Pengaruh yang Diterima Perjalanan Intelektual Seyyed Hossein Nasr

Pada masa studi di MIT, Nasr, disamping menekuni kedua bidang tersebut, juga secara autodidak menekuni ilmu-ilmu tradisional agama-agama Timur, seperti tradisi Hindu, Budha, dan khususnya tradisi pemikiran Islam. Maka di bawah bimbingan George De Santillana, Nasr mendapat kuliah tentang tradisi Hinduisme, dan diperkenalkan bahwa di Barat tengah terjadi perjuangan makna atau batin untuk mempertemukan titik pandang antara sains, filsafat, dan agama. Nasr, oleh Santillana juga diperkenalkan pemikiran-pemikiran tradisi Timur lewat tulisan-tuliaan Rene Guenon, A.K. Coomaraswamy, F. Shcuon, dan T. Burckhardt. Perkenalannya dengan pemikiran tentang metafisika dan ajaran Timur, memberikan tempat tersendiri dalam intelektual Nasr. Pada awal tahun 1950-an, Nasr terlibat aktif dalam kelompok diskusi terbatas mahasiswa fisika, matematika, dan kimia di MIT. Nasr bersama kelompok intelektual muda ini secara kritis dan tajam mempertanyakan secara menyeluruh landasan pemikiran dan peradaban Barat. Dalam perkembangan lebih lanjut, kelompok ini di bawah pimpinan Theodore Roszak menjadi gerakan counter culture terhadap peradaban Barat Sehingga Nasr selama belajar di Barat menyaksikan sendiri dan bahkan terlibat aktif dalam gerakan tersebut. 53 Dari MIT ini, Nasr berhasil mendapatkan gelar diploma B.S. dan M.A. dalam bidang Fisika dan Matematika pada tahun 1954. Tidak puas dengan bidang studi Fisika dan Mate- matika, Nasr melanjutkan ke Universitas Harvard. Mula-mula ia ambil program Geologi dan Geofisika, tapi kemudian ia tertarik untuk mendalami disiplin ilmu tradisional. Makanya ia kemudian berubah haluan untuk menekuni bidang Filsafat dan Sejarah Ilmu Pengetahuan Philosophy and History of Science, dengan titik tekan pada Islamic Science and Philosophy. 54 Di perguruan tinggi ini, Nasr belajar Sejarah dan Pemikiran Islam dari H.A.R Gibb. Sejarah ilmu Pengetahuan pada George Sarton, dan pada Harry Wolfson dalam Sejarah Teologi den Filsafat. 55 Disertasinya berjudul An Introduction to Islamic cosmological Doctrin, dibimbing langsung oleh orientalis terkenal, H.A.R Gibb. Nasr berhasil meraih gelar Doktor Ph.D. dari Harvard tahun 1958. Setelah direvisi, desertasinya terbit pada tahun 1964 dengan judul yang sama.

3. Pengaruh yang Diterima

Di samping menekuni bidang-bidang tersebut dan menerima pengaruh secara akademis dari guru besarnya di atas lewat bangku kuliah, Nasr dengan tekun juga mengadakan kontak dengan pemikir-pemikir keagamaan tradisional, yang banyak menaruh minat pada sufisme atau dimensi esoterisme agama. Tokoh pemikir yang berpengaruh pada pemikiran Nasr antara lain adalah: Massignon, Henry Corbin, Titus Burckhardt, dan Schoun. Salah satu gagasan penting mereka adalah apa yang disebut dengan Filsafat Perennial, yaitu pemikiran kefilsafatan yang menyangkut 53 Ibid, William C. Chittick, Pengantar, h. xiv. 54 Ibid, Jane I. Smith. “ Seyyed Hossein Nasr, h. 230. 55 Ibid, William C. Chittick, Pengantar, h. xiv. metafisika universal. Perennialisme, nantinya juga dikembangkan oleh Nasr, dan bahkan menjadi landasan berpikirnya, terutama dalam studi agama-agama. Massignon adalah seorang pemikir yang menaruh simpatik pada Islam dan mempunyai pengetahuan universal tentang Islam, terutama Sufisme. Ia pernah menulis disertasinya tentang Tasawwuf al-Hallaj. Di samping menaruh perhatian besar pada sufisme, ia juga sarjana Kristen pertama yang merintis dialog antara agama, terutama titik temu antara Islam dan Katolik. Kontaknya dengan Massignon terjadi sejak Nasr menjadi mahasiswa dan berlangsung terus hingga beberapa bulan sebelum kematian Massignon di awal 1962. 56 Corbin adalah seorang sarjana Protestan, yang juga menghabiskan tahun-tahunnya untuk menguasai disiplin-disiplin yang berkenaan dengan esoterisme setiap agama, terutama Islam Syiisme dan kajian-kajian Islam. Corbin juga sarjana yang mempunyai kepedulian besar untuk menghidupkan kembali spiritualitas di lingkungan manusia dan akademisi Barat kontemporer yang hancur akibat sekularisme. Perjumpaan Nasr dengan Corbin berawal dari pertemuannya ketika Nasr pulang dari Amerika ke Iran tahun 1958. Kontak ini terjalin secara akrab selama 20 tahun lewat aktivitas kerjasama untuk mengajarkan dan menghasilkan berbagai macam karya tentang pemikiran Islam. 57 Burckhardt adalah seorang pemikir yang menaruh minat besar tentang pemikiran Islam. Ia disamping menguasai sains-sains eksoterik Islam, ia juga menguasai sains esoterik sufisme dengan baik. Ia yang secara intents memperkenalkan doktrin metafisika sufi Ibn Arabi ke lingkungan akademis Barat. Perjumpaan Nasr dengan Burckhardt terjadi sejak mahasiswa. Seperti diakuinya, Nasr sangat terpengaruh pemikiran Burckhardt lewat karya- karyanya maupun kehadiran kudusnya, serta oleh kecemerlangan pemikirannya. 58 Sedangkan Schuon adalah seorang pemikir yang banyak menghabiskan waktunya untuk menulis tentang dimensi esoterisme Islam. Karya-karya Schuon dan terutama karya monumentalnya yang berjudul Understanding Islam, 59 sangat mempengaruhi Nasr. Hal ini menyebabkan ia harus menyisakan waktunya untuk mengomentari karya-karya Schoun dengan judul Essensial Writings; of Frithjof Schoun, terbit 1986. Nasr biasa menyebut Schoun sebagai “My Master”. Sehingga, dari bidang studi yang ditekuninya dan dari pengaruh yang diterima, tak heran kalau Nasr terbentuk menjadi seorang filosof metafisika- religius, atau filosof mistik, dan seorang pemikir tradisionalis. 60

4. Warisan Intelektual Iran