Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Metode Penelitian

1.5 Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum Penelitian atas kedua permasalahan yang dikemukakan diatas adalah bertujuan untuk menambah pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya Hukum Administrasi Negara dan Hukum Pemerintahan Daerah. Adapun bidang kajiannya berkaitan tentang pelaksanaan pelayanan perizinan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik di Kabupaten Badung. b. Tujuan Khusus Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam permasalahan yang dibahas diatas, antara lain: 1. Untuk mengetahui dan memahami tentang pelaksanaan pelayanan perizinan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik di Kabupaten Badung. 2. Untuk mengetahui dan memahami tentang faktor-faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan pelayanan perizinan di Kabupaten Badung.

1.6 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis Secara teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya Hukum Administrasi Negara dan Hukum Pemerintahan Daerah dan memperdalam pemahaman terhadap pelayan perizinan di Kabupaten Badung. b. Manfaat Praktis Mengenai manfaat praktis yang didapatkan penulis dari hasil penelitian ini adalah untuk melatih diri dalam mengungkapkan pendapat maupun saran terhadap suatu permasalahan hukum. Sedangkan bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat positif yang berupa evaluasi dan masukan terhadap proses pelayanan perizinan agar tercapainya kualitas pelayanan publik yang lebih baik.

1.7 Landasan Teoritis

Indonesia merupakan negara yang berdasarkan hukum. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang secara eksplisit menyatakan bahwa “Indonesia adalah Negara Hukum”. Negara hukum yang dianut oleh Indonesia tidaklah dalam artian formal, melainkan dalam artian material yang juga diistilahkan dengan Negara Kesejahteraan Welfare State. 14

1. Teori Negara Hukum

Untuk disebut sebagai Negara Hukum maka harus memiliki dua unsur pokok yakni adanya perlindungan hak asasi manusia dan adanya pemisahan kekuasaan dalam Negara. 15 Ide ini selanjutnya oleh Freidrich Julius Stahl, dengan menambah dua unsur lagi yaitu setiap tindakan negara harus berdasarkan undang-undang serta adanya peradilan administrasi negara. Dengan memantapkan prinsip liberalisme yang dikemukakan pada unsur-unsur Negara Hukum, sehingga dapat rumusannya menjadi: 16 1. Adanya jaminan atas hak asasi manusiahak dasar manusia 2. Adanya pemisahan kekuasaan 14 E. Utrecht, 1960, Pengantar hukum Administrasi Negara Indonesia, FHPM Univ. Negeri Padjajaran, Cet. Ke- 4, Bandung, h. 21. 15 Moh Kusnardi dan Bintan R. Saragih, 2000, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Cet 4, Gaya Media Pratama, Jakarta, h.132. 16 Jimly Asshiddiqie, 2006, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, Sekertariat Jenderal dan Kepanitraan Mahkamah KonstitusiRI,h.151. 3. Pemerintahan berdasarkan hukumundang-undang 4. Adanya peradilan tata usaha negaraadministrasi negara. Konsep Negara hukum dalam teori Anglo Saxon dikenal dengan sebutan rule of law. Konsep ini menekankan pada tiga unsur utamanya yaitu: a. Supremasi hukum supremacy of law, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum; b. Kedudukan yang sama didepan hukum equality before the law, baik bagi rakyat biasa maupun bagi pejabat; c. Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang the constitution based on individual right, dan keputusan-keputusan peradilan. 17 Muchsan dalam kaitan ini menunjukan bukti-bukti negara Indonesia sebagai negara kesejahteraan dengan mengacu pada 2 dua hal, yakni: 1. Salah satu sila dari Pancasila sebagai dasar falsafah negara sila kelima adalah keadilan sosial. Ini berarti tujuan negara adalah menuju kepada kesejahteraan dari para warganya; 2. Dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa tujuan pembentukan negara Indonesia, salah satunya adalah memajukan kesejahteraan umum. 18 Tentu ada konsekuensi yang muncul dalam negara kesejahteraan, yakni lebih banyak kebebasan kepada pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan serta akan memungkinkan lahirnya sengketa antara rakyat dengan pemerintah. Maka dari itu segala tindakan pemerintah haruslah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan memberikan perlindungan terhadap hak rakyat. Hal ini menjadi keharusan, karena mengenai unsur atau persyaratan negara hukum menurut Bagir Manan adalah: a. Semua tindakan harus berdasarkan hukum; b. Ada ketentuan yang menjamin hak-hak dasar dan hak-hak lainnya; c. Ada kelembagaan yang bebas untuk menilai perbuatan penguasa terhadap masyarakat badan peradilan yang bebas; 17 Muhammad Tahir Azahary, 1991, Negara Hukum Suatu Studi Tentang Prinsip-prinsipnya Dilihat dari segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Hukum Madinah dan Masa kini, Prenada Media, Jakarta, h.90. 18 Muchsan, 1982, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, Selanjutnya disingkat Muchsan I, h. 70. d. Ada pembagian kekuasaan. 19 Pemerintah juga dalam hal ini harus memperhatikan hak dan kewajiban masyarakat dalam menjalankan pemerintahannya agar terwujudnya kekondusifitasan dalam penyelenggaraan negara.

2. Otonomi Daerah

Wewenang pemerintah daerah dalam mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri atau pemerintahannya disebut otonomi daerah yang pengertiannya diatur dalam Pasal 1 angka 6 UU Pemda. Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, dilaksanakan dengan asas- asas sebagai berikut: a. Asas Desentralisasi, adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI. b. Asas Dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur, sebagai wakil pemerintah kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. c. Asas Tugas Pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah danatau desa; dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupatenkota danatau desa; serta dari pemerintah kabupatenkota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu. 20 Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah harus berpedoman pada asas penyelenggaraan pemerintahan negara yang terdiri atas asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggara negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi, asas efektifitas dan asas keadilan agar terwujudnya pemerintahan yang ideal yang sesuai dengan ketentuan Pasal 58 UU Pemda. Asas- asas tersebut berfungsi sebagai pegangan para pejabat administrasi negara dalam menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya, tentunya juga agar tidak terjadi tindakan pemerintah yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan bertentangan dengan asas legalitas yang dimana wewenang pemerintah berasal dari peraturan perundang-undangan. 19 Bagir Manan, 1994, Dasar-dasar Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Menurut UUD 1945, UNPAD, Bandung, h. 19. 20 Siswanto Sunarno, op.cit, h. 7.

3. Teori Kewenangan

Dalam beberapa sumber menerangkan, bahwa istilah kewenangan wewenang disejajarkan dengan bevoegheid dalam istilah Belanda, menurut Philipus M. Hadjon salah seorang guru besar Fakultas Hukum Unair mengatakan, bahwa “wewenang terdiri atas sekurang- kurangnya mempunyai 3 tiga komponen, yaitu pengaruh, dasar hukum dan komformitas hukum”. 21 Komponen pengaruh, bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan prilaku subyek hukum; dasar hukum dimaksudkan, bahwa wewenang itu haruslah mempunyai dasar hukum, sedangkan komponen komformitas hukum dimaksud, bahwa wewenang itu haruslah mempunyai standar. Sementara itu Bagir Manan menjelaskan, bahwa “wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan macht ”. Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban rechten en plichten. Dalam kaitan dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri zelffregelen dan mengelola sendiri zelfgesturen, 22 sedangkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam satu tertib ikatan pemerintahan Negara secara keseluruhan. Secara teoritik, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. 23 Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ 21 Philipus M. Hadjon, 1998, “Tentang wewenang Bahan Penataran Hukum Administrasi tahun 19971998 Fakultas Hukum Universita Airlangga ”, Surabaya, h. 2. 22 Ibid,h. 79. 23 Ridwan HR, op.cit, h. 74. pemerintahan lainnya. Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.

4. Tindakan Pemerintah

Pemerintah atau administrasi negara adalah sebagai subjek hukum, sebagai dragger van de rechten en plichten atau pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Sebagai subjek hukum, pemerintah sebagaimana subjek hukum lainnya melakukan berbagai tindakan baik tindakan nyata feitelijkhandelingen maupun tindakan hukum rechtshandelingen tindakan hukum dan oleh karenanya tidak menimbulkan akibat-akibat hukum, sedangkan tindakan hukum menurut R.J.H.M Huisman, “Onder rechtshandelingen verstaan we de handelingen die naar hun aard gericht open bepaald rechtsgevolg”, yaitu tindakan-tindakan yang berdasarkan sifatnya dapat menimbulkan akibat hukum tertentu, atau “een rechtshandeling is gericht op het scheppen van rechten of plichten”, tindakan hukum adalah tindakan yang dimaksudkan untuk menciptakan hak dan kewajiban. 24 Telah disebutkan bahwa tindakan hukum pemerintah adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organ pemerintahan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum dalam bidang administrasi negara. Berdasarkan pengertian ini tampak ada beberapa unsur yang terdapat di dalamnya. 25 Muchsan menyebutkan unsur-unsur tindakan hukum pemerintahan sebagai berikut: a. Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedudukannya sebagai penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan bestuutsorganen dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri; b. Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan; c. Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi; d. Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat. 26 24 Ridwan HR, op.cit, h. 80. 25 Ridwan HR, op.cit, h. 83. 26 Muchsan, 1981, Beberapa Catatan Tentang Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, selanjutnya disingkat Muchsan II, h. 18. Telah disebutkan bahwa pemerintah atau administrasi negara adalah subjek hukum yang mewakili dua institusi yaitu jabatan pemerintahan dan badan lichaam hukum pemerintahan, karena mewakili dua institusi maka dikenal ada dua macam tindakan hukum yaitu tindakan hukum publik dan tindakan hukum privat. 27 Tindakan pemerintah baik tindakan hukum publik maupun tindakan hukum privat harus tetap memperhatikan kepentingan umum dalam penyelengaaraannya agar terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan tidak mencederai hak-hak yang dimiliki masyarakat.

5. Pemerintahan yang Baik

Good governance adalah pemerintahan yang baik dalam standar proses dan hasil-hasilnya, semua unsur perintahan bisa bergerak secara sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat dan terlepas dari gerakan-gerakan anarkis yang dapat mengahambat proses pembangunan. Untuk merealisasikan pemerintahan yang professional dan akuntabel yang bersandar pada prinsip-prinsip good governance Lembaga Administrasi Negara LAN dan Masyarakat Transparansi Indonesia MTI merumuskan Sembilan aspek fundamental Asas dalam good governance yang harus diperhatikan. 28 Pemerintahan yang baik merupakan penyelenggaraan pemerintah Negara yang solid dan bertanggung jawab serta efisien dan efektif dengan menjaga, mensinergikan, interaksi yang konstruktif antara Negara, sektor swasta, dan masyarakat yang menjunjung tinggi kehendak rakyat dan nilai-nilai yang mampu meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan nasional, kemandirian, pembangunan berkelanjutan, dan berkeadilan sosial. 27 Ridwan HR, op.cit, h. 84. 28 Rai Julia, 2015, Good Governance, URL: raijulia14.blogspot.co.id, diakses pada tanggal 20 Oktober 2015. Seiring dengan perjalanan waktu, asas-asas umum pemerintahan yang baik muncul dan dimuat dalam beberapa undang-undang, yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 35 dalam Pasal 53 ayat 2 huruf b dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 disebutkan asas umum penyelenggara negara yaitu: 1. Asas Kepastian Hukum yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara; 2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan Negara; 3. Asas Kepentingan Umum yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif; 4. Asas Keterbukaan yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia Negara; 5. Asas Proporsionalitas yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara; 6. Asas Profesionalitas yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 7. Asas Akuntabilitas yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam Pasal 58, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ditambahkan 3 tiga asas dalam penyelenggaraan pemerintahan yang berpedoman pada asas umum penyelenggaraan pemerintahan negara yaitu asas efisiensi, asas efektivitas, dan asas keadilan. Jadi asas umum penyelenggaraan pemerintahan negara dalam ketentuan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Kolusi, Korupsi, Dan Nepotisme, ditambah asas efisiensi, asas efektivitas, dan asas keadilan.

6. Efektivitas Hukum

Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita pertama-tama harus dapat mengukur, sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati. Tentu saja, jika suatu aturan hukum ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya, kita akan mengatakan bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif. Namun demikian, sekalipun dapat dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi kita tetap masih dapat mempertanyakan lebih jauh derajat efektifitasnya. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, seseorang menaati atau tidak suatu aturan hukum, tergantung pada kepentingannya. 29 Faktor-faktor apa yang mempengaruhi ketaatan terhadap hukum secara umum, maka menurut saya, yang juga beberapa dari faktor berikut diakui oleh C. G. Howard R. S. Mumners, antara lain: a. Relevansi aturan hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum dari orang-orang yang menjadi target aturan hukum secara umum itu. b. Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum, sehingga mudah dipahami oleh target diberlakukannya aturan hukum. c. Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu. d. Jika hukum yang dimaksud adalah perundang-undangan, maka seyogyanya aturannya bersifat melarang, dan jangan bersifat mengharuskan, sebab hukum yang bersifat melarang prohibitur lebih mudah dilaksanakan ketimbang hukum yang bersifat mengharuskan mandatur. e. Sanksi yang diancamkan oleh aturan hukum itu, harus dipadankan dengan sifat aturan hukum yang dilanggar tersebut. f. Berat ringannya sanksi yang diancamkan dalam aturan hukum, harus proporsional dan memungkinkan untuk dilaksanakan. g. Kemungkinan bagi penegak hukum untuk memproses jika terjadi pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut, adalah memang memungkinkan, karena tindakan yang diatur dan diamacamkan sanksi, memang tindakan yang konkret, dapat dilihat, diamati, oleh karenanya memungkinkan untuk diproses dalam setiap tahapan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan penghukuman. 29 Satjipto Rahardjo, 2009, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Termasuk Interprestasi Undang-undang, Cet. 4, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 375. h. Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan, relatif akan jauh lebih efektif ketimbang aturan hukum yang bertentangan dengan nilai moral yang dianut oleh orang-orang yang menjadi target diberlakukannya aturan tersebut. i. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga tergantung pada optimal dan professional tidaknya aparat penegak hukum untuk menegakkan berlakunya aturan hukum tersebut. j. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga mensyaratkan adanya pada standar hidup sosio-ekonomi yang minimal di dalam masyarakat. 30 Faktor-faktor yang dijelaskan tersebut tentu tidak akan dapat diterapkan jika tidak adanya kerja sama antara pemerintah dan masyarakat, dimana masyarakat berperan penting dalam mengawasi kinerja pemerintah agar tidak terjadinya kesewenang-wenangan pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya.

1.8 Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah jenis Penelitian Hukum Empiris. Penelitian hukum empiris merupakan penelitian ilmiah yang menjelaskan fenomena hukum tentang terjadinya kesenjangan antara norma dengan perilaku masyarakat kesenjangan antara das sollen dan das sein atau antara the ought dan the is atau antara yang seharusnya dan senyatanya di lapangan. Objek penelitian hukum empiris berupa pandangan, sikap, dan perilaku masyarakat dalam penerapan hukum. b. Jenis Pendekatan Agar memperoleh hasil yang mendekati kebenaran ilmiah, maka pada penelitian skripsi ini menggunakan 3 tiga jenis pendekatan, yaitu Pendekatan Fakta The Fact Approach, Pendekatan Analisis Konsep Hukum Analitical Conseptual Approach, dan Pendekatan Sejarah Historical Approach. 30 Ibid, h. 376. c. Sifat Penelitian Menurut sifat penelitiannya penulisan skripsi ini bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lainnya dalam masyarakat. 31 d. Sumber Data Terdapat dua jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer field research dan data sekunder library research. Penjelasan mengenai kedua sumber data tersebut adalah sebagai berikut: 1. Data Primer Field Research Data Primer adalah data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama melalui penelitian langsung dengan melakukan wawancara atau interview. 32 2. Data Sekunder Library Research Data Sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan. e. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini adalah antara lain: 1. Data primer teknik pengumpulannya dilakukan dengan teknik wawancara atau interview yaitu dengan mengadakan Tanya jawab secara langsung dengan narasumber 31 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 197. 32 Bambang Waluyo, 1996, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h. 6. yang berkaitan tentang permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini. Selain dengan teknik wawancara, data primer didapat pula melalui teknik observasipengamatan yang dibedakan menjadi dua yaitu teknik observasi langsung maupun tidak langsung atau penelitian tanpa perantara alat atau dengan perantara alat. 2. Data sekunder dilakukan dengan teknik studi dokumen yang dimana studi dokumen atau studi kepustakaan merupakan metode pengumpulan data yang dipergunakan bersama- sama metode lain seperti wawancara, pengamatan observasi, dan kuesioner. 33 f. Teknik Pengolahan dan Analisa Data Bahan hukum atau data yang sudah terkumpul, selanjutnya data tersebut akan diolah dan dianalisa secara kualitatif atau juga yang sering dikenal dengan analisis deskriptif kualitatif maka keseluruhan data yang terkumpul baik data primer maupun sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistimatis, digolongkan dalam pola dan tema, diklasifikasikan, dihubungkan antara satu dengan yang lainnya, dilakukan interprestasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari keseluruhan kualitas data. 33 Suratman dan H. Philips Dillah, 2013, Metode Penelitian Hukum, Alfabeta, Bandung, h. 123.

BAB II TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN

PERIZINAN DI DAERAH

1.1 Pengertian dan Prinsip Pemerintahan Yang Baik

a. Pengertian pemerintahan yang baik Proses demokratisasi politik dan pemerintahan dewasa ini tidak hanya menuntut profesionalisme dan kemampuan aparatur dalam pelayanan publik, tetapi secara fundamental menuntut terwujudnya kepemerintahan yang baik, bersih, dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme good governance and clean government. 1 Pemerintahan yang baik atau dalam bahasa Inggris disebut dengan Good Governance merupakan suatu konsep manajemen pemerintahan yang bertujuan untuk menciptakan kinerja pemerintah yang profesional dan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme KKN. Good Governance yang dimaksud adalah merupakan proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and service disebut governance pemerintah atau kepemerintahan, sedangkan praktek te rbaiknya disebut “good governance” kepemerintahan yang baik. Agar “good governance” dapat menjadi kenyataan dan berjalan dengan baik, maka dibutuhkan komitmen dan keterlibatan semua pihak yaitu pemerintah dan masyarakat. Good governance yang efektif menu ntut adanya “alignment” koordinasi yang baik dan integritas, profesional serta etos kerja dan moral yang tinggi. Dengan demikian penerapan konsep “good 1 Sedarmayanti, 2012, Good Governance “Kepemerintahan Yang Baik” Bagian Kedua Edisi revisi, Mandar Maju, Bandung, selanjutnya disingkat Sedarmayanti I, h. 2.