Bahasa, Dialek, dan Tradisi Lisan
93 3. Folklor Bukan Lisan Nonverbal Folklore
Folklor bukan lisan merupakan folklor yang bentuknya bukan lisan meskipun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kategori
ini dapat dibagi menjadi dua, yakni benda dan bukan benda. Bentuk- bentuk folklor yang tergolong benda antara lain: arsitektur rakyat
bentuk rumah asli daerah, atau bentuk lumbung padi, kerajinan tangan rakyat; pakaian dan perhiasan tubuh adat, makanan dan
minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional. Adapun yang termasuk bukan benda, antara lain gerak isyarat tradisional, bunyi
isyarat untuk komunikasi rakyat kentongan tanda bahaya di Jawa, dan musik rakyat. Demikianlah pengantar mengenai folklor tersebut
membuka wawasan seseorang tentang keragaman tradisi lisan di Indonesia. Pembahasan berikutnya akan mengerucut kepada tradisi
lisan atau folklor lisan di Indonesia. Berikutnya hanya akan diulas beberapa contoh folklor lisan di Indonesia.
Sumber
: www.pikiran-rakyat.com, 2006
Gambar 3.9 Copet
Di Yogyakarta, catut atau tang digunakan para sopir untuk mengingatkan
penumpang dan polisi jika ada tukang copet.
Penelitian folklor di Indonesia sangat berguna bagi persatuan dan
kesatuan bangsa yang ditempuh dengan mengetahui lebih mendalam
mengenai berbagai folklor sendiri maupun folklor kelompok lain.
Buktikan kepedulian Anda terhadap folklor dengan membuat daftar slang
yang terdapat di sekitar Anda.
Peduli
D
Contoh Folklor Lisan di Indonesia
1. Bahasa Rakyat
Bahasa rakyat yang termasuk bentuk folklor di antaranya logat atau dialek bahasa-bahasa Nusantara. Misalnya logat bahasa Jawa
di Indramayu dan sebagian Karawang, merupakan bahasa Jawa Tengah yang telah terpengaruh bahasa Sunda; atau logat bahasa
Sunda di Banten atau logat bahasa Jawa Cirebon, dan logat bahasa Sunda Cirebon.
Bentuk lain bahasa rakyat adalah slang. Slang merupakan kosakata dari idiom para penjahat, gelandangan, atau kelompok
khusus. Tujuan penciptaan slang adalah menyamarkan arti bahasanya terhadap orang luar. Dewasa ini slang dalam arti khusus
itu bahasa rahasia disebut cant. Di Yogyakarta misalnya, cant adalah istilah-istilah rahasia yang dipergunakan kondektur atau
sopir bus untuk menyebut tukang copet sebagai catut atau tang. Catut atau tang adalah alat untuk menjepit atau menarik benda
keras tertentu. Bagi copet diartikan sebagai tukang catut. Hal ini disebabkan aksi pencopet mencatut uang, telepon selular dari saku
atau tas penumpang lain. Contoh dari kota yang sama dilakukan oleh sebagian anak muda di Yogyakarta dengan mengembangkan
bahasa dagadu, yang diambil dari aksara Jawa. Cant khusus milik penjahat sering juga disebut argot.
Di unduh dari : Bukupaket.com
94
Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya untuk Kelas XI
Berikutnya adalah shoptalk atau bahasa para pedagang. Di berbagai kota di Indonesia, bahasa pedagang meminjam istilah
dari bahasa Cina suku bangsa Hokian. Istilah-istilah yang dipinjam terutama menyatakan angka, seperti jigo dua puluh lima, cepe
seratus, seceng seribu, dan cetiau satu juta.
Ragam slang selanjutnya adalah colloquial, yakni bahasa sehari- hari yang menyimpang dari bahasa yang wajar. Misalnya, bahasa
para mahasiswa di Jakarta yang pada dasarnya adalah bahasa Betawi yang dimodiļ¬kasi, seperti ajigile gila, manyala bob sangat menarik,
dan gense genit. Fungsi colloquial berbeda dibanding fungsi jargon. Jargon dipergunakan para sarjana untuk meningkat kan gengsi,
sedangkan colloquial dipergunakan dengan tujuan untuk menambah keakraban.
Bahasa rakyat yang lain adalah sirkumlokusi circumlocution, yaitu ungkapan tidak langsung. Misalnya, di Sunda seorang
sedang berjalan di tengah hutan, ia takkan berani menyebut istilah maung
jika hendak menyatakan harimau, melainkan memper- guna kan istilah lain seperti uyut yang sebenarnya berarti kakek
buyut. Penggunaan sirkumlokusi sebenarnya untuk meng hindari terkaman harimau. Menurut kepercayaan orang Sunda, harimau
tidak akan menyerang mereka yang memanggilnya uyut. Hal ini disebabkan, menurut logika orang Sunda di perdesaan, seorang
kakek buyut tidak akan melukai cicitnya sendiri, apalagi mem- bunuhnya untuk dimakan.
Di pedesaan Bali, selama panen terdapat pantang untuk mengucapkan beberapa istilah. Menurut kepercayaan setempat
pelanggaran pantangan tersebut dapat mengakibatkan gagalnya panen. Sebagai gantinya digunakan kata-kata sirkumlokusi.
Umpamanya untuk menyebut kata monyet orang harus memper- gunakan istilah kutu dahan, sebagai ganti kata ular adalah istilah
si perut panjang dan sebagainya. Selama menanam padi penduduk tabu mengucapkan kerbau, apabila yang dimaksudkan adalah
ternak penarik bajak, sebagai gantinya harus mempergunakan istilah kutu sawah.
Bahasa rakyat yang lain adalah cara pemberian nama pada seseorang. Di Jawa Tengah misalnya, orang Jawa tidak mempunyai
nama keluarga. Untuk memberi nama pada seorang anak, para orang tuanya harus memperhitungkan tanggal dan hari lahirnya, sehingga
sesuai dengan nama yang akan diberikan. Orang Jawa mengganti nama pribadinya setelah ia dewasa, dan akan menukar namanya lagi
sesuai dengan pangkat atau kedudukannya yang baru.
Di Indonesia juga terdapat kebiasaan memberi alias kepada seseorang, selain nama pribadinya. Di antara orang Betawi alias
biasanya ada hubungan erat dengan bentuk tubuh tertentu. Umpama- nya seorang anak dijuluki Si Pesek, karena bentuk hidungnya pipih.
Atau dijuluki Si Jenong karena dahinya sangat menonjol. Nama alias sering kali juga diberikan kepada seorang anak dalam upacara
pembebasan seorang anak dari penganuh roh jahat. Misalnya di Jakarta di antara suku bangsa Betawi keturunan Cina, ada anak-anak
yang dinamai Si Picis sepuluh sen uang Hindia Belanda, dan si Gobang
dua sen setengah karena dalam upacara pembebasan itu si anak telah dijual kepada orangtua angkatnya seharga sepicis atau
segobang . Upacara penjualan anak ini dilakukan di Jakarta dengan
tujuan untuk memperbaiki kesehatan seorang anak karena sering jatuh sakit.
Sumber
: www.tempophoto.com, 2006
Gambar 3.10 Abdi Dalem
Di Jawa Tengah, misalnya, orang Jawa memberi nama pada seorang anak
dengan memperhitungkan tanggal dan hari lahirnya. Orang Jawa mengganti nama
pribadinya setelah ia dewasa, sesuai dengan pangkat atau kedudukannya.
Diskusikan bersama teman kelompok Anda, perbedaan antara ungkapan
tradisional dan bahasa rakyat. Rangkum hasil diskusi di buku latihan
Anda.
Diskusi
Di unduh dari : Bukupaket.com
Bahasa, Dialek, dan Tradisi Lisan
95
Ganti nama sering dilakukan orang di Indonesia dengan nama yang lebih jelek karena adanya kepercayaan bahwa nama bagus
yang telah diberikan dianggap terlalu berat bagi sang anak. Ia menjadi mudah jatuh sakit, atau mengalami kecelakaan. Nama-
nama itu, misalnya di Jakarta, adalah Si Pengki keranjang penyaup sampah dan Si Bakul keranjang. Bagi orang Cina totok, suku bangsa
Haka terdapat kepercayaan bahwa jika putranya disebut dengan nama manusia akan diganggu roh jahat, maka untuk menghindari
gangguan itu, putranya disebut dengan julukan A ken yang berarti anjing.
2. Ungkapan Tradisional