PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II ANTARA PEMBERIAN MADU BUNGA AKASIA TOPIKAL, OXOFERIN, DAN OKSITETRASIKLIN PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN DEWASA GALUR Sprague Dawley
ABSTRAK
PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II ANTARA PEMBERIAN MADU BUNGA AKASIA TOPIKAL, OXOFERIN, DAN OKSITETRASIKLIN PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN
DEWASA GALURSprague Dawley
Oleh
GALIH WICAKSONO
Penanganan luka bakar yang tepat memiliki peranan penting dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Penggunaan madu topikal untuk luka bakar efektif digunakan. Namun oxoferin dan oksitetrasiklin sebagai obat standar luka bakar memberikan efek penyembuhan yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesembuhan luka bakar derajat II antara yang diolesi madu, oxoferin dan oksitetrasiklin pada tikus putih (Rattus norvegicus). Penelitian eksperimental ini menggunakanpost test only controlled group design terhadap 6 ekor tikus putih yang
diberi masing-masing 4 perlakuan selama 14 hari. Perlakuan terdiri atas kelompok
kontrol, madu, oxoferin, dan oksitetrasiklin. Pada tikus putih dilakukan pengukuran gambaran klinis dan biopsi kulit diambil untuk pemeriksaan histopatologi Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji repeated ANOVA. Hasil penelitian menunjukkan
pada uji Pairwise Comparison gambaran histopatologi didapatkan nilai p>0,005 (0,062) antara madu dengan oxoferin dan nilai p>0,005 (0,359) madu dengan oksitetrasiklin. Pada gambaran klinis didapatkan uji Pairwisse Comparison dengan
nilai p<0,05. Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok madu dengan oxoferin dan oksitetrasiklin pada gambaran histopatologi kulit tikus (2) pada hasil gambaran klinis kelompok madu lebih baik dibandingkan kelompok oxoferin dan oksitetrasiklin.
(2)
PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II ANTARA PEMBERIAN MADU BUNGA AKASIA TOPIKAL, OXOFERIN, DAN OKSITETRASIKLIN PADA TIKUS PUTIH (Rattus
norvegicus) JANTAN DEWASA GALURSprague Dawley
Oleh
GALIH WICAKSONO
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Jurusan Pendidikan Dokter Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2013
(3)
Judul Skripsi : PERBANDINGAN TINGKAT
KESEMBUHAN LUKA BAKAR
DERAJAT II ANTARA PEMBERIAN MADU BUNGA AKASIA TOPIKAL, OXOFERIN, DAN OKSITETRASIKLIN PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)
JANTAN DEWASA GALUR Sprague Dawley
Nama Mahasiswa : Galih Wicaksono
Nomor Pokok Mahasiswa : 0918011004
Program Studi : Pendidikan Dokter Umum
Fakultas : Kedokteran
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
dr. Muhartono, M.Kes., Sp.PA
NIP. 197012082001121001
dr. Tri Umiana Sholeha, M.Kes
NIP. 197609032005012001
2. Dekan Fakultas Kedokteran
Dr. Sutyarso, M.Biomed
(4)
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA
Sekretaris : dr. Tri Umiana Sholeha, M.Kes
Penguji
Bukan Pembimbing : dr. Evi Kurniawaty, M.Sc __________
2. Dekan Fakultas Kedokteran
Dr. Sutyarso, M. Biomed NIP. 195704241987031001
(5)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Labuhan Maringgai pada tanggal 11 Juli 1990, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari Ibu Wilyi Asyarati, S.Pd. dan Bapak H. Untung Supeno, Amd. Kep S.E M.Kes
Pendidikan penulis dimulai dari pendidikan TK Al-Muslimun diselesaikan pada tahun 1997, SD diselesaikan di SDN 1 Labuhan Ratu Dua Way Jepara kelas 1-5 pada tahun 2002 dan SD Muhammadiyah 1 Metro pada tahun 2003, SMP diselesaikan di SMP Negeri 1 Way Jepara pada tahun 2006 dan SMA diselesaikan di SMA Negeri 1 Way Jepara pada tahun 2009.
Tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Penulusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif pada organisasi Forum Studi Islam (FSI) FK Unila sebagai Kepala bidang Kaderisasi periode 2009-2010, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai anggota 2009-2010. Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Lampung sebagai anggota komisi B. Paduan Suara FK Unila sebagai anggota pianist periode 2009-2010. Selama
menjadi mahasiswa, penulis pernah mendapatkan prestasi sebagai Juara. Juara 1 lomba Nasyid se-FK Unila pada tahun 2009-2010. Mahasiswa Teramah se-FK
(6)
Unila pada tahun 2010-2011. Juara III Bulutangkis Tunggal Putra se-FK Unila pada tahun 2011. Juara III Bulutangkis Ganda Putra se-FK Unila pada tahun 2012. Juara 1 Futsal se-FK Unila pada tahun 2012. Peserta pelatihan metode
penelitian kedokteran “inhouse training” dengan bapak direktur utama PT.
Epidemiologi Indonesia dr. M. Sopyudin Dahlan, M. Epid selama 4 hari di FK Unila.
(7)
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama
kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu
urusan), tetaplah bekerja keras dan hanya kepada Tuhanmulah engkau
berharap .
(QS. Al-Insyirah:5-8)
Robbis rohlii shodrii, wa yassirlii amrii, wahlul 'uqdatam mil lisaani yafqohu
qoulii. Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah
untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka
mengerti perkataanku.
"
Barang siapa yg tidak mensyukuri yg sedikit, maka ia tidak akan mampu
mensyukuri sesuatu yg banyak." (HR. Ahmad : 4/278)
Ingatlah Alloh.. "karena Hanya dengan mengingat-Nya, hati akan menjadi
tenang. (QS. Ar-Ro d : 28).
"Ku tak takut doaku tak terjawab, namun yang ku takuti adalah jika ku tak
mampu lagi tuk berdoa." (Umar Bin Khattab)
"Jangan kau tunda hingga esok hari apa-apa yang kau bisa kerjakan hari ini."
(Umar Bin Khattab)
"Jika kau jujur, kau akan bertahan. Jika kau berbohong, kau akan musnah."
-(Khalid Bin Walid)
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu.
(QS. Al-Baqarah: 216)
(8)
Ketika kamu merasa sepi dan sendiri, maka saat itu kamu sedang belajar
tentang KETANGGUHAN.
(Dahlan Iskan)
Ketika kamu lelah dan kecewa, maka saat itu kamu sedang belajar tentang
KESUNGGUHAN.
(Dahlan Iskan)
Ketika hatimu terluka sangat dalam, maka saat itu kamu sedang belajar
tentang MEMAAFKAN,
(Dahlan Iskan)
Ketika kerjamu tidak dihargai, maka saat itu kamu sedang belajar tentang
KETULUSAN.
(Dahlan Iskan)
Orang yang hebat tidak dihasilkan melalui kemudahan, kesenangan, dan
kenyamanan mereka dibentuk melalui kesukaran, tantangan & air mata.
(Dahlan Iskan)
Tetap semangat
. Tetap sabar, Tetap tersenyum. Karena kamu sedang
menimba ilmu di UNIVERSITAS KEHIDUPAN
(Dahlan Iskan)
Sometimes tears are a sign of unspoken happiness and sometimes a smile is
sign of silent pain. Be patient !
(9)
Ingatlah kebaikan-kebaikan orang lain.
Agar kamu tidak lagi berburuk sangka kepada orang lain.
Lupakanlah kebaikan-kebaikan diri sendiri.
Agar kamu tidak menjadi sombong dan angkuh kepada orang lain.
Ingatlah keburukan-keburukan diri sendiri.
Agar kamu tidak mengulanginya lagi dilain waktu.
Lupakanlah keburukan-keburukan orang lain.
Agar kamu tidak benci dan dendam kepada orang lain.
(Dani Kaizen)
Aji Ning Rogo Soko Busono lan Aji Ning Ati Soko Lathi .
Kekuatan kebaikan raga berasal dari cara berbusana dan kekuatan kebaikan
hati berasal dari ucapan.
Yang membedakkan rezeki seseorang itu bukan terletak pada besar kecilnya,
tapi pilihan bagaimana untuk bersyukur atau mengeluh .
Tetap TERSENGAT (Tersenyum dan Semangat).
(Galih Wicaksono)
(10)
Sebuah persembahan sederhana
untuk Ibu tercinta dan Bapak
(11)
SANWACANA
Alhamdulillahi robbil’alamin, puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT
yang senantiasa mencurahkan segala nikmat-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad S.A.W.
Skripsi dengan judul “Perbandingan Tingkat Kesembuhan Luka Bakar Derajat II antara Pemberian Madu Bunga Akasia, Oxoferin dan Oksitetrasiklin pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S selaku rektor Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Sutyarso, M. Biomed., selaku dekan Fakultas Kedoketran Universitas Lampung.
3. Ibu Prof. Dr. dr. Efrida Warga Negara, M. Kes Sp. MK selaku guru besar Fakultas Kedokteran Unila
(12)
4. Bapak dr. Muhartono, M.Kes, Sp. PA., selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, kritik, dan dorongan moril dalam proses penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu dr. Tri Umiana Soleha, M.Kes., selaku Pembimbing Kedua yang telah meluangkan waktu, memberikan masukan dan dorongan yang sangat besar kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Ibu dr. Evi Kurniawati, M.Sc., selaku Penguji Utama pada Ujian Skripsi. Terimakasih atas waktu, ilmu, saran-saran dan masukan yang telah diberikan.
7. Bapak dr. M. Sopyudin Dahlan, M. Epid selaku pembimbing metode penelitian dalam“Inhouse Training”selama 4 hari di Fakultas Kedokteran
Unila
8. Bapak (alm.) dr. Nurlis Mahmud, MM. selaku kakek penuntun kehidupan yang lebih baik.
9. Ibu dr. Rika Lisiswanti selaku Pembimbing Akademik semester 1−4 yang
sedang menjalani pendidikan lanjutannya, terima kasih atas bimbingan, pesan, dan nasehat yang telah diberikan selama ini.
10. Ibu dr. Fidha Rahmayani selaku Pembimbing Akademik semester 5-7, terima kasih atas motivasi dan doa nya;
11. Orang tua (Ibu Wilyi Asyarati, S.Pd. dan Bapak H. Untung Supeno, Amd. Kep, S.E M.Kes) yang selalu mendoakan, menguatkan, dan memberi motivasi agar aku menjadi orang yang lebih baik lagi;
(13)
12. Adik penulis Gandung Gozali Abdillah, Gandes Zahra Kharisma, Meli Deni Rohanti, dan Isti Hanifah yang tercinta, terima kasih atas yang selalu memberikan motivasi, semangat, yang diberikan.
13. Keluarga Besar Mbah Samsi, Mbah Anim dan Mbah Dullah Kalim yang senantiasa mendoakanku dalam setiap sujudnya dan memberi semangatku selalu.
14. Mas Bayu, Mba Nur, dan Mba Romi selaku Asisten Laboratorium yang sudah sangat membantu dalam pelaksanaan penelitian. Terima kasih atas perhatian dam ilmunya.
15. Pak Syahruddin, Pak Pangat dan Mas Heri Gofur selaku penjaga gedung yang senantiasa mengijinkan penelitian ini. Terimakasih atas bantuannya. 16. Seluruh Staf Dosen FK Universitas Lampung atas ilmu yang telah
diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;
17. Seluruh staf Tata Usaha FK Universitas Lampung dan pegawai yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas bantuan dan dukungannya.
18. Teman-teman sepenelitian “Honeymouse-Medicine” : Angga Nugraha atas bantuan dan pengorbanan dari awal hingga kompre, Vindita Mentari, dan Elis Sri Alawiyah yang senantiasa memberikan motivasi dan semangat yang sangat berarti dalam penyelesaian skripsi ini. Serta saat-saat suka dan duka selama proses penelitian;
19. Teman-teman seperjuangan yang sudah membantu saat penelitian, dan penyusunan skripsi, Fajar Al-Habibi, Arif Yudho Prabowo, Harli Feryadi,
(14)
Sulaiman, Halimatus S., Putri R., Nanang H., Ryan F., M. Pasca Y., Hario T.H., Prataganta I., M. Aprimond S., Cyntia A., Sandi F.,, Tetra A., Lovensia, I Putu A., Desfi L., Tri Agung S., Riyan W., Ghina Yona, Mega N., Utari G. M.,, Aroma H., Febrina Dwiyanti terima kasih atas bantuan dan dukungannya.
20. Adik-adik tingkat SMAN 1 Way Jepara yang sedang kuliah di FK Unila Melani Nur Fadila, Fani Nur Fajri, Yuda Ayu Kusuma, Arum Nurzeza.
Terimakasih atas do’a dan semangatnya, harus lebih baik dari kakak tingkatnnya.
21. Teman-teman alumni SMAN 1 Way Jepara Mu’arif Lukmana, Dani
Rohmat, Susanto, Juanda, Dhita, Desmi P., Dian J., Novio D. P., Indri F., Kusuma W., Laras Rimadhani. Terimkasih atas do’a dan semangatnya.
22. Teman-teman angkatan 2009 yang tak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih telah memberikan makna atas kebersamaan yang terjalin dan memberi motivasi belajar;
23. Kakak-kakak dan adik-adik tingkatku (angkatan 2002–2012) yang sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, 23 Januari 2013 Penulis
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka bakar merupakan penyebab kematian ke-2 di dunia yang bukan disebabkan oleh kecelakan pada kendaraan. Kematian tertinggi akibat luka bakar di dunia terdapat di Finldania sebesar 2,08% per 100.000 orang, pada tahun 2006 sampai tahun 2008 (World Fire Statistics Centre, 2011). Menurut pengamatan peneliti di Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek Provinsi Lampung khususnya bulan September 2011 sampai bulan September 2012 di Bangsal bedah ada 58 pasien yang dirawat karena luka bakar.
Luka bakar dapat diakibatkan oleh berbagai hal. Penyebab luka bakar berdasarkan catatan America Burn Association National Burn Repository 2011 menyebutkan bahwa sebagian besar pasien luka bakar di dunia disebabkan 44% kobaran api, 33% air mendidih, 9% kontak dengan sumber api, 4% gangguan arus listrik pada alat elektronik, dan 3% karena penggunaan zat kimia seperti obat bius dan alkohol (Bessey dkk.,2011).
(21)
2
Penanganan luka bakar yang tepat memiliki peranan penting dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada kasus luka bakar. Sejalan dengan berkembangnya penelitian-penelitian di bidang kesehatan, berbagai macam pengobatan yang lebih baik telah bermunculan (Dina, 2008).
Madu telah terbukti dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebagai agen penyembuhan luka bakar, antimikroba, antioksidan serta dan inflamasi. Menurut penelitian Handian tahun 2006 madu nektar flora lebih efektif dibandingkan dengan silver sulfadiazine dalam mempercepat
penyembuhan luka bakar derajat II yang terinfeksi pada marmut secara makroskopis. Selain itu, sebuah penelitian eksperimen di Nigeria menyatakan bahwa madu alami menyembuhan luka bakar 100% dalam waktu 15 hari, sedangkan krim dermazine menyembuhkan luka bakar 100% dalam waktu 21 hari (Momoh dkk., 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Nuvo tahun 2012 menyatakan bahwaoxoferin
sebagai agen penyembuhan luka.Oxoferin berbentuk sediaan larutan yang
mengandung kompleks pembawa oksigen yang bersifat non metal yang diaktifkan secara biokatalis sehingga efektif dalam proses penyembuhan luka, termasuk luka bakar. Harga oxoferin masih relatif mahal di pasaran sehingga tidak seluruh lapisan masyarakat dapat membelinya. (Hardjosaputra dkk., 2008)
(22)
3
Menurut Hardjosaputra dkk., (2008) oksitetrasiklin efektif digunakan sebagai antimikroba secara topikal. Salah satu indikasi penggunaan oksitetrasiklinadalah untuk melawan bakteri yang menginfeksi luka bakar.
Berdasarkan uraian di atas yang menyatakan bahwa madu topikal,oxoferin
dan oksitetrasiklin efektif dalam menyembuhkan luka bakar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menilai perbandingan tingkat kesembuhan luka bakar derajat II antara pemberian madu bunga akasia topikal, oxoferin, dan oksitetrasiklin pada tikus putih (Rattus norvegicus)
jantan dewasa galurSprague Dawley.
B. Rumusan Masalah
Tingginya angka prevalensi luka bakar serta preparat madu, oxoferin, dan
oksitetrasiklin yang telah terbukti efektif menyembuhkan luka bakar
membuat peneliti tertarik dan merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
Manakah yang lebih baik dalam menyembuhkan luka bakar derajat II pemberian madu bunga akasia topikal, oxoferin, dan oksitetrasiklin pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galurSprague Dawley.
(23)
4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui perbandingan tingkat kesembuhan luka bakar derajat II antara pemberian madu bunga akasia topikal, oxoferin, dan oksitetrasiklin pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galurSprague Dawley.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat kesembuhan luka bakar derajat II yang diberi madu bunga akasia secara topikal.
b. Mengetahui tingkat kesembuhan luka bakar derajat II yang diberi larutanoxoferinsecaradressing.
c. Mengetahui tingkat kesembuhan luka bakar derajat II yang diberi
oksitetrasiklinsecara topikal.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Peneliti dapat menambah wawasan mengenai perbandingan kecepatan penyembuhan luka bakar derajat II yang diberi madu topikal bunga akasia,oxoferin, danoksitetrasiklin.
(24)
5
2. Bagi Bidang Kedokteran
a. Dapat memberikan informasi ilmiah mengenai perbandingan kecepatan penyembuhan luka bakar derajat II yang diberi madu bunga akasia topikal,oxoferin, danoksitetrasiklin.
b. Dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut di bidang kedokteran.
3. Bagi Masyarakat
Madu dapat menjadi terapi alternatif bagi masyarakat dalam perawatan luka bakar derajat II.
E. Kerangka Penelitian
1. Kerangka Teori
Proses fisiologis penyembuhan luka terbagi menjadi tiga fase yaitu, fase inflamasi, proliferasi dan maturasi (Perry dan Potter, 2005). Fase inflamasi dimulai setelah beberapa menit setelah cedera (Perry dan Potter, 2005) dan diawali oleh proses hemostasis serta akan
berlangsung selama sekitar 4-6 hari (Taylor dkk., 2008). Fase
proliferasi dimulai hari ke 4-6 sampai sekitar akhir minggu ketiga dan pada fase ini terjadi proses angiogenesis, granulasi, kontraksi dan re-epitelisasi. Maturasi merupakan tahap akhir proses penyembuhan luka dan dimulai sekitar minggu ke-3 setelah cedera sampai lebih dari 1 tahun tergantung pada kedalaman dan luas luka.
(25)
6
Selain itu, proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka adalah usia, nutrisi, infeksi, merokok, oksigenasi, diabetes mellitus, sirkulasi, faktor mekanik, nekrosis, obat steroid. (DeLaune dan Ladner, 1998).
Gambar 1.Kerangka Teori
2. Kerangka Konsep
Penelitian ini menggunakan 4 kelompok yang terdiri 3 kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol. Masing – masing 3 kelompok
perlakuan adalah 1 kelompok tikus dengan luka bakar derajat II
METODE ENVIRONMENT
-Metode perawatan -Ruang perawatan
FAKTOR LUKA - Derajat - Luas - Lokasi - Komplikasi
LUKA Inflamasi Proliferasi Maturasi
FAKTOR HOST
-Umur -Berat Badan
FAKTOR AGENT
-Mikroorganisme -Penyebab infeksi
MADU BUNGA AKASIA
PENYEMBUHAN
OXOFERIN OKSITETRA SIKLIN
(26)
7
yang diolesi dengan madu bunga akasia topikal, 1 kelompok tikus dengan luka bakar derajat II yang dibalut dengan larutan oxoferin,
dan 1 kelompok tikus dengan luka bakar derajat II yang diolesi salep oksitetrasiklin. Seperti pada bagan kerangka konsep berikut
ini:
Gambar 2. Kerangka konsep Kelompok I
Kontrol -> tikus dengan luka bakar derajat II dengan luas berdiameter 2 cm.
Kelompok 2
tikus dengan luka bakar derajat II dengan luas berdiameter 2 cm.-> dioleskan madu
bunga akasia topikal 3 x sehari
Kelompok 3
tikus dengan luka bakar derajat II dengan luas berdiameter 2 cm.-> ditetesi obat
oxoferin 3 x sehari
Kelompok 4
tikus dengan luka bakar derajat II dengan luas berdiameter 2 cm. -> di oleskan obat
oksitetrasiklin
Gambaran histopatologi kulit dan gambaran klinis
Dianalisis
Gambaran histopatologi kulit dan gambaran klinis
Gambaran histopatologi kulit dan gambaran klinis
Gambaran histopatologi kulit dan gambaran klinis
(27)
8
F. Hipotesis
Madu bunga akasia memiliki perbedaan yang bermakna dengan oxoferin
dan oksitetrasiklin terhadap kecepatan kesembuhan luka bakar derajat II
(28)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7–3,6 kg dan luasnya
sekitar 1,5–1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kuli tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ektoderm sedangkan lapisan dalam yang berasaldari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat (Moore dan Agur, 2003).
(29)
9
B. Histologi Kulit
Kulit merupakan organ terbesar tubuh yang terdiri dari lapisan sel di permukaan (Moore dan Agur, 2003). Kulit terdiri dari dua lapisan yaitu dermis dan epidermis (Marrieb, 2001).
Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamanya disusun oleh sel–sel epitel. Sel-sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit (sel terbanyak pada lapisan epidermis), melanosit, sel merkel dan langerhans. Epidermis terdiri dari lima lapisan, dari yang paling dalam yaitu stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum dan stratum corneum(Marieb, 2001).
Dermis merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pemuluh darah, dan pembuluh darah limfe. Selain itu dermis juga tersusun atas kelenjar keringat, sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan papilaris dan lapisan retikularis, sekitar 80% dari dermis adalah lapisan retikularis (Marieb, 2001).
C. Fisiologi Kulit
Kulit mempunyai fungsi sebagai berikut:
• Perlindungan terhadap cedera dan kehilangan cairan.
• Sensasi melalui saraf kulit dan ujung akhirnya yang bersifat sensoris, misalnya untuk rasa sakit serta pengaturan suhu (Moore dan Agur, 2003).
• Sebagai barrier dari invasi mikroorganisme patogen ataupun toksin
(30)
10
D. Luka Bakar
1. Definisi
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke
tubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) (Moenadjat, 2001).
2. Patofisiologi Luka Bakar
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena konduksi panas langsung atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 44°C tanpa kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap derajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan terhadap konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi juga protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyeluruh, penimbunan jaringan masif di intersisiel menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi oksigen ke jaringan. Kondisi ini dikenal dengan sebutan syok (Moenadjat, 2001).
(31)
11
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan organ multisistem. Awal mula terjadinya kegagalan organ multisitem yaitu terjadinya kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan ekstravasasi cairan (H2O,
elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan hipovolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perfusi jaringan maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi organ–organ penting seperti: otak,
kardiovaskular, hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ multi sistem. Proses kegagalan organ multisistem ini terangkum dalam bagan berikut.
(32)
12
Bahan Kimia Suhu Radiasi Listrik
Biologis Luka Bakar Psikologis Manifestasi Klinis
Gangguan konsep diri, anxietas, pengetahuan Pada wajah di ruang tertutup kerusakan kulit
kerusakan keracunan Masalah keperawatan
mukosa gas CO Resiko tinggi terhadap infeksi
Edema laring penguapan Gangguan aktivitas
Obstruksi CO mengikat Hb Kerusakan integritas kulit jalan nafas Hb tidak mengikat O2
Gagal nafas Hipoksia otak
Peningkatan pembuluh darah kapiler Ekstravasasi cairan H2O2
Tekanan osmotik menurun Tekanan intravaskuler menurun Hipovolemia dan hemokonsentrasi Gangguan makrosirkulasi
Gangguan perfusi organ Gangguan sirkulasi perifer
Otak -> Hipoksia -> sel otak mati -> gangguan fungsi sentral Gangguan Perfusi Kardiovaskular -> Kebocoran kapiler -> Curah Jantung -> gagal jantung Laju metabolisme Ginjal -> Hipoksia -> Fungsi Ginjal -> Gagal Ginjal Glukoneogenesis Hepar -> Pelepasan katekolamin -> hipoksia hepatik -> Gagal Hepar Glukogenolisis Gastrointestinal -> dilatasi lambung Perubahan Nutrisi Neurologi -> Gangguan Neurologi
Imun -> daya tahan tubuh
(33)
13
3. Etiologi Luka Bakar
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas ataupun zat kimia yang dapat menimbulkan panas tersebut. Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka akan dipengaruhi oleh derajat panas, durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit (Brunicardi dkk., 2005).
Berikut ini adalah tipe-tipe luka bakar.
a) Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal biasanya disebabkan oleh air panas (scald) , jilatan api
ke tubuh (flash), kobaran apai di tubuh (flame) dan akibat terpapar atau
kontak dengan objek-objek panas lainnya (misalnya plastik logam panas, dll.) (Brunicardi dkk., 2005).
b) Luka Bakar Kimia (Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan dalam bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga (Brunicardi dkk., 2005).
c) Luka Bakar Listrik (Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupunground(Moenadjat, 2001).
(34)
14
d) Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini sering disebabkan oleh penggunaan radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2001).
4. Pembagian Zona Kerusakan
Berikut ini adalah pembagian zona kerusakan pada luka bakar.
a. Zona Koagulasi
Merupakan daerah yang langsung mengalami kontak dengan sumber panas dan terjadi kematian selular (Moenadjat, 2001).
b. Zona Stasis
Zona ini mengalami kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit, leukosit sehingga terjadi gangguan perfusi, diikuti perubahan permabilitas kapiler dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cidera, dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan (Moenadjat, 2001).
c. Zona Hiperemia
Daerah ini ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi seluler (Moenadjat, 2001).
(35)
15
Gambar 5.Pembagian zona kerusakan luka bakar (Brunicardi dkk., 2005).
5. Klasifikasi Luka Bakar
Semakin dalam luka bakar, semakin sedikit apendises kulit yang berkontribusi pada proses penyembuhan dan semakin memperpanjang masa penyembuhan luka. Semakin panjang masa penyembuhan luka, semakin sedikit dermis yang tersisa, semakin besar respon inflamasi yang terjadi dan akan semakin memperparah terjadinya scar. Luka bakar yang
sembuh dalam waktu 3 minggu biasanya tanpa menimbulkan hypertrophic scarring, walaupun biasanya terjadi perubahan pigmen dalam waktu yang
lama. Sebaliknya luka bakar yang sembuh lebih dari tiga minggu sering mengakibatkanhypertrophic scars(Brunicardi dkk., 2005).
(36)
16
1). Luka Bakar Derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai bula nyeri karena ujung-ujung syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari (Brunicardi dkk., 2005).
Gambar 6.Luka bakar derajat I (Brunicardi dkk., 2005).
2). Luka Bakar Derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagian lapisan dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai bula, pembentukkan scar, dan nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik
teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal. Luka bakar derajat II dibedakan atas dua bagian, yaitu: (Moenadjat, 2001).
Derajat II Dangkal (Superficial)
• Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
(37)
17
kelenjar sebasea masih utuh.
• Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat satu dan mungkin terdiagnosa sebagai derajat dua superfisial setelah 12 sampai 24 jam.
• Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan basah.
• Jarang menyebabkanhypertrophic scar.
• Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan kurang dari 3 minggu (Brunicardi dkk., 2005).
Gambar 7. Luka bakar derajat II dangkal (superficial) (Brunicardi dkk., 2005)
Derajat II Dalam (Deep)
• Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
• Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
(38)
18
• Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa.
• Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tampak berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi cedera karena variasi suplai darah ke dermis (daerah yang berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak ada sama sekali, daerah yang berwarna merah muda mengindikasikan masih ada beberapa aliran darah) (Moenadjat, 2001).
• Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 sampai 9 minggu (Brunicardi dkk., 2005).
Gambar 8. Luka bakar derajat dua dalam
(Brunicardi dkk., 2005).
3). Luka Bakar Derajat III (Full Thickness Burn)
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan yang lebih dalam. Tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna putih dan pucat. Karena kering, letaknya lebih rendah
(39)
19
dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai scar. Tidak dijumpai rasa nyeri dan
hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian. Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka (Moenadjat, 2001).
Gambar 9. Luka bakar derajat III (Brunicardi dkk., 2005).
4). Luka Bakar Derajat IV
Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea mengalami kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih rendah dibanding kulit sekitar, terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal eskar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan dan kematian. Penyembuhannya terjadi lebih lama karena ada proses epitelisasi spontan dari dasar luka (Moenandjat, 2001).
(40)
20
Gambar 10.Luka Bakar Derajat IV (Brunicardi dkk., 2005).
E. Proses Penyembuhan Luka
Sebagai respon terhadap jaringan yang rusak, tubuh memiliki kemampuan yang luar biasa untuk mengganti jaringan yang hilang memperbaiki struktur, kekuatan, dan kadang-kadang juga fungsinya. Proses ini disebut dengan penyembuhan (Nowak dan Hanford, 2004). Penyembuhan luka melibatkan integrasi proses fisiologis. Sifat penyembuhan pada semua luka sama, dengan variasinya bergantung pada lokasi, keparahan dan luasnya cidera. Selain itu, penyembuhan luka dipengaruhi oleh kemampuan sel dan jaringan untuk melakukan regenerasi (Perry dan Potter, 2005).
1. Proses Fisiologis Penyembuhan Luka
Proses fisiologis penyembuhan luka terbagi menjadi tiga fase yaitu, fase inflamasi, proliferasi dan maturasi (Perry dan Potter, 2005).
a. Fase Inflamasi
Fase inflamasi dimulai setelah beberapa menit setelah cedera (Perry dan Potter, 2005) dan akan berlangsung selama sekitar 4-6 hari (Taylor dkk,
(41)
21
2008). Fase ini diawali oleh proses hemostasis. Sejumlah mekanisme terlibat di dalam menghentikan perdarahan secara alamiah (hemostasis) (Morison, 2004). Selama proses hemostasis pembuluh darah yang cedera akan mengalami konstriksi dan trombosit berkumpul untuk menghentikan perdarahan (Perry dan Potter, 2005).
Koagulasi terjadi dalam dua cara yaitu jalur intrinsik yang dipicu oleh abnormalitas pada lapisan pembuluh darah dan jalur ekstrinsik yang dipicu oleh kerusakan jaringan. Kedua jalur tersebut bertemu untuk mengaktivasi faktor X dan jalur akhir yang akan mengakibatkan konversi dari enzim protrombin yang tidak aktif menjadi trombin yang aktif. Trombin inilah yang akan membentuk fibrin dari fibrinogen yang dapat memperkuat sumbatan trombosit (Morison, 2004).
Inflamasi adalah pertahanan tubuh terhadap jaringan yang mengalami cedera yang melibatkan baik respon seluler maupun vaskuler (DeLaune dan Ladner, 2002). Selama respon vaskuler, jaringan yang cedera dan aktivasi sistem protein plasma menstimulasi keluarnya berbagai macam mediator-mediator kimiawi seperti histamin (dari sel mast dan platelet), serotonin (dari platelet), eicosanoids yang merupakan produk-produk dari metabolisme asam arakidonat, nitrit oxide (NO) (dari makrofag yang
terakivasi) (De Laune dan Ladner, 2002). Substansi-substansi vasoaktif ini akan menyebabkan pembuluh darah melebar dan menjadi lebih permeabel, mengakibatkan peningkatan aliran darah dan kebocoran cairan serta sel-sel yang berpindah dari aliran darah ke jaringan
(42)
22
interstisial. Peningkatan aliran darah membawa nutrisi dan oksigen, yang sangat penting untuk penyembuhan luka, dan membawa leukosit ke area yang cedera untuk melakukan fagositosis, atau memakan mikroorganisme (DeLaune dan Ladner). Daerah yang mengalami inflamasi akan berwarna kemerahan (rubor), bengkak (tumor), hangat
(kalor), nyeri lokal (dolor), kehilangan fungsi (functio laesa) (Nowak dan Hanford, 2004).
Selama respon selular, leukosit keluar dari pembuluh darah ke ruang interstisial. Neutrofil adalah sel pertama yang yang keluar ke daerah yang cedera dan mulai memfagosit (DeLaune dan Ladner, 2002). Sekitar 24 jam setelah cedera sel-sel tersebut akan digantikan oleh makrofag (Taylor dkk., 2008), yang muncul dari monosit darah. Makrofag melakukan fungsi yang sama dengan neutrofil akan tetapi dalam jangka waktu yang lebih lama. Selain itu makrofag adalah sel-sel yang penting dalam proses penyembuhan luka karena mengeluarkan beberapa faktor, meliputi
fibroblast activating factor (FAF), angiogenesis factor (AGF), FAF
menarik fibroblast yang membentuk kolagen atau collagen percursors. AGF menstimulasi pembentukan pembuluh darah baru. Pertumbuhan mikro sirkulasi baru ini membantu dalam proses penyembuhan luka (DeLaune dan Ladner, 2002).
Inflamasi yang terjadi berkepanjangan dapat memperlambat penyembuhan luka dan memparah terjadinya scar. Hal inilah yang
(43)
23
b. Fase Proliferasi
Fase ini berlangsung hingga beberapa minggu (Taylor dkk., 2008). Pertumbuhan jaringan baru untuk menutup luka utamanya dilakukan melalui aktivasi fibroblast (Taylor dkk., 2008). Fibroblast yang normalnya ditemukan pada jaringan ikat, bermigrasi ke daerah yang luka karena berbagai macam mediator seluler. Fibroblast adalah sel yang paling penting dalam fase ini karena menghasilkan kolagen yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan. Kolagen adalah protein penyusun tubuh yang jumlahnya paling banyak dalam tubuh (DeLaune dan Ladner, 2002). Kolagen memberikan kekuatan dan integritas struktur pada luka (Perry dan Potter, 2005). Fibroblast juga memproduksi beberapa faktor pertumbuhan yang bertanggung jawab untuk menginduksi pertumbuhan pembuluh darah (Taylor dkk., 2008).
Angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru) mulai terjadi beberapa jam setelah cedera. Pertumbuhan pembuluh darah kapiler baru ini meningkatkan aliran darah yang juga akan meningkatkan suplai nutrisi dan oksigen yang diperlukan untuk proses penyembuhan luka (DeLaune dan Ladner, 2002). Jaringan yang baru disebut dengan jaringan granulasi yang kaya akan vaskularisasi, tampak kemerahan dan mudah berdarah. Pada luka yang sembuh denganfirst intention, sel-sel epidermis menutup luka dalam 24-48 jam sehingga jaringan granulasi tidak kelihatan (Taylor dkk., 2008).
(44)
24
Luka yang sembuh dengan secondary itention akan melalui proses yang sama, tetapi akan memakan waktu yang lebih lama untuk sembuh dan membentuk jaringan scar yang lebih banyak (Taylor dkk., 2008). Jaringan yang rusak lebih banyak dipenuhi oleh jaringan granulasi yang rapuh daripada dipenuhi oleh kolagen. Jaringan granulasi merupakan salah satu bentuk jaringan konektif (penyambung) yang memiliki lebih banyak suplai darah daripada kolagen (Taylor dkk., 2008).
Bila epitelisasi (proses dimana keratinosit migrasi dan membelah untuk menutup kembali permukaan luka) tidak mampu menutup defek luka maka akan terjadi kontraksi. Sel yang mendorong terjadinya kontraksi adalah miofibroblast (Perry dan Potter, 2005).
c. Fase Maturasi
Maturasi merupakan tahap akhir proses penyembuhan luka dan dimulai sekitar minggu ke-3 setelah cedera (Taylor dkk., 2008). Dapat
memerlukan waktu lebih dari 1 tahun tergantung pada kedalaman dan luas luka. Pada fase ini jaringan parut akan terus melakukan reorganisasi. Akan tetapi, luka yang sembuh biasanya tidak memiliki daya elastisitas yang sama dengan jaringan yang digantikannya. Biasanya jaringan parut mengandung lebih sedikit sel-sel pigmentasi (melanosit) dan memiliki warna yang lebih terang daripada warna kulit normal (Potter dan Perry, 2005).
(45)
25
Gambar 11. Proses penyembuhan luka. (Potter dan Perry, 2005).
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Usia
Sirkulasi darah dan pengiriman oksigen pada luka, pembekuan, respon inflamasi, dan fagositosis mudah rusak pada orang yang terlalu muda dan orang tua, sehingga resiko infeksi lebih besar. Kecepatan pertumbuhan sel dan epitelisasi pada luka terbuka lebih lambat pada usia lanjut sehingga penyembuhan luka juga terjadi lambat (DeLaune dan Ladner, 2002).
(46)
26
Nutrisi
Diet yang seimbang antara jumlah protein, karbohidrat , lemak, mineral, dan vitamin yang adekuat diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap patogen dan menurnkan resiko infeksi. Pembedahan, infeksi luka yang parah, luka bakar dan trauma, dan kondisi defisit nutrisi meningkatkan kebutuhan akan nutrisi. Kurang nutrisi dapat meningkatkan resiko infeksi dan mengganggu proses penyembuhan luka. Sedangkan obesitas dapat menyebabkan penurunan suplai pembuluh darah, yang merusak pengiriman nutrisi dan elemen-elemen yang lainnya yang diperlukan pada proses penyembuhan. Selain itu pada obesitas penyatuan jaringan lemak lebih sulit, komplikasi seperti dehisens dan eviserasi yang diikuti infeksi bisa terjadi (DeLaune dan Ladner, 2002).
Oksigenasi
Penurunan oksigen arteri dapat mengganggu sintesa kolagen dan pembentukan epitel, memperlambat penyembuhan luka. Mengurangi kadar hemoglobin (anemia), menurunkan pengiriman oksigen ke jaringan dan mempengaruhi perbaikan jaringan (DeLaune dan Ladner, 2002).
Infeksi
Bakteri merupakan sumber paling umum yang menyebabkan terjadinya infeksi. Infeksi menghambat penyembuhan dengan memeperpanjang fase inflamasi, dan memproduksi zat kimia serta enzim yang dapat
(47)
27
merusak jaringan (DeLaune dan Ladner, 2002). Resiko infeksi lebih besar jika luka mengandung jaringan nekrotik, terdapat benda asing dan suplai darah serta pertahanan jaringan berkurang (Perry dan Potter, 2005).
Merokok
Merokok dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dan kerusakan oksigenasi jaringan. sehingga merokok menjadi penyulit dalam proses penyembuhan luka (DeLaune dan Ladner, 2002).
Diabetes Melitus
Menyempitnya pembuluh darah (perubahan mikrovaskular) dapat merusak perfusi jaringan dan pengeriman oksigen ke jaringan. Peningkatan kadar glukosa darah dapat merusak fungsi leukosit dan fagosit. Lingkungan yang tinggi akan kandungan glukosa adalah media yang bagus untuk perkembangan bakteri dan jamur (De Laune dan Ladner, 2002)
Sirkulasi
Aliran darah yang tidak adekuat dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Hal ini biasanya disebabkan karena arteriosklerosis atau abnormalitas pada vena (Cotran dkk., 1999).
Faktor mekanik
Pergerakan dini pada daerah yang luka dapat menghambat penyembuhan (Cotran dkk., 1999).
(48)
28
Nekrosis
Jaringan nekrotik pada luka dapat menghambat penyembuhan luka itu sendiri (Taylor dkk., 2008).
Desiccation
Adalah suatu proses mengering. Sel mengalami dehidrasi dan kemudian mati pada lingkungan yang kering. Sel-sel yang mati mengakibatkan terbentuknya crust pada bagian atas luka dan menghambat penyembuhan luka (Taylor dkk., 2008).
Obat
a. Steroid
Steroid dapat menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera dan menghambat sintesa kolagen. Obat-obat antiinflamasi dapat menekan sintesa protein, kontraksi luka, epitelisasi dan inflamasi (DeLaune dan Ladner, 2002)
b. Antibiotik
Penggunaan antibiotik jangka panjang dengan disertai perkembangan bakteri yang resisten, dapat meningkatan resiko infeksi (DeLaune dan Ladner, 2002).
F. Madu
1. Deskripsi Madu
Madu merupakan bahan makanan sumber energi yang mengandung gula-gula sederhana sehingga dapat segera dimanfaatkan oleh tubuh. Madu
(49)
29
adalah cairan alami yang umumnya memiliki rasa manis, yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nectar) atau bagian lain
dari tanaman (extra floral nectar) atau ekskresi serangga. Madu dihasilkan oleh lebah dari sari bunga yang berbeda-beda sehingga komposisi yang ada di satu madu bisa berbeda dengan madu lainnya. Namun secara umum zat-zat penyembuhan terdapat di seluruh madu sejauh madu tersebut benar-benar asli. Keaslian madu dapat dianalisis melalui kandungan zat yang terdapat pada madu. (Putriwindani, 2011).
2. Jenis-Jenis Madu
Hammad (2009) menyatakan bahwa madu terdiri dari beberapa jenis yang tergantung pada sumber bunganya. Madu yang sumber bunganya hanya satu jenis sari bunga disebut monofloral. Sedangkan madu yang sumbernya berasal dari berbagai sari bunga disebut madu multifloral. Madu dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai jenis berdasarkan spesifikasi tertentu, meliputi warna, kekentalan, dan aroma. Berikut ini adalah penjelasan karakteristik beberapa jenis madu (Hammad, 2009):
1). Madu Bunga Akasia yaitu madu yang berwarna kuning susu dan mempunyai aroma yang lembut. Madu ini mempunyai kandungan fruktosa yang tinggi. Oleh sebab itu, jenis madu ini selalu dalam keadaan cair (Hammad, 2009).
2). Madu Bunga Limau merupakan madu yang termasuk madu paling laris di pasaran karena memiliki aroma yang lezat dan rasa yang istimewa. Warnanya kuning kehijau-hijauan (Hammad, 2009).
(50)
30
3). Madu Heather berwarna kuning gelap atau merah kecokelat-cokelatan. Madu ini memiliki keunikan tersendiri yaitu ia akan membeku dalam keadaan diam, namun akan cair ketika diguncangkan (Hammad, 2009).
4). Madu Lobak yaitu jenis madu yang mengandung glukosa yang tinggi sehingga lebih cepat mengkristal. Warnanya putih pucat dikarenakan kandungan glukosanya yang tinggi sehingga rasa manisnya menyengat (Hammad, 2009).
5) . Madu Alfalfa berwarna kuning muda, aromanya wangi, rasanya lembut, dan cepat mengkristal. Oleh karena itu madu ini sering dijual bersama sarangnya (Hammad, 2009).
6). Madu Willow berasal dari pohon willow yang memiliki daun berwarna ungu. Madu ini termasuk madu yang rasanya paling enak dengan aroma yang sangat wangi. Warnanya terang kehijau-hijauan dan tidak mudah mengkristal (Hammad, 2009).
7). Madu Eucalyptus berwarna kuning muda dan memiliki citarasa yang kuat. Madu jenis ini terkenal akan khasiatnya untuk mengobati penyakit dada (Hammad, 2009).
8). Madu Citrus umumnya dijual dengan nama “Madu jeruk”, meski
sebenarnya berasal dari pohon lemon. Madu ini berwarna terang dan rasa yang lezat (Hammad, 2009).
9). Madu Sikamore memiliki ciri khas yaitu tidak cepat masak. Madu jenis ini sebaiknya dikonsumsi beberapa bulan setelah disaring (Hammad, 2009).
(51)
31
10). Madu Dandelion yang memiliki ciri khas berwarna kuning tua keemasan. Madu ini memiliki rasa yang lezat dengan aroma yang tajam (Hammad, 2009).
11) . Madu Gandum Hitam merupakan jenis madu yang dikenal dengan nama madu Buck Wheat. Jenis madu ini berwarna gelap hingga coklat tua dan memiliki rasa yang sangat kuat. Madu ini berasal dari Cina dan mengandung zat besi yang tinggi. Oleh karena itu, madu ini direkomendasikan untuk penderita kurang darah (Hammad, 2009). 12) . Madu Thyme berasal dari tanaman thyme (sejenis tumbuhan
beraroma harum) berwarna kemerah-merahan dengan rasa yang kuat (Hammad, 2009).
3. Kandungan Madu
Menurut Suranto dalam Hasibuan (2008), pengujian kuantitatif perlu dilakukan untuk memastikan keaslian madu. Ada beberapa uji kuantitas untuk menentukan madu asli atau palsu dengan uji kadar air, pengujian kandungan hidroksimetilfurfural (HMF), pengujian keasaman madu, penentuan aktivitas enzim invertase dan diastase. Kualitas madu di Indonesia diatur melalui Standar Nasional Indonesia (SNI no 01-3545-2004) yang ditunjukkan dalam tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan Mutu Madu (Badan Standar Nasional Indonesia, 2004)
Jenis Uji Batas Satuan Syarat
Aktivitas enzim diastase Min D N 3
Hidroksimetilfurfural (HMF) Maks mg/kg 50
Air Maks % b/b 22
Gula pereduksi (dihitung sebagai glukosa) Min % b/b 65
Sukrosa Maks % b/b 5
Keasaman Maks ml NaOH 1 N/kg 50
Padatan yang tak larut dalam air Maks % b/b 0,5
Abu Maks % b/b 0,5
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu) MaksMaks mg/kgmg/kg 1,05,0
(52)
32
Beberapa cara menguji keaslian madu, yaitu: (1) madu palsu dianggap akan mudah terserap oleh kertas karena kandungan airnya tinggi, (2) madu asli dianggap akan berbentuk gas atau uap air jika dikocok, (3) madu asli dianggap akan langsung jatuh ke dasar wadah bila dituang ke dalam air (Hasibuan 2008).
4. Komposisi Madu
Madu sebagai bahan makanan sumber energi yang berkualitas baik memiliki banyak manfaat karena madu mengandung berbagai jenis komponen yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Komponen yang dimaksud yaitu karbohidrat, asam amino, mineral, enzim, vitamin, dan air. Komposisi nutrisi madu ditunjukkan dalam tabel 2.
Tabel 2.Komposisi Nutrisi Madu (Badan Standar Nasional. 2004)
No. Komposisi Jumlah (%)
1. Air 17,0
2. Fruktosa 38,5
3. Glukosa 31,0
4. Maltosa 7,2
5. Karbohidrat 4,2
6. Sukrosa 1,5
7. Enzim, Mineral dan Vitamin 0,5 8. Energi (Kalori/100 gram) 294,0 5. Kandungan Bioaktif Madu
1. Anti Radikal Bebas
Secara umum madu mengandung 40% glukosa, 40% fruktosa, 20% air dan asam amino, vitamin biotin, asam nikotinin, asam folit, asam pentenoik, proksidin, tiamin, kalsium, zat besi, magnesium, fosfor, dan kalium. Madu juga mengandung zat antioksidan dan H2O2 (Hidrogen Peroksida) sebagai penetral radikal bebas (Bergman dkk., 1983)
(53)
33
2. Senyawa Organik dan Enzimatik
Madu mengandung beberapa senyawa organik, yang telah terindentifikasi antara lain seperti polyphenol, flavonoid, dan glikosida. Selain itu, di dalam madu juga terdapat berbagai jenis enzim, antara lain enzim glukosa oksidase dan enzim invertase yang dapat membantu proses pengolahan sukrosa untuk diubah menjadi glukosa dan fruktosa yang keduanya mudah diserap dan dicerna. Madu mengandung berbagai macam enzim, salah satunya adalah enzim katalase yang mampu memberikan efek pemulihan. Selain itu, madu mengandung enzim amilase, enzim lipase dan minyak volatil, seperti hidroksi metil furfural. Madu juga mengandung antibiotika sebagai antibakteri dan antiseptik pada luka dan mengandung dekstrosa, lilin, gen pembiakan, dan asam formik (Hammad, 2007).
6. Khasiat Madu
1. Agen Topikal Dalam Penyembuhan Luka
Madu dapat digunakan sebagai terapi topikal untuk luka bakar, infeksi, dan luka ulkus. Sampai saat ini telah banyak hasil penelitian yang melaporkan bahwa madu efektif untuk perawatan luka, baik secara klinis maupun laboratorium. Ada beberapa hasil penelitian yang melaporkan bahwa madu sangat efektif digunakan sebagai terapi topikal pada luka melalui peningkatan jaringan granulasi dan kolagen serta periode epitelisasi secara signifikan (Aljady dkk., 2000). Madu juga dapat meningkatkan waktu kontraksi pada luka. Madu efektif sebagai terapi topikal karena kandungan nutrisinya (Lotfi, 2008).
(54)
34
Subrahmanyam dkk., (1998) membandingkan keefektifan madu.
Ditemukan pada hari ketujuh observasi, 84% pasien yang dirawat menggunakan madu menunjukkan epitelialisasi yang memuaskan dan pada luka yang dirawat dengan Silver sulphadiazine 72% epitelialisasi dengan sel inflamasi. Pada hari ke-21, 100% epitelialisasi dicapai oleh luka yang dirawat dengan madu, sedangkan luka yang dirawat dengan Silver sulphadiazine 84%-nya mengalami epitelialisasi.
2. Merangsang Sistem Imun
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa proliferasi limfosit B dan T-limfosit dalam kultur sel dirangsang oleh madu pada konsentrasi serendah 0,1% dan fagosit juga diaktifkan oleh madu pada konsentrasi yang sama. Madu pada konsentrasi 1% juga merangsang monosit dalam sel budaya terhadap sitokin rilis, tumor necrosis factor (TNF)-Alpha, interleukin (IL)-1, dan IL-6, yang mengaktifkan kekebalan respon terhadap infeksi. Selain itu, glukosa isi madu dan pH asam (biasanya antara pH 3 dan 4) dapat membantu dalam aksi menghancurkan bakteri melalui makrofag. Ini debridemen kimia aksi madu, selain mempercepat penyembuhan luka (Bangroo dkk.,2005).
3. Antimikroba
Menurut Taormina dkk. (2001), madu dapat menghambat pertumbuhan
bakteri patogen seperti Escherichia coli, Salmonella typhimurium, Listeria monocytogenes, Bacillus cereus dan Staphylococcus aureus. Hal ini terlihat dari zona penghambatan yang dihasilkan oleh madu yang
(55)
35
diberikan pada media yang telah ditanam bakteri-bakteri tersebut.
Menurut Mundo dkk. (2004), ada beberapa faktor yang menyebabkan madu memiliki aktivitas antibakteri, antara lain keasaman tekanan osmotik dan hidrogen peroksida. Komponen tambahan pada madu seperti asam aromatik dan komponen fenol juga berperan dalam aktivitas antibakteri. Secara makroskopis, riset juga menunjukkan adanya fungsi debridement dari madu. Pada luka yang dirawat dengan madu, menunjukkan control infeksi yang lebih baik dibandingkan luka yang dirawat dengan obat lain. Penggunaan madu untuk merawat luka akan berefek pada luka yang akan menjadi steril dalam 3-6 hari, 7 hari, dan 7-10 hari.
G. Oxoferin
1.Komposisi
Kompoisisi Oxoferin terdiri dari:
1.Chlor-(IV)-oxide oxygen complex (4:1) hydrate 0,001037%, 2. Glycerine 2 %, dan
3. Aquadest 98%.
Oxoferin dikemas dalam botol, @ 30 ml (Hardjosaputra, 2008).
2. Mekanisme Kerja
Oxoferin adalah larutan yang mengandung kompleks pembawa oksigen yang bersifat non metal yang diaktifkan melalui sistem biokatalis. Kompleks senyawa oksigen ini masuk ke dalam jaringan dan merangsang proses fagositosis dan pembersihan luka. Sesudah diaktifkan oleh sistem
(56)
36
biokatalis kompleks senyawa oksigen terurai menjadi metabolit-metabolit fisiologis yaitu oksigen dan klorida. Akibatnya, tekanan parsial oksigen meningkat pada daerah luka. Pembentukan jaringan granulasi berwarna merah terang karena pembentukan jaringan granulasi dirangsang (Hardjosaputra, 2008).
3. Indikasi
Merangsang dan mempercepat penyembuhan luka. Berdasarkan sejumlah uji klinis yang telah dilakukan, Oxoferin membantu mempercepat penyembuhan luka-luka sebagai berikut:
Luka infeksi,
Penyembuhan luka pasca trauma yang lambat, Penyembuhan luka pasca operasi yang lambat,
Penyembuhan luka pasca amputasi yang lambat, termasuk amputasi
border line pada kasus-kasus dengan gangguan sirkulasi arterial,
Dekubitus (sakrum, gluteus, tumit),
Ulkus kronik dengan gangguan fungsi vena,
Penyembuhan luka yang lambat sesudah luka bakar tingkat tiga,
Penyembuhan luka/ulkus yang lambat pada kasus-kasus dengan
gangguan sirkulasi arterial ataupun mikroangiopati diabetika.
Akan tetapi untuk mendapatkan hasil penyembuhan yang sempurna, penyakit primernya harus diobati. Oxoferin dapat digunakan untuk membantu penyembuhan luka-luka yang terancam infeksi dan persiapan jaringan sebelum operasi dilakukan. Kontraindikasi oxoferin belum diketahui (Hardjosaputra, 2008).
(57)
37
4. Dosis dan Aturan Pakai
Oxoferin digunakan dua kali sehari pada luka, kecuali ada petunjuk lain dari dokter. Penelitian jangka panjang telah menunjukkan bahwa dosis dapat dikurangi menjadi satu kali sehari sesudah tanda-tanda penyembuhan mulai terlihat (Hardjosaputra, 2008).
Jumlah Oxoferin yang digunakan tergantung ukuran luka. Pada umumnya 5–10 ml cukup. Pada luka yang luas dapat digunakan lebih dari 10 ml.
Sebelum pemakaian, daerah sekitar luka dibersihkan terlebih dahulu dari obat-obatan yang digunakan. Untuk pencucian luka dapat digunakan larutan garam fisiologis atau Oxoferin (Hardjosaputra, 2008).
Pada jaringan nekrotik yang luas harus dilakukan tindakan bedah terlebih dahulu. Luka dapat diobati dengan menggunakan cairan Oxoferin secara langsung atau menggunakan pembalut/kasa yang telah dibasahi dengan Oxoferin. Bila dianggap perlu, Oxoferin dapat diberikan kembali dengan membasahi pembalut tersebut secara langsung tanpa perlu mengganti pembalutnya (Hardjosaputra, 2008).
H. Oksitetrasiklin
Oksitetrasiklin merupakan senyawaa turunan tetrasiklin yang diperoleh dari Streptomyces rimosus. Oksitetrasiklin berbentuk basa, berwama kuning dan berasa pahit serta kelarutannya dalam air sangat sedikit (Sardjono dkk., 2007).
Pemakaian topikal digunakan untuk infeksi mata. Salep mata golongan tetrasiklin efektif untuk mengobati trakoma dan infeksi lain pada mata oleh
(58)
38
kuman gram-positif dan gram-negatif yang sensitif. Salep mata ini dapat pula digunakan untuk profilaksis oftalmia neonatorum pada neonatus. Selain itu, oksitetrasiklin juga dapat digunakan pada perawatan luka bakar dengan infeksi (Hardjosaputra dkk., 2008).
(59)
39
III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan eksperimental laboratorik untuk mengetahui perbandingan kecepatan penyembuhan antara preparat madu bunga akasia dengan oxoferin dan oksitetrasiklin dalam perawatan luka bakar derajat II pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galur Sprague Dawley. Rancangan penelitian ini menggunakanpost test only controlled group design.
B. Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini berjumlah 6 ekor tikus putih (Rattus norvegicus)
jantan dewasa galur Sprague Dawley berumur 3-4 bulan yang dipilih secara
random.
Pemilihan sampel digunakan dengan cara simple random sampling, pada uji
eksperimental ini, variabel yang di uji adalah numerik berpasangan sehingga perhitungan sampel dihitung dengan rumus (Dahlan, 2009):
(60)
40
Dengan nilai α = 5 % (zα = 1,96), β = 20 % (zβ = 0,84), simpangan baku =S dan selisih rerata skor histopatolpgi yang dianggap bermakna sebagai
( ).
S = 1,5
Maka jumlah minimal sampel adalah 18 ekor tikus. Jadi tiap perlakuan dibutuhkan minimal 5 sampel ( ≥ 5) untuk masing-masing perlakuan dan jumlah perlakuan sebanyak 4 kali, sehingga total sampel minimal yang dibutuhkan adalah sebanyak 20 sampel yang didapatkan pada 5 ekor tikus putih dari populasi yang ada.
Adapun perlakuan yang diberikan pada masing-masing tikus adalah:
1). Sampel kontrol yaitu bagian tubuh tikus yang diberi luka bakar derajat II dengan diameter 2 cm yang akan dibiarkan sembuh secara normal tanpa pemberian zat aktif,
(61)
41
2). Sampel perlakuan dengan madu yaitu bagian tubuh tikus yang diberi luka bakar derajat II dengan diameter 2 cm, selama proses penyembuhan akan diberikan preparat madu bunga akasia dengan nama dagang Madu bunga akasia yang dipasarkan oleh Kedai Pramukua Kwarda Lampung dengan izin DEPKES RI. SP. No. : 074/08.01/92 diberikan secara topikal 2-3 kali sehari dan ditutup dengan kassa steril,
3). Sampel perlakuan dengan obat oxoferin, yaitu bagian tubuh tikus yang diberi luka bakar derajat II dengan diameter 2 cm, selama proses penyembuhan luka diberikan obat oxoferine yang diproduksi oleh perusahaan Pharos secara dressing 2-3 kali sehari dan ditutup dengan
kassa steril,
4). Sampel perlakuan obat oksitetrasiklin yaitu bagian tubuh tikus yang diberi luka bakar derajat II dengan diameter 2 cm, selama proses penyembuhan luka diberikan obat oksitetrasiklin secara dressing 2-3 kali sehari dan ditutup dengan kassa steril.
Tabel 3. Jenis perlakuan penelitian dan dosis yang diberikan pada setiap
perlakuan.
Hewan Percobaan Jenis Perlakuan Dosis
Tikus dengan Luka bakar derajat II
Tikus dengan Luka bakar derajat II
Tikus dengan Luka bakar derajat II
Tikus dengan Luka bakar derajat II
Kontrol (tanpa pemberian zat aktif)
-Madu Bunga akasia 100%
Oxoferin
Oksitetrasiklin 3%
5-10 ml 2 x sehari 3 x sehari
(62)
42
C. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan pada bulan oktober-november 2012. Tempat penelitian dilaksanakan di dua tempat yaitu selama adaptasi sampai perlakuan pada hewan percobaan dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, sedangkan pembuatan preparat dan pengamatannya dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi dan Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Inklusi :
1. Sehat (tidak tampak penampakan rambut kusam, rontok, dan aktif). 2. Memiliki berat badan sekitar 150-250 gram.
3. Berjenis kelamin jantan. 4. Berusia sekitar 3 - 4 bulan.
Ekslusi :
1. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi di laboratorium.
2. Sakit selama masa pemberian perlakuan (penampakan rambut kusam, rontok dan aktivitas kurang atau tidak aktif, keluarnya eksudat yang tidak normal dari mata, mulut, anus, genital).
(63)
43
E. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan yaitu: madu murni bunga akasia, larutan oxoferin, salep oksitetrasiklin, plaster, kassa steril, aquadest, alkohol, obat anestesi lidokain, tikus putih (Rattus norwegicus) jantan dewasa galur Sprague dawley, pakan dan minum tikus, larutan formalin 10% untuk
fiksasi preparat histopatologis, alkohol, etanol, xylol, pewarna Hematoksilin dan Eosin, entelan dan kamera digital untuk dokumentasi.
2. Alat penelitian
Alat yang digunakan adalah solder listrik (electro cauter) yang ujungnya
dimodifikasi dengan logam aluminium berdiameter 2cm, jas lab, kipas angin, gunting plester, pinset anatomis, spuit dan jarum, kassa steril, arloji, kandang serta botol minum tikus, mikroskop cahaya, object glas, cover glass, deck glass, tissue cassette, rotary microtome, oven, water bath,
platening table, autotechnicom processor, neraca analitik Metler Toledo
dengan tingkat ketelitian 0,01g untuk menimbang berat mencit, , pisau cukur dan gagangnya, gunting untuk mencukur rambut/bulu tikus, penggaris, sarung tangan steril, bengkok, kom, staining jar, staining rak,
kertas saring, histoplast, dan parafin dispenser.
F. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas (Independent variable)
Pemberian zat aktif pada tikus putih ( Rattus norwegicus) jantan dewasa yaitu :
(64)
44
a. madu bunga akasia, b. larutan oxoferin, c. salep oksitetrasiklin,
.
2. Variabel Terikat (Dependent variable)
Penilaian kecepatan kesembuhan kulit tikus dengan luka bakar derajat II yaitu :
a. Gambaran histopatologi kulit tikus b. Gambaran klinis kulit tikus
G. Definisi Operasional
Tabel 4. Definisi Operasional
Variabel Definisi Skala
Madu bunga akasia Madu murni yang diperoleh dari petani lebah yang
berasal dari sari bunga kopi dan dipasarkan oleh Kedai Pramuka Kwarda Lampung dengan izin DEPKES RI. SP. No. : 074/08.01/92.
Kategorik
Oxoferin Obat Oxoferine dengan zat aktif
Tetrachlorodecaoxide yang diproduksi oleh
Darya-Varia Laboratoria, Gunung Putri, Bogor-Indonesia yang masih tersegel dan tertutup dengan baik
Kategorik
Oksitetrasiklin Obat Oksitetrasiklin dengan zat aktif senyawaa
turunan tetrasiklin yang diproduksi oleh Indofarma, Bekasi-Indonesia yang masih tersegel dan tertutup dengan baik
Kategorik
Luka Bakar Derajat II Luka bakar yang mencapai dermis, tetapi masih ada
elemen epitel sehat yang tersisa Gejala yang timbul adalah nyeri, gelembung, atau bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas dindingnya meninggi
Ordinal
Gambaran
histopatologi kulit tikus
Sediaan histopatologi dilihat pada pembesaran 40x pada lapangan pandang acak disetiap spesimen menggunakan hasil pemeriksaan patologi anatomi dari biopsi insisi luka yang mencakup terdapatnya sel radang, tingkat pembentukan kolagen, tingkat pembentukan epitelisasi dan jumlah pembentukan pembuluh darah baru.
(65)
45
H. Prosedur Penelitian
1. Persiapan
Tikus putih (Rattus norwegicus) jantan dewasa galurSprague sawley yang
digunakan dalam penilitian ini diperoleh dari Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Sebelum dilakukan perlakuan kepada semua tikus laboratorium, 6 ekor tikus putih (Rattus norvegicus)galurSpargue dawley
dilakukan adaptasi di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan diberi pakan standar secukupnya selama 7 hari. Sesudah masa adaptasi, tikus dipisahkan menjadi satu kandang berisi satu ekor tikus.
2. Pembuatan Luka Bakar derajat II
Cara pembuatan luka bakar derajat II (Handian, 2006):
a. Tentukan terlebih dahulu daerah yang akan dibuat luka bakar sebanyak empat daerah pada bagian tubuh tikus
b. Cukur bulu sesuai dengan luas area luka bakar, yaitu pada daerah punggung kanan bagian atas, punggung kanan bagian bawah, punggung kiri bagian atas dan punggung kiri bagian bawah
c. Pasang perlak dan alasnya di bawah tikus d. Cuci tangan
e. Pakai sarung tangan
f. Lakukan anestesi pada area kulit yang akan dibuat luka bakar dengan dosis 0,2 cc lidokain dalam 2 cc aquades
(66)
46
g. Panaskan solder listrik (electro cauter) yang ujungnya dimodifikasi dengan logam aluminium berdiameter 2 cm yang telah disiapkan selama 30 menit.
h. Tempelkan solder listrik (electro cauter) pada kulit tikus selama 2
detik.
3. Prosedur penanganan Luka Bakar Derajat II
Penangan luka bakar derajat II dilakukan 2-3 kali perhari (Dewi, 2008), sebelum diberikan preparat madu nektar akasia pada luka atau pemberian preparat oxoferin dan oksitetrasiklin, luka dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan air aquadest. Berikut prosedur penanganan luka bakar yang dilakukan pada tikus percobaan:
a. Cuci tangan.
b. Tempatkan perlak yang dilapisi kain di bawah luka yang akan dirawat. c. Pakai sarung tangan steril.
d. Siapkan kasa.
e. Atur posisi tikus untuk mempermudah tindakan.
f. Olesi bagian luka dengan kasa yang telah dibasahi dengan Madu nektar akasia setebal 2 mm hingga menutup seluruh permukaan luka untuk kelompok perlakuan Madu nektar akasia.
g. Tetesi bagian luka yang telah terinfeksi dengan menggunakan larutan Oxoferin 5-10 ml 2-3 kali sehari untuk kelompok perlakuan setebal 2 mm hingga menutup seluruh permukaan luka untuk kelompok perlakuan Oxoferin.
(67)
47
h. Olesi bagian luka yang telah terinfeksi dengan menggunakan salep Oksitetrasiklin 3% 2-3 sehari untuk kelompok perlakuan setebal 2 mm hingga menutup seluruh permukaan luka untuk kelompok perlakuan Oksitetrasiklin.
i. Tutup luka dengan kasa steril.
j. Untuk kelompok kontrol tanpa balutan dan tidak diberikan perlakuan apapun.
4. Prosedur operasional pembuatan slide
Pembuatan preparat histopatologi dilakukan di Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
a. Prosedur pembuatan slide :
1) Organ yang telah dipotong secara melintang difiksasi menggunakan formalin 10% selama 3 jam.
2) Bilas dengan air mengalir sebanyak 3-5 kali. 3) Dehidrasi dengan :
a) Alkohol 70% selama 0,5 jam b) Alkohol 96% selama 0,5 jam c) Alkohol 96% selama 0,5 jam d) Alkohol 96% selama 0,5 jam e) Alkohol absolut selama 1 jam f) Alkohol absolut selama 1 jam g) Alkohol absolut selama 1 jam h) Alkohol xylol 1:1 selama 0,5 jam
(68)
48
4) Clearingdengan menggunakan:
Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearingdengan xilol
I dan II masing-masing selama 1 jam.
5) Impregnansi dengan parafin selama 1 jam dalamovensuhu 65oC.
6) Pembuatan blok parafin:
Sebelum dilakukan pemotongan blok parafin, parafin didinginkan dalam lemari es. Pemotongan menggunakan rotary microtome
dengan menggunakan disposable knife. Pita parafin dimekarkan padawater bathdengan suhu 60oC. Dilanjutkan dengan pewarnaan
hematoksilin eosin.
b. Prosedur pulasan HE :
Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, memilih slide yang terbaik selanjutnya secara berurutan memasukkan ke dalam zat kimia di bawah ini dengan waktu sebagai berikut.
1) Dilakukan deparafinisasi dalam : a) LarutanxylolI selama 5 menit
b) LarutanxylolII selama 5 menit c) Ethanol absolut selama 1 jam 2) Hydrasidalam:
a) Alkohol 96% selama 2 menit b) Alkohol 70% selama 2 menit c) Air selama 10 menit
3) Pulasan inti dibuat dengan menggunakan : a) Haris hematoksilin selama 15 menit
(69)
49
b) Air mengalir
c) Eosin selama maksimal 1 menit
4) Lanjutkan dehidrasi dengan menggunakan a) Alkohol 70% selama 2 menit
b) Alkohol 96% selama 2 menit c) Alkohol absolut 2 menit 5) Penjernihan:
a) XylolI selama 2 menit b)XylolII selama 2 menit
(70)
50
Berat badan tikus ditimbang
Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Tikus 6
Diadaptasi selama 7 hari
Diberi luka bakar dengan logam panas berdiameter 2 cm Diberi perawatan selama 14 hari
Hari ke 1
Hitung Dibersihkan dengan dibersihkan dengan dibersihkan dengan dibersihkan dengan diameter aquades 1 x sehari aquades dan dressing aquades dan dressing aquades dan dressing hari 2,6, 8 madu bunga akasia 100% larutan Oxoferin tebal salep oksitetrasiklin 10,12,14 tebal 2mm 2 x sehari 2mm 2 x sehari tebal 2mm 2x sehari
Hari ke 14
Tikus dinarkosis dengan klorofom Diambil sampel biopsi pada daerah luka bakar
Sampel dikirim ke laboratorium Histologi dan Patologi Fakultas Kedoteran Unila untuk pembuatan sediaan preparat
Pengamatan sediaan histopatologi dilakukan menggunakan mikroskop cahaya Interpretasi hasil
(71)
51
I. Cara Pengumpulan Data
1. Histopatologi
Penilaian mikroskopis penyembuhan luka dilihat pada pembesaran 40x pada 5 lapangan pandang acak disetiap spesimen menggunakan hasil pemeriksaan patologi anatomi dari biopsi insisi luka yang mencakup jumlah sel radang, tingkat pembentukan kolagen, tingkat pembentukan epitelisasi dan jumlah pembentukan pembuluh darah baru dengan kriteria modifikasi Nagaoka (2000). Sampel biopsi diambil satu kali dan dilakukan bersamaan pada hari ke-21 (Manjas dkk., 2010).
2. Gambaran Klinis
Gambaran klinis penyembuhan luka dinilai dengan dilakukannya 2 kali pengukuran pada hari pertama dan hari terakhir penyembuhan dengan batas waktu penelitian selama 14 hari untuk melihat perbedaannya. Selama penelitian digunakan teknik observasi eksperimen dimana 3 perlakuan pada masing-masing tikus dilakukan pengamatan pada hari ke 1 dan 14 untuk melihat penyembuhan luka secara makroskopis. Diameter luka bakar rata-rata dihitung dengan cara seperti dibawah ini (Suratman dkk., 1996).
(72)
52
Gambar 10. Diameter Luka Bakar.
Luka yang terjadi diukur diameternya seperti gambar 7. Kemudian dihitung diameter rata-ratanya dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan : = Diameter luka hari ke x
Untuk mengukur persentase kesembuhan dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
= Persentase penyembuhan hari ke = diameter luka hari pertama = diameter luka hari ke
dx (4) dx (2)
dx (1)
dx (3) dx (3)
(73)
53
Tabel 5.Tabel penilaian mikroskopis.
Parameter dan Deskripsi Skor
Jumlah sel polimorfonukleat per lapangan pandang
• Terdapat 1-5 sel polimorfonukleat per lapangan pandang
• Terdapat 6-10 sel polimorfonukleat per lapangan pandang
• Terdapat 11-15 sel polimorfonukleat per lapangan pandang
3 2 1 Derajat pembentukan kolagen
• Kepadatan kolagen lebih dari jaringan normal/lapang pandang kecil mikroskop
• Kepadatan kolagen sama dengan jaringan normal/ lapang pandang kecil mikroskop
• Kepadatan kolagen kurang dari jaringan normal/lapang pandang kecil mikroskop
3 2 1 Derajat terjadinya epitelisasi
• Epitelisasi normal/lapang pandang kecil mikroskop
• Epitelisasi sedikit/lapang pandang kecil mikroskop
• Tidak ada epitelisasi/lapang pandang kecil mikroskop
3 2 1 Jumlah pembentukan pembuluh darah baru
• Lebih 2 pembuluh darah baru/lapang pandang kecil 3 mikroskop
• 1-2 pembuluh darah baru/lapang pandang kecil 2 mikroskop
• Tidak ada pembuluh darah baru/lapang pandang kecil 1 mikroskop
3 2 1
J. Pengolahan dan Analisis Data
Hasil penelitian lalu akan dianalisis apakah memiliki distribusi normal (p>0,05) atau tidak secara statistik dengan uji normalitas Shapiro-Wilk
karena jumlah sampel ≤50. Jika berdistribusi normal, akan dilanjutkan dengan metode uji parametrik repeated Analysis Of Varian (ANOVA).
Apabila tidak memenuhi syarat uji parametrik, akan dilakukan transformasi. Jika pada uji ANOVA menghasilkan nilai p<0,05 maka akan dilanjutkan dengan melakukan analisis post hoc pairewise comparisson untuk melihat
perbedaan antar kelompok perlakuan. Apabila hasil transformasi tidak memenuhi syarat digunakan uji Friedman dan dilanjutkan dengan uji
Wilcoxon. Pengolahan data menggunakan program SPSS versi 17.0 (Dahlan,
(1)
53
Tabel 5.Tabel penilaian mikroskopis.
Parameter dan Deskripsi Skor
Jumlah sel polimorfonukleat per lapangan pandang
• Terdapat 1-5 sel polimorfonukleat per lapangan pandang • Terdapat 6-10 sel polimorfonukleat per lapangan pandang • Terdapat 11-15 sel polimorfonukleat per lapangan pandang
3 2 1 Derajat pembentukan kolagen
• Kepadatan kolagen lebih dari jaringan normal/lapang pandang kecil mikroskop • Kepadatan kolagen sama dengan jaringan normal/ lapang pandang kecil mikroskop • Kepadatan kolagen kurang dari jaringan normal/lapang pandang kecil mikroskop
3 2 1 Derajat terjadinya epitelisasi
• Epitelisasi normal/lapang pandang kecil mikroskop • Epitelisasi sedikit/lapang pandang kecil mikroskop • Tidak ada epitelisasi/lapang pandang kecil mikroskop
3 2 1 Jumlah pembentukan pembuluh darah baru
• Lebih 2 pembuluh darah baru/lapang pandang kecil 3 mikroskop • 1-2 pembuluh darah baru/lapang pandang kecil 2 mikroskop • Tidak ada pembuluh darah baru/lapang pandang kecil 1 mikroskop
3 2 1
J. Pengolahan dan Analisis Data
Hasil penelitian lalu akan dianalisis apakah memiliki distribusi normal (p>0,05) atau tidak secara statistik dengan uji normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah sampel ≤50. Jika berdistribusi normal, akan dilanjutkan dengan metode uji parametrik repeated Analysis Of Varian (ANOVA). Apabila tidak memenuhi syarat uji parametrik, akan dilakukan transformasi. Jika pada uji ANOVA menghasilkan nilai p<0,05 maka akan dilanjutkan dengan melakukan analisis post hoc pairewise comparisson untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan. Apabila hasil transformasi tidak memenuhi syarat digunakan uji Friedman dan dilanjutkan dengan uji Wilcoxon. Pengolahan data menggunakan program SPSS versi 17.0 (Dahlan, 2011).
(2)
Aljady, A.M., Kamaruddin, M.Y., Jamal, A.M., Yassim, M.Y.M. 2000. Biochemical study on the efficacy of malaysian honey on inflicted wounds: an animal model. Medical Journal of Islamic Academy Sciences.
Bangroo, A.K., Khatri, R., Chauhan, S. 2005. Honey dressing in pediatric burn. Medical Journal of Pediatric Surgery Departemen of Delhi.
Badan Standar Nasional. 2008. Persyaratan Mutu Madu berdasarkan SNI 01-3545-2004. Diakses tanggal 14 Oktober 2012
Bessey, P. Q., Caruso, D., Casavant, C., Edelman, L., Jeng, J., Kemalyan, N., Christopher. 2011. America burn association national burn repository 2011. America Burn Association National Burn.
Brunicardi, F.C., Anderson, D., Dunn D.L. 2005. Schwartz’s Principles of Surgery. 8thedition. New York: McGraw-Hill Medical Publising.
Dahlan, M. S. 2011.Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel Edisi 3 Seri Evidence Based Medicine 2. Jakarta : Salemba Medika.
Dahlan, M. S. 2011. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Edisi 5 Seri Evidence Based Medicine 1. Jakarta : Salemba Medika.
Delaune dan Ladner. 2002. Fundamental of Nursing, standards & practice second edition. USA: Delmar
Dina, D., Sunarto, Taqiyah, B. 2008. Pengaruh Frekuensi Perawatan Luka Bakar Derajat II Dengan Madu Nectar Flora Terhadap Lama Penyembuhan Luka.Jurnal Fakultas Keprawatan Universitas Brawijaya.
(3)
77
Handian, Feriana, I. 2006. Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora Dibandingkan Dengan Silversulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut. Jurnal Fakultas Keprawatan Universitas Brawijaya.
Hammad, S. 2007.Terapi Madu.Jakarta : Pustaka Iman.
Hammad S. 2009.99 Resep Sehat dengan Madu. Solo: Aqwamedika.
Hardjosaputra, S.L., Purwanto. 2008.Daftar Obat di Indonesia(DOI) Edisi 11. Jakarta : PT. Muliapurna Jayaterbit.
Hassanein, S.M., Hassan M. G., Rahman, A., Hassan A. 2010. Honey Compared with Some Antibiotics against Bacteria Isolated From Burn-wound Infections of Patients in Ain Shams University Hospital. Department Microbiologi, Facultas Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Ain Shams, Kairo, Mesir.
Hasibuan, MM. 2008. Analisis permintaan madu mutiara tugu ibu oleh konsumen rumah tangga di Kota Depok dan Bogor. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Diakses tanggal 13 oktober 2012. Khan, F. R., Abadin, Z. Ul. Rauf, N. 2007. Review Article: Honey: Nutritional
and Medicinal Value. International Journal of Clinical Practise, Volume 61, Number 10.
Kusumawati, R.D. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Ny. S dengan Combustio Grade II di Bangsal Mawar III RSUD Sragen. Jurnal Keperawatan Universitas Muhammadiyyah Surakarta.
Lotfi A. 2008. Use of Honey as a Medical Product in Wound Dressing (Human and Animal Studies): A Review , Res. J. Biol Sci., 3 (1): 136-140.Medwel Journals.
Manjas, M., Usman, F., Agus, S. 2006. Is Amnion Cream Also Effective in Collagen Formation For Wound Healing (Wistar Rats Wound Experimental Studies). Proceedings Of The 11th International Conference on Tissue Banking, 2006 Nov 24-26; Mumbai, India. Tata Memorial Hospital.Medical Journals of Andalas University.
(4)
Marieb, E. N. 2001. Human Anatomy and Physiology Fifth Edition. Benjamin Cummings.
Moenadjat, Y. 2001. Luka bakar Pengetahuan Klinis Praktis. Edisi kedua. Jakarta: Fakultas kedokteran universitas Indonesia ; p:l-82.
Molan, P.C. 2006. The Evidence Supporting the Use of Honey as a Wound Dressing.Medical Journal of Waikato University, Hamilton, New Zealand. Momoh, U.E., Nwachi, S., Eraga 2008. Evaluation Of Burns Healing Effects Of Natural Honey, Dermazine Cream And Their Admixture. African Journals Online.
Moore, K. L., dan Agur, A.M.R. 2003. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates
Moore A., Campbel, F., Seers, K., McQuay, H.J., Moore, R.A. 2001. Systematic Review of The Use of Honey as a Wound Dressing, BMC-Comlementary and Alternative Medicine, Volume 1:2. Biomed Central Complementary and Alternative Medicine Of Journals.
Morison, M.J. 2004.Manajemen Luka. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Mundo, M.A., Olga, I., Zakour, P., dan Worobo, R.W. 2004. Growth Inhibition of Food Pathogens and Food Spoilage Organisms by Selected Raw Honeys.
International Journal of Microbiology97: 1-8.
Nagaoka, T., Kaburagi, Y., Hamaguchi, Y., Hasegawa M., Takehara, K., Steeber, D. 2000. Delayed Wound Healing in The Absence of Intercellular Adhesion Molecule-1 or L-Selectin Expression. Am. J. Pathol. 2000;157:237-47. Department of Dermatology, Kanazawa University School of Medicine, Ishikawa, Japan.
Nowak, TJ. Handford, AG. 2004. Pathophisiology Concepts and Application For Health Care Professionals Third Edition.New york: Mc Graw Hill.
Nuvo, 2012. Nuvo Research First Quarter Report 2012 about Oxoferin. Diakses tanggal 10 oktober 2012.
(5)
79
Potter, P.A., Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa : Renata Komalasari, dkk. Jakarta : EGC.
Putriwindani, R.M. 2011. Analisis Proses Keputusan Pembelian Dan Kepuasan Konsumen Madu Pramuka di PT. Madu Pramuka Serta Implikasinya Terhadap Bauran Pemasaran.Repository Institut Pertanian Bogor.
Robert, H.D., DeSanti, L. 2002. Managing The Burn Wound. Brigham and
Women’s Hospital. Burn Center, Harvard Medical School, Boston.
Sakri, F.M. 2012.Madu dan Khasiatnya Suplemen Sehat Tanpa Efek Samping. Diandra Pustaka Indonesia : Yogyakarta.
Sardjono, U.S., Handoko, T., Zubaidi, J., Sunaryo, Sukarban, S. 2007. Farmakologi dan Terapi Edis 5 Bagian farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Gaya Baru : Jakarta.
Subrahmanyam, M., Archan, H., dan Pawar, S.G. 2001. Antibacterial Activity of Honey on Bacteria Isolated From Wounds, Annal of Burns and Fire Disasters., 14: 1-22.Medical Journal Of NCBI.
Suratman, Sumiwi, S.A., Gozali, D. 1996. Pengaruh Ekstrak Antanan Dalam Bentuk Salep Krim Dan Jelly Terhadap Penyembuhan Luka Bakar. Medical Journals of LIPI.
Taormina, P.J., Niemira, B.A., Beuchat, L.R. 2001. Inhibitory Activity of Honey Against Foodborne Pathogens as Influenced by The Presence of Hydrogen Peroxide and Level of Antioxidant Power.International Journal of Food Microbiology217-225.
Taylor, C., Lillis, C., LeMone, P., Lynn, P. 2008. Fundamental Of Nursing: The Art Science Of Nursing Care.Philadelphia: J.B.Lippincott Company.
Wali and Saloom. 1999. Effect of Topical Honey on Post-Operative Wound Infection due to Gram Positive and Gram Negative Bacteria Folloeing Caesarean Section and Hysterectomies. European Journal of Medical Research.
(6)
White. 1998. Honey (Scientific Report). Office of Complementary Medicines. Edisi Desember 1998.
World Fire Statistics Center. 2011. Information Bulletin of The World Fire Statistics Center. October 2011 (No. 27).Geneva.
Yapuca, G., Ülkü, Eser, Ismet. 2007. Effectiveness of a Honey Dressing for Healing Pressure Ulcer. Journal of Wound, Ostomy, and Continence Nursing (WOCN), Volume 34, Issue 2, The Cochrane Database of Systematic Review.