptek yang mempunyai penalaran obyektif, rasional, maju, unggul dan mandiri. Akibatnya
sense of urgency terhadap pembangunan Iptek masih lemah.
d.
Persoalan-persoalan di atas secara langsung telah menghambat pembangunan Iptek di Indonesia dan memperlema
h kontribusinya bagi laju pembangunan nasional untuk mencapai tujuan negara, karenanya perlu mendapat
perhatian serius dan penanganan yang tepat dari berbagai pihak terkait.
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS
BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN
D
alam UU No. 392008 tentang Kementerian Negara Pasal 4 ayat 2, Kementerian Riset dan Teknologi KRT adalah:
menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi dan sinkronisasi program pemerintah. Tugas
Pokok KRT adalah membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang riset, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dalam melaksanakan tugas dimaksud,
Menteri Riset dan Teknologi menyelenggarakan fungsi: c. Perumusan kebijakan nasional di bidang riset, ilmu pengetahuan, dan
teknologi; d. Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang riset, ilmu pengetahuan dan
teknologi; e. Pengelolaan barang milikkekayaan negara yang menjadi tanggungjawabnya;
f. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya; g. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas
dan fungsinya kepada Presiden. Visi, misi dan tujuan yang ditetapkan dalam Renstra ini disesuaikan dengan
tugas, fungsi dan kewenangan Kementerian Riset dan Teknologi di atas.
2.1. Visi
Untuk menyatukan persepsi dan fokus arah pembangunan Iptek nasional, maka pelaksanaan
tugas dan fungsi Kementerian Riset dan Teknologi dilandasi suatu visi dan misi yang ingin diwujudkan. Visi dan misi tersebut merupakan panduan yang memberikan
pandangan dan arah ke depan sebagai dasar acuan dalam menjalankan tugas dan fungsi dalam mencapai sa
saran atau target yang ditetapkan. Sebagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dipaparkan sebelumnya, maka
pembangunan Iptek ke depan harus diarahkan kepada peningkatan kontribusi Iptek secara langsung dalam pembangunan nasional untuk mencapai tujuan negara.
Visi Kementerian Riset dan Teknologi dalam pembangunan Iptek 2010 – 2014 adalah:
DOKUMENTASI DAN INFORMASI HUKUM, BAGIAN HUKUM, BIRO HUKUM DAN HUMAS