Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang dibaluti oleh pluralisme berdasarkan asas Bhinneka Tunggal Ika. Wilayah Republik Indonesia yang kurang lebih memiliki 17.000 pulau, wilayah lautan yang luas, dan penduduk dengan latar belakang budaya, sosial, dan sejarah yang berbeda menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki kepulauan terbesar dan memiliki kebudayaan yang terbanyak di dunia. Hal tersebut dapat menjadi keuntungan bagi Bangsa Indonesia jika dapat memanfaatkan kebudayaannya yang beragam sebagai daya tarik pariwisata internasional, akan tetapi keberagaman tersebut pula yang menjadi permasalahan pemerintah pusat untuk mengatur seluruh wilayah negara agar terciptanya kesejahteraan yang merata tanpa adanya kecemburuan sosial. Negara Kesatuan adalah suatu negara yang tidak terdiri atas negara-negara bagian, serta kekuasaan untuk mengatur seluruh wilayah negara ada di tangan pemerintah pusat. 1 Secara geografis, penegasan negara kesatuan dipengaruhi oleh karena wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat luas meliputi banyak kepulauan maka tidak mungkinlah jika segala sesuatunya akan diurus seluruhnya oleh pemerintah yang berkedudukan di Ibukota Negara. Untuk mengurus penyelenggaraan pemerintahan Negara sampai kepada seluruh pelosok daerah Negara maka perlu dibentuk suatu pemerintahan daerah yang secara langsung berhubungan dengan masyarakat. 2 1 Sumidjo, 1995, Pengantar Hukum Indonesia, CV. Armico, Bandung, h.214. 2 Moh Kusnadi dan Harmaily Ibrahim, 1988, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Cetakan Ketujuh, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV. Sinar Bakti, Jakarta, h. 249. Seperti dijelaskan diatas, yang disebut negara kesatuan atau unitaris apabila di dalam negara tidak ada negara melainkan kekuasaan negara dibagi pada kekuasaan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Negara Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat 1 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut UUD 1945 dinyatakan, bahwa “negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Oleh karena negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat maka Indonesia tidak akan mempunyai daerah dalam lingkungan yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil KabupatenKota. Daerah-daerah itu bersifat otonom atau bersifat administrasi belaka, semuanya menurut ketentuan aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang. 3 Pemerintahan daerah merupakan sub sistem dari sistem pemerintahan yang bersifat nasional. Persoalan hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di Indonesia merupakan konsekuensi dari pembagian kekuasaan negara secara vertikal dalam Negara Kesatuan RI, sehingga melahirkan adanya Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 4 Menurut Carl J Frederich pembagian kekuasaan secara vertikal atau disebut juga dengan territorial divison of power adalah pembagian kekuasaan menurut beberapa tingkatan kekuasaan pemerintahan, yaitu antara Pusat dan Pemerintah Daerah local government. 5 Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dilaksanakan dengan asas otonomi daerah yang artinya ialah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, sesuai peraturan perundang-undangan. Hal ini mengandung makna bahwa urusan pemerintahan 3 Mokhammad Najih dan Soimin, 2014, Pengantar Hukum Indonesia, Setara Press, Malang, h. 106. 4 Sudono Syueb, 2008, Dinamika Hukum Pemerintahan Daerah, Laksbang Mediatama, Surabaya, h. 20. 5 Miriam Budiardjo, 1988, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, h. 138. pusat yang menjadi kewenangan pusat tidak mungkin dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya oleh pemerintah pusat guna kepentingan pelayanan umum pemerintahan dan kesejahteraan rakyat di semua daerah. Apalagi kondisi geografis, sistem politik, hukum, sosial dan budaya, sangat beraneka ragam dan bercorak, disisi lain NKRI yang meliputi daerah-daerah kepulauan dan wilayah negara sangat luas. Oleh sebab itu, hal-hal mengenai urusan pemerintahan yang dapat dilaksanakan oleh daerah itu sendiri, sangat tepat diberikan kebijakan otonomi sehingga setiap daerah akan lebih mampu dan mandiri untuk memberikan pelayanan dan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah. 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587 yang selanjutnya disebut UU Pemda, pada Pasal 1 angka 12 mengatur tentang Pengertian daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terdapat unsur-unsur yang harus terpenuhi agar dapat dikatakan sebagai daerah otonom yaitu unsur batas wilayah, unsur pemerintahan dan unsur masyarakat. Pemerintah daerah mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengurus wilayahnya sendiri. Dalam negara hukum wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang- undangan yang berlaku. Menurut R.J.H.M. Huisman: Organ pemerintahan tidak dapat menganggap bahwa ia memiliki sendiri wewenang pemerintahan. Kewenangan hanya diberikan oleh undang-undang. Pembuat undang-undang dapat memberikan wewenang pemerintahan tidak hanya kepada organ pemerintahan, tetapi juga terhadap para pegawai misalnya inspektur pajak, inspektur lingkungan, dan sebagainya 6 Siswanto Sunarno, 2014, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h. 6. atau terhadap badan khusus seperti dewan pemilihan umum, pengadilan khusus untuk perkara sewa tanah, atau bahkan terhadap badan hukum privat. 7 Pembentukan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Pasal 18 UUD 1945, telah melahirkan berbagai produk undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang pemerintahan daerah, antara lain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Peraturan Mengenai Kedudukan Komite Nasional Daerah, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Penetapan Aturan-aturan Pokok Mengenai Pemerintahan Sendiri Di Daerah-daerah Yang Berhak Mengatur Dan Mengurus Rumah Tangganya Sendiri, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan yang terbaru Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah tentu, saja daerah mempunyai hak dan kewajibannya dalam menyelenggarakan otonomi di daerahnya, adapun daerah mempunyai hak sebagai berikut: a. Mengatur dan mengurus sendiri uruan pemerintahannya; b. Memilih pimpinan daerah; c. Mengelola aparatur daerah; d. Mengelola kekayaan daerah; e. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah; f. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah; g. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; h. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Adapun kewajiban daerah dalam penyelengaraan otonomi daerah, antara lain adalah: a. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan NKRI; b. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; c. Mengembangkan kehidupan demokrasi; 7 Ridwan HR, 2002, Hukum Administrasi Negara,UII Press Indonesia, Yogyakarta, h. 74. d. Mewujudkan keadilan dan pemerataan; e. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; f. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; g. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; h. Mengembangkan sistem jaminan sosial; i. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; j. Mengembangkan sumber daya produktif daerah; k. Melestarikan lingkungan hidup; l. Mengelola administrasi kependudukan; m. Melestarikan nilai sosial budaya; n. Membentuk dan menetapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; o. Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 8 Hak dan kewajiban daerah tersebut, diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah, yang dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan. 9 Adapun sumber pendapatan daerah terdiri atas: a. Pendapatan Asli Daerah PAD, yakni: 1. Hasil pajak daerah; 2. Hasil retribusi daerah; 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; 4. Lain-lain PAD yang sah. b. Dana perimbangan; c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. 10 Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-undang yang pelaksanaannya untuk di daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan daerah. Pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang telah ditetapkan undang-undang. 11 Provinsi Bali memiliki potensi dalam hal pembangunan daerahnya, khususnya Pemerintah Kabupaten Badung yang memiliki segudang prestasi serta menjadi bukti bahwa bagaimana 8 Siswanto Sunarno, op.cit, h. 57. 9 Siswanto Sunarno, op.cit, h. 58. 10 Siswanto Sunarno, loc.cit. 11 Siswanto Sunarno, loc.cit. majunya sektor pariwisata di Bali, Kabupaten Badung menjadi tolak ukur yang patut dijadikan contoh diantaranya, Pemkab Badung untuk ketigakalinya secara berturut-turut sejak tahun 2012, meraih penghargaan The Best Performance di bidang kepariwisataan. Penghargaan ini diberikan oleh El John Publishing EJP, sebuah jaringan Publishing pariwisata nasional bekerja sama dengan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia GIPI, Universitas Sahid Jakarta dan Kadin Indonesia. 12 Selain itu juga Badung ditetapkan sebagai Kabupaten Terbaik Nasional dengan tiga posisi terbaik untuk kategori Pariwisata, kategori Ketersediaan Infrastruktur dan Pelayanan Publik serta Daya Tarik Investasi untuk Koridor MP3EI wilayah Bali Nusa Tenggara dengan Penghargaan Platinum. 13 Dari informasi diatas dapat diketahui bahwa pariwisata merupakan sumber PAD terbesar di Kabupaten Badung, sehingga menjadikan sektor pariwisata harus terus dijaga dan dikembangkan, karena hal tersebut akan berpengaruh besar pada perekonomian Kabupaten Badung. Berbicara masalah perekonomian tidak terlepas dari campur tangan investor yang berinvestasi di Kabupaten Badung, oleh karena itu Kabupaten Badung harus terus meningkatkan pelayanan publiknya sehingga invenstor akan nyaman berinvestasi di Kabupaten Badung, dengan catatan tanpa mencederai adat istiadat masyarakat Kabupaten Badung dan harus memperhatikan permasalahan lingkungan agar terciptanya cita-cita pemerintahan Kabupaten Badung yang berlandaskan Tri Hita Karana yaitu terjadinya keharmonisan antara manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan. Investasi yang terus meningkat di Kabupaten Badung harus dijaga dan diawasi dengan baik agar tidak terjadi investasi bodong atau yang tanpa izin, karena dapat merugikan pendapatan daerah. Etikad baik investor dalam hal ini sangat dibutuhkan guna meringankan beban pemerintah 12 Gabriela Ika, 2015, Anak Agung Gde Agung 10 Tahun Sejahterakan Masyarakat, Serat Ismaya, Bali, h. 130. 13 Ibid, h. 134. dalam mengawasi investasi bodong, selain itu pula pemerintah harus membuat regulasi agar proses perizinan tidak dilaksanakan secara berbelit-belit agar investor nyaman dalam memproses perizinannya. Selain PAD berasal dari pajak daerah, bidang perizinan juga merupakan sarana untuk mendapatkan pendapatan yang tidak kalah banyak dengan pendapatan di bidang pajak, oleh karena itu Pemkab Badung harus memperhatikan pelayanan publik khususnya di bidang perzinan. Agar terciptanya keefektifitasan dalam melakukan proses perizinan Pemkab Badung membuat suatu gebrakan dengan membuat badan pelayanan satu pintu sehingga orang yang ingin mengurus perizinan tidak perlu pergi ke berbagai dinas untuk mengurusnya, tapi cukup dengan masuk ke badan pelayanan publik terpadu tersebut yang dibentuk dan diberi nama oleh Pemkab Badung yaitu Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Badung, untuk selanjutnya disebut BPPT. Dasar pembentukan BPPT diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Badung. Sistem perizinan di Kabupaten Badung sebelum dibentuknya BPPT dapat dikatakan berbelit-belit dikarenakan harus memproses perizinan di berbagai dinas yang dimulai dari pelaksanaan registrasi dokumen melalui unit pelayanan terpadu kemudian di proses secara terpisah melalui beberapa dinas seperti Dinas Bappeda, Dinas Pariwisata, Dinas Cipta Karya dan lain-lain sehingga memberikan kesan tidak efektif. Dibentuknya BPPT oleh Pemkab Badung merupakan tonggak awal perubahan sistem pelayanan publik dalam hal ini berkaitan tentang perizinan. Gagasan ini merupakan hasil dari evaluasi kinerja pemerintah untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Salah satu tujuan dari perbaikan sistem dalam pelayanan perizinan adalah untuk mewujudkan satu sistem pengelolaan manajemen dalam pelaksanaan pemerintahan yang baik. Berdasarkan UU Pemda Pasal 58 menyebutkan bahwa Penyelenggaran pemerintahan daerah, sebagaimana dimaksud Pasal 57, dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah berdasarkan pada asas penyelenggaraan pemerintahan negara yang terdiri atas: a. Kepastian hukum; b. Tertib penyelenggara negara; c. Kepentingan umum; d. Keterbukaan; e. Proporsionalitas; f. Profesionalitas; g. Akuntabilitas; h. Efisiensi; i. Efektivitas; dan j. Keadilan. Oleh karena itu sistem kerja yang dijalankan harus berpedoman pada nilai-nilai yang terkandung dalam pasal tersebut. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Badung yang baru berjalan ini, masih perlu mendapat perhatian agar dapat mewujudkan pelayanan yang lebih baik dalam memproses perizinannya. Terlihat bahwa pelayanan yang diberikan oleh BPPT kepada masyarakat dalam proses perizinan ternyata masih jauh dari harapan masyarakat. Banyaknya permohonan baik perizinan maupun non perizinan yang dimohonkan oleh pemohon tidak berjalan sesuai dengan standar operasional prosedur yang telah ditetapkan oleh Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu. Sistem kerja dan jangka waktu antara proses pengerjaan dengan penyelesaian suatu perizinan yang tidak sesuai dengan ketentuan menjadi salah satu permasalahan dari sekian banyak kekurangan yang dimiliki BPPT. Tentunya ini berakibat kepada proses-proses berikutnya dan menjadikan kritikan oleh masyarakat terhadap citra Pemkab Badung. Untuk mencapai suatu sistem yang baik tentunya asas-asas good governance menjadi acuan yang harus diperhatikan oleh pemerintah karena ini merupakan suatu proses untuk menunjang pelayanan yang dapat mengakomodir seluruh kepentingan masyarakat dan tentunya capaian good governance dalam mejalankan pola kerja antara G2G Government to Government, G2B Government to Business, dan G2C Government to Citizens bisa berjalan secara sinergi. Dengan demikian produk hukum yang dihasilkan oleh Pemkab Badung harus menjadi dasar yang kuat agar pelaksanaan perizinan dapat berjalan sesuai tujuan dan gagasan yang telah diperjuangkan dalam pembentukannya. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka menarik bagi penulis untuk membuat suatu karya tulis skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Pelayanan Perizinan Untuk Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik Di Kabupaten Badung ”.

1.2 Rumusan Masalah