Metode Komparatif Metode Berpikir Seyyed Hossein Nasr

pemikiran-pemikiran manusia hampir melampaui satu abad. 73 Karena itu, tidak mengherankan jika Nasr menyebut kuliah ini sebagai kuliah bergengsi prestigious lecture. Nasr adalah satu-satunya sarjana Muslim - juga intelektual Timur pertama - yang mendapat kehormatan menyampaikan kuliah pada forum ini. 74 Kumpulan ceramahnya ini diterbitkan menjadi buku Knowledge and the Sacred: The Gifford Lecture 1981. Pada 1985, Nasr mengakhiri tugasnya sebagai profesor di Temple University, untuk selanjutnya hijrah ke George Washington University sebagai profesor kajian pemikiran Islam sampai sekarang. Dua tahun kemudian ia menerbitkan bukunya berjudul Traditional Islam in the Modern World 1987. Sewaktu Fazlur Rahman dan Ismail Razi al-Faruqi masih hidup, Nasr dan kedua pemikir ini disebut sebagai tiger intelektual Muslim paling terkemuka di AS sejak dekade 70-an. Ketika tahun 1988, Hartford Seminary Foundation mengadakan konferensi tentang kaum Muslim di AS, untuk aspek intelektualnya, ketiga orang inilah yang dibahas. Selain mengajar, Nasr juga aktif memberikan ceramah dan kuliah di berbagai negara, di samping menulis buku dan artikel.

C. Metode Berpikir Seyyed Hossein Nasr

Dua metode yang mendukung pemikiran Nasr adalah metode komparatif dan metode historis.

1. Metode Komparatif

Metode komparatif adalah suatu metode yang diperlukan untuk melakukan studi perbandingan yang berarti antara tradisi-tradisi religius dan metafisis di Timur dan di Barat. Disiplin ini, terlepas dari apa yang saat ini disebut sebagai filsafat komparatif, merupakan suatu disiplin yang berusaha mempelajari warisan intelektual dari tradisi-tradisi Timur dan Barat. 75 Menurut Nasr apabila metode komparatif ini dipakai dalam kajian keagamaan, maka akan melahirkan bidang studi perbandingan agama. Dari pendekatan ini dapat membuat perbandingan antara doktrin-doktrin mistik dan esoteris agama-agama Timur dan Barat. Belakangan, lewat kajian ini lahir satu bidang ilmu yang dinamakan sebagai “mistisisme komparatif, yang dalam realitasnya adalah salah satu aspek dari studi perbandingan agama. 76 73 Hasan Eaton, Knowledge and the Sacred: Reflections dalam Islamic Quarterly, Vol. xxvi, No. 3, 1982, h. 130. 74 Ibid, Seyyed Hossein Nasr, Knowledge and the Sacred, h. vii. 75 Ibid, Seyyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa, h. 49. 76 Ibid, h. 50. Kemudian apabila metode ini dipraktekkan dalam bidang sains dan filsafat atau metafisika, maka akan dapat diketahui sumber asal dari bidang-bidang tersebut, apakah bersumber dari hasil proses pemikiran semata berdasarkan faka-fakta empiris, atau dari proses penglihatan spritual. Metode ini, diterapkan Nasr untuk mempelajari pemikiran dan filsafat yang berkembang di Barat dan Timur. Sehingga dari hasil kajiannya ini, ia sampai pada kesimpulan bahwa pemikiran dan filsafat yang berkembang di Barat sudah terlepas dari tradisi agamanya. Sementara dari hasil kajiannya tentang pemikiran dan filsafat di Timur. Nasr menemukan kekayaan spiritual yang melandasi pada setiap pemikiran yang muncul. Dari hasil komparasi ini, Nasr menyarankan agar doktrin-doktrin Timur dapat memenuhi tugas yang penting dan mendesak serta mengingatkan Barat kepada kebenaran-kebenaran yang pernah ada dalam tradisinya sendiri yang sekarang telah dilupakan oleh pemikir-pemikirnya. Tujuan akhir dari metode komparatif ini, menurut Nasr, untuk tercapainya saling pengertian antara Timur dan Barat, dan menghilangkan ketegangan yang selama ini muncul, yaitu titik temu yang tidak didasarkan pada sifat manusia yang senantiasa berubah atau humanisme tertentu. Tetapi berdasarkan kebenaran-kebenaran abadi perennial dan metafisis. Intuisi intelektual dan pengalaman spiritual yang merupakan buah dari doktrin- doktrin metafisis inilah yang memungkinkan tercapainya titik temu, yang di dalamnya meliputi transendensi Barat dan Timur. 77

2. Metode Historis