ANALISIS KESALAHAN PELAFALAN KONSONAN んPADA MAHASISWA TINGKAT I KELAS A ANGKATAN 2015 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JEPANG UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(1)

ANALISIS KESALAHAN PELAFALAN KONSONAN

PADA MAHASISWA TINGKAT I KELAS A ANGKATAN

2015 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA

JEPANG UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Pendidikan Bahasa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh

DIPAYANA PERTIWI NIM 20120560003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JEPANG FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Alah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Kesalahan Pelafalan Konsonan (N) pada Mahasiswa Tingkat I Kelas A Angkatan 2015 Program Studi pendidikan Bahasa Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan sebaik-baiknya.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Fakultas Pendidikan Bahasa UMY. Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengalami banyak kesulitan yang disebabkan oleh keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta;

2. Gendroyono, S.Pd, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Pendidikan Bahasa UMY; 3. Sonda Sanjaya, S.S, M.Pd, selaku Kaprodi Pendidikan Bahasa Jepang

sekaligus dosen pembimbing akademik, yang membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Prodi Pendidikan bahasa Jepang UMY;

4. Drs. Muhamad Kusnendar, M.Pd selaku dosen pembimbing I, yang telah memberikan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini;

5. Yuli Wahyuni, S.Pd, M.Pd selaku dosen pembimbing II, yang telah memberikan waktu, tenaga dan pikiran dalam penyusunan skripsi ini;

6. Wistri Meisa, S.Pd, M.Pd, yang telah meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan revisi untuk kesempurnaan skripsi ini;

7. Thamita Sensei, Rosi sensei, Dedi sensei, selaku Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang selalu memberikan bimbingan selama menempuh perkuliahan di PBJ UMY;


(3)

8. Kedua orang tua, Bapak Muhalim dan Ibu Suratini, yang selalu memberikan dukungan baik berupa materi maupun moril;

9. Ibnu Muffasirin, selaku adik yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan perkuliahan tepat waktu;

10.Mbah Kakung dan Mbah Uti, yang telah mendidik dan menjaga saya selama menempuh pendidikan di Yogyakarta;

11.Teman-teman “hikaru”, yang telah berkomitmen untuk lulus bersama, sehingga membuat penulis menyelesaikan skripsi tepat waktu;

12.Mahasiswa tingkat I angkatan 2015 kelas A, yang sudah bersedia memberikan waktunya untuk menjadi sampel dalam penelitian ini;

13.Teman-teman “mukils” Jani, Uzi, Ule, Imam, Agung, Nida, yang selalu ingat dan selalu menanti kepulangan penulis ke rumah dengan membawa gelar sarjana pendidikan;

14.Agil, teman yang dengan tiba-tiba menyindir skripsi penulis, sehingga membuat penulis termotivasi untuk segera menyusul menjadi sarjana.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, baik isi maupun bahasanya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk memberikan informasi konsonan ん (N) dalam bahasa Jepang.

Yogyakarta, 1 Agustus 2016


(4)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah... 1

1.2Rumusan Masalah ... 4

1.3Batasan Masalah ... 4

1.4Tujuan Penelitian ... 4

1.5Manfaat Penelitian ... 5

1.6Sistematika Penulisan ... 5

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 6

2.2 Analisis Kesalahan ... 7

2.2.1 Pengertian Analisisi Kesalahan ... 7

2.2.2 Kesalahan Berbahasa ... 8

2.2.3 Faktor Penyebab Terjadinya Kesalahan Berbahasa ... 11

2.3 Fonetik ... 13

2.4 Alat Ucap ... 13

2.5 Proses Fonasi ... 15

2.6 Tulisan Fonetik ... 16

2.7 Klasifikasi Bunyi dalam Bahasa Indonesia ... 16

2.7.1 Klasifikasi Vokal ... 17

2.7.2 Klasifikasi Konsonan ... 17

2.7.3 Diftong atau Vokal Rangkap... 18

2.8 Klasifikasi Bunyi dalam Bahasa Jepang ... 19


(5)

2.8.2 Bunyi Konsonan (Shi’in) ... 20

2.8.3 Bunyi Semi Vokal (Hanboin) ... 24

2.8.4 Bunyi Konsonan Rangkap (Sokuon) ... 25

2.8.5 Bunyi Konsonan + Semi Vokal /Y/ + Vokal (Yoo’on) ... 26

2.8.6 Bunyi Vokal Panjang (Choo’on) ... 26

2.8.7 Bunyi Konsonan Nasal (N) (Hatsuon) ... 27

BAB III. METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 3.1 Metode Penelitian ... 32

3.2 Subjek Penelitian ... 34

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 34

3.4 Instrumen penelitian ... 34

3.4.1 Tes ... 35

3.4.2 Angket ... 35

3.5 Teknik Analisi Data ... 36

3.5.1 Data Rekam ... 36

3.5.2 Data Angket ... 37

3.6 Analisis Data dan Hasil Penelitian ... 37

3.6.1 Analisis Data ... 37

3.6.1.1 Analisis Kesalahan Pelafalan pada Kosakata... 37

3.6.1.2 Analisis Kesalahan Pelafalan pada Kalimat... 42

3.6.1.3 Analisis Kesalahan Pelafalan Kosakata Seluruh Jenis . 46 3.6.1.4 Analisis Kesalahan Pelafalan kalimat Seluruh Jenis ... 47

3.6.1.5 Analisi Data Angket ... 48

3.6.2 Hasil Penelitian ... 58

BAB IV. PENUTUP 4.1 Simpulan ... 60

4.2 Saran ... 61

SINOPSIS ... 63


(6)

LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan antara Error dengan Mistake ... 10

Tabel 2.2 International Phonetic Alphabet ... 16

Tabel 2.3 Simbol Konsonan ... 22

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Soal Bunyi ん ... 35

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Soal Angket ... 36

Tabel 3.3 Total Kesalahan Pelafalan Konsonan ん pada Kosakata Bunyi [m] .. 37

Tabel 3.4 Total Kesalahan Pelafalan Konsonan ん pada Kosakata Bunyi [n] ... 38

Tabel 3.5 Total Kesalahan Pelafalan Konsonan ん pada Kosakata Bunyi [ɲ] ... 39

Tabel 3.6 Total Kesalahan Pelafalan Konsonan ん pada Kosakata Bunyi [ŋ] ... 40

Tabel 3.7 Total Kesalahan Pelafalan Konsonan ん pada Kosakata Bunyi [N]... 41

Tabel 3.8 Total kesalahan Pelafalan Konsonan ん pada Kosakata Bunyi [Ň] ... 41

Tabel 3.9 Total Kesalahan Pelafalan Konsonan ん pada Kalimat Bunyi [m] .... 42

Tabel 3.10 Total Kesalahan Pelafalan Konsonan ん pada Kalimat Bunyi [n] ... 43

Tabel 3.11 Total Kesalahan Pelafalan Konsonan ん pada Kalimat Bunyi [ɲ] .. 44

Tabel 3.12 Total Kesalahan Pelafalan Konsonan ん pada Kalimat Bunyi [ŋ] ... 44

Tabel 3.13 Total Kesalahan Pelafalan Konsonan んpada Kalimat Bunyi [N]... 45


(8)

Tabel 3.15 Total Kesalahan Pelafalan Konsonan ん pada Kosakata ... 46


(9)

(10)

ABSTRAK

Analisis Kesalahan Pelafalan Konsonan ん pada Mahasiswa Tingkat I Kelas A Angkatan 2015 Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

Dipayana Pertiwi 20120560003

Pelafalan bahasa Jepang berbeda dengan pelafalan bahasa Indonesia sehingga banyak pembelajar bahasa Jepang yang masih kesulitan dalam melafalkan bunyi dalam bahasa Jepang terutama pada pelafalan ん (N). Meskipun kesalahan pelafalan tidak berpengaruh pada perubahan makna, tetapi dengan pelafalan yang baik dapat meningkatkan kemampuan berbahasa terutama dalam kemampuan berbicara. Oleh karena itu, penelitian tentang kesalahan pelafalan konsonan ん perlu dilakukan.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan analisis kesalahan berbahasa dengan menggunakan instrumen penelitian berupa tes dan angket. Sampel penelitian yaitu mahasiswa tingkat I angkatan 2015 kelas A Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang UMY yang berjumlah 21 orang. Teknik pengambilan data pada penelitian ini yaitu dengan cara merekam pelafalan sampel satu persatu ketika melafalkan soal tes yang berupa daftar kosakata dan kalimat yang berbunyi ん (N), lalu melafalkan soal tersebut kemudian rekaman tersebut dianalisis.

Hasil dari penelitian ini yaitu: 1) tipe kesalahan yang sering terjadi pada pembelajar bahasa Jepang UMY ketika melafalkan konsonan んyaitu pada jenis bunyi (Ň), 2) faktor penyebab sering terjadinya kesalahan tersebut yaitu karena durasi belajar responden yang rata-rata baru mempelajari bahasa Jepang kurang dari satu tahun sehingga pemahaman terhadap jenis-jenis pelafalan konsonan ん (N) masih kurang.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Pada hakikatnya manusia tidak dapat terlepas dari bahasa, baik itu bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Karena bahasa merupakan hal yang digunakan dalam berkomunikasi untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Kridalaksana (1983) dan Kentjono (1982) dalam Chaer (2003) bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri. Bahasa digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi diri seperti kita ketahui, setiap negara memiliki bahasa sendiri yang menjadi ciri khas suatu negara. Seperti Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia, Jepang yang menggunakan bahasa Jepang dan lain sebagainya. Di Indonesia sendiri terdapat banyak bahasa yang mewakili setiap daerah. Seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Minang dan lain sebagainya.

Menurut (Dahidi, 2004:11), bahasa Jepang adalah bahasa yang unik karena tidak ada negara yang menggunakan bahasa Jepang sebagai bahasa nasionalnya. Sebagai contoh bahasa Melayu yang dapat dipakai oleh masyarakat dari Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam dan sebagainya sedangkan bahasa Jepang hanya dipakai oleh masyarakat Jepang saja. Bahasa Jepang saat ini berkembang sangat baik di Indonesia. Hasil perhitungan cepat dari angket lembaga pendidikan bahasa Jepang yang dilakukan oleh The Japan Foundation pada tahun 2012 mengemukakan bahwa saat ini banyak universitas yang memiliki program studi pendidikan bahasa Jepang, ditambah dengan berkembangnya peminat bahasa Jepang dan pengajar bahasa Jepang.

Pembelajar bahasa Jepang diharapkan mampu memenuhi empat kemampuan berbahasa, yaitu berbicara, mendengar, membaca, dan menulis. Untuk meningkatkan kemampuan berbicara, pembelajar bahasa Jepang mempelajari tentang bunyi. Bahasa Jepang memiliki tujuh bunyi, yaitu bunyi


(12)

vokal (boin), bunyi konsonan (shi’in), bunyi semi vokal (hanboin), bunyi konsonan rangkap (sokuon), bunyi konsonan nasal /N/ (hatsuon), bunyi konsonan + semi vokal /Y/ + vokal (yoo’on), dan bunyi vokal panjang (choo’on).

Ketika kita ingin berkomunikasi, salah satu hal yang paling penting yaitu bunyi. Terdapat ilmu yang mempelajari tentang bunyi, yaitu fonetik. Fonetik adalah cabang linguistik yang mempelajari tentang bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut memiliki fungsi sebagai pembeda makna atau tidak (Chaer, 2003: 103). Bunyi atau pelafalan dalam bahasa Jepang disebut dengan hatsuon (発音). Bunyi konsonan ん (N) memiliki istilah hatsuon (撥音) atau sering disebut dengan hanareruon dalam sistem penulisan ditulis dengan lambang huruf dalam hiragana ん(N) atau dalam katakana ン (N). keistimewaan hatsuon (撥 音) yaitu setiap bunyi yang dihasilkan dipengaruhi oleh bunyi selanjutnya (Sutedi, 2008: 24). Sebagai contoh: a. [N] akan berbunyi [m] apabila bertemu dengan huruf “b, dan p”.

Contoh: [kambu] んぶ staff

b. [N] akan berbunyi [n] apabila bertemu dengan huruf “s, t, dan d”. Contoh: [hondana] ほんだな rak buku

c. [N] akan berbunyi [ng] apabila bertemu dengan huruf “k dan g” dan apabila [N] terletak di akhir kata.

Contoh: [gingko:] んこう bank [hoN] ほん buku

Tetapi, bunyi N akan berubah mengikuti huruf dibelakangnya jika bertemu dengan bunyi vokal (Dahid, 2004:46).Contoh:

[a], [siaai] しんあい sayang [i], [seii] せんい serat [ɯ], [aɯɯN] あんうん awan gelap [e], [kieeN] んえん bebas rokok [o], [keoo] けん keengganan


(13)

Karena keistimewaan tersebut, berdasarkan hasil penelitian (Karima, 2014), tidak sedikit mahasiswa mengalami kesalahan dalam melafalkan konsonan ん (N), diantaranya pembelajar lebih sering melafalkan dengan bunyi “n dan ng” saja.

Hal tersebut adalah hal yang wajar, terutama apabila pembelajar tersebut adalah pembelajar tingkat awal karena masih terpengaruh oleh pemerolehan bahasa ibu atau bahasa pertama. Peneliti juga mengalami permasalahan ketika melafalkan kata sumimasen dengan pelafalan su-mi-ma-se-n, namun dibenarkan dengan pelafalan su-mi-ma-se-ng.

Tarigan (1997) dalam (Indihadi, 2012:5) membagi dua tipe kesalahan yaitu, error (kesalahan) dan mistake (kekeliruan). Kesalahan (error) yaitu penggunaan bahasa yang menyimpang dari aturan bahasa yang berlaku. Sedangkan kekeliruan (mistake) yaitu penggunaan bahasa yang menyimpang dari aturan berbahasa yang berlaku namun tidak dianggap sebagai suatu pelanggaran.

Kesalahan pelafalan yang dilakukan peneliti merupakan mistake karena kesalahan tersebut terjadi akibat kurangnya pemahan terhadap jenis-jenis bunyi konsonan ん sehingga peneliti melakukan penyimpangan dari aturan berbahasa. Karena pengalaman pribadi dan berdasarkan hasil peneliitan terdahulu, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Analisis Kesalahan Pelafalan Konsonan ん (N) pada Mahasiswa Tingkat I Kelas A Angkatan 2015 Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penelitian ini layak untuk dijadikan tema penelitian karena, walaupun kesalahan pelafalan tidak mempengaruhi makna, tetapi pelafalan dapat mempengaruhi kemampuan berbicara seseorang. Kemampuan pelafalan yang baik dapat membuat seseorang terlihat menguasai bahasa tersebut. Seperti pendapat Japan Foundation dalam buku yang berjudul Onsei o Oshieru, apabila seseorang tidak melafalkan pelafalan dengan benar, maka akan menghambat pembelajaran pada level berikutnya.


(14)

1.2 RUMUSAN MASALAH

a. Bagaimanakah tipe kesalahan mahasiswa tingkat I kelas A angkatan 2015 Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang UMY dalam melafalkan konsonan ん (N)?

b. Faktor apa saja yang memengaruhi kesalahan-kesalahan dalam melafalkan konsonan ん (N) mahasiswa tingkat I kelas A angkatan 2015 Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang UMY?

1.3 BATASAN MASALAH

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penulis hanya membatasi masalah sebagai berikut:

a. Peneliti hanya meneliti tentang tipe kesalahan mahasiswa tingkat I kelas A angkatan 2015 program studi pendidikan bahasa Jepang UMY dalam melafalkan konsonan ん (N);

b. Peneliti hanya meneliti tentang faktor apa saja yang memengaruhi kesalahan-kesalahan dalam melafalkan konsonan ん (N) mahasiswa tingkat I kelas A angkatan 2015 program studi pendidikan bahasa Jepang UMY.

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:

a. Untuk mengetahui tipe kesalahan mahasiswa tingkat I kelas A angkatan 2015 program studi pendidikan bahasa Jepang UMY dalam melafalkan konsonan ん (N);

b. Untuk mengetahui faktor apa saja yang memengaruhi kesalahan-kesalahan dalam melafalkan konsonan ん (N) mahasiswa tingkat I kelas A angkatan 2015 program studi pendidikan bahasa Jepang UMY.


(15)

1.5 MANFAAT PENELITAN

Manfaat dari hasil penelitian ini yaitu:

a. Manfaat teoretis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman dalam mempelajari pelafalan konsonan ん (N).

b. Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi orang lain seperti:

1) Bagi peneliti dapat melafalkan konsonan ん dengan baik;

2) Bagi pendidik dapat menjadikannya sebagai pedoman ketika mengajarkan pelafalan konsonan ん (N) sehingga mengurangi kesalahan dalam pelafalan;

3) Bagi pembelajar dapat dijadikan sebagai referensi ketika mempelajari pelafalan konsonan ん (N).

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN, pada bab ini peneliti memaparkan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, pada bab ini peneliti memaparkan penelitian terdahulu dan definisi dan penggunaan konsonan ん (N).

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA, pada bab ini peneliti memaparkan mengenai metode penelitian dan analisis data.

BAB IV PENUTUP, pada bab ini peneliti memaparkan mengenai simpulan dan saran.


(16)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1PENELITIAN TERDAHULU

Tugas akhir yang berjudul “Analisis Kesalahan Siswa pada Pelafalan fonem /Z/, /C/, /S/, /ZH/, /CH/, /SH/ dan /R/ dalam Kosakata Bahasa Mandarin di Kelas X Immersi A dan Immersi B SMA negeri 4 Surakarta” Mardiana (2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis kesalahan yang terjadi. Berdasarkan hasil analisis data, dari kelas Immersi A dan Immersi B jenis kesalahan yang sering terjadi yaitu pelafalan fonem /zh/.

Selanjutnya penelitian terdahulu yang dijadikan referensi yaitu penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2009) yang berjudul Analisis Kesalahan Pelafalan Bunyi Bahasa Jepang Melalui Dikte. Beliau menggunakan treatment untuk mengumpulkan data. Treatment dilakukan sebanyak 10 kali. Tes dilakukan kepada 15 orang siswa lembaga kursus BLCI yang terdiri dari siswa level empat dan level enam. Hasil dari penelitian ini yaitu kesalahan yang paling banyak terjadi yaitu siswa belum bisa membedakan bunyi panjang, bunyi konsonan rangkap dan bunyi tertentu seperti Za/ Ja, Sha/ Sa, Byo/ Biyo.

Kemudian, penelitian terdahulu yang berjudul Efektifitas Pendekatan Audio Lingual pada Pengajaran Hatsuon: Studi Pra Eksperimen terhadap Siswa SMKN 1 Katapang Kelas XII tekstil 1, Wahyuni (2011). Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui kemampuan pelafalan siswa SMKN 1 Katapang dan untuk mengetahui efektifitas metode audio lingual dalam meningkatkan kemampuan pelafalan. Berdasarkan hasil pra tes, tujuh kali treatment dan post tes, terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan pelafalan siswa, sehingga berdasarkan penelitian ini pendekatan audio lingual efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam pelafalan bahasa Jepang.

Penelitian yang selanjutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Karima (2014) yang berjudul “Analisis Kemampuan Pembelajar Bahasa Jepang dalam


(17)

Pelafalan Konsonan Nasal N (Hatsuon)” meneliti tentang kemampuan pelafalan mahasiswa tingkat I, II, III dan IV di Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang UPI. Penelitian tersebut menggunakan instrumen penelitian berupa tes, angket dan follow up interview. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, tingkat kemampuan pelafalan kosonan Nasal N mahasiswa tingkat I sampai IV Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang UPI termasuk kedalam golongan sedang, karena rata-rata mahasiswa hanya mengganti bunyi menjadi n dan ng saja. Kemudian faktor yang mempengaruhi terjadinya kesalahan yaitu karena pengaruh bahasa ibu bukan karena pengaruh lamanya durasi belajar bahasa Jepang.

Oleh karena itu, pada penelitian ini peneliti melakukan penelitian tentang analisis kesalahan pelafalan konsonan dengan sampel yang berbeda, yaitu pada mahasiswa Pendidikan Bahasa Jepang yang terdapat di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Alasan penelitian ini dilakukan pada mahasiswa PBJ UMY karena sebagai informasi tambahan mengenai kemampuan pelafalan pembelajar bahasa Jepang di UMY dan untuk mengetahui apakah kesalahan yang terjadi pada mahasiswa PBJ UMY memiliki tipe kesalahan yang sama dengan mahasiswa PBJ UPI.

2.2ANALISIS KESALAHAN

2.2.1 Pengertian Analisis Kesalahan

Ellis (1987) dalam Hasibuan (2014) menjelaskan bahwa analisis kesalahan adalah suatu proses kerja, yang bisa digunakan oleh peneliti dan guru bahasa, yang meliputi pengumpulan data, pengidentifikasian kesalahan, pengklasifikasian, menjelaskan frekuensi kesalahan dan merumuskan kesalahan tersebut.

James (1998) dalam Hasibuan (2014) menjelaskan bahwa analisis kesalahan adalah cabang dari linguistik terapan pembelajar bahasa pertama dan bahasa kedua yang melibatkan bahasa ibu dan bahasa sasaran.


(18)

Kemudian Corder (1981) dalam Hasibuan (2014) menjelaskan bahwa analisis kesalahan mempunyai fungsi dalam proses pembelajaran, yaitu untuk menginvestigasi proses pembelajaran bahasa. Menganalisis kesalahan yang dibuat siswa memberikan manfaat untuk dijadikan evaluasi agar pembelajar selanjutnya lebih baik. Langkah kerja dalam analisis kesalahan yaitu pengumpulan data, pengidentifikasian, penglkasifikasian, memperingkat kesalahan, menjelaskan kesalahan dan mengoreksi kesalahan.

Berdasarkan pendapat di atas, dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori dari Ellis (1987), karena teori ini dapat memandu peneliti dalam mencari data di lapangan. Disimpulkan bahwa analisis kesalahan yaitu mengumpulkan data, mengidentifikasi kesalahan, mengklasifikasikan kesalahan, penjelaskan kesalahan dan merumuskan kesalahan.

2.2.2 Kesalahan Berbahasa

Manusia pada hakikatnya melakukan kesalahan. Ketika sedang berkomunikasi, tidak jarang megalami kesalahan baik dalam komunikasi secara laisan maupun tulisan. Mardiana (2008:7) menjelaskan kesalahan adalah suatu kebiasaan yang sering dilakukan oleh manusia karena tidak ada seorang pun dapat terhindar dari kesalahan. Kesalahan berbahasa terjadi karena faktor penyimpangan kaidah bahasa dan norma kemasyarakatan (Setyawati, 2010) dalam Hasibuan (2014).

Beberapa ahli menjelaskan pengertian kesalahan, seperti:

Corder (1974) dalam Indihadi (2012:2) menjelaskan kesalahan berbahasa dengan menggunakan tiga istilah, yaitu:

1. Lapes adalah kesalahan yang terjadi akibat penutur beralih untuk menyatakan sesuatu sebelum kalimat tersebut selesai dinyatakan.


(19)

2. Error yaitu kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar aturan berbahasa dan penutur memiliki aturan tersendiri dalam berbahasa dan 3. Mistake yaitu kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam

memilih kata atau suatu ungkapan.

Burt dan Kiparsky dalam Indihadi (2012:2) menjelaskan kesalahan dengan menggunakan istilah Goof yaitu untuk menjelaskan kesalahan berbahasa berupa kalimat-kalimat Gooficon yaitu menjelaskan jenis kesalahan berdasarkan tata bahasa dan Goofing yaitu menjelaskan kesalahan berbahasa berupa kalimat dan berdasarkan tata bahasa. Huda (1981) menjelaskan kesalahan berbahasa terjadi pada anak yang sedang

mempelajari bahasa kedua disebut dengan “kekhilafan (error)”.

Sedangkan menurut Nelson Brook dalam Syafi’ie (1984) dalam Indihadi

(2012:3) menjelaskan bahwa kekhilafan (error) disebut dengan “dosa/kesalahan” yang harus dihindari dan harus dibatasi meskipun kesalahan dalam pemerolehan bahsa kedua tidak dapat dihindari.

Dulay Burt maupun Richard (1979) dalam Indihadi (2012:3) menegaskan bahwa kekhilafan akan selalu muncul walaupun sudah dilakukan pencegahan. Berdasarkan hasil kajian dalam bidang psikologi kognitif, setiap anak yang sedang memeroleh bahsa kedua (B2) selalu membangun bahsa melalui proses kreativitas, sehingga dapat dikatakan bahwa kekhilafan adalah hasil dari kreativitas bukan suatu kesalahan berbahasa.

Kekhilafan merupakan hal yang wajar dan selalu dialami oleh siswa dalam pemerolehan bahasa kedua. Hal tersebut merupakan proses pembentukan kreativitas anak. Hendrickson dalam Nurhadi (1990) menyimpulkan bahwa kekhilafan berbahsa bukanlah suatu hal yang harus dihindari melainkan sesuatu yang harus dipelajari. Ketika guru mempelajari kekhilafan, maka akan memeroleh tiga informasi, yaitu: 1. Kekhilafan berguna untuk umpan balik, yaitu untuk mengukur

seberapa jauh jarak yang harus ditempuh siswa untuk sampai pada target yang ingin dicapai serta hal apa yang harus dipelajari oleh siswa.


(20)

2. Kekhilafan berguna sebagai data empiris untuk peneliti atau penelitian mengenai bagaimana seseorang mempelajari dan memperoleh bahasa. 3. Kekhilafan berguna sebagai masukan, yaitu kekhilafan adalah hal yang tidak dapat terhindar dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa, dan merupakan salah satu strategi yang digunakan anak untuk pemerolehan bahasanya.

Tarigan (1997) dalam Indihadi (2012:6) membagi kesalahan berbahasa dengan dua istilah, yaitu kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake). Kesalahan adalah penggunaan bahasa yang menyimpang dari aturan berbahasa yang telah berlaku, sedangkan kekeliruan yaitu penggunaan bahasa yang menyimpang dari aturan berbahasa yang telah berlaku namun tidak dianggap sebagai suatu pelanggaran. Untuk membedakan istilah Kesalahan dan kekeliruan, Tarigan menjelaskan dalam tabel berikut ini.

Tabel 2.1. Perbandingan antara Kesalahan Berbahasa (error) dengan keliruan Berbahasa (mistake).

Kategori Sudut Pandang Kesalahan Berbahasa Kekeliruan Berbahasa Sumber Kompetensi Performansi

Sifat Sistematis, berlaku secara umum

Acak, tidak sistematis, berlaku secara individu Durasi Permanen Temporer/ sementara Sistem Linguistik Sudah dikuasai Belum dikuasai Produk Penyimpangan kaidah

bahasa

Penyimpangan kaidah bahasa

Solusi Dibantu guru melalui latihan dan pengajaran remedial

Diri sendiri, mawas diri, pemusatan perhatian

Sumber: (Indihadi:6)

Berdasarkan tabel perbandingan tersebut, kita dapat membedakan manakah yang dapat dikatakan kesalahan dan mana yang dapat dikatakan kekeliruan. Karena siswa sering mengalami kesalahan dalam proses belajar,


(21)

guru diharapkan dapat mengoreksi kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa, sehingga guru dapat menentukan sikap ketika sedang mengajar dan memberikan pelatihan yang lebih intensif. Peneliti akan meneliti tentang kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake) yang terjadi dalam berbahasa yang telah dipaparkan oleh Tarigan.

2.2.3 Faktor Penyebab terjadinya Kesalahan Berbahasa

Tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa ibu berpengaruh dalam pemerolehan bahasa kedua, walau tidak sepenuhnya bahasa ibu menjadi kendala dalam pemerolehan bahasa kedua. Richard (1974) dalam Hasibuan (2014) membedakan penyebab terjadinya kesalahan berbahasa yaitu:

a. kesalahan “antarbahasa” (interlanguage error) yaitu kesalahan yang terjadi akbat interfrensi bahasa pertama (B1) terhadap bahasa kedua (B2). Richard mengelompokkan faktor kesalahan antarbahasa dalam lima proses, yaitu:

1) Transfer bahasa adalah proses yang tidak disadari oleh pembelajar dalam mempergunakan pengalaman belajar dan pengetahuan yang dimiliknya untuk menghasilkan respon yang baru (Brahim, 1995:138) dalam Rahayu (2012:64). Transfer bahasa dibagi menjadi dua macam, yaitu transfer positif dan transfer negarif. Transfer positif yaitu terjadi apabila terdapat kesamaan antara bahasa pertama dengan bahasa kedua. Sedangkan transfer negatif terjadi apabila antara kedua bahasa tersebut terdapat perbedaan. 2) Transfer latihan (transfer of training) adalah kesalaahn yang

berkaitan dengan hakikat kebahasaan dan pendekatan-pendekatan kebahasaan.

3) Siasat pembelajaran bahasa kedua (strategies of second language learning) yaitu kesalahan yang berkaitan dengan pendekatan pembelajar dengan bahan ajar yang dipelajari.


(22)

4) Siasat komunikasi bahasa kedua (strategies of second language communication) adalah kesalahan yang terjadi karena pembelajar berusaha untuk berkomunkasi dengan penutur asli di dalam situasi pemakaian bahasa secara alamiah.

5) Penyamarataan yang berlebihan mengenai linguistik bahasa sasaran (over generalization of target language linguistic materials) yaitu kesalahan yang terjadi karena pembelajar bahasa menstruktur kembali bahan linguistik.

b. Kesalahan “intrabahasa” (intralingual error), yaitu kesalahan yang merefleksikan ciri-ciri umum kaidah kebahasaan seperti kesalahan generalisasi, aplikasi yang tidak sempurna terhadap kaidah bahasa, dan kegalalan mempelajari kondisi penerapan kaidah bahasa. Penyebab kesalahan intrabahsa yaitu:

1) Overgeneralization (penyamarataan berlebihan), mencangkup contoh-contoh di mana seorang pembelajar menciptakan struktur yang menyimpang berdasarkan pengalaman pribadi mengenai struktur lain dalam bahasa sasaran. Contoh: he can sings seharusnya he can sing. Richard berpendapat bahwa terjadinya over generalization karena pembelajar ingin mengurangi beban linguistiknya.

2) Ketidaktahuan akan pembatasan kaidah berkaitan dengan generalisasi struktur-struktur yang menyimpang. Hal tersebut terjadi karena kegagalan mengamati batasan struktur yang ada. Contoh: the man who I saw him yang seharusnya we saw him play football and we admired.

3) Penerapan kaidah yang tidak sempurna terjadi karena struktur yang menyimpang dan menggambarkan taraf perkembangan kaidah-kaidah yang diperlukan untuk menghasilkan ucapan yang dapat diterima. Contoh: ketika guru bertanya do you read much? Kemudian siswa memberikan jawaban yes, I read much.


(23)

4) Salah menghipotesiskan konsep merupakan hal yang berkaitan dengan pengajaran yang tidak sesuai. Contoh: dalam bahasa Inggris bentuk was dapat diartikan sebagai keterangan lampau, sehingga menghasilkan one day it was happened dan bentuk is mungkin diartikan sebagai keterangan sekarang.

2.3FONETIK

Fonetik adalah bidang linguistik yang mempelajari tentang bunyi bahasa tanpa memerhatikan apakah bunyi tersebut memiliki fungsi pembeda makna atau tidak (Chaer:103). Berdasarkan urutan terjadinya bunyi bahasa, fonetik dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Fonetik akustik, mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fenomena alam. Bunyi tersebut diselidiki getarannya amplitudonya, intensitasnya, dan timbrenya.

2. Fonetik auditoris, mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa oleh telinga.

3. Fonetik artikulatoris atau disebut juga fonetik organis atau fisiologis mempelajari bagaimana mekanisme alat ucap manusia bekerja dan menghasilkan bunyi.

Fonetik yang lebih tepat dalam bidang linguistik yaitu fonetik artikulatoris karena fonetik ini mempelajari tentnag bunyi-bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

2.4ALAT UCAP

Hal pertama yang dibahas dalam fonetik artikulatoris yaitu alat ucap penghasil bunyi bahasa. Untuk mengetahui bagaimana bunyi bahasa itu dihasilkan, kita perlu mengetahui tentang alat ucap manusia. Berikut gambar alat ucap manusia.


(24)

gambar 2.1. Alat ucap manusia

Sumber: binus.ac.id Keterangan:

1. Nakajita/ chuuzetsu : lidah bagian tengah 2. Maejita/ zenzetsu : lidah bagian depan

3. Kookoogai : langit-langit keras/ palatum 4. Haguki/ shikeii : gusi/ alveolum

5. Kuchibiru : bibir

6. Ha : gigi

7. Shitasaki/ zessen : ujung lidah/ apeks

8. Shita ago : rahang bawah

9. Seitai : pita suara/ selaput suara 10.Kikan : tenggorokan/ pembuluh napas 11.Biko/ hanamuro : rongga hidung

12.Koogaihan : anak tekak/ uvula

13.Nankoogai : langit-langit lunak/ velum 14.Kookoo/ kuchimuro : rongga mulut

15.Koogaisui : anak tekak/ uvula

16.Into : (rongga) faring

17.Okujita/ koozetsu/ ushirojita : lidah bagian belakang


(25)

19.Shita : lidah

20.Kootoo : pangkal tenggorokan 21.Seimon : celah suara/ glottis

2.5PROSES FONASI

Bunyi bahasa terjadi karena adanya pemompaan udara keluar dari paru-paru melewati pangkal tenggorokan, yang di dalamnya terdapat pita suara. Bunyi bahasa dihasilkan oleh tiga organ tubuh, yaitu paru-paru, pangkal tenggorokan, serta rongga mulut atau rongga hidung.

Paru-paru sebagai sumber suara. Diperlukan tingkat tekanan udara yang stabil untuk menghasilkan udara. Otot sekitar tulang rusuk dan diafragma adalah penghasil tekanan udara yang tetap dan memadai. Pita suara atau pangkal tenggorokan bertugas mengatur hembusan udara dari paru-paru sehingga menghasilkan bunyi bahasa. Celah di antara pita suara dinamakan glottis. Glottis membagi bunyi bahasa kedalah tiga kelompok, yaitu bunyi bersuara (voiced sounds), bunyi nirsuara (voiceless sounds), dan bunyi berisik (whisper) (Yusuf,1998:40).

Bunyi bersuara dihasilkan karena terjadinya penyempitan pita suara, kemudian udara dihembuskan melewati celah glotis, yang kemudian pita suara akan bergetar dan menghasilkan bunyi yang disebut penyuaraan bunyi yang dihasilkan yaitu [b, d, g, dan z]. Bunyi nirsuara dihasilkan dengan menarik pita suara agar saling menjauh, sehingga membuat celah yang agak lebar. Celah tersebut membuat udara dapat mengalir dengan bebas melewati celah glotis dan tidak terjadi getaran di pita suara. Bunyi yang dihasilkan yaitu [p, t, k, dan s]. Bunyi berbisik terjadi karena bagian depan pita suara menyempit sedangkan bagian belakang melebar.

(Yusuf, 1998:43) menjelaskan bahwa mulut adalah filter bunyi utama. Rongga mulut terdapat tempat artikulasi seperti, bibir, gigi, gusi, langit-langit keras, langit-langit lunak, anak tekak, dan rongga kerongkongan. Pada bagian rongga mulut juga terdapat lidah yang terbagi menjadi lima bagian, yaitu ujung lidah, daun lidah, badan lidah, pangkal lidah, dan akar lidah. Apabila rongga


(26)

mulut tertutup, maka rongga hidung menjadi filter bunyi yang kemudian menghasilkan bunyi sengau. Jika bibir tertutup maka menghasilkan bunyi nasal [m], jika daun lidah menyentuh gusi maka menghasilkan bunyi [n], jika badan lidah menyentuh langit-langit keras, maka menghasilkan bunyi [ɲ], dan jika pangkal lidah menyentuh langit-langit lunak, maka menghasilkan bunyi [ŋ].

2.6TULISAN FONETIK

Ketika mempelajari linguistik, kita mengenal adanya beberapa macam tulisan. Seperti tulisan fonetik. Setiap lambang fonetik hanya digunakan untuk satu bunyi bahasa (Chaer, 1994:109). Tulisan fonetik dikenal dengan istilah (IPA) International Phonetic Alphabet.

Tabel 2.2 International Phonetic Alphabet

Sumber: omniglot.com

2.7KLASIFIKASI BUNYI DALAM BAHASA INDONESIA

Pada awalnya, bunyi bahasa hanya dibedakan berdasarkan bunyi vokal dan bunyi konsonan, bunyi vokal terjadi udara yang keluar melalui rongga mulut atau rongga hidung tidak mendapat hambatan, sedangkan bunyi konsonan


(27)

terjadi karena udara tersebut mendapatkan hambatan sebelum keluar melalui rongga mulut atau rongga hidung (Chaer, 1994:113).

2.7.1 Klasifikasi Vokal

Bunyi vokal diklasifikasikan berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Secara vertikal ada vokal tinggi yaitu /i/ dan /u/, vokal tengah /e/, dan vokal rendah /a/. Secara horizontal dibedakan atas vokal depan /i/ dan /e/, vokal pusat /ǝ/ dan vokal belakang /u/ dan /o/. menurut bentuk mulutnya terbagi menjadi vokal bundar /o/ dan /u/ dan vokal tidak bundar /i/ dan /e/.

2.7.2 Klasifikasi Konsonan

Terdapat tiga kriteria dalam bunyi konsonan, yaitu posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi. Berdasarkan pita suara, dibedakan menjadi bunyi bersuara /b/, /d/, /g/, /c/ dan bunyi tidak bersuara /s/, /k/, /p/, dan /t/.

Berdasarkan tempat artikulasinya, dibedakan atas:

a. Bilabial yaitu konsonan terjadi pada kedua belah bibir. Contohnya bunyi /b/, /p/, dan /m/. /b/ dan /p/ adalah bunyi oral atau bunyi yang dikeluarkan melalui rongga mulut sedangkan bunyi /m/ adalah bunyi nasal yang dikeluarkan melalui rongga hidung.

b. Labiodental yaitu gigi bawah merapat gigi atas. Contohnya bunyi /f/ dan /v/.

c. Laminoalveolar yaitu daun lidah menempel pada gusi. Contoh bunyi /t/ dan /d/.

d. Dorsovelar yaitu terjadi pangkal lidah dan velum. Contohnya bunyi /k/ dan /g/.

Berdasarkan cara artikulasinya, dibedakan atas:

a. Hambat. Artikulator menutup seluruh aliran udara. Contohnya bunyi /p/, /b/, /t/, /d/, /k/, dan /g/.

b. Geseran atau frikatif. Artikulator aktif mendekati artikulator pasif. Contohnya bunyi /f/, /s/, dan /z/.


(28)

c. Paduan atau frikatif

Artikulator aktif menghambat penuh aliran udara, lalu membentuk celah sempit dengan artikulator pasif. Contohnya bunyi /c/ dan /j/. d. Sengau atau nasal

Artikulator menghambat penuh aliran udara melalui mulut, tetapi membiarkan udara keluar melalui rongga hidung. Contoh bunyi /m/, /n/, dan /ŋ/.

e. Getaran atau trill

Artikulator aktif melakukan kontak beruntun dengan artikulator pasif, sehingga getaran bunyi terjadi berulang-ulang. Contoh bunyi /r/.

f. Sampingan atau lateral

Artikulator aktif menghambat aliran udara pada bagian tengah mulut, lalu membiarkan udara keluar melalui lidah samping. Contoh bunyi /l/.

g. Hampiran aproksiman

Artikulator aktif dan artikulator pasif membentuk ruang yang mendekati posisi terbuka seperti ketika pembentukan bunyi vokal tetapi tidak terlalu sempit untuk menghasilkan bunyi geseran. Contoh bunyi /w/ dan /y/.

2.7.3 Diftong atau Vokal Rangkap

Diftong dibedakan berdasarkan letak atau posisinya, sehingga dikenal dengan istilah diftong naik dan diftong turun. Diftong naik karena bunyi pertama posisinya lebih rendah dari posisi bunyi yang kedua, sedangkan diftong turun karena posisi bunyi pertama lebih tinggi dari posisi bunyi kedua.


(29)

2.8KLASIFIKASI BUNYI DALAM BAHASA JEPANG 2.8.1 Bunyi Vokal (Boin)

Bunyi vokal yaitu a, i, u, e dan o yang apabila ditulis kedalam huruf Jepang yaitu あ い う え . Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan oleh udara yang dikeluarkan melalui paru-paru melewati tenggorokan dan dikeluarkan oleh rongga mulut dan selama proses penghasilan bunyi suara keluar secara bebas tanpa hambatan dari alat ucap manusia (Dahidi, 2004:28). Menurut (Iwabuchi, 1989:262) dalam (Dahidi, 2004:28) menjelaskan bahwa vokal dapat dibagi berdasarkan posisi lidah, dan besar atau kecilnya membuka mulut ketika mengucapkan bunyi tersebut.

(Ishida, 1991:58) dalam (Dahidi, 2004:28), menjelaskan terdapat empat faktor penyebab terbentuknya bunyi vokla, yaitu:

1. bentuk bibir

Membulatkan atau tidak membulatkan posisi bibir menentukan pembentukan vokal. Vokal yang diucapkan dengan membulatkan bibir disebut enshin boin, sedangkan istilah vokal yang diucapkan dengan tidak membulatkan bibir disebut dengan heishin boin.

2. pembukaan rahang

Membuka rahang atau tidak membuka rahang dengan besar saat mengucapkan vokal dapat menentukan pembentukan vokal.

3. gerakan-gerakan lidah

menaikkan bagian lidah tertentu saat menucapkan vokal adalah salah satu hal yang mennetukan pembentukan vokal. Vokal yang diucapkan dengan menaikkan lidah bagian depan disebut maejita boin, vokal yang diucapkan dengan menaikkan lidah bagian tenga disebut kanajita boin dan vokal yang diucapkan dengan menaikkan lidah bagian belakang disebut okujita boin.

4. peranan rongga hidung

arus udara pernapasan melalui rongga hidung atau tidak menjadi hal yang menentukan pembentukan vokal.


(30)

2.8.2 Bunyi Konsonan (Shi’in)

(Katoo, 1991:26) dalam (Dahidi, 2004:32) menjelaskan bahwa konsonan (shi’in) yaitu bunyi yang dibentuk oleh arus udara pernapasan yang keluar melewati pita suara yang mengalami hambatan atau rintangan seperti menyempitnya alat ucap manusia atau penutupan pita suara. Terdapat dua macam klasifikasi konsonan dalam bahasa Jepang, yaitu berdasarkan jenis hambatan dan berdasarkan cara keluarnya arus udara pernapasan (Iwabuchi, 1989:129).

Klasifikasi konsonan berdasarkan jenis hambatan yang dikemukakan oleh (Katoo, 1991:28) dalam (Dahidi, 2004:33)

1. Ryooshin’on (bilabial), yaitu bunyi yang dikeluarkan menggunakan kedua belah bibir atas dan bawah. Konsonan yang termasuk kelompok ini yaitu ma ( ), mi (み), mu ( ), me ( ), mo ( ), pa ( ), pi ( ), pu ( ), pe ( ), po ( ), ba ( ), bi ( ), bu ( ), be ( ), bo ( ) dan fu ( ).

2. Ha-Hagukion (dental-alveolar), yaitu bunyi yang dikeluarkan menggunakan alat ucap gigi dan gusi dengan ujung lidah. Konsonan yang termasuk kelompok ini yaitu sa ( ), su ( ), se ( ), so ( ), za ( ), zu ( ), ze ( ), zo ( ), ra ( ), ri ( ), ru (る), re ( ), ro ( ), na ( ), ni ( ), nu ( ), ne ( ), no (の), ta (た), tsu ( ), te ( ), to ( ), da ( ), de ( ), do ( ).

3. Shikei kookoogaion (alveolar-palatal), yaitu bunyi yang dikeluarkan menggunakan alat ucap gusi dan langit-langit keras dengan lidah bagian depan. Konsonan yang termasuk kelompok ini yaitu shi (し), ji ( ), chi ( ).

4. Kookoogaion (palatal), yaitu bunyi yang dikeluarkan menggunakan langit-langit keras dengan lidah bagian tengah. Konsonan yang termasuk ke dalam kelompok ini yaitu hi ( ) dan ni ( ).

5. Nankoogaion (velar), yaitu bunyi yang dikeluarkan melalui langit-langit lunak dengan lidah bagian belakang. Konsonan yang termasuk


(31)

kelompok ini yaitu ka ( ), ga ( ), nga serta konsonan /N/ yang dipakai pada akhir kata.

6. Seimon’on (glotal), yaitu bunyi yang dikeluarkan dari celah yang sempit diantara kedua pita suara. Konsonan yang termasuk kelompok ini yaitu ha ( ), he ( ), ho (ほ) dan dan bagian akhir ketika

mengucapkan vokal A’ (あ ).

Klasifikasi konsonan berdasarkan cara keluarnya arus udara pernapasan menuurt (Iwabuchi, 1989:129-130) dalam (Dahidi, 2004:34)

1. Haretsuon (konsonan hambat) yaitu bunyi yang dihasilkan dengan cara menahan atau menghambat sejenak arus udara pernapasan yang keluar dari paru-paru pada bagian alat ucap. Kemudian arus udara yang ditahan tersebut dikeluarkan secara tiba-tiba dengan cara membuka mulut. Konsonan yang termasuk dalam kelompok ini yaitu pa, pi ( ), pu ( ), pe ( ), po ( ), ba ( ), bi ( ), bu ( ), be ( ), bo ( ), ta (た), te ( ), to ( ), da ( ), de ( ), do ( ), ka ( ), ki ( ), ku ( ), ke ( ), ko ( ), ga ( ), gi ( ), gu ( ), ge ( ), go ( ).

2. Bion (konsonan nasal) yaitu terjadi karena penutupan rongga mulut oleh suatu bagian alat ucap sehingga arus udara pernapasan yang keluar dari paru-paru tidak bisa keluar bebas melalui rongga mulut dan akan keluar melalui rongga hidung. Konsonan yang termasuk kelompok ini yaitu ma ( ), mi (み), mu ( ), me ( ), mo ( ), na ( ), ni ( ), nu ( ), ne ( ), no (の), nga, ngu, ngo dan bunyi konsonan N.

3. Masatsuon (konsonan frikatif) yaitu terjadi apabila arus udara pernapasan keluar melewati celah arus pernapasan yang menyempit sehingga menimbulkan suara desis. Konsonan yang termasuk kelompok ini yaitu sa ( ), shi (し), shu (し ), se ( ), so ( ), ha


(32)

( ), hi ( ), fu ( ), he ( ), ho (ほ), dan za ( ), ji ( ), zu ( ), ze ( ), zo ( ) yang dipakai pada bagian tengah kata.

4. Hasatsuon (konsonan hambat frikatif atau afrikat) yaitu terjadi karena ketika mengucapkan dimulai dengan cara pengucapan haretsuon dan dilanjutkan dengan pengucapan masatsuon. Konsonan yang termasuk kelompok ini yaitu chi ( ), tsu ( ) dan konsonan za ( ), ji ( ), zu( ), ze ( ), zo ( ) pada bagian awal kata.

5. Hajikion (konsonan jentikan) yaitu terbentuk dengan cara merapatkan ujung lidah sekitar gusi kemudian menjentikkan ujung lidah kearah sekitar gigi. Konsonan yang termasuk dalam kelompok ini yaitu ra ( ), ri ( ), ru (る), re ( ), ro ( ).

Katoo (1991:31) dalam Dahidi (2004:37) menjelaskan simbol-simbol konsonan dalam sebuah tabel.

Gambar 2.3. Tabel Simbol Konsonan

ryoo shin' on ha- haguki on/ shikei on shikei kookoo gaion kookoo gaion nankog aion sei mon 'on haretsuon/ heisaon musei

on p t k ʔ yuusei

on b d g bion yuusei

on m n ɲ ŋ masatsuon

musei

on ɸ s ʃ Ҫ h yuusei

on z ʒ hasatsuon

musei

on yuusei

on hajikion yuusei


(33)

Keterangan:

[p], musei ryooshin haretsuon (bunyi konsonan hambat bilabial tidak bersuara), bunyi silabel pa ( ), pi( ), pu( ), pe( ), po( ).

[b], yuusei ryooshin haretsuon (bunyi konsonan hambat bilabial bersuara), bunyi silabel ba ( ), bi ( ), bu ( ), be ( ), bo ( ).

[t], musei shikei haretsuon (bunyi konsonan hambat dental alveolar yang bersuara), bunyi silabel ta (た), te ( ), to ( ).

[d], yuusei shikei haretsuon (bunyi konsonan hambat dental alveolar bersuara), bunyi silabel da ( ), de ( ), do ( ).

[k], musei nankoogai haretsuon (bunyi konsonan hambat velar tidak bersuara), bunyi silabel ka ( ), ki ( ), ku ( ), ke ( ), ko ( ).

[g], yuusei nankoogai haretsuon (bunyi konsonan hambat velar bersuara) ga ( ), gi ( ), gu ( ), ge ( ), go ( ).

[ʔ], musei seimon haretsuon (bunyi konsonan hambat glottal tidak bersuara), bunyi silabel A’ (あ )

[m], yuusei ryooshin bion (bunyi konsonan nasal bilabial bersuara) bunyi silabel ma ( ), mi (み), mu ( ), me ( ), mo ( ).

[n], yuusei shikei bion (bunyi konsonan nasal dental-alveolar bersuara), bunyi silabel na ( ) nu ( ), ne ( ), no (の).

[ɲ], yuusei kookoogai bion (bunyi konsonan nasal palatal bersuara), bunyi silabel ni ( ), nya ( ), nyu ( ), nyo ( ).

[ŋ], yuusei nankoogai bion (bunyi konsonan nasal velar bersuara), bunyi silabel nga ( ), ngi ( ), ngu ( ), nge ( ), ngo ( ).

[ɸ], musei ryooshin masatsuon (bunyi konsonan frikatif bilabial tidak bersuara), bunyi silabel fu ( ).

[s], musei shikei masatsuon (bunyi konsonan frikatif dental-alveolar tidak bersuara), bunyi silabel sa ( ), su ( ), se ( ), so ( ).

[z], yuusei shikei masatsuon (bunyi konsonan frikatif dental alveolar bersuara), bunyi silabel za ( ), zu ( ), ze ( ), zo ( ).


(34)

[ʃ], musei shikei kookoogai masatsuon (bunyi konsonan frikatif alveolar palatal tidak bersuara), bunyi silabel shi (し), sha (し ), shu (し ), sho (し ).

[ʒ], yuusei shikei kookoogai masatsuon (bunyi konsonan frikatif alveolar palatal bersuara), bunyi silabel ji ( ), jya ( ), ju ( ), jo ( ). [Ҫ], musei kookoogai masatsuon (bunyi konsonan frikatif palatal tidak bersuara), bunyi silabel hi ( ), hya ( ), hyu ( ), hyo ( ). [h], musei seimon masatsuon (bunyi konsonan frikatif glotal tidak bersuara), bunyi silabel ha ( ), he ( ), ho (ほ).

[ ], musei shikei hasatsuon (bunyi konsonan hambat frikatif dental-alveolar tidak bersuara), bunyi silabel tsu ( ).

[ ], yuusei shikei hasatsuon (bunyi konsonan hambat frikatif dental-alveolar bersuara), bunyi silabel za ( ), zu ( ), ze ( ), zo ( ).

[ ], musei shikei kookoogai hasatsuon (bunyi konosonan hambat frikatif alveolar palatal tidak bersuara), bunyi silabel chi ( ), cha( ), chu(

), cho ( ).

[ ], yuusei shikei kookoogai hasatsuon (bunyi konsonan hambat frikatif alveolar palatal bersuara), bunyi silabel ji ( ), ja ( ), ju ( ), jo (

) yang dipakai diawal kata.

[ſ], yuusei shikei hajikion (bunyi konsonan jentikal dental-alveolar bersuara), bunyi silabel ra ( ), ri ( ), ru (る), re ( ), ro ( ).

2.8.3 Bunyi Semi Vokal (Hanboin)

Semi vokal dalam bahasa Jepang disebut juga hanboin. Silabel yang termasuk kedalam kelompok bunyi semi vokal yaitu ya ( ), yu ( ), yo ( ) dan wa (わ).


(35)

2.8.4 Bunyi Konsonan Rangkap (Sokuon)

Sokuon disebut juga tsumamoruon yaitu bunyi tertutup atau bunyi yang tersumbat, dalam bahasa Indonesia konsonan rangkap disebut dengan konsonan yang sama dengan konsonan pada sebuah silabel yang terdapat pada bagian berikutnya. Sokuon biasanya dipakai pada bagian tengah kata tetapi terdapat pula pada bagian akhir kata, seperti pada kata あ dan 痛 . Fungsi dari sokuon diakhir kata yaitu sebagai tanda sebuah kata, ungkapan, atau kalimat yang menyatakan perasaan, ekspresi, atau emosi.

Pemakaian sokuon perlu diperhatikan, karena dapat membedakan arti, seperti contoh:

Kitekudasai ( い) kittekudasai ( い)

(Katoo, 1991:45-46) Sokuon secara konkret dapat dinyatakan dengan bunyi konsonan seperti berikut:

[p], dipakai sebelum bunyi konsonan berbunyi [p], yaitu:

[ippo]  い (一歩) (satu langkah) [kappatsɯ]  (活発) (lincah)

[t], apabila dipakai sebelum bunyi konsonan bersuara [t], [ ], [ ], yaitu: [it akɯ]  い (一着) (setelan)

[k], apabila dipakai sebelum bunyi konsonan yang tidak bersuara [k], yaitu;

[hakko:]  う(発行) (isu)

[s], apabila dipakai sebelum bunyi konsonan frikatif alveolar [s], yaitu: [sassokɯ]  (早 ) (segera)

[issokɯ]  い (一足) (pasangan)

[ʃ], apabila dipakai sebelum bunyi konsonan frikatif alveolar palatal yang tidak bersuara [ʃ], yaitu:

[iʃʃo]  い し (一緒) (bersama) [keʃʃo:]  し う(結晶) (kristal)


(36)

Namun, sokuon dapat dinyatakan dengan konsonan sebagai berikut yang sering ditemukan pada kata-kata bahasa Jepang yang berasal dari bahasa asing.

[g], apabila dipakai sebelum konsonan hambat velar bersuara [g], seperti: [hottodoggɯ]  ホット ッ (hotdog)

[d], apabila dipakai sebelum bunyi konsonan hambat yang bersuara [d], seperti;

[beddo]  ベッ (tempat tidur)

[ʒ], apabila dipakai sebelum bunyi konsonan yang bersuara [ʒ] yang dipakai pada tengah kata, seperti;

[haʒʒi]  ハッ (haji)

[h], apabila dipakai sebelum bunyi konsonan tidak bersuara [h], seperti: [mahha]  マッハ (mach)

2.8.5 Bunyi Konsonan + Semi Vokal /Y/ + Vokal (Yoo’on)

Bunyi yang digambarkan dengan dua buah huruf kana disebut dengan yoo’on. Yoo’on dibentuk dari gabungan dua buah silabel yaitu ki ( ), shi (し), chi ( ), ni ( ), hi ( ), mi (み), ri ( ), gi ( ), ji ( ), bi ( ), pi ( ) dengan silabel ya ( ), yu ( ), yo ( ) dengan ditulis huruf kecil yang menghasilkan silabel kya ( ), kyu ( ), kyo ( ), cha ( ), chu ( ), cho ( ).

2.8.6 Bunyi Vokal Pajang (Choo’on)

Choo’on adalah bunyi panjang seperti yuu ( う), nee ( え), too ( う) pada kata yuubin ( う ), neesan ( え ), otoosan ( う ). Dalam penulisan kajian fonologi, bunyi choo’on (長音)ditulis dengan lambang [:], tetapi terkadang dilambangkan dengan tanda [R].


(37)

2.8.7 Bunyi Konsonan Nasal N (Hatsuon)

Pelafalan adalah ujaran yang dikeluarkan melalui alat ucap. Pelafalan adalah salah satu hal yang paling mendasar ketika seseorang mempelajari bahasa. Tujuan utama mempelajari pelafalan adalah mampu berbicara dengan benar agar tidak terjadi kesalahan makna. Pelafalan dalam bahasa Jepang disebut dengan hatsuon (発音). Istilah Hatsuon (撥 音) juga digunakan ketika menjelaskan bunyi konsonan nasal N, apabila ditulis dalam bahasa Jepang ditulis menggunakan lambang huruf hiragana atau katakana ン yaitu salah satu huruf yang dapat menghasilkan bunyi nasal. Hatuson sama seperti sokuon, yang hanya terdiri dari satu bunyi konsonan dan tidak mengandung bunyi vokal, Dahidi (2004:45). /N/の発音簡単 言う 後 る音 同

口の形の 鼻 息 抜 いう の ”pelafalan

adalah ketika menarik nafas melalui hidung, suara di belakang tetap dalam bentuk yang sama” Japan Foundation (2012:61).

Kantoo (1991: 46-47) dalam Dahidi (2004: 46) mengklasifikasikan jenis bunyi konsonan menjadi lima jenis bunyi, yaitu:

[m], Apabila dipakai sebelumnya bunyi konsonan [p] dan [b], bunyi bersuara [m], contoh:

[kampo:]  う (漢方)

[kambɯ]  (幹部) (staff) [samma]  (秋刀魚) (tombak)

[n], Apabila dipakai sebelum bunyi-bunyi konsonan [t], [d], [ts], [ ], [ ], [ ], [ɼ], bunyi bersuara [n], contoh:

[hantai]  たい (反対) (tidak setuju, oposisi)

[hondana]  ほ (本棚) (rak buku)


(38)

[ɲ], Apabila dipakai sebelum bunyi konsonan nasal palatal yang bersuara [ɲ], contoh:

[haɲɲa]  (般若) (kebijaksanaan)

[ŋ], Apabila dipakai sebelum bunyi konsonan [k] dan [g], bunyi bersuara

[ŋ], contoh:

[giŋko]  う (銀行) (bank)

[oŋŋakɯ]  (音楽) (musik)

[N], Berbunyi [N] apabila bunyi konsonan pada bagian akhir kata, contoh:

[hoN]  ほ (本) (buku)

[paN]  パン (パン) (roti)

Namun, selain menjadi bunyi konsonan, hatsuon dapat menjadi bunyi vokal nasal sesuai dengan huruf vokal yang mengikutinya. Contoh: [i], bila huruf berikutnya [i] atau [j], contoh:

[seii]  い (繊維) (serat)

[koijakɯ]  (婚約) (pertunangan) [e], apabila dipakai sebelum vokal [e], contoh:

[kieeN]  え (禁煙) (larangan merokok)

[a], apabila dipakai sebelum vokal [a], contoh:

[ʃiaai]  し あい (親愛) (sayang) [o], apabila dipakai sebelum vokal [o], contoh:


(39)

[ɯ], apabila dipakai sebelum vokal [ɯ], contoh:

[aɯɯN]  あ う (暗雲) (awan gelap) [kaɯɯa]  わ (緩和) (longgar)

The Japan Foundation membagi bunyi pelafalan dalam tiga bagian, yaitu:

1. Tidak ada huruf di belakang huruf

Pelafalan ini membuat suara menjadi dengung karena bernapas melalui hidung. Contoh:

ほ [nihoN] (Jepang) [gomeN] (maaf) み [sumimaseN] (maaf)

2. Mulut tertutup ketika ada huruf dibelakang huruf Pada bagian ini, terbagi lagi menjadi 4 bagian, yaitu:

a. bunyi [m], ketika bunyi bilabial [p],[b], [m] ada dibelakang huruf .

し い [Ҫimpai] (cemas)

ほ [hombako] (rak buku)

う い [umme:] (nasib)

b. bunyi [n], ketika bunyi alveolar [t], [d], [n], [r], [ ] ada di belakang huruf .

たい [hantai] (berlawanan) [ondo] (suhu) [sonna] (seperti itu) [renraku] (hubungan) [kon a ɯ] (kemacetan)


(40)

c. bunyi [ŋ], ketika bunyi [k], [g] dibelakang huruf .

[saŋka] (partisipasi)

[oŋgakɯ/ oŋŋakɯ] (musik)

d. bunyi [ɲ], ketika bunyi [n.nya], [chi.cha], [ji.ja] dibelakang huruf .

[ɲiɲɲikɯ] (bawang putih)

し う [Ҫiɲɲɯ] (baru)

オレン [oreɲ i] (jeruk)

3. Mulut tidak tertutup ketika ada huruf dibelakang huruf

Pada bagian ini, pengucapan tidak menggunakan lidah karena bunyi bertemu dengan bunyi vokal (a, i, u, e, o) huruf semi vokal (deret ya dan deret wa). Contoh:

い [ eĩiN] (semua anggota)

[hoĩjakɯ] (terjemahan)

[kaĩca] (terima kasih)

Berdasarkan penjelasan teori tersebut, peneliti menggunakan teori yang dijelaskan oleh Dahidi, bahwa jenis bunyi konsonan terdapat lima jenis. Yaitu bunyi [m], bunyi [n], bunyi [ɲ], bunyi [ŋ], bunyi [N] dan bunyi [Ň].

1. Konsonan berbunyi [m] apabila bertemu dengan huruf (p, b dan m);

2. Konsonan berbunyi [n] apabila bertemu dengan huruf (t, d, n, r dan z);

3. Konsonan berbunyi [ɲ] apabila bertemu dengan huruf ni ( ) ,


(41)

nya ( ), nyo ( ), cha ( ), chu ( ), cho ( ). Ja ( ),

ju ( ), jo ( );

4. Konsonan berbunyi [ŋ] apabila bertemu dengan huruf (k dan g);

5. Konsonan berbunyi [N] apabila berada diakhir kata, dan 6. Konsonan berbunyi [Ň] apabila bertemu dengan huruf


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

3.1Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dan metode analisis kesalahan. Metode deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk menjabarkan suatu fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual (Sutedi, 2008:58). Peneliti memilih menggunakan metode ini karena sesuai dengan penelitian yang dilakukan yaitu menggambarkan tipe kesalahan dalam melafalkan konsonan ん (N) pada mahasiswa tingkat I angkatan 2015 Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang UMY kemudian menjabarkan penyebab kesalahan tersebut.

Peneliti menggunakan langkah-langkah analisis kesalahan dari metode analisis kesalahan berbahasa. Sridhar (1980) dalam Indihadi (2012) menjelaskan langkah-langkah analisis kesalahan berbahasa sebagai berikut: a. Mengumpulkan data

Peneliti mengumpulkan data dari 21 sampel pada tanggal 25 Mei 2016 di Ruang 8 Unires Putri UMY. Pengambilan data rekam dengan cara sampel dipanggil secara bergiliran satu per satu, kemudian sampel membaca lembar tes yang berisi 30 kosakata berbunyi ん (N) yang masing-masing jenis bunyi terdiri dari lima kosakata berbunyi (m), lima kosakata berbunyi (n), lima kosakata berbunyi (ɲ), lima kosakata berbunyi (ŋ), lima kosakata berbunyi

(N) dan lima kosakata berbunyi (Ň). Kemudian terdapat 14 kalimat yang masing-masing terdiri dari dua kosakata berbunyi (m), dua kosakata berbunyi (n), dua kosakata berbunyi (ɲ), dua kosakata berbunyi (ŋ), dua

kosakata berbunyi (N) dan dua kosakata berbunyi (Ň). Sampel hanya

diperbolehkan mengucapkan satu kali. Oleh karena itu, sampel diperintahkan untuk melafalkan dengan pelafalan yang jelas dan dengan


(43)

suara yang lantang. Kemudian sampel disarankan untuk melafalkan dengan tenang dan tidak terburu-buru. Setelah semua sampel melakukan tes pelafalan, kemudian sampel diberi lembar angket untuk diisi yang akan digunakan untuk memecahkan masalah faktor penyebab terjadinya kesalahan.

b. Mengidentifikasikan kesalahan

Setelah data rekaman sudah didapat, peneliti kemudian mendengarkan hasil rekaman dari awal sampai akhir. Untuk memastikan semua rekaman terekam dengan sangat baik. Kemudian, peneliti mendengarkan hasil rekaman dan juga mencatat kesalahan pelafalan yang dilakukan oleh objek penelitian. Pencatatan yang dilakukan dengan cara manual, yaitu peneliti menggunakan lembar tes pelafalan yang masih kosong kemudian mendengarkan data rekaman. Apabila terjadi kesalahan pelafalan pada kosakata tersebut, peneliti memberi nomor 1 begitu seterusnya hingga rekaman selesai dan dilakukan pada 21 data rekaman yang lainnya.

c. Mengklasifikasikan Kesalahan

Kemudian setelah peneliti mendengarkan dan mencatat kesalahan pelafalan yang terjadi, peneliti mengklasifikasikan kesalahan berdasarkan jenis bunyi. Peneliti membuat tabel analisis data pada Microsoft Excel yang terdiri dari jenis bunyi, jumlah kesalahan, kosakata dan persentase kesalahan tersebut. Setelah tabel dibuat, kemudian peneliti memindahkan data yang sudah dianalisis secara manual kedalam tabel dengan mengelompokkan kata berdasarkan jenis bunyi.

d. Menjelaskan Frekuensi Kesalahan

Setelah data selesai dipindahkan kedalam excel, peneliti menghitung jumlah persentase masing-masing kata, kemudian mempersentasikan berdasarkan jenis bunyi. Hasil dari persentase kemudian dibuat berdasarkan tingkatan yang paling banyak mengalami kesalahan sampai yang paling sedikit mengalami kesalahan. Langkah berikutnya yaitu peneliti


(44)

menjabarkan satu per satu jenis bunyi dan menjabarkannya kedalam bentuk kalimat.

e. Merumuskan kesalahan

Langkah terakhir adalah peneliti membuat tabel total kesalahan. Tabel total kesalahan digunakan untuk membandingkan jumlah kesalahan pelafalan yang terjadi antara kosakata dengan kalimat. Dengan begitu peneliti dapat mengambil kesimpulan pada tes kosakata atau tes kalimat yang mengalami kesalahan terbanyak, kemudian peneliti dapat menyimpulkan jenis bunyi ん yang sering mengalami kesalahan dalam pelafalan.

3.2Subjek Penelitian

Populasi adalah manusia yang dijadikan sebagai sumber data. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili untuk dijadikan sumber data (Sutedi, 2009:179). Sampel yang ditetapkan yaitu mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang UMY kelas A angkatan 2015 sebanyak 21 orang.

3.3Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini, data diperoleh dengan menggunakan teknik rekam, yaitu penulis mengumpulkan data dengan cara merekam pelafalan subjek penelitian. Setelah itu peneliti mendengarkan dan mempersentasekan jumlah kesalahan dalam pelafalan tersebut. Peneliti menggunakan tes dan angket untuk mengumpulkan data. Tes digunakan untuk mengetahui tipe kesalahan yang terjadi dan angket untuk mengetahui faktor penyebab kesalahan tersebut terjadi. 3.4Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yaitu alat yang digunakan untuk mengumpulkan data atau menyediakan berbagai data yang diperlukan dalam kegiatan penelitian (Sutedi, 2009:155). Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:


(45)

a. Tes

Menurut Arikunto (2008) dalam Karima (2014) menjelaskan tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dengan cara dan aturan yang sudah ditetapkan.

Peneliti mengumpulkan data konsonan ん yang terdapat dalam buku Minna no Nihongo Shokyuu I Honsatsu, Onsei o Oshieru, Pengantar Linguistik Bahasa Jepang dan Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Peneliti memilih buku pelajaran tersebut karena merupakan bahan ajar dasar yang digunakan untuk mempelajari bahasa Jepang. Berikut daftar kosakata yang digunakan dalam mengumpulkan data.

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Soal bunyi ん dalam bahasa Jepang

Kisi-Kisi Soal

Jumlah Soal

Penomeran Soal Kosakata

Penomeran soal Kalimat jenis bunyi [n] 8 1, 12, 17, 23, 28 11, 12 jenis bunyi [m] 8 2, 7, 18, 30, 29 6, 7

jenis bunyi [ɲ] 8 3, 8, 13, 19, 24 9, 10

jenis bunyi [ŋ] 8 4, 9, 14, 20, 25 3, 4 jenis bunyi [N] 8 5, 10, 21, 26, 15 6, 8

jenis bunyi [Ň] 8 6, 11, 16, 22, 27 1, 2 b. Angket

Sutedi (2009:164) menjelaskan angket merupakan salah satu instrumen pengumpul data penelitian yang diberikan kepada responden.

Peneliti memberikan angket kepada responden untuk mengetahui data kualitatif berupa informasi mengenai lamanya pengalaman belajar, latar belakang berbahasa, durasi mendengarkan bahasa Jepang, latar belakang pelafalan, tanggapan mengenai pentingnya belajar pelafalan, dan tanggapan mengenai pentingnya belajar pelafalan konsonan ん. Angket diberikan kepada responden ketika semua responden telah menyelesaikan tes


(46)

pelafalan, kemudian angket dikumpulkan pada hari yang sama. Berikut kisi-kisi angket yang peneliti buat.

Tabel 3.2 Kisi-kisi angket pelafalan konsonan ん

Kisi- Kisi Angket Jumlah Soal Penomeran Durasi Belajar Bahasa Jepang 1 1 Latar Belakang Berbahasa 2 2, 3 Durasi Mendengarkan Bahasa

Jepang

3 4, 5, 6

Latar Belakang Hatsuon 3 8, 9, 10 Pentingnya Belajar Hatsuon 1 7 Pentingnya Belajar ん 4 12, 13, 14, 15

3.5Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini akan ditempuh melalui langkah-langkah berikut:

3.5.1 Data Rekam

Teknik analisis data pada penelitian ini yaitu:

a. Mengumpulkan data. Data diperoleh dengan cara merekam pelafalan subjek penelitian secara langsung menggunakan alat perekam (recorder).

b. Data rekaman yang sudah diperoleh kemudian dialihkan ke dalam laptop dengan jenis file MP3.

c. Data rekaman tersebut kemudian didengarkan dan dihitung kesalahan pelafalan yang terjadi.

d. Mengklasifikasikan kesalahan. Membuat tabel analisis data, jenis pelafalan konsonan ん yang salah.


(47)

3.5.2 Data Angket

Peneliti akan menganalisis jawaban dari setiap soal angket dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menjumlahkan jawaban setiap nomor

b. Menyusun frekuensi dan persentase jawaban dengan menggunkan rumus:

jumlah jawaban jumlah responden � c. Membuat tabel frekuensi

d. Menyimpulkan data.

3.6Analisis Data dan Hasil Penelitian 3.6.1 Analisis Data

3.6.1.1Analisis Kesalahan Pelafalan pada Kosakata berdasarkan Masing-Masing Jenis Bunyi ん

Tabel 3.3 Total Kesalahan Pelafalan んpada Kalimat Bunyi [m]

Jenis Bunyi Total Kesalahan / sampel Kosakata Persentase

[m]

20/21 ん 95.24% 18/21 んぶ 85.71% 17/21 ん い 80.95% 15/21 しん い 71.43% 14/21 ん う 66.67% Pada tabel di atas, kesalahan terbanyak pada kata ん , yaitu sebanyak 20 dari 21 responden (95.24%). Responden melafalkan dengan pelafalan [sanma] atau [saŋma] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [samma]. Kemudian sebanyak 18 dari 21 responden salah dalam melafalkan kata んぶ (85.71%). Responden melafalkan dengan pelafalan [kanbu] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [kambu] Selanjutnya, sebanyak 17 dari 21 responden (80.95%) melakukan kesalahan ketika melafalkan kata ん い. Responden melafalkan dengan


(48)

pelafalan [saŋbai] atau [sanbai] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [samma]. Sebanyak 15 dari 21 responden (71.43%) melakukan kesalahan ketika melafalkan kata しん い dengan pelafalan [shinpai] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [shimpai] dan sebanyak 14 dari 21 responden (66.67%) salah ketika melafalkan pelafalan ん う dengan pelafalan [kanpo:] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [kampo:]. Alasan responden melafalkan dengan pelafalan yang salah karena responden melafalkan berdasarkan feeling dan masih minimnya pemahaman mengenai konsonan ん, sehingga responden merasa kesulitan ketika melafalkan pelafalan konsonan (N).

Tabel 3.4 Total Kesalahan Pelafalan んKosakata Bunyi [n]

Jenis Bunyi Total Kesalahan / sampel Kosakata Persentase

[n]

7/21 ほんだな 33.33% 7/21 あんない 33.33% 6/21 んだい 28.57% 6/21 こん つ 28.57% 5/21 ん い 23.81% Berdasarkan tabel berikut, kata yang memiliki kesalahan terbanyak terletak pada kata ほ ん だ な dan あ ん な い yaitu sebanyak tujuh dari 21 (33.33%) responden melafalkan dengan pelafalan [hoŋdana] dan [aŋnai] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [hondana] dan [annai]. Kemudian sebanyak enam dari 21 responden (28.57%) responden melafalkan kata んだい dan こん つ dengan pelafalan [saŋdai] dan [koŋzatsu] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [sandai] dan [konzatsu]. Selanjutnya kesalahan pelafalan pada kata ん い sebanyak lima dari 21 responden (23.81). responden melafalkan dengan pelafalan [haŋtai] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [hantai]. Faktor penyebab sedikitnya kesalahan pada jenis bunyi ini yaitu karena terdapat persamaan pada bahasa ibu. Contoh, Bahasa Jepang ketika huruf (n) bertemu dengan huruf (t, d, n, r dan z) maka bunyi akan tetap menjadi [n], dalam bahasa Indonesia memiliki struktur yang sama


(49)

pada jenis bunyi ini. Sebagai contoh kata “santan”. Namun masih terdapat kesalah pada jenis ini, faktor penyebab kesalahan yaitu karena minimnya pemahaman terhadap jenis-jenis konsonan ん sehingga pembelajar melakukan overgeneralization dimana semua huruf ん hanya didengungkan saja [ŋ].

Tabel 3.5 Total Kesalahan pelafalan ん pada Kosakata bunyi [ɲ]

Jenis Bunyi Total Kesalahan / sampel Kosakata Persentase

[ɲ]

8/21 ん 38.10% 7/21 ん ん 33.33% 5/21 えん ょう 23.81% 5/21 しん う 23.81% 4/21 ん 19.05% Berdasarkan tabel di atas, kesalahan terbanyak terjadi pada kata ん yaitu sebanyak delapan dari 21 responden (38.10%). Responden melafalkan dengan pelafalan [haŋnya] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [haɲɲya]. Kemudian sebanyak tujuh dari 21 responden (33.33%) melafalkan kata ん ん dengan pelaflan [haŋnin] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [haɲɲin]. Selanjutnya sebanyak lima dari 21 responden (23.81%) salah ketika melafalkan pelafalan えん

ょう dan しん う. Responden melafalkan dengan pelafalan [encho:] dan [shinnyu:] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [eɲcho:] dan [shiɲɲyu:]. Sebanyak empat dari 21 responden (1905%) mengalami kesalahan ketika melafalkan kata ん , responden melafalkan dengan pelafalan [niŋniku] sedangkan yang benar yaitu [niɲɲiku]. Pada jenis bunyi ini, masih terdapat pembelajar yang salah ketika melafalkan konsonan ん. Faktor penyebab terjadinya kesalahan karena masih minimnya penamahan pembelajar mengenai aturan atau jenis-jenis bunyi konsonan ん dan menyebabkan overgeneralization, yaitu pembelajar berpendapat bahwa semua bunyi ん hanya didengungkan saja.


(50)

Tabel 3.6 Total Kesalahan Pelafalan ん pada Kosakata Bunyi [ŋ] Jenis Bunyi Total Kesalahan / sampel Kosakata Persentase

[ŋ]

10/21 あん 47.62% 6/21 ん い 28.57% 4/21 ん 19.05% 4/21 ん 19.05% 3/21 んこう 14.29% Berdasarkan tabel di atas, 10 dari 21 responden (47.62%) mengalami kesalahan ketika melafalkan kata あん . Responden melafalkan dengan pelafalan [anki] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [aŋki]. Kemudian enam dari 21 responden (28.57%) mengalami kesalahan ketika melafalkan kata ん い. Responden melafalkan dengan pelafalan [sankai] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [saŋkai]. Sebanyak empat dari 21 responden mengalami kesalahan ketika melafalkan kata ん dan ん . Responden melafalkan dengan pelafalan [ongaku] dan [hangaku], sedangkan pelafalan yang benar yaitu [oŋgaku] dan [haŋgaku]. Selanjutnya sebanyak tiga dari 21 responden (14.29%) melafalkan kata んこう dengan pelafalan [ginko:] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [giŋko:]. Faktor penyebab responden masih melakukan kesalahan ketika melafalkan konsonan ん jenis bunyi [ŋ] karena masih minimnya pemahaman mengenai jenis-jenis bunyi ん dan bukan disebabkan oleh bahasa ibu. Meskipun jika didengar kata

“tangga” dalam bahasa Indonesia memiliki struktur yang sama yaitu bunyi menjadi dengung ketika bertemu huruf (k) namun dalam penulisan kata tersebut ditulis dengan huruf (ng) bukan huruf (n).


(51)

Tabel 3.7 Total Kesalahan Pelafalan ん pada Kosakata Bunyi [N]

Jenis Bunyi Total Kesalahan / sampel Kosakata Persentase

[N]

14/21 めん 66.67% 8/21 パン 38.10% 4/21 ほん 19.05% 2/21 ん 9.52% 2/21 ほん 9.52% Berdasarkan tabel di atas, 14 dari 21 responden (66.67%) mengalami kesalahan ketika melafalkan kata めん dengan pelafalan [gomen] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [gomeN]. Kemudian delapan dari 21 responden (38.10%) melafalkan kata パン dengan pelafalan [pan] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [paN]. Sebanyak empat dari 21 responden (19.05%) melafalkan kata ほ ん dengan pelaflan [hon] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [hoN]. Sebanyak dua dari 21 responden (9.52%) mengalami kesalahan ketika melafalkan kata ん dan ほん. Responden melafalkan dengan pelafalan [san] dan [nihon] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [saN] dan [nihoN]. Penyebab terjadinya kesalahan pelafalan pada jenis bunyi ini yaitu karena masih minimnya pemahaman pembelajar terhadap jenis-jensi bunyi konsonan ん dan terpengaruh oleh bahasa ibu. Terdapat kata “mantan” dalam dalam bahasa Indonesia. Pelafalan ん pada kata tersebut tetap [n] walau huruf tersebut berada diakhir kata, sedangkan dalam bahasa Jepang, jika huruf ん terdapat pada akhir kata maka pelafalannya didengungkan (ng).

Tabel 3.8 Total Kesalahan Pelafalan ん pada Kosakata Bunyi [Ň] Jenis Bunyi Total Kesalahan / sampel Kosakata Persentase

[Ň]

21/21 んえん 100% 21/21 けん 100% 19/21 しんあい 90.48%


(52)

19/21 あんうん 90.48% 18/21 せんい 85.71% Berdasarkan tabel di atas, sebanyak 21 dari 21 (100%) responden mengalami kesalahan ketika melafalkan kata んえん dan けん . Responden melafalkan dengan pelafalan [kiŋeN] dan [keŋo] sedangkan plafalan yang benar yaitu [kieen] dan [keoo]. Kemudian sebanyak 19 dari 21 responden (90.94%) mengalami kesalahan ketika melafalkan kata しんあい dan あんうん. Responden melafalkan dengan pelafalan [shinai] dan [anun], sedangkan pelafalan yang benar yaitu [shiaai] dan [auun]. Kemudian 18 dari 21 responden (85.71%) mengalami kesalahan ketika melafalkan kata せ ん い. Responden melafalkan dengan pelafalan [seni] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [seii]. Faktor penyebab terjadinya kesalahan pada jenis bunyi ini yaitu, pembelajar bahasa Jepang hanya menebak-nebak pelafalan saja karena belum menguasai jenis-jenis bunyi konsonan ん. Pembelajar belum menguasai jika huruf ん bertemu dengan huruf vokal (a, i, u, e dan o) dibelakang, maka bunyi tersebut menjadi bunyi istimewa atau menjadi bunyi vokal yang terdapat dibelakangnya.

3.6.1.2Analisis Kesalahan Pelafalan pada Kalimat berdasarkan Masing-Masing Jenis Bunyi ん

Tabel 3.9 Total Kesalahan Pelafalanん pada Kosakata Bunyi [m]

Jenis Bunyi

Total Kesalahan /

Sampel Kosakata

Persentase

[m]

20/21 んぶ 95.24%

15/21 えん つ 71.43% Berdasarkan tabel di atas, sebanyak 20 dari 21 responden (95.24%) mengalami kesalahan ketika melafalkan kata ん ぶ. Responden melafalkan dengan pelafalan [senbu] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [zembu]. Kemudian sebanyak 15 dari 21 responden (71.43%) melafalakan kata え ん つ dengan


(53)

pelafalan [enpitsu] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [empitsu]. Pada jenis bunyi ini, kesalahan bukan karena pengaruh bahasa ibu, karena dalam bahasa Indonesia tidak ada kata yang ketika huruf (n) bertemu dengan huruf (p, b, dan m) menjadi bunyi [m]. Alasan responden melafalkan dengan pelafalan yang salah karena responden melafalkan berdasarkan feeling dan masih minimnya pemahaman mengenai jenis bunyi konsonan ん.

Tabel 3.10 Total Kesalahan Pelafalan ん pada Kalimat bunyi [n]

Jenis Bunyi

Total Kesalahan /

Sampel Kosakata

Persentase

[n]

6/21 コンサート 28.57%

2/21 シャープ ペンシ 9.52% Berdasarkan tabel di atas, sebanyak enam dari 21 responden (28.57%) melafalkan kata こん ーとdengan pelafalan [koŋsa:to] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [konsa:to]. Kemudian dua dari 21 responden (9.52%) mengalami kesalahan ketika melafalkan kata シャープ ペンシ . Responden melafalkan dengan pelafalan [sha:purupeŋshiru] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [sha:purupenshiru]. Penyebab terjadinya kesalahan pada jenis bunyi ini yaitu, karena kata pada jenis bunyi ini penulisan menggunakan huruf katakana (huruf yang digunakan untuk menuliskan kata serapan atau bahasa asing), sehingga responden lebih fokus agar bisa membaca kata tersebut daripada membaca kata tersebut dengan pelafalan yang benar. Kemudian faktor penyebab lainnya yaitu kurangnya pemahaman terhadap pelafalan konsonan ん sehingga responden hanya menebak-nebak saja dan overgeneralisasi yang beranggapan bahwa bunyi ん dalam bahsa Jepang hanya didengungkan saja (ng).


(54)

Tabel 3.11 Total Kesalahan Pelafalan ん pada Kalimat Bunyi [ɲ] Jenis

Bunyi

Total Kesalahan /

Sampel Kosakata

Persentase

[ɲ] 8/21

こん 38.10%

3/21 んな 14.29% Berdasarkan tabel di atas, sebanyak delapan dari 21 responden (38.10%) mengalami kesalahan ketika melafalkan kata こん . Responden melafalkan dengan pelafalan [konichiwa] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [koɲɲichiwa]. Kemudian, sebanyak tiga dari 21 responden (14.29%) mengalami kesalahan ketika melafalkan kata ん な. Responden melafalkan dengan pelafalan [mina] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [miɲɲa]. Faktor penyebab terjadinya kesalahan karena masih minimnya penamahan pembelajar mengenai aturan atau jenis-jenis bunyi konsonan ん dan menyebabkan overgeneralization, yaitu pembelajar berpendapat bahwa semua bunyi ん hanya didengungkan saja.

Tabel 3.12 Total Kesalahan Pelafalan ん pada Kalimat Bunyi [ŋ] Jenis

Bunyi

Total Kesalahan /

Sampel Kosakata

Persentase

[ŋ] 8/21

べん ょう 38.10%

7/21 てん 33.33% Berdasarkan tabel di atas, delapan dari 21 sampel (38.10%) mengalami kesalahan ketika melafalkan kata べん ょう. Responden melafalkan kata tersebut dengan pelafafalan [benkyo:] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [beŋkyo:]. Kemudian tujuh dari 21 responden (33.33%) mengalami kesalahan ketika melafalkan kata て ん . Responden melafalkan dengan pelafalan [tenki] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [teŋki]. Penyebab kesalahan pada jenis ini yaitu karena masih minimnya pemahaman mengenai jenis-jenis bunyi ん dan bukan karena bahasa ibu. Dalam bahasa Indonesia terdapat kata “tangkis” walaupun bila


(55)

didengar memiliki struktur yang sama, yaitu berbunyi dengung ketika bertemu dengan huruf (g) namun penulisannya menggunakan (ng) bukan huruf (n).

Tabel 3.13 Total Kesalahan Pelafalan んpada Kalimat Bunyi [N]

Jenis Bunyi

Total Kesalahan /

Sampel Kosakata

Persentase

[N]

19/21 ストラン 90.48%

6/21 りょうしん 28.57% Berdasarkan tabel di atas, sebanyak 19 dari 21 responden (90.48%) mengalami kesalahan ketika melafalkan kata ストラン. Responden melafalkan dengan pelafalan [resutoran] sedangkan pelaflan yang benar yaitu [resutoraN]. Kemudian sebanyak enam dari 21 responden (28.57%) mengalami kesalahan ketika melafalkan kata りょうしん. Responden melafalkan dengan pelafalan [ryo:shin] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [ryo:shiN]. Faktor masih terjadinya kesalahan pelafalan pada jenis bunyi ini yaitu karena pengaruh bahasa ibu dan belum mempelajari jenis bunyi konsonan ん, yaitu dalam bahasa Indonesia

kata “restoran” diucapkan dengan pelafalan (restoran) sedangkan dalam bahasa

Jepang jika huruf (n) berada diakhir kata maka akan berbunyi [N]. Tabel 3.14 Total Kesalahan Pelafalan んpada Kalimat Bunyi [Ň] Jenis

Bunyi

Total Kesalahan /

Sampel Kosakata

Persentase

[Ň] 21/21

こん 100%

21/21 んわ 100% Berdasarkan tabel di atas, sebanyak 21 dari 21 responden (100%) mengalami kesalahan pada jenis bunyi ini. Seluruh responden mengalami kesalahan ketika melafalkan kata こん dan んわ. Responden melafalkan dengan pelafalan [koŋyaku] dan [kaŋwa] sedangkan pelafalan yang benar yaitu [koyyaku] dan [kawwa]. Faktor penyebab seluruh responden mengalami kesalahan dalam


(56)

pelafalan konsonan ん jenis bunyi ini yaitu karena responden belum menguasai jenis bunyi konsonan ん. Pembelajar belum mengetahui jika huruf (n) bertemu dengan huruf vokal (a, i, u, e dan o), maka huruf ん tersebut menjadi bunyi vokal dibelakangnya (bunyi istimewa). Kosakata yang digunakan pada soal kalimat jenis bunyi ini merupakan kosakata yang jarang digunakan atau jarang didengar oleh responden. Karena kosakata yang digunakan bersumber dari buku Pengantar Linguistik Bahasa Jepang yang belum digunakan oleh pembelajar bahasa Jepang tingkat I.

3.6.1.3Analisis Kesalahan Pelafalan Kosakata berdasarkan seluruh Jenis Bunyi

Tabel 3.15 Total Kesalahan Pelafalan ん pada Kosakata

Jenis Bunyi

Total Kesalahan/ Total

Keseluruhan Soal Persentase

[Ň] 98/105 93.33% [m] 84/105 80%

[ɲ] 31/105 29.52% [N] 30/105 28.57%

[ɲ] 29/105 27.62%

[ŋ] 27/105 25.71%

Berdasarkan tabel di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis bunyi yang paling banyak memiliki kesalahan yaitu jenis bunyi [Ň], yaitu sebanyak 98 kesalahan dengan persentase (93.33%). Kemudian sebanyak 84 kesalahan (80%) terjadi pada jenis bunyi [m]. selanjutnya sebanyak 31 kesalahan (29.52%) terjadi

pada jenis bunyi [ɲ]. Sebanyak 30 kesalahan (28.57%) terjadi pada jenis bunyi [N]. selanjutnya kesalahan sebanyak 29 (27.62%) terjadi pada jenis bunyi [ɲ] dan sebanyak 27 kesalahan (25.71%) terjadi pada jenis bunyi [ŋ].

Berdasarkan hasil angket, alasan mengapa jenis bunyi [Ň] memiliki tingkat kesalahan paling tinggi karena sebagian besar responden belum menguasai jenis


(57)

mengandalkan feeling ketika melafalkan jenis bunyi tersebut. Kemudian berdasarkan tabel tersebut, persentase yang dimiliki oleh jenis bunyi [n], [ɲ] dan [N] tidak berbeda jauh, sehingga dapat disimpulkan responden memiliki kemampuan pelafalan yang sama dengan responden UPI karena hanya mengubah bunyi menjadi jenis bunyi [n] dan [ng] saja. Namun jenis bunyi tersebut masih terdapat kesalahan pelafalan, dapat dikatakan bahwa responden mengetahui jenis bunyi tesebut namun masih memiliki keraguan ketika ingin melafalkan bunyi [N],

[n] dan [ɲ].

3.6.1.4Analisis Kesalahan Pelafalan Kosakata pada Kalimat berdasarkan Seluruh Jenis Bunyi ん

Tabel 3. 16 Total Kesalahan Pelafalan ん pada Kalimat

Jenis Bunyi

Total Kesalahan/ Total

Keseluruhan Soal Persentase

[Ň] 42/42 100% [m] 35/42 83.33% [N] 25/42 59.52%

[ŋ] 15/42 35.71% [ɲ] 11 26.19% [n] 8 19.05%

Berdasarkan tabel total analisis kesalahan pada soal kalimat, diketahui bahwa

jenis bunyi yang memiliki kesalahan terbanyak yaitu pada jenis [Ň], yaitu sebanyak 42 kesalahan dengan persentase (100%). Kemudian sebanyak 35 kesalahan yaitu (83.33%) terdapat pada jenis bunyi [m]. Selanjutnya, jenis bunyi [N] memiliki total kesalahan sebanyak 25 (59.52%). Jenis bunyi [ŋ] memiliki total kesalahan sebanyak 15 (35.71%). Jenis bunyi [ɲ] memiliki total kesalahan sebanyak 11 (26.19%) dan jenis bunyi yang memiliki total kesalahan terendah yaitu jenis bunyi [n], sebanyak delapan (19.05%).

Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa baik pelafalan


(1)

撥音 能力 析 出席者 数 40 人い

研究 ン ン 使用

30 言葉 20 文 あ 析 結果 学習者 間違い発音 話

学習者 能力 適度 あ 母語影響

学習者 [m] [ng] 話 あ

研究者 大学日本語教育

学科2015学年度1年生A組 撥音誤用 析 あ Karima

研究 大学 学習者 撥音

誤用 あ わ 誤用 原因 あ

知 あ 本研究 結果 誤用 来 う 次

研究 直 方法 あ う い

3. うび研究方法

本研究 deskriptif 誤用 析方法 使う Deskriptif 問 明

提案 与え (Sutedi, 2009:58) 本研究 ン 形 用

具 使用

研究者 44撥音 言葉 探

言葉 文 形 あ 言葉 日本語初 I本冊 音声 教 え Pengantar Linguistik Bahasa Jepang, Dasar-Dasar Linguistik Bahasa


(2)

図1

子 質問 合計 言葉 質問 ン 文 質問 ン

[n]音 8 1, 12, 17, 23, 28 11, 12

[m]音 8 2, 7, 18, 30, 29 6, 7

[ɲ]音 8 3, 8, 13, 19, 24 9, 10

[ŋ]音 8 4, 9, 14, 20, 25 3, 4

[N]音 8 5, 10, 21, 26, 15 6, 8

[Ň]音 8 6, 11, 16, 22, 27 1, 2

ンプ 大学日本語教育学科2015学

年度1年生A組 あ 出席者 数 21人い 2016年5月25日Unires

8 ンプ 一人一人 書い あ 言葉 文

研究者 発音 録音 録音 後 研究者 聞い

学習者 撥音 発音 析 最後

書く

ン 研究者 原因 間違い 探 ン 15質問

あ 録音 後 ンプ ン 割 ン

格子 あ

図2


(3)

発音 勉強 経験 1 7

撥音 勉強 4 12, 13, 14, 15

4. 析 結果 考察

析 結果 次 う あ

図3. 言葉 形 析

音 プ 間違い 合計/ 言葉 合計 セン

[Ň]音 98/105 93.33

[m]音 84/105 80

[ɲ]音 31/105 29.52

[N]音 30/105 28.57

[ɲ]音 29/105 27.62

[ŋ]音 27/105 25.71

言葉 形 一番高く言う撥音 プ

[Ň]音 あ 間違い 一番低い撥音 プ [ŋ]音 あ


(4)

図4.文 形 析

音 プ 間違い 合計/ 質問 合計 セン

[Ň]音 42/42 100

[m]音 35/42 83.33

[N]音 25/42 59.52

[ŋ]音 15/42 35.71

[ɲ]音 11 26.19

[n]音 8 19.05

文 形 間違い 一番高い撥音 プ

[Ň]音 あ 間違い 一番低い撥音 ン プ [n]音 あ

言葉 形 文 形 結果 間違い 一番高い撥音

プ あ 言葉 形

文 形 結果 間違い 一番低い撥音

プ 違う あ 言葉 形 間違い 一番低い撥音

プ [ŋ]音 あ 文 形 間違い 一番

低い撥音 プ [n]音 あ 文 形


(5)

撥音 プ 答え 合計 セン

[m]音 撥音 学習

い い 3 14.29%

[n]音 - 0 0

[ɲ]音

撥音 学習

い い 1 4.76%

練習 1 4.76%

[ŋ]音 - 0 0

[N]音 - 0 0

[Ň]音

撥音 学習

い い 12 57.14%

練習 1 4.76%

理由書い い 3 14.29%

合計 21 100%

ン 結果 原因 学習者 撥音 い

発音 プ 勉強 い い 撥音


(6)

5. わ

大学日本語教育学科2015学年度1年生

A 組 間違い 一番難 い撥音 [Ň]音 プ

あ 正 い撥音 言え い原因 学習者 撥音 い 撥音 プ 学習 い い あ

問 点 書く 字 書い ほう 良い

画 言う 学習者 問 や い 言う あ 教師

中 撥音 教え くさ 練習

ほう 良い

6. 参考文献

Karima, Rahil.(2014).Analisis Kemampuan Pembelajar Bahasa Jepang dalam Pelafalan Konsonan Nasal N. Bandung: UPI

Sutedi, Dedi. (2009). Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang. Bandung: humaniora Wahyuni, Yuli. (2009).Analisis Kesalahan Pelafalan Bunyi Bahasa Jepang

Melalui Dikte. Bandung: UPI

Wahyuni, Yuli.(2011). Efektifitas Pendekatan Audio Lingual pada Pengajaran Hatsuon: Studi Pra Eksperimen terhadap Siswa SMKN 1 Katapang Kelas XII tekstil 1. Bandung:UPI

中野野清.(1966) . わ い発音 日本 : 日本書籍

国際交流基金日本語国際セン .(1989) . 発音 日本 : 国際交流基


Dokumen yang terkait

Analisis Kesalahan Pelafalan Bahasa Mandarin pada Mahasiswa Program Studi Sastra Cina Universitas Sumatera Utara.

13 131 87

ANALISIS KESALAHAN PENULISAN GAIRAIGO PADA PEMBELAJAR BAHASA JEPANG STUDI DESKRIPTIF PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JEPANG UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TINGKAT III TAHUN AJARAN 2013/2014

22 140 83

ANALISIS KESALAHAN PELAFALAN BUNYI BAHASA JEPANG PADA PENUTUR BAHASA SUNDA.

9 65 29

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN KEIGO PADA PEMBELAJAR BAHASA JEPANG : Studi Deskriptif pada Mahasiswa Tingkat III Jurusan Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Pendidikan Indonesia Tahun Ajaran 2012/2013).

14 19 51

ANALISIS KESALAHAN PELAFALAN SOKUON PADA MAHASISWA TINGKAT I PENDIDIKAN BAHASA JEPANG FPBS UPI.

6 13 42

Analisis Kesalahan Pelafalan Vokal dan Konsonan (u, i, ü, j, q, x, dan y) Dalam Bahasa Mandarin Oleh Mahasiswa Sastra Cina Universitas Sumatera Utara

0 0 40

Analisis Kesalahan Pelafalan Vokal dan Konsonan (u, i, ü, j, q, x, dan y) Dalam Bahasa Mandarin Oleh Mahasiswa Sastra Cina Universitas Sumatera Utara

0 0 2

Analisis Kesalahan Pelafalan Vokal dan Konsonan (u, i, ü, j, q, x, dan y) Dalam Bahasa Mandarin Oleh Mahasiswa Sastra Cina Universitas Sumatera Utara

3 3 9

ANALISIS KESALAHAN PELAFALAN HURUF KONSONAN TSU DALAM BAHASA JEPANG TERHADAP PENUTUR BAHASA INDONESIA - repository UPI S JEP 1005842 Title

0 0 3

PELAFALAN BUNYI PANJANG BAHASA JEPANG PADA MAHASISWA, PENGAJAR DAN PENUTUR ASLI BAHASA JEPANG PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JEPANG UNIVERSITAS BRAWIJAYA.

1 1 9