PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II ANTARA PEMBERIAN TOPIKAL DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) TUMBUK DAN HIDROGEL PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague Dawley
PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II ANTARA PEMBERIAN TOPIKAL DAUN BINAHONG
(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) TUMBUK DAN HIDROGEL PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague Dawley
Oleh
ABDI NUSA PERSADA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Jurusan Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2014
(2)
ABSTRACT
THE SECOND DEGREE BURNS HEALING RATE COMPARISON BETWEEN TOPICAL MASHED BINAHONG
(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) AND HYDROGEL ON WHITE RATS (Rattus norvegicus) Sprague Dawley STRAIN
By
ABDI NUSA PERSADA
Second degree burns is the most frequently wound that found at house. Hydrogel is the standard therapy for burns. Another treatment for burns is binahong. The aim of this study is to know the healing rate of topical mashed binahong compares to hydrogel on white rats (Rattus norvegicus) sprague dawley strain’s second degree burns.
This experimental research is using post test only controlled group design method requiring 6 white rats and each of them is given with 3 different treatments for 14 days. The treatments are consist of control group, binahong group, and hydrogel group. Measurement of burns diameter is performed on skin of white rats and the sample is taken for the microscopic examination after 14 days of therapy.
The result shows that binahong treatment can reduce the diameter of burns significantly on day 14th compared to hydrogel. with p<0,05 (0,03) but on microscopic appearance, a small number is discovered between binahong and hydrogel, with p>0,05 (0,188).
The conclusion are (1) the healing level in second degree burns with binahong therapy is higher than hydrogel on the macroscopic appearance. (2) there is no significant differences between binahong group treatment and hydrogel treatment on the microscopic appearance of the skin.
Keywords: Anredera cordifolia (Ten.) Steenis, binahong, hydrogel, second degree burns.
(3)
ABSTRAK
PERBANDINGAN TINGKAT KESEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II ANTARA PEMBERIAN TOPIKAL DAUN BINAHONG
(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) TUMBUK DAN HIDROGEL PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague Dawley
Oleh
ABDI NUSA PERSADA
Luka bakar derajat II adalah luka bakar yang ditemukan terbanyak dan paling sering terjadi di rumah. Hidrogel sebagai obat standar luka bakar memberikan efek penyembuhan yang baik. Berbagai penelitian juga telah menunjukkan bahwa pemberian binahong efektif dalam penyembuhan luka bakar derajat II. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan tingkat kesembuhan luka bakar derajat II antara pemberian topikal daun binahong tumbuk dan hidrogel pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur sprague dawley.
Penelitian eksperimental ini menggunakan post test only controlled group design terhadap 6 ekor tikus putih yang masing-masing diberi 3 perlakuan selama 14 hari. Perlakuan terdiri atas kelompok kontrol, kelompok binahong, dan kelompok hidrogel. Pada tikus putih dilakukan pengukuran diameter luka dan sampel diambil untuk pemeriksaan mikroskopis setelah 14 hari pengobatan.
Hasil penelitian menunjukkan pemberian binahong dapat mengurangi diameter luka bakar secara signifikan pada hari ke–14 dibandingkan hidrogel dengan p<0,05 (0,003) namun pada gambaran mikroskopis didapatkan nilai yang tidak bermakna dengan p>0,05 (0,188).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah (1) tingkat kesembuhan luka bakar derajat II dengan pemberian binahong lebih tinggi dibandingkan hidrogel pada gambaran makroskopis kulit tikus. (2) tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan binahong dan hidrogel pada gambaran mikroskopis kulit tikus.
Kata kunci: Anredera cordifolia (Ten.) Steenis, binahong, hidrogel, luka bakar derajat II
(4)
(5)
(6)
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Manfaat Penelitian... 5
E. Kerangka Penelitian ... 5
1. Kerangka Teori... ... 5
2. Kerangka Konsep ... 9
F. Hipotesis... ... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Luka Bakar... .... ...10
1.Definisi... ...10
2. Etiologi... ... ...10
3. Derajat Luka Bakar... . ...11
4. Luas Luka Bakar... ...13
5. Patofisiologi ... ...13
B. Fase Penyembuhan Luka. ... ...14
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka ... 16
(7)
1. Gambaran Umum... ... .17
2. Klasifikasi... ....18
3. Kandungan Binahong ... 19
E. Manfaat Binahong dan Berbagai Penelitian Terkait Binahong ... 19
F. Hidrogel... ... 20
1. Gambaran Umum... ... ...20
2. Penelitian Terkait Hidrogel Untuk Penyembuhan Luka ... ...20
III. METODE PENELITIAN A.Desain Penelitian ... 21
B.Waktu dan Tempat Penilitian ... 21
C.Subjek Penelitian ... 22
1. Populasi ... 22
2. Sampel ... 22
D.Kritera Inklusi dan Eksklusi ... 23
1. Kriteria Inklusi ... 23
2. Kriteria Eksklusi ... 24
E. Bahan dan Alat Penilitian ... 24
1. Bahan Penilitian ... 24
2. Alat Penilitian ... 24
F. Variabel Penelitian ... 25
1. Variabel Bebas ... 25
2. VariabelTerikat ... 25
G.Definisi Operasional ... 26
H.Prosedur Penelitian ... 27
1. Pembuatan Luka Bakar derajat II ... 27
2. Prosedur Penanganan Luka Bakar Derajat II ... 28
3. Prosedur Pengelolaan Hewan Coba Pasca Penelitian ... 29
4. Prosedur Operasional Pembuatan Slide ... 29
5. Prosedur Penilaian Tingkat Kesembuhan Luka Bakar ... 31
I. Cara Penilaian Tingkat Kesembuhan Luka Bakar Derajat II ... 33
1. Penilaian Secara Makroskopis ... 33
2. Penilaian Secara Mikroskopis ... 34
(8)
iii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ... 37
1.Tingkat Kesembuhan Luka Bakar Berdasarkan Penilaian Secara Makroskopis ... 37
2.Tingkat Kesembuhan Luka Bakar Berdasarkan Penilaian Secara Mikroskopis ... 42
B. Pembahasan ... 47
1. Makroskopis ... 47
2. Mikroskopis ... 48
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 52
B. Saran... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
(9)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram Kerangka Teori... ... 8
2. Diagram Kerangka Konsep... ... 9
3. Luka Bakar Derajat I ... 11
4. Luka Bakar Derajat II... 12
5. Luka Bakar Derajat III ... 12
6. Luas Luka Bakar Pada Orang Dewasa ... 13
7. Mikroskopik Fase Inflamasi ... 15
8. Mikroskopik Fase Proliferasi ... 15
9. Mikroskopik Fase Maturasi... 16
10.Daun Binahong ... 18
11.Diagram Alur Penelitian... ... 32
12.Diameter Luka Bakar... .. 33
13.Rata-Rata Persentase pada Penilaian Makroskopis... 40
14. Mikroskopis Luka Bakar Kulit Tikus... . 43
(10)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Definisi Operasional... 26
2. Tabel Penilaian Mikroskopis... 35
3. Rata-Rata Persentase pada Penilaian Makroskopis ... 38
4. Analisis Shapiro-Wilk Rata-Rata Persentase pada Penilaian Makroskopis... . ...39
5. Tabel Hasil Uji Kruskal-Wallis Rata-Rata Persentase pada Penilaian Makroskopis... .. 40
6. Hasil Uji Mann-Whitney Rata-Rata Persentase pada Penilaian Makroskopis... .. 41
7. Rata-Rata Skor Penilaian Mikroskopis ... 44
8. Analisis Shapiro-Wilk Rata-Rata Skor Penilaian Mikroskopis ... 45
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Analisis Data Gambaran Makroskopis ...58
2. Analisis Data Gambaran Mikroskopis ...62
3. Dokumentasi ...65
(12)
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka bakar merupakan jenis cedera yang dapat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibanding dengan cedera lain. Biaya yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi (Sjamsuhidajat, 2005). Luka bakar dapat disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi (Mansjoer, 2001).
Setiap tahun, sekitar 1 juta orang menderita luka bakar di Amerika Serikat (Edelman, 2009). Luka bakar paling sering terjadi di rumah dan yang ditemukan terbanyak adalah luka bakar derajat II (Nurdiana dkk,
2008). Pasien yang mengalami luka bakar pada umumnya mengalami
penderitaan, kehilangan kepercayaan diri dan mengeluarkan biaya yang relatif banyak untuk penyembuhan (Sjamsuhidajat, 2005). Angka mortalitas pasien luka bakar di RSU Cipto Mangunkusumo Jakarta mencapai 27,6% pada tahun 2012 (Martina & Wardhana, 2013).
(13)
Penderita luka bakar memerlukan pengobatan langsung untuk mengembalikan fungsi kulit normal (Cuttle et al., 2006). Salah satu terapi modern luka bakar saat ini adalah dengan mengoleskan hidrogel sebagai obat topikal (Erizal, 2008).
Hidrogel efektif digunakan untuk luka bakar derajat II. Kandungan dalam hidrogel dapat memberikan efek pendingin dan kelembaban pada luka saat fase proliferasi. Jaringan luka yang kehilangan protein akan digantikan oleh gliserin (Erizal, 2008).
Pengobatan tradisional menggunakan tanaman telah berkembang di antara pengobatan modern saat ini karena besarnya potensi kesembuhan dan beban keuangan yang lebih ringan. Salah satu tanaman yang memiliki khasiat dalam mengobati luka bakar derajat II adalah binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) (Rohmawati, 2007).
Daun binahong mengandung asam askorbat, asam oleanolik dan saponin (Rohmawati, 2007). Asam askorbat dapat mempercepat penyembuhan luka (Guyton & Hall., 2009). Asam oleanolik mempunyai khasiat anti inflamasi dan bisa mengurangi rasa nyeri pada luka bakar (Rohmawati, 2007). Saponin mempunyai kemampuan sebagai pembersih dan mampu memacu pembentukan kolagen I yang merupakan suatu protein yang berperan dalam penyembuh luka
(14)
3
(Suratman et al., 1996). Cara penggunaan daun binahong sebagai salah satu pengobatan luka bakar masih sangat sederhana yaitu daun binahong ditumbuk sampai halus kemudian dibalurkan pada kulit yang terkena luka bakar (Webb & Harrington, 2005).
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana perbandingan tingkat kesembuhan luka bakar derajat II antara pemberian topikal daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) tumbuk dan hidrogel pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley.
B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas maka dirumuskan suatu masalah yaitu bagaimana perbandingan tingkat kesembuhan luka bakar derajat II antara pemberian topikal daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) tumbuk dan hidrogel pada tikus putih (Rattusnorvegicus) galur Sprague Dawley.
(15)
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui perbandingan tingkat kesembuhan luka bakar derajat II antara pemberian topikal daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) tumbuk dan hidrogel pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui tingkat kesembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley yang diberi daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) tumbuk secara topikal.
b. Mengetahui tingkat kesembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley yang diberi hidrogel secara topikal.
c. Mengetahui perbedaan tingkat kesembuhan luka bakar derajat II antara pemberian topikal daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) tumbuk dan hidrogel pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley.
(16)
5
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: a. Peneliti
Menambah wawasan tentang manfaat pemberian topikal daun binahong tumbuk dalam perawatan luka bakar derajat II..
b. Masyarakat/pasien
Memberikan informasi tentang manfaat pemberian topikal daun binahong tumbuk dalam perawatan luka bakar derajat II.
c. Peneliti lain
Menjadi bahan referensi atau pustaka yang dapat dikembangkan dalam penelitian selanjutnya.
E. Kerangka Penelitian
1. Kerangka Teori
Proses penyembuhan luka bakar terbagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase poliferasi, dan fase maturasi (Syamsuhidajat, 2005). 1) Fase inflamasi
Fase ini berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari kelima. 2) Fase proliferasi
(17)
3) Fase maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke–21 dan berakhir 1–2 tahun.
Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (InETNA, 2004).
a. Faktor instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan meliputi usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi, DM, Arthereosclerosis).
b. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka meliputi pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan (InETNA, 2004).
Hidrogel adalah salah satu jenis makromolekul polimer hidrofilik yang berbentuk jaringan berikatan silang, mempunyai kemampuan mengembang dalam air (swelling), serta memiliki daya difusi air yang tinggi. Sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan akan bahan baru di bidang kesehatan, aplikasi hidrogel pada beberapa tahun belakangan ini diteliti dan dikembangkan untuk aplikasi di bidang biomedis. Salah satu aplikasi hidrogel dengan prospek yang menjanjikan adalah untuk pembalut luka bakar. Hal
(18)
7
ini didasarkan pada sifat fisik lainnya dari hidrogel yaitu kemampuannya dalam mengekang air, bersifat sebagai pembasah permukaan dan biokompatibel terhadap tubuh (Erizal, 2008).
Pada penelitian tentang kandungan daun-daun tanaman ditemukan bahwa di dalam daun binahong terdapat aktivitas asam oleanolik, asam askorbat, dan saponin. Kandungan asam askorbat pada binahong dapat meningkatkan daya tahan terhadap infeksi, memelihara membran mukosa dan mempercepat penyembuhan luka. Daun binahong juga mempunyai kandungan asam oleanolik yang mempunyai khasiat anti inflamasi dan bisa mengurangi rasa nyeri pada luka bakar (Rohmawati, 2007). Saponin pada daun binahong mempunyai efek sebagai pembersih dan mampu memacu pembentukan kolagen I yang merupakan suatu protein yang berperan dalam penyembuh luka (Suratman dkk., 1996).
(19)
Gambar 1. Diagram kerangka teori faktor penyembuhan luka, proses penyembuhan luka, efek daun binahong dan hidrogel.
Daun Binahong Hidrogel
Inflamasi (1-5 hari)
Proliferasi (6-21 hari)
Maturasi (> 21 hari) Proses Penyembuhan
Luka Bakar Sembuh
-Hidrogen Peroksida -Air
-Gliserin Asam Oleanolik -Asam Askorbat
- Saponin Faktor Intrinsik
- usia
- status nutrisi dan hidrasi - oksigenasi dan perfusi jaringan - imunologi
- penyakit penyerta
Faktor Ekstrinsik - pengobatan - radiasi - infeksi - iskemia - trauma jaringan
(20)
9
2. Kerangka Konsep
Berikut ini adalah diagram kerangka konsep topikal daun binahong tumbuk, hidrogel dan penyembuhan jaringan pada luka bakar.
Gambar 2. Diagram kerangka konsep pemberian topikal daun binahong, hidrogel dan penyembuhan jaringan pada luka bakar derajat 2
Keterangan:
: Diteliti : Tidak Diteliti
B. Hipotesis
Tingkat kesembuhan luka bakar derajat II dengan pemberian topikal daun binahong tumbuk lebih baik dibandingkan hidrogel pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley.
Luka Bakar Derajat II
+ Aquades + Daun Binahong + Hidrogel
(21)
III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan metode post test only controlled group design.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pet House Fakultas Kedokteran Universitas Lampung sebagai tempat adaptasi dan perlakuan pada hewan percobaan, sedangkan pembuatan preparat dan pengamatannya dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi dan Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan selama bulan Oktober 2013-Januari 2014.
(22)
22
C. Subjek penelitian
1. Populasi
Populasi target meliputi tikus putih jantan galur Sprague Dawley. Populasi terjangkau meliputi tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang berusia 3 bulan yang diperoleh dari laboratorium Balai Penelitian Veteriner Bogor.
2. Sampel
Pemilihan sampel digunakan dengan cara simple random sampling. Penentuan besar sampel dengan menggunakan rumus frederer:
t(n-1) ≥ 15
dimana: t = banyaknya kelompok perlakuan n = jumlah sampel per kelompok perlakuan t(n-1) ≥ 15
3(n-1) ≥ 15 3n-3 ≥ 15 3n ≥ 15+3 3n ≥ 18 n ≥ 6
Ada 3 kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok perlakuan mendapatkan 6 sampel. Jadi total besar sampel yang dibutuhkan adalah 18 sampel. Penelitian ini menggunakan 6 tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley masing-masing tikus mendapat 3 kelompok perlakuan.
(23)
Adapun perlakuan yang diberikan pada masing-masing tikus:
1) Sampel kontrol (K1) yaitu bagian tubuh tikus yang diberi luka bakar derajat II dengan diameter 2 cm yang akan dibiarkan sembuh secara normal tanpa pemberian zat aktif.
2) Sampel perlakuan binahong (K2) yaitu bagian tubuh tikus yang diberi luka bakar derajat II dengan diameter 2 cm. Selama proses penyembuhan, akan diberikan daun binahong tumbuk yang diberikan secara topikal 2 kali sehari dan ditutup dengan kassa steril.
3) Sampel perlakuan obat salep hydrogel (K3) yaitu bagian tubuh tikus yang diberi luka bakar derajat II dengan diameter 2 cm. Selama proses penyembuhan luka, diberikan salep hidrogel yang masih tersegel dan tertutup dengan baik secara topikal 2 kali sehari dan ditutup dengan kassa steril.
D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1. Kriteria Inklusi:
a. Sehat (tidak tampak penampakan rambut kusam, rontok, atau botak, dan bergerak aktif)
b. Berjenis kelamin jantan c. Berusia sekitar 3–4 bulan d. Berat sekitar 150-250 gram
(24)
24
2. Kriteria Eksklusi:
a. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi di laboratorium
b. Sakit (penampakan rambut kusam, rontok atau botak dan aktivitas kurang atau tidak aktif, keluarnya eksudat yang tidak normal dari mata, mulut, anus, genital).
E. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan yaitu : hidrogel, daun binahong tumbuk, plester, kassa steril, aquadest, alkohol, ketamine-xylazine, tikus putih (Rattus norwegicus) jantan dewasa galur Sprague Dawley, pakan dan minum tikus ,larutan formalin 10% untuk fiksasi preparat histopatologi, alkohol, etanol, xylol, pewarna hematoksilin dan eosin, entelan dan kamera digital untuk dokumentasi.
2. Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan adalah pisau cukur dan gagangnya, gunting untuk mencukur rambut/bulu tikus, penggaris, sarung tangan steril, bengkok, kom, solder listrik yang ujungnya dimodifikasi dengan logam aluminium berdiameter 2cm, kipas angin, gunting plester, pinset anatomis, spuit 1cc dan jarum, kassa steril, kandang serta botol minum tikus, mikroskop, object glass, cover glass, deck glass, tissue cassette,
(25)
rotary microtome, oven, water bath, platening table, autotechnicom processor, staining jar, staining rak, kertas saring, histoplast, dan parafin dispenser.
F. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas (Independent variable) Pemberian zat aktif pada tikus putih yaitu :
a. Daun binahong tumbuk b. Hidrogel
2. Variabel Terikat (Dependent variable)
Penilaian kesembuhan kulit tikus dengan luka bakar derajat II yaitu : a. Tingkat kesembuhan luka bakar
(26)
26
G. Definisi Operasional
Tabel 1. Definisi Operasional
Variabel Definisi Skala Ukur
Daun binahong tumbuk
Daun binahong yang sudah ditumbuk hingga halus. Dioleskan secara merata pada luka bakar derajat II sebanyak 2x sehari.
Kategorik
Hidrogel Obat yang mengandung 100% hidrogel. Dioleskan secara merata pada luka bakar derajat II sebanyak 2x sehari.
Kategorik
Luka Bakar Derajat II Luka bakar yang dibuat dengan menempelkan solder listrik berdiameter 2cm yang dipanaskan dan diaplikasikan selama 2 detik pada punggung tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley
Ordinal
Tingkat Kesembuhan Luka Bakar
Tingkat kesembuhan luka bakar secara makroskopis yang diamati melalui persentase perubahan ukuran diameter luka bakar pada hari pertama dan ke-14.
Tingkat kesembuhan luka bakar secara mikroskopis diambil dari sediaan histopatologi dengan menilai beberapa parameter penilaian seperti pembentukan kolagen, tingkat pembentukan epitelisasi, dan jumlah sel radang PMN pada tiap sampel. Tiap parameter memiliki skor minimal satu dan maksimal tiga sehingga masing-masing sampel mendapat total skor minimal tiga dan maksimal sembilan. Tiap kelompok perlakuan memiliki enam sampel. Setelah itu, menghitung rata-rata skor enam sampel tiap kelompok perlakuan.
Numerik
(27)
H. Prosedur Penelitian
Sebelum dilakukan perlakuan kepada semua tikus laboratorium, 6 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley dilakukan adaptasi di Pet House Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan diberi pakan standar secukupnya selama 14 hari. Sesudah masa adaptasi, tikus dipisahkan menjadi satu kandang berisi satu ekor tikus. Sebelum dilakukan pembuatan luka bakar pada punggung tikus dilakukan pembiusan lokal dengan lidokain. Dosis lidokain yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 0,2 cc dalam 2 cc aquadest secara subkutan.
1. Pembuatan Luka Bakar derajat II Cara pembuatan luka bakar derajat II
a. Tentukan terlebih dahulu daerah yang akan dibuat luka bakar
b. Hilangkan bulu dengan mencukur sesuai dengan luas area luka bakar yang diinginkan
c. Pasang perlak dan alasnya di bawah tikus yang akan dibuat luka bakar
d. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
e. Lakukan anestesi pada area kulit yang akan dibuat luka bakar dengan dosis 0,2 cc lidokain dalam 2 cc aquades
f. Panaskan solder listrik yang ujungnya dimodifikasi dengan uang logam berdiameter 2 cm yang telah disiapkan selama 30 menit.
(28)
28
g. Tempelkan solder listrik yang ujungnya dimodifikasi dengan uang logam berdiameter 2cm pada kulit tikus yang telah disiapkan selama 2 detik.
2. Prosedur Penanganan Luka Bakar Derajat II
Pada 6 sampel dengan masing-masing sampel dilakukan 3 perlakuan, penanganan luka bakar derajat II dilakukan 2 kali perhari. Sebelum diberikan preparat daun binahong tumbuk pada luka atau pemberian preparat hidrogel, luka dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan air aquadest. Berikut prosedur penanganan luka bakar yang akan dilakukan pada tikus percobaan:
a. Cuci tangan
b. Tempatkan perlak yang dilapisi kain di bawah luka yang akan dirawat. c. Pakai sarung tangan steril dan siapkan kasa.
d. Atur posisi tikus untuk mempermudah tindakan
e. Olesi bagian luka dengan kasa yang telah dibasahi dengan daun binahong tumbuk setebal 2 mm hingga menutup seluruh permukaan luka untuk kelompok perlakuan daun binahong tumbuk.
f. Olesi bagian luka dengan menggunakan Hidrogel setebal 2 mm hingga menutup seluruh permukaan luka untuk kelompok perlakuan Hidrogel. g. Tutup luka dengan kasa steril
h. Untuk kelompok kontrol tanpa balutan dan tidak diberikan zat aktif apapun.
(29)
3. Prosedur Pengelolaan Hewan Coba Pasca Penelitian
Pada akhir penelitian tikus akan dianastesi dengan menggunakan ketamine-xylazine dengan dosis 75-100 mg/kg + 5-10 mg/kg secara intraperitoneal dengan durasi selama 10-30 menit. Kemudian setelah tikus dianastesi kemudian akan dilakukan dislokasi servikal untuk menterminasikan tikus (American Veterinary Medical Association, 2013).
4. Prosedur Operasional Pembuatan Slide
Metode pembuatan preparat histopatologi Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UNILA
a. Prosedur pembuatan blok parafin:
1) Organ telah dipotong secara melintang dan telah difiksasi menggunakan formalin 10% selama 3 jam.
2) Bilas dengan air mengalir. 3) Dehidrasi dengan :
a) Alkohol 70% selama 0,5 jam b) Alkohol 96% selama 0,5 jam c) Alkohol 96% selama 0,5 jam d) Alkohol 96% selama 0,5 jam e) Alkohol absolut selama 1 jam f) Alkohol absolut selama 1 jam g) Alkohol absolut selama 1 jam h) Alkohol xylol 1:1 selama 0,5 jam
(30)
30
Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearing dengan xilol I dan II masing-masing selama 1 jam.
5) Impregnansi dengan parafin selama 1 jam dalam oven suhu 65oC. 6) Pembuatan blok parafin:
Sebelum dilakukan pemotongan blok parafin, parafin didinginkan dalam lemari es. Pemotongan menggunakan rotary microtome dengan menggunakan disposable knife. Pita parafin dimekarkan pada water bath dengan suhu 60oC. Dilanjutkan dengan pewarnaan hematoksilin eosin.
b. Prosedur pulasan HE:
Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, selanjutnya memasukkan ke dalam zat kimia di bawah ini dengan waktu sebagai berikut.
1) Dilakukan deparafinisasi dalam: a) Larutan xylol I selama 5 menit b) Larutan xylol II selama 5 menit c) Ethanol absolut selama 1 jam 2) Hydrasi dalam:
a) Alkohol 96% selama 2 menit b) Alkohol 70% selama 2 menit c) Air selama 10 menit
3) Pulasan inti dibuat dengan menggunakan: a) Haris hematoksilin selama 15 menit b) Air mengalir selama 10 menit c) Eosin selama maksimal 1 menit
(31)
4) Lanjutkan dehidrasi dengan menggunakan: a) Alkohol 70% selama 2 menit
b)Alkohol 96% selama 2 menit c) Alkohol absolut 2 menit 5) Penjernihan:
a) Xylol I selama 2 menit b)Xylol II selama 2 menit
6) Mounting dengan entelan lalu tutup dengan deck glass.
5. Prosedur Penilaian Tingkat Kesembuhan Luka Bakar. a. Prosedur penilaian secara makroskopis
1) Mengukur diameter luka tiap sampel pada hari pertama 2) Mengukur diameter luka tiap sampel pada hari ke-14
3) Menghitung rata-rata persentase perubahan diameter luka tiap sampel b. Prosedur penilaian secara mikroskopis
1) Mengambil sampel biopsi yang sudah jadi dalam bentuk slide
2) Menilai tingkat pembentukan epitelisasi, jumlah sel radang PMN dan tingkat pembentukan kolagen pada perbesaran 40x lalu dilanjutkan dengan perbesaran 100x hingga 400x.
(32)
32
Berat badan tikus ditimbang
Tikus 1 Tikus 2 Tikus 3 Tikus 4 Tikus 5 Tikus 6
Diadaptasi selama 7 hari
Masing-masing tikus diberi luka bakar pada 3 lokasi perlakuan dengan logam panas berdiameter 2 cm
Terdapat 18 sampel luka bakar Diberi perawatan selama 14 hari
Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3
dibersihkan dengan dibersihkan dengan dibersihkan dengan aquades 1 x sehari aquades dan dressing aquades dan dressing
daun binahong tumbuk hidrogel tebal 2 x sehari 2 x sehari
Tikus diterminasi dengan dislokasi servikal
Mengambil sampel biopsi pada daerah luka bakar pada hari ke-14 Mengukur diameter luka
Sampel dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi FK UNILA Interpretasi hasil
(33)
I. Cara Penilaian Tingkat Kesembuhan Luka Bakar Derajat II.
1. Penilaian Secara Makroskopis
Gambaran makroskopis penyembuhan luka dinilai dengan dilakukannya 2 kali pengukuran pada hari pertama dan hari terakhir penyembuhan dengan batas waktu penelitian selama 14 hari untuk melihat perbedaannya. Selama penelitian digunakan teknik observasi eksperimen dimana 3 perlakuan pada masing-masing tikus dilakukan pengamatan pada hari ke–1 dan 14 untuk melihat penyembuhan luka secara makroskopis. Diameter luka bakar rata-rata dihitung dengan cara seperti dibawah ini (Suratman et al., 1996).
Gambar 12. Diameter Luka Bakar.
Luka yang terjadi diukur diameternya seperti gambar 12.Kemudian dihitung diameter rata-ratanya dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan : = Diameter luka hari ke x
dx (4) dx (2)
dx (1)
(34)
34
Untuk mengukur persentase kesembuhan dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
= Persentase penyembuhan hari ke
= diameter luka hari pertama
= diameter luka hari ke
2. Penilaian Secara Mikroskopis
Tingkat kesembuhan luka bakar secara mikroskopis diambil dari sediaan histopatologi dengan menilai pembentukan kolagen, tingkat pembentukan epitelisasi, dan jumlah sel radang PMN yang diinterpretasikan dalam total skor rata-rata (Manjas & Henky, 2010). Gambaran preparat kulit tersebut dipresentasikan dalam bentuk skor penilaian mikroskopis pada Tabel 2
(35)
Tabel 2. Tabel Penilaian Mikroskopis.
Parameter dan Deskripsi Skor
Derajat pembentukan kolagen
Kepadatan kolagen lebih dari jaringan normal per lapangan pandang kecil mikroskop
Kepadatan kolagen sama dengan jaringan normal per lapangan pandang kecil mikroskop
Kepadatan kolagen kurang dari jaringan normal per lapangan pandang kecil mikroskop
3
2
1
Derajat terjadinya epitelisasi
Epitelisasi normal per lapangan pandang kecil mikroskop
Epitelisasi sedikit per lapangan pandang kecil mikroskop
Tidak ada epitelisasi per lapangan pandang kecil mikroskop
3 2 1
Jumlah sel radang PMN per lapangan pandang
Terdapat 1-5 sel radang PMN per lapangan pandang
Terdapat 6-10 sel radang PMN per lapangan pandang
Terdapat 11-15 sel radang PMN per lapangan pandang
3 2 1
Dilakukan penghitungan skor dengan cara menghitung total skor parameter dari masing-masing sampel sehingga didapatkan kisaran skor sebesar 3-9 pada tiap sampel. Setelah itu, dihitung rata-rata skor per kelompok perlakuan.
(36)
36
J. Pengolahan dan Analisis Data
Hasil penelitian lalu akan dianalisis apakah memiliki distribusi normal (p>0,05) atau tidak secara statistik dengan uji normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah sampel ≤50. Jika varians data berdistribusi normal akan dilanjutkan dengan metode uji parametrik ANOVA repeated (Analize of Varian). Apabila tidak memenuhi syarat uji parametrik, akan dilakukan transformasi. Namun, jika tidak dapat ditransformasi maka dilakukan uji Kruskal-Wallis. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak komputer.
(37)
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Tingkat kesembuhan luka bakar derajat II dengan pemberian topikal daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) tumbuk pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley secara makroskopis yaitu 69,96 % dan secara mikroskopis yaitu sebesar 4,5±0,548.
2. Tingkat kesembuhan luka bakar derajat II dengan pemberian hidrogel pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley secara makroskopis yaitu 60,67 % dan secara mikroskopis yaitu sebesar 4,5±1,378.
3. Tingkat kesembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley dengan pemberian topikal daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) tumbuk lebih cepat dibandingkan hidrogel secara makroskopis, namun secara mikroskopis tidak ada perbedaan signifikan diantara keduanya.
(38)
53
B. Saran
1. Peneliti menyarankan pada masyarakat bahwa dapat menjadikan daun binahong tumbuk yang diberikan secara topikal sebagai pengobatan tradisional pada luka bakar derajat II.
2. Peneliti lain disarankan untuk menguji lebih lanjut mengenai manfaat ekstrak daun binahong terhadap luka bakar derajat II.
3. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut dengan jangka waktu lebih lama pemberian topikal daun binahong secara tumbuk dan hidrogel terhadap gambaran makroskopis dan mikroskopis kulit.
(39)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Hlm 1293
Cuttle L, Kempfh M, Phillips G E, Mill J, Hayes M T, Fraser J F, et al. 2006. A porcine deep dermal partial thickness burn model with hypertrophic scarring. Burns.32: 806-820.
Dahlan S. 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Hlm 1-245
Dealey, C. 2004. Epithelization-the care of wounds. Blackwell Science. Oxford. 99: 620-624
Edelman L S, Cook L, Saffle J R. 2009. Using probabilistic linkage of multiple databases to describe burn injuries in utah. Burn Care Research. 30:983 Erizal. 2008. Pengaruh pembalut hidrogel kopolimer polivinilpirrolidon (PVP)-κ
-karaginan hasil iradiasi dan waktu penyembuhan pada reduksi diameter luka bakar tikus putih wistar. Indo Journal Chem. 8(2): 271 – 278.
Gitarja, WS. 2002. Perawatan Luka. Bogor: Wocare Indonesia. Hlm 7-13
Guyton A C dan Hall J E. 2006. Buku Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Hlm 1123
Hettiaratchy S. 2004. ABC of burns; initial management of major burn: II-assesment and resuscitation. BMJ. 329: 101-103.
Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA). 2004. Perawatan Luka. Makalah Mandiri. Jakarta: RS Dharmais. Hlm 5-15.
Manoi F. 2009. Binahong (anredera cordifolia) sebagai obat. Majalah Warta. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hlm 3-5
Manjas M dan Henky J. 2010. Penggunaan krim amnion pada penyembuhan luka sayatan tikus wistar. Majalah Kedokteran Indonesia. 60(6): 268-272.
(40)
55
Mansjoer A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Hlm 396
Martina N R dan Wardhana A. 2013. Mortality analysis of adult burn patients. Burn. 2:96-100
Morison dan Moya J. 2004. Manajemen Luka. Jakarta: EGC. Hlm 1-5
Novriansyah, R. 2008. Perbedaan kepadatan kolagen di sekitar luka insisi tikus wistar yang dibalut kassa konvensional dan penutup oklusif hidrokoloid selama 2 dan 14 hari. (Tesis). Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah Universitas Diponegoro. Hlm 1-8
Nurdiana, Hariyanto, Musrifah. 2008. Perbedaan kecepatan penyembuhan ;luka bakar derajat II antara perawatan luka menggunakan virgin coconut oil (cocos nucifera) dan normal salin pada tikus putih (rattus novergicus) strain wistar. Skripsi. Malang: FK UB. Hlm 3.
Pink A. 2004. Gardening for the million. Melbourne: Project Gutenberg Literary Archive Foundation. pp 1.
Potter dan Perry. 2005. Fundamental keperawatan; konsep, proses, dan praktik. Jakarta: EGC. Hlm 112-121.
Rohmawati A. 2007. Pengaruh pemberian topikal daun binahong (anredera cordifolia (ten.) steenis) tumbuk terhadap penyembuhan luka bakar pada mencit. Skripsi. Solo: FK UNS. Hlm 18-25.
Sjaifudin N. 2006. Penanganan luka bakar. Surabaya: FK UNAIR. Hlm 20-21 Smeltzer. 2002 . Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Hlm 73-75
Suratman, Sumiwi S A, Gozali D. 1996. Pengaruh ekstrak antanan dalam bentuk salep, krim dan jelly terhadap penyembuhan luka bakar. Cermin Dunia Kedokteran. 108: 31-36.
Suwiti N K. 2011. Deteksi histologik kesembuhan luka pada kulit pasca pemberian daun mengkudu (Mmorinda citrifolia Linn.). Skripsi. Bali: FKH UNUD.Hlm 3-7.
Syamsuhidajat R dan Wim D J. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Hlm 72-101.
Thomas R. 2007. Wound Healing. http://emedicene.com/ent/TOPIC13 HTM. Webb H J and Harrington K C. 2005. Control strategies for madeira vine
(41)
Yang H Z, Wang W K, Yuan L L, Wang S B, Luo G X, Li S R, et al. 2013. Multi center clinical trial of flamigel (hydrogel dressing) for the treatment of residual burn wound. PubMed.gov. 2:177-180
(1)
(p>0,05) atau tidak secara statistik dengan uji normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah sampel ≤50. Jika varians data berdistribusi normal akan dilanjutkan dengan metode uji parametrik ANOVA repeated (Analize of Varian). Apabila tidak memenuhi syarat uji parametrik, akan dilakukan transformasi. Namun, jika tidak dapat ditransformasi maka dilakukan uji Kruskal-Wallis. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak komputer.
(2)
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Tingkat kesembuhan luka bakar derajat II dengan pemberian topikal daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) tumbuk pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley secara makroskopis yaitu 69,96 % dan secara mikroskopis yaitu sebesar 4,5±0,548.
2. Tingkat kesembuhan luka bakar derajat II dengan pemberian hidrogel pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley secara makroskopis yaitu 60,67 % dan secara mikroskopis yaitu sebesar 4,5±1,378.
3. Tingkat kesembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley dengan pemberian topikal daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) tumbuk lebih cepat dibandingkan hidrogel secara makroskopis, namun secara mikroskopis tidak ada perbedaan signifikan diantara keduanya.
(3)
binahong tumbuk yang diberikan secara topikal sebagai pengobatan tradisional pada luka bakar derajat II.
2. Peneliti lain disarankan untuk menguji lebih lanjut mengenai manfaat ekstrak daun binahong terhadap luka bakar derajat II.
3. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut dengan jangka waktu lebih lama pemberian topikal daun binahong secara tumbuk dan hidrogel terhadap gambaran makroskopis dan mikroskopis kulit.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. Hlm 1293
Cuttle L, Kempfh M, Phillips G E, Mill J, Hayes M T, Fraser J F, et al. 2006. A porcine deep dermal partial thickness burn model with hypertrophic scarring. Burns. 32: 806-820.
Dahlan S. 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Hlm 1-245
Dealey, C. 2004. Epithelization-the care of wounds. Blackwell Science. Oxford. 99: 620-624
Edelman L S, Cook L, Saffle J R. 2009. Using probabilistic linkage of multiple databases to describe burn injuries in utah. Burn Care Research. 30:983 Erizal. 2008. Pengaruh pembalut hidrogel kopolimer polivinilpirrolidon (PVP)-κ
-karaginan hasil iradiasi dan waktu penyembuhan pada reduksi diameter luka bakar tikus putih wistar. Indo Journal Chem. 8(2): 271 – 278.
Gitarja, WS. 2002. Perawatan Luka. Bogor: Wocare Indonesia. Hlm 7-13
Guyton A C dan Hall J E. 2006. Buku Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Hlm 1123
Hettiaratchy S. 2004. ABC of burns; initial management of major burn: II-assesment and resuscitation. BMJ. 329: 101-103.
Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA). 2004. Perawatan Luka. Makalah Mandiri. Jakarta: RS Dharmais. Hlm 5-15.
Manoi F. 2009. Binahong (anredera cordifolia) sebagai obat. Majalah Warta. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hlm 3-5
Manjas M dan Henky J. 2010. Penggunaan krim amnion pada penyembuhan luka sayatan tikus wistar. Majalah Kedokteran Indonesia. 60(6): 268-272.
(5)
Morison dan Moya J. 2004. Manajemen Luka. Jakarta: EGC. Hlm 1-5
Novriansyah, R. 2008. Perbedaan kepadatan kolagen di sekitar luka insisi tikus wistar yang dibalut kassa konvensional dan penutup oklusif hidrokoloid selama 2 dan 14 hari. (Tesis). Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah Universitas Diponegoro. Hlm 1-8
Nurdiana, Hariyanto, Musrifah. 2008. Perbedaan kecepatan penyembuhan ;luka bakar derajat II antara perawatan luka menggunakan virgin coconut oil (cocos nucifera) dan normal salin pada tikus putih (rattus novergicus) strain wistar. Skripsi. Malang: FK UB. Hlm 3.
Pink A. 2004. Gardening for the million. Melbourne: Project Gutenberg Literary Archive Foundation. pp 1.
Potter dan Perry. 2005. Fundamental keperawatan; konsep, proses, dan praktik. Jakarta: EGC. Hlm 112-121.
Rohmawati A. 2007. Pengaruh pemberian topikal daun binahong (anredera cordifolia (ten.) steenis) tumbuk terhadap penyembuhan luka bakar pada mencit. Skripsi. Solo: FK UNS. Hlm 18-25.
Sjaifudin N. 2006. Penanganan luka bakar. Surabaya: FK UNAIR. Hlm 20-21 Smeltzer. 2002 . Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Hlm 73-75
Suratman, Sumiwi S A, Gozali D. 1996. Pengaruh ekstrak antanan dalam bentuk salep, krim dan jelly terhadap penyembuhan luka bakar. Cermin Dunia Kedokteran. 108: 31-36.
Suwiti N K. 2011. Deteksi histologik kesembuhan luka pada kulit pasca pemberian daun mengkudu (Mmorinda citrifolia Linn.). Skripsi. Bali: FKH UNUD.Hlm 3-7.
Syamsuhidajat R dan Wim D J. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Hlm 72-101.
Thomas R. 2007. Wound Healing. http://emedicene.com/ent/TOPIC13 HTM. Webb H J and Harrington K C. 2005. Control strategies for madeira vine
(6)
Yang H Z, Wang W K, Yuan L L, Wang S B, Luo G X, Li S R, et al. 2013. Multi center clinical trial of flamigel (hydrogel dressing) for the treatment of residual burn wound. PubMed.gov. 2:177-180