Permukiman Real EstateDevelopper Manajemen pengendalian penduduk pendatang dalam upaya perbaikan lingkungan kota balikpapan

tingkatan atau jabatan masing-masing penghuni. Permukiman seperti ini terdapat di Kecamatan Balikpapan Utara, Selatan, Timur

5. Permukiman Industri

Permukiman industri dibangun perusahaan untuk para pekerja industri, khususnya bagi para tenaga profesional. Permukiman ini terdapat di Kota Balikpapan di antaranya adalah permukiman bagi karyawan Pertamina, Unocal, Vico, Total dan lain-lain. Terdapat pada Kecamatan Balikpapan Utara, Tengah, Selatan, Timur Karakteristik permukiman ini adalah permukiman berada di sekitar lokasi industri dengan aksesibilitas yang cukup mudah dan memadai. Permukiman tertata dengan baik dengan sarana dan prasarana serta fasilitas umum sudah tersedia di dalam kawasan permukiman dengan sistem satu pintu sehingga keamanan cukup terjaga. Permukiman ini dirancang dengan nuansa asri karena keseimbangan antara bangunan lingkungan dengan lahan terbukajalur hijautaman yang cukup banyak.

6. Permukiman Real EstateDevelopper

Permukiman ini dibangun oleh pemerintah Perumnas atau swasta developper untuk memenuhi kbutuhan perumahan. Pangsa pasar dari perumahan ini adalah masyarakat umum atau karyawan pemerintah atau swasta. Karakteristiknya permukiman dibangun secara teratur dan terencana dengan fasilitas umum dan sosial yang sudah lengkap tersedia dalam kawasan permukiman. Permukiman dibangun sesuai dengan tipe dan jenis bangunan yang disesuaikan dengan pangsa pasar. Terdapat pada Kecamatan Balikpapan Utara, Balikpapan Selatan, Balikpapan Timur dan Balikpapan Barat. Masalah utama permukiman adalah adanya permukiman kumuh slums. Permukiman kumuh menunjukkan keadaan permukiman padat yang tidak teratur dan tidak dilengkapi dengan prasarana dan utilitas yang memadai, terutama jalan dan saluran pembuangan air limbah. Menurut Sadyohutomo 2008, permukiman kumuh biasanya terdapat pada permukiman lama. Kepadatan bangunan pada permukiman lama terjadi melalui pemecahan bidang tanah perumahan karena pembangian waris atau dijual sebagian tanahnya kepada pihak lain untuk dibangun rumah baru. Proses pemecahan bidang tanah ini sering tidak memperhatikan kebutuhan prsarana dasar permukiman seperti jalan dan saluran pembuangan air. Kondisi ini biasanya terjadi pada kampung-kampung lama di pusat kota. Dalam tata kota, pemukiman kumuh slums adalah permukiman yang berdiri di atas tanah yang tidak diperuntukkan untuk bangunan seperti di bantaran sungai yang sering juga disebut hunian liar. Tanah-tanah yang diduduki secara liar ini adalah tanah kosong milik perorangan atau milik perusahaan, dan tanah- tanah pemerintah atau tanah negara. Menilik dari pengertian di atas, maka dapat diketahui bahwa di Kota Balikpapan salah satu permukiman kumuh adalah permukiman kampung. Pemukiman kampung ini meskipun berada pada lahan pribadi hanya saja dibangun dengan tidak teratur dengan tingkat kepadatan yang tinggi. Sesuai dengan karakteristiknya, permukiman ini merupakan permukiman lama yang juga merupakan asal usul Kota Balikpapan. Permukimannya banyak yang tidak memiliki akses jalan yang memadai dan saluran pembuangan air. Beberapa diantaranya, dibangun pada tanah yang curam. Pemukiman kumuh yang terluas di Kota Balikpapan adalah pemukiman nelayan yang berada di atas air. Pemukiman ini ada di setiap Kecamatan yaitu Kelurahan Klandasan Ulu dan Ilir, Kelurahan Manggar, Teritip, Karang Jati, Margasari dan Kelurahan Damai. Karakteristik pemukiman atas air sebagian besar penduduknya bermata pencaharian utama sebagai nelayan. Adapun cirri- ciri bangunannya berada di tepi pantai. Permukiman seluruhnya terbuat dari kayu dalam bentuk rumah panggung dengan kepadatan tinggi, padat, rawan kebakaran dan kurang tertata dengan baik. Lingkungan sekitar terkesan kumuh karena sampah-sampah yang dibuang langsung di bawah rumah dengan sanitasi yang kurang baik pula. Dekat kawasan permukiman ini terdapat pangkalan-pangkalan pendaratan ikan dan pasar. Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk serta semakin banyaknya penduduk pendatang di Kota Balikpapan, meningkatkan tingkat kepadatan di beberapa kawasan. Sementara itu minimnya sarana pemukiman serta fasilitas- fasilitas untuk pemukiman yang layak huni dan sehat ditambah kemampuan ekonomi penduduk pendatang yang sangat terbatas di mana tempat hunian seringkali juga merupakan tempat berproduksi dan sekaligus tempat untuk berjualan menyebabkan kawasan tersebut menjadi semakin kumuh. Meskipun demikian, jika dilihat pada pembahasan daya dukung lahan, Kota Balikpapan sesungguhnya masih mampu menampung pendatang dengan syarat harus memperhatikan pola penyebaran penduduknya dan disesuaikan dengan RTRW Kota Balikpapan. Hal ini membutuhkan ketegasan dari pihak pemerintah Kota Balikpapan Bappeda, 2009. Sistem Drainase Hampir semua saluran primer drainase yang ada di Kota Balikpapan merupakan saluran alam yang disesuaikan untuk kebutuhan saluran drainase. Karena berasal dari saluran alam maka sebagian besar saluran berbelok-belok, baik yang berada pada daerah datar maupun yang berada pada daerah yang mempunyai kemiringan tinggi. Jaringan sistem drainase di Kota Balikpapan belum tertata dengan baik dalam hal hirarki dan fungsinya. Apabila dilihat dari kondisi fisik saluran yang ada, masih memanfaatkan saluran yang ada dengan penampang saluran sempit dan tak beraturan serta dipenuhi tumbuhan liar. Sifat tanah setempat yang rawan terhadap erosi, berakibat mudah terbentuk alur yang berbelok-belok. Kemiringan curam di daerah hulu dan di daerah perbukitan menghasilkan kecepatan tinggi aliran kritis ditambah dengan perkembangan kota dengan pembukaan lahan untuk permukiman dengan cara pengeprasan perbukitan. Hal ini akan berdampak pada lingkungan yaitu meningkatkan erosi permukaan dan menyebabkan angkutan sedimentasi pada saluran dan sungai semakin bertambah. Selanjutnya pengendapan sedimen mengakibatkan pendangkalan sungai dan saluran-saluran alam, sehingga tidak mampu lagi menampung limpasan hujan. Limpasan dari jalan dan area perumahan berkumpul di selokan-selokan pinggir jalan yang kapasitasnya tidak mencukupi, sehingga tidak mampu membawa limpasan ke dalam sistem drainase primer dengan cepat. Akibatnya, terjadi genangan di jalan-jalan dan untuk sementara berfungsi sebagai area tampungan air sampai saluran-saluran di pinggir jalan akhirnya dapat mengalirkan volume air yang tertahan. sebagai ilustrasi kondisi sungai dan selokan dapat dilihat pada Gambar 9 dan Gambar 10. Gambar 9. Sungai yang Mengalami Sedimentasi Gambar 10. Selokan Pinggir Jalan di Kecamatan Balikpapan Tengah Manajemen Pengendalian Penduduk Pendatang Manajemen pengendalian penduduk pendatang diarahkan untuk mewujudkan keseimbangan antara pertumbuhan penduduk dan daya dukung lingkungannya. Pembahasan dibatasi pada 1. Penduduk dan lahan 2. Penduduk dan air bersih 3. Penduduk dan tenaga kerja dan 4. Permukiman. Penduduk dan Lahan Persentase penggunaan lahan menjadi daerah terbangun dan tidak terbangun di Kota Balikpapan menunjukkan bahwa wilayah terbangun baru mencapai 10,96 persen, sementara wilayah yang belum terbangun masih 89,04 persen. Dengan demikian diketahui bahwa wilayah terbangun di Kota Balikpapan masih sangat rendah terutama di Kecamatan Balikpapan Timur, Balikpapan Utara dan Balikpapan Barat. Sementara persentase penggunaan lahan di Kecamatan Balikpapan Selatan antara lahan yang terbangun dengan yang tidak terbangun selisihnya sangat sedikit yaitu 8,34 persen. Demikian pula dengan Kecamatan Balikpapan Tengah sebagian besar pola pemanfaatan lahannya merupakan kawasan terbangun yang mencapai 844,01 ha atau 76,22 persen dari luas wilayah. Ini menunjukkan persebaran penduduk yang tidak merata mempengaruhi pola penggunaan lahan. Artinya akibat persebaran penduduk yang tidak merata, penggunaan lahan juga menjadi tidak merata. Ada kecamatan yang terbengkalai lahannya, akan tetapi ada juga lahan yang sangat padat penggunaannya. Ini membutuhkan perhatian dan pengawasan yang ketat dari pihak pemerintah daerah untuk dapat mengarahkan pendatang ke Kecamatan yang berpenduduk jarang. Pengawasan ini salah satunya dengan cara lebih selektif dalam memberikan ijin mendirikan bangunan IMB. Wilayah Kecamatan Balikpapan Tengah dan Kecamatan Balikpapan Selatan diketahui penggunaan lahan terbangunnya sudah sangat tinggi sehingga perlu langkah-langkah pengendalian yang ketat. Terutama Balikpapan Tengah, jika dikaitkan dengan standar luasan hutan kota ádalah 10 dari luasan wilayah. Maka luas wilayah Kecamatan Balikpapan Tengah adalah 1.107,38 ha sedangkan luas hutan kota di Kecamatan Balikpapan Tengah hanya mencapai 7,995 ha atau hanya mencapai 0.72 dari luas wilayah. Hal tersebut tentunya masih jauh dari kurang untuk kawasan hutan kota di Kecamatan Balikpapan Tengah. Dalam hal ini Dinas Tata Kota dapat melakukan tindakan berupa teguran dan mengupayakan Ruang Terbuka Hijau dapat terpenuhi hingga 10 dari luas wilayah. Penduduk dan Air Bersih Menurut tabel 15, air yang diproduksi oleh PDAM Kota Balikpapan pada tahun 2009 sebanyak 29.341.997 m 3 , akan tetapi hanya sekitar 70,69 yang mampu disalurkan ke konsumen, dan 29,31 dari air yang tersalurkan tersebut hilang. Tiap tahun, dari tahun 2000-2009, angka kehilangan rata-rata 6.664.170 m 3 Melihat fenomena di atas maka harus ada upaya yang lebih serius dari pihak PDAM dalam meminimalisir kehilangan air tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan peremajaan pipa-pipa lama dan mengganti meter air. Apabila kehilangan air dapat diminimalisir, maka air bisa dimanfaatkan lebih optimal. Apalagi mengingat Kecamatan Balikpapan Selatan, Timur dan Utara hanya sekitar 50 persen yang dapat terlayani air bersihnya oleh pihak PDAM. Artinya cakupan air bersih oleh PDAM di Kota Balikpapan ini belum merata. atau 29,23. Artinya apabila rata-rata konsumsi air penduduk per kapita sebesar 120 ltoranghari maka angka kehilangan tersebut dapat memenuhi 55.535 orang dari penduduk Kota Balikpapan. Tabel 15. Perkembangan Banyaknya Pemakaian Air Minum Di Kota Balikpapan Tahun Terjual M 3 Hilang Jumlah Yang Didistribusikan M 3 M 3 2000 12.490.909 5.715.918 31,39 18.206.827 2001 13.679.716 5.118.838 27,23 18.798.554 2002 14.613.404 5.261.818 26,47 19.875.222 2003 15.384.496 7.154.451 31,74 22.538.947 2004 16.031.139 7.011.098 30,43 23.042.237 2005 16.913.712 7.528.753 30,80 24.442.465 2006 17.327.313 7.257.122 29,52 24.584.435 2007 17.886.479 6.383.309 26.30 24.269.788 2008 18.648.828 6.607.647 26,16 25.256.475 2009 18.994.048 8.602.749 29,31 29.341.997 Sumber : Perusahaan Daerah Air Minum 2000 – 2009 Upaya lain yang bisa dilakukan pihak PDAM Kota Balikpapan adalah meningkatkan pertambahan air alami dengan cara mengelola hujan, mengelola air permukaan, serta meningkatkan jumlah sumur-sumur resapan. Selain itu PDAM juga bisa memanfaatkan potensi air bersih yang ada di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Balikpapan Selatan, Timur dan Utara, untuk dikelola sehingga air yang dihasilkan lebih bersih dan dapat terdistribusi secara merata. Selain itu, menurut penelitian Susilastuti, et.al 2009, perilaku positif penduduk dapat memperlambat krisis air bersih yang semula diprediksikan terjadi pada tahun 2018 dapat diundurkan menjadi tahun 2022. Artinya penduduk harus bersikap lebih hemat dalam memanfaatkan air bersih, sehingga terjadi pengurangan konsumsi dan pencemaran air. Dalam hal ini pemerintah yaitu Bapedalda melakukan peningkatan pengetahuan, kebiasaan baik, kesadaran, dan kreativitas penduduk secara individu maupun kelompok dan badan usaha berkaitan dengan perubahan perilaku dan upaya-upaya positif untuk menekan pencemaran air dan menurunkan konsumsi air melalui prinsip-prinsip pembelajaran, motivasi, persepsi, pembentukan sikap, dan interaksi sosial melalui media massa. Penduduk dan Tenaga Kerja Dari hasil analisa penduduk dan tenaga kerja, diketahui bahwa Kota Balikpapan daya tampung akan tenaga kerjanya sudah sangat minim akibat besarnya pencari kerja tidak sebanding dengan permintaan akan tenaga kerja. Tingginya persentase tenaga kerja yang tidak tertampung dalam lapangan pekerjaan yang tersedia disebabkan bertambahnya jumlah penduduk pendatang tenaga kerja tidak disertai bertambahnya lapangan kerja yang memadai serta keterampilan dan pendidikan yang dibutuhkan.. Hal ini menyebabkan semakin banyaknya penduduk yang bekerja di sektor informal. Selama ini, sudah ada kebijakan Pemerintah Kota Balikpapan yaitu berupa peraturan daerah nomor 22 Tahun 2002 tentang Sistem Manajemen Kependudukan, yaitu berupa uang jaminan bagi pendatang yang diberikan selama enam bulan. Apabila dalam waktu tersebut, pendatang belum mendapatkan pekerjaan maka akan dikembalikan ke daerah asal dengan uang jaminan tersebut. Kebijakan ini diharapkan dapat mengendalikan jumlah pendatang ke Kota Balikpapan. Selain itu diharapkan Dinas Tenaga Kerja dan Sosial dapat lebih memperketat dalam mengawasi penduduk pendatang, dimana pendatang pencari kerja yang mendaftar harus benar-benar dipastikan memiliki kompetensi yang sesuai dengan permintaan tenaga kerja atau kedatangannya ke Kota Balikpapan memang bertujuan untuk pindah tugas dari kota asalnya. Sementara untuk tenaga kerja yang sudah berada di Kota Balikpapan mengatasinya adalah dengan mengembangkan sektor informal. Meskipun pada umumnya sektor informal di negara-negara sedang berkembang dianggap sebagai penyebab kemiskinan kota, bahkan juga penyebab kesemrawutan kota. Akan tetapi dengan dukungan dan pegelolaan yang tepat dari Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, sektor informal ini diharapkan dapat lebih produktif dan memberikan pendapatan daerah. Sektor informal ini selain dapat berfungsi sebagai penampung tenaga kerja yang tidak terserap oleh sektor formal, sebagai penyedia pelayanan dan barang- barang yang murah dan mudah dijangkau, juga memiliki peranan dalam menyumbang pendapatan daerah. Penduduk dan Permukiman Tipe permukiman di Kota Balikpapan dibagi dalam enam tipe, permukiman disepanjang jalan protokol atau jalan utama, permukiman instansiperkantoran swasta atau pemerintahan, permukiman industri, permukiman real estate atau developper, permukiman kampung atau swadaya dan permukiman di atas sungai. Dua tipe permukiman terakhir adalah permukiman yang banyak terdapat di kota Balikpapan. Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, kecamatan terpadat penduduknya adalah Kecamatan Balikpapan Selatan dan Kecamatan Balikpapan Tengah. Di Kecamatan Balikpapan Tengah yang merupakan kawasan kumuh adalah kawasan padat di pusat kota di belakang jalan utama terutama belakang jalan utama Jl. Jend. A. Yani terutama pada Kelurahan Karang Rejo, Mekarsari dan Gunung Sari Ilir. Kondisi bangunan tersebut dapat dikatakan kumuh karena : a Kepadatan bangunan tinggi b Tidak ada jarak antar bangunan c Kondisi bangunan sebagian besar merupakan non permanen terbuat dari kayu dan Kondisi sanitasi sampah, limbah padat dan cair langsung dibuang ke badan air. Di Kecamatan Balikpapan Tengah, terutama di pusat kotanya, masih banyak terdapat rumah kampung. Rumah kampung adalah perumahan rakyat dengan bentuk bangunan, lebar kapling yang beragam dengan kepadatan tinggi dengan prasarana jalan berupa gang. Rumah kampung didirikan secara tidak teratur. Bahkan penduduknya yang sebagian besar adalah pendatang berani membangun di daerah yang rawan longsor. Berikut adalah gambar rumah kampung yang terdapat di Balikpapan Tengah. Melihat fenomena tersebut, perlu adanya upaya Dinas Permukiman dan Prsarana Wilayah untuk menangani perumahan kumuh ini. Dinas Permukiman dan Prsarana Wilayah dapat melakukan relokasi terhadap perumahan yang berada di area rawan longsor. Selain itu, untuk perumahan yang berada di atas sungai, yang masyarakatnya terbiasa membuang sampah di bantaran sungai, perlu adanya upaya penyadaran untuk berperilaku hidup sehat melalui peingkatan kegiatan prokasih program kali bersih. Menurut Sadyohutomo 2008, program yang layak diterapkan pada permukiman kumuh yaitu program perbaikan kampung dan pembangunan rumah susun. Permasalahannya, keduanya terkendala oleh ruang gerak pelaksanaannya dibatasi oleh kondisis fisik tata bangunan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Adanya bangunan-banguna fisik yang padat menyebabkan penataan perumahan tidak mudah. Selanjutnya kondisi sosial ekonomi masyarakat yang lemah menghambat upaya perbaikan rumah dan penyediaan fasilitas lingkungan. Oleh karena itu, program penataan permukiman kumuh harus didukung oleh masyarakat setempat dengan prinsip pemberdayaan dalam menata lingkungannya sendiri secara langsung dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan. Pemerintah bertindak dalam penyediaan prasarana, bantuan dana stimulan dan bimbingan teknis. Program perbaikan kampung adalah membantu masyarakat dalam merencanakan dan membangun prasarana dasar permukiman.Kegiatan utama program ini adalah penataan jalan meliputi pelebaran gang, pengerasan jalan. Selanjutnya penataan sarana sanitasi lingkungan meliputi saluran pembuangan air dan pengelolaan sampah. Menurut UNESCAP UNHABITAT 2009, untuk program pembangunan rumah susun, selain menata lingkungan juga sekaligus berupaya meningkatkan kapasitas hunian dengan menambah luas dan jumlah lantai. Hambatan utama program ini adalah penyediaan tanah untuk dibangun rumah susun. Salah satu pilihan dalam mengatasi penyediaan tanah adalah dengan melalui model land pooling. Dalam melakukan land pooling, pemilikan bidang- bidang tanah secara individu yang sempit-sempit disatukan kepemilikannya dalam satu bidang. Pada sebidang tanah milik bersama tersebut dibangunlah rumah tinggal bertingkat yang dimilii secara bersama pula. Dengan bentuk bangunan yang bertingkat maka terdapat efisiensi pemanfaatan ruang sehingga dengan batas kepadatan penduduk tertentu tetap diperoleh fasilitas ruang terbuka milik bersama. Secara konsepsi, land pooling dapat meningkatkan kualitas lingkungan hunian, tetapi untuk diterapkan di lapangan terdapat hambatan. Hambatan tesebut antara lain keterbatasan dana untuk merombak bangunan secara total, perubahan budaya atau kebiasaan hidup dari rumah individual ke sistem hunian rumah susun, dan perubahan kepemilikan tanah dan bangunan individual menjadi kepemilian secara bersama. Dalam sistem hunian yang baru ini dituntut sifat kebersamaan dan sikap toleransi yang lebih tinggi. Akan tetapi, dengan bantuan dan perhatian yang serius dari pemerintah daerah dan organisasi masyarakat maka hambatan- hambatan tersebut dapat dibatasi. Dengan alternatif kebijakan untuk perumahan di atas, diharapkan dapat mengatasi masalah pemukiman kumuh yang terjadi di Kota Balikpapan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan manajemen pengendalian penduduk dalam upaya perbaikan lingkungan Kota Balikpapan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi di Kota Balikpapan tidak diimbangi dengan persebaran penduduk yang merata antar wilayah. Pertumbuhan penduduk dominan disebabkan oleh migrasi penduduk sementara kelahiran dan kematian relatif rendah. Pertumbuhan penduduk pendatang dua kali lipat dibandingkan pertumbuhan alami. 2. Berdasarkan analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan, Kota Balikpapan penggunaan lahannya masih rendah hanya saja tidak merata penggunaan lahannya. Air bersih masih memiliki cadangan akhir sebesar 15,292 juta m 3 3. Manajemen air bersih adalah dengan meminimalisir kehilangan meningkatkan pertambahan air alami serta melakukan penyadaran kepada masyarakat untuk berhemat sehingga mengurangi tingkat konsumsi dan pencemaran air. Manajemen terhadap tenaga kerja adalah dengan menyediakan lapangan kerja informal dan mengatasi perumahan kumuh adalah dengan melakukan program penataan permukiman kumuh dan program pembangunan rumah susun yang melibatkan masyarakat secara langsung. dan pada tahun 2015, prosentase Kota Balikpapan dalam memenuhi kebutuhan air bersih penduduk adalah 94,85. Sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor jasa. Laju pengangguran rata-rata pertahun adalah 8,84 persen. Pemukiman kumuh adalah pemukiman dengan tipe rumah kampung dan rumah yang berada di atas sungai. Saran 1. Pertumbuhan penduduk pendatang yang tinggi perlu dikendalikan dengan melakukan manajemen yang tepat dan kerjasama antara pemerintah Kota Balikpapan dengan penduduk pendatang. 2. Pemerintah Kota Balikpapan sebaiknya sering mengadakan pelatihan kerja bagi penduduk pendatang agar memiliki kompetensi yang sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia disamping melakukan penyadaran akan kebersihan lingkungan Kota Balikpapan. 3. Penduduk pendatang perlu dilibatkan secara aktif dalam melaksanakan setiap manajemen kebijakan dari pemerintah Kota Balikpapan. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, T. 1999. Etnisitas dan Konflik Sosial Sebuah Pengantar Penelitian tentang Pemecahan Masalah Hubungan Antar Etnis. Pusat Kemasyarakatan dan Kebudayaan. LIPI. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional, 2002. Penyusunan Neraca Sumber Daya Bagian 1 : Sumber Daya Air Spasial. Standar Nasional Indonesia, SNI 196728.1- 2002. Bappeda Kota Balikpapan. 2000 - 2010. Balikpapan dalam Angka. Bappeda Kota Balikpapan. Badan Pusat Statistik, 1995. Statistik Indonesia. Jakarta : Biro Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik, 2010. Kota Balikpapan dalam Angka. Balikpapan : Biro Pusat Statistik. Caughley, G. 1979. What is this thing called carrying capacity? Pages 2-8 in Boyce, M. S. North American Elk: ecology, behavior, and management. University of Wyoming, Laramie, Wyoming. Chriss, M dan Tadjuddin N.E. 1985. Urbanisasi Pengangguran, dan sector Informal di Kota. Gramedia. Jakarta. Dinas Kependudukan Kota Balikpapan. 2008. Jumlah Penduduk Pendatang Kota Balikpapan 2000 – 2008. Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Balikpapan. 2000 -2009. Jumlah Pencari Kerja dan Permintaan akan Tenaga Kerja. Duarte, P. et al. 2003. Mathematical Modelling to assess the Carrying Capacity for Multi-species Culture within Coastal Waters. Ecological Modelling hal. 109 – 143. Portugal. Gani, A. 1984. Indikator Kualitas Manusia dan Penduduk, Prisma. XIII. Henny, W. 2000. Pelibatan Partisipasi Kelompok-kelompok dalam Resolusi Konflik. Pusat Kemasyarakatan dan Kebudayaan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI. Jakarta. Kurnia, R. 2005. Penentuan Daya Dukung Lingkungan Pesisir Makalah. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Losondo, T. M. dan Westers, H. 1993. System Carrying Capacity and Flow Estimation. Munir, R. 2000. Migrasi. dalam Lembaga Demografi FEUI. Dasar-dasar Demografi: edisi 2000. Lembaga Penerbit UI, Jakarta. Peraturan Daerah Kota Balikpapan nomor 22 Tahun 2002 tentang Sistem Manajemen Kependudukan. Perusahaan Daerah Air Minum Kota Balikpapan. 2000 – 2009. Perkembangan Banyaknya Pemakaian Air Minum Di Kota Balikpapan. Rusli, S. Kependudukan. Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Sekolah Pascasarjana IPB. Sadyohutomo, M. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah : Realita dan Tantangan. Bumi Aksara. Bandung. Sanusi, A. 2003. Metodologi Penelitian Praktis. Penerbit Buntara Media. Malang. Soemarwoto, O. 1985. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan. Bandung. Soerjani, M, Ahmad R., Munir, R., 1987. Lingkungan : Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. Lembaga Penerbit UI, Jakarta. Standar Pelayanan Minimum SPM Bidang Air Baku. 2009. Indonesia Climate Change Sectoral Road Map, Sektor Sumber Daya Air. Stoner, James A.F., Wankel, C., 1986. Management, Third Edition, Englewood Cliffs Prentice Hall International. Susilastuti, D., Putrawan, I.M., Wijaya, H., Model Hubungan Penduduk dan Konversi Lahan dngan Ketersediaan Air Bersih untuk Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Air melalui Metode System Dynamics Di Kabupaten Bekasi. Jurnal Bumi Lestari, Volume 9 No. 2, Agustus 2009, hlm. 138 – 150. Telfor, T. dan Robinson, K. 2003. Environmental Quality and Carrying Capacity for Aquaculture in Mulroy Bay Co, Donegal. Marine Institute, Marine Environment and Food safety Services, Parkmore, Galway. Terry, George, R., Franklin, S.G., 1982. Principles of Management, Eight Edition, Homewood : Richard Irwin, Inc. Tola, T., Balla, P.T., Ibrahim, B. 2007. Analisis Daya Dukung dan Produktivitas Lahan Tanaman Pangan di Kecaamatan Batang Kabupaten Jeneponto SulawesiSelatan. Ilmu Tanah dan Lingkungan.Vol. 7 No 1 p : 13 – 22. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. UNESCAP dan UN-HABITAT. 2008. Panduan Ringkas Untuk Pembuat Kebijakan. Perumahan Bagi Kaum Miskin di Kota-Kota Asia. Rajdamnern Nok Avenue. Edisi 1. Bangkok. Thailand dan Nairobi, Kenya. UNESCAP dan UN-HABITAT. 2009. Panduan Ringkas Untuk Pembuat Kebijakan. Perumahan Bagi Kaum Miskin di Kota-Kota Asia. Rajdamnern Nok Avenue. Edisi 3. Bangkok. Thailand dan Nairobi, Kenya. Urmila, D. 2007. Daya Dukung Kabupaten Badung Dilihat dari Aspek Perkembangan Penduduk. Buletin Studi Ekonomi Volume 12 Nomor 3. Universitas Udayana. LAMPIRAN 61 76,22 9.915 jwkm 2 45,83 3.834 jwkm 2 2,54 499 jwkm 2 398 jwkm 2 5,61 9,66 775 jwkm 2 Keterangan : Luas lahan terbangun Kepadatan penduduk jwkm 2 Lampiran 1 : Peta Penduduk dan Lahan Terbangun Perkecamatan 62 Keterangan : Pelayanan air bersih Skor pelayanan 71,36 49,26 II IV I 89,93 58,79 III 20,15 V Lampiran 2 : Peta Pelayanan Air Bersih Perkecamatan 63 Lampiran 3 : Peta Permukiman Kota Balikpapan Lampiran 3 : Peta Permukiman Kota Balikpapan 64 Lampiran 4. Tabel Pencari Kerja dan Permintaan Tenaga Kerja Menurut Tingkat Pendidikan Tahun Pencari Kerja Permintaan Tenaga Kerja SD SMP SMU SM S1 S2 Jumlah SD SMP SMU SM S1 S2 Jumlah 2001 59 161 2.603 249 353 - 3.425 1.088 2002 294 250 2.761 599 921 - 4.825 911 2003 294 250 2.761 599 921 - 4.825 911 2004 707 396 6.250 657 2.798 43 10.851 3782 2005 331 332 6.460 767 2.713 27 10.630 2006 556 362 9.175 1.369 27 - 11.489 190 153 2.833 212 3.043 - 6.431 2007 9.472 2.296 24.080 2.189 - - 38.037 - 21 724 65 1.099 - 1.909 2008 626 358 4.249 832 1.670 101 7.836 234 261 2.946 494 966 - 4.901 2009 119 394 5.782 511 1.730 4 8.540 - 190 3.809 753 1.984 2 6.738 2009 1,40 4,61 67,70 5,98 20,26 0,05 100,00 Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Balikpapan 2001-2009 Keterangan : SM ; Sarjana Muda D1, D2, D3 Data Tidak Tersedia 65 Lampiran 5. Banyaknya Lowongan Kerja Yang Belum Dipenuhi Menurut Lapangan Usaha Utama Dan Jenis Kelamin Lapangan Usaha Utama Main Industry 2008 2009 Laki-laki Male Perempuan Female Laki-laki Male Perempua n Female 1 2 3 4 5 1.Tenaga Profesional, Teknisi yang Sejenis 632 467 2.Tenaga Kepemimpinan Ketalaksanaan 74 89 3.Tenaga Tata Usaha yang Sejenis 41 24 4.Tenaga di Bidang Penjualan 20 1 5.Tenaga di Bidang Jasa 83 57 6.Tenaga Usaha Pertanian, Kehutanan, Perkebunan Perikanan 7.Tenaga Produksi, Alat Angkutan Pekerjaan Kasar 166 114 Jumlah 1.016 752 Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Balikpapan, 2008 - 2009 ABSTRACT WITA DAHLIYANI. Management Control of Migrants in An Urban Environment Improvement Efforts Balikpapan City is one city that high levels of urbanization. Pull factors are the most prominent of the City of Aberdeen is the citys economy relies on oil and gas industry, commerce and services. The phenomenon of the high number of immigrants, it is necessary to control the management of migrants in order to achieve balance and harmony with the population carrying capacity. The results showed that the City of Aberdeen population not spread evenly throughout the district. With a population that exist today and the next few years is still sufficient capacity of West District Balikpapan, East and North. As for Aberdeen South and Central districts already exceed the carrying capacity. Aberdeen is also able to accommodate the arrival of job-seekers as the capacity of labor is very minimal. Proper management of population control is redirecting immigrants to the county that still has the capacity of the environment and have the availability of water. Since the capacity of labor is very minimal, then you should only accept immigrants Aberdeen City who have migrated for reasons to move the task from city to city Balikpapan. Issue of the settlements, one with a built Rusunawa not slums located on the river, forming a more healthy environment. in Balikpapan. Under direction of HARIYADI and SAID RUSLI Key Words : management control of migrants, migrants, carrying capacity, environment RINGKASAN WITA DAHLIYANI. Manajemen Pengendalian Penduduk Pendatang dalam Upaya Perbaikan Lingkungan Kota Balikpapan. Di bawah bimbingan HARIYADI dan SAID RUSLI Dinamika perubahan kependudukan secara umum disebabkan oleh empat faktor yaitu: kelahiran, kematian, migrasi keluar dan migrasi masuk. Kelahiran dan kematian merupakan faktor alami, sementara migrasi atau mobilitas penduduk merupakan trend factor yang sesaat tetapi dominan. Daerah tujuan penduduk dalam melakukan migrasi adalah kota besar, tingkat kepadatan penduduknya cukup tinggi dan sudah maju baik dalam segi perekonomian dan pendidikan. Kondisi tersebut menjadi faktor penarik masyarakat dalam melakukan migrasi. Faktor penarik paling menonjol dari Kota Balikpapan adalah perekonomian kotanya yang bertumpu pada sektor industri yang didominasi oleh industri minyak dan gas, perdagangan dan jasa. Hal ini menyebabkan Kota Balikpapan terus dibanjiri oleh pendatang dari berbagai daerah. Dengan demikian Kota Balikpapan membutuhkan manajemen pengendalian penduduk pendatang yang penting untuk dikaji terkait dengan masalah informasi tentang data kondisi penduduk pendatang dan tentang daya dukung daya serta tampung lingkungan yang dapat menampung kapasitas penduduk di masa yang akan datang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Kondisi penduduk pendatang dilakukan dengan menganalisis kependudukan mencakup aspek kuantitas penduduk yaitu jumlah, pertumbuhan, persebaran, dan kepadatan penduduk. Aspek kualitas penduduk dianalisa dengan mengkaji karakteristik dan perilaku penduduk pendatang. Analisis ini mencakup bahasa, aktifitas, ritual, sikap, etiket dan kebiasaan- kebiasaaan. Keseimbangan penduduk dengan daya dukung dan daya tampung wilayah dilakukan analisis berupa analisis terhadap penduduk dan lahan, penduduk dan air bersih, penduduk dan tenaga kerja, serta analisa permukiman. Selanjutnya manajemen pengendalian penduduk pendatang dilakukan dengan variabel pengamatan yang sama meliputi penduduk dan lahan, penduduk dan air bersih, penduduk dan tenaga kerja serta analisa permukiman. Kota Balikpapan ditinjau dari kondisi penduduk pendatang menunjukkan jumlah penduduk pendatang pada tahun 2003 adalah 12.813 jiwa dan meningkat di tahun 2009 menjadi 17.811 jiwa dengan peningkatan sebesar 3,11 persen pertahun. Dibandingkan pertumbuhan penduduk karena kelahiran periode 2009, yaitu sebesar 25,99 persen, pertumbuhan penduduk akibat pendatang dengan periode yang sama sebesar 49,25 persen. Pertumbuhan penduduk karena pendatang jauh lebih tinggi atau hampir 2 kali lipat dibandingkan pertumbuhan penduduk karena kelahiran. Analisis daya dukung dan daya tampung wilayah untuk penduduk dan lahan menunjukkan persentase penggunaan lahan di Kota Balikpapan wilayah terbangun baru mencapai 10,96 persen dan yang belum terbangun masih 89,04 persen. Wilayah terbangun yang masih sangat rendah di Kecamatan Balikpapan Timur, Balikpapan Utara dan Balikpapan Barat. Sementara Kecamatan Balikpapan Selatan dan Balikpapan Tengah wilayah terbangunnya sudah tinggi terutama untuk daerah permukiman. Total potensi ketersediaan semua sumber air bersih yang dimiliki Kota Balikpapan adalah sebesar 34,286 juta m 3 tahun. Sementara total air yang dibutuhkan untuk berbagai kegiatan di Kota Balikpapan adalah sebesar 18.994.048 m 3 . Hasil perbandingan diperoleh cadangan akhir atau sisa sebesar 15,292 juta m 3 Ditinjau menurut lapangan usaha, jumlah pekerja di Kota Balikpapan yang bergerak di sektor service S merupakan yang terbanyak dibandingkan sektor lainnya. Jumlah pendatang yang tinggi di Kota Balikpapan tidak dimbangi dengan kompetensi yang memadai atau sesuai dengan sektor-sektor yang dibutuhkan. Dirinci menurut pendidikannya, tingkat kualitas pencari kerja pada umumnya semakin lebih baik dibanding penduduk yang telah bekerja. . Menurut Standar Pelayanan Minimum SPM Bidang Air Baku 2009, pada tahun 2015, persentase Kota Balikpapan dalam memenuhi kebutuhan air bersih penduduk adalah 94,85 . Kota Balikpapan memiliki enam tipe permukiman yaitu permukiman sepanjang jalan utama. permukiman kampung swadaya, permukiman di atas air, permukiman instansi perkantoran swasta atau pemerintah, permukiman industri dan permukiman real estate. Permasalahan permukiman adalah kumuh. Tipe yang termasuk permukiman kumuh adalah permukiman kampung permukiman lama dan permukiman di atas air nelayan. Manajemen terhadap lahan yaitu dengan pengawasan ketat dan mengarahkan pendatang ke Kecamatan Timur, Utara dan Barat sesuai RTRW Kota Balikpapan bahwa kawasan pengembangan pemukiman dan perumahan kepadatan tinggi di Balikpapan Barat dan Timur. Manajemen terhadap air bersih yatu meminimalisir kehilangan air dengan peremajaan pipa, mengganti meter air, mendenda pencurian air sebesar 2 kali lipat dari harga sebenarnya. Kecamatan yang masih terlayani sebesar 50 persn diatasi dengan meningkatkan pertambahan air alami, yaitu mengelola hujan, mengelola air permukaan, dan meningkatkan sumur resapan. Manajemen terhadap tenaga kerja yaitu dengan mengembangkan sektor informal sehingga dapat menampung pengangguran yang tidak tertampung di sektor formal. Sektor ini diharapkan lebih produktif sebagai penyedia pelayanan dan penyedia barang-barang murah sehingga dapat menyumbang PAD. Selain itu memastikan pendatang memiliki kompetensi yang sesuai atau memastikan pendatang bertujuan pindah tugas dari kota asalnya. Manajemen terhadap permukiman yaitu dengan melakukan program perbaikan kampung dan program pembangunan rumah susun yang melibatkan masyarakat secara langsung dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah kependudukan dalam pembangunan merupakan masalah serius dimana Indonesia saat ini mempunyai jumlah penduduk yang besar disertai dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi dan penyebaran penduduk yang belum merata. Menurut Munir 2000, dinamika perubahan kependudukan secara umum disebabkan oleh empat faktor yaitu: Kelahiran, kematian, migrasi keluar dan migrasi datang. Kelahiran dan kematian merupakan faktor alami dalam sistem kependudukan yang akan menyebabkan perubahan jumlah ataupun komposisi kependudukan. Sementara migrasi atau mobilitas penduduk berupa urbanisasi merupakan trend factor yang sesaat tetapi dominan Henny, 2000. Daerah yang menjadi tujuan masyarakat dalam melakukan urbanisasi biasanya adalah kota besar dengan tingkat kepadatan penduduk yang cukup tinggi dan sudah maju baik dalam segi perekonomian dan pendidikan Soemarwoto, 1985. Masyarakat menentukan daerah tujuan tidak semata berasal dari pemikiran dan niatan dari diri mereka, tetapi umumnya berasal dari sebuah pengaruh yang kuat. Pengaruh tersebut biasanya dalam bentuk ajakan yang datang dari orang- orang sekitar yang telah melakukan urbanisasi sebelumnya, informasi-inforamsi yang ada media massa tentang daerah tujuan, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya. Pengaruh-pengaruh tersebut bisa berasal dari daerah asal yang mendorong masyarakat maupun daerah tujuan yang menjadi daya tarik masyarakat dalam melakukan urbanisasi UNESCAP UNHABITAT, 2008. Kota Balikpapan adalah kota yang perekonomiannya yang bertumpu pada sektor industri yang didominasi oleh industri minyak dan gas, perdagangan dan jasa. Letak industri di kota ini terpusat pada dua kelompok areal yang cukup dominan dalam konteks ekonomi kota, yaitu: Pertama, kawasan industri kilang minyak milik Pertamina dengan luas areal sekitar 250 ha. Keberadaan kilang ini sangat strategis karena merupakan bagian dari cikal bakal pertumbuhan kota sekaligus memberikan jiwa pada fungsi utama kota sebagai kota industri. Kedua, kawasan industri pendukung pengelolaan tambangmigas, berupa pengelompokan pabrik, tempat usaha, bengkelworkshop dan distributorsupplier. Hal di atas menyebabkan kota Balikpapan terus dibanjiri oleh pendatang dari berbagai daerah. Pemerintah Kota kemudian memberlakukan operasi kependudukan berupa operasi Kartu Tanda Penduduk terutama dari etnis pendatang yang sudah lama menetap di Balikpapan yakni berasal dari etnis Jawa Timur, Banjar, Bugis, Makassar kemudian pendatang lain yang di antaranya beretnis Madura, Manado, Gorontalo, Jawa, Sunda dan lain-lain. Selain dibanjiri oleh banyak pendatang, banyak perusahan-perusahaan asing dan lokal yang berinvestasi di Balikpapan. Hal ini semakin membuat Kota Balikpapan sebagai kota yang paling maju di Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur. Pemerintah Kota Balikpapan telah memiliki Peraturan Daerah yang mengatur masalah pendatang ini, dimana didalamnya salah satunya mengatur mengenai aturan bagi pendatang, yang secara umum isinya mensyaratkan bahwa adanya kewajiban bagi pendatang terutama yang bertujuan untuk mencari kerja untuk memberikan uang jaminan kepada pemerintah, apabila setelah batas waktu 6 bulan yang bersangkutan belum mendapatkan pekerjaan maka uang jaminan itu dikembalikan sebagai ongkos untuk kembali ke daerah asal. Dari sini diharapkan kota Balikpapan bisa mengatur pesatnya pertumbuhan penduduk pendatang dan mempertahankan daya dukung lingkungannya dengan melakukan manajemen pengendalian penduduk. Manajemen pengendalian penduduk bisa diartikan sebagai sekumpulan usaha merencanakan, mengorganisasikan, dan menggerakkan sumber daya manusia dan sumber daya lain dalam rangka mempengaruhi pola kembang biak penduduk ke arah angka pertumbuhan penduduk yang disesuaikan dengan daya tampungnya dan ditempuh melalui suatu kebijaksanaan pemerintah di bidang kependudukan. Singkatnya pengendalian penduduk adalah upaya untuk membatasi pertumbuhan penduduk yang disesuaikan dengan daya dukung dan daya tampung wilayahnya. Berdasarkan uraian diatas ada beberapa kebutuhan dasar terkait dengan masalah pendatang yaitu manajemen pengendalian penduduk yang harus dimiliki oleh Pemerintah Kota Balikpapan. Hal itu menyangkut masalah informasi, antara lain adalah informasi data ketersediaan lapangan kerja, informasi pendatang dengan fitur yang harus mencakup keseluruhan aspek yang telah diuraikan di atas. Demikian pula informasi daya dukung lingkungan yang dapat menampung kapasitas penduduk di masa yang akan datang . Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah yang perlu dicari jawabannya adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi penduduk pendatang di Kota Balikpapan? 2. Bagaimana kondisi keseimbangan antara penduduk pendatang dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan di Kota Balikpapan? 3. Bagaimana manajemen yang tepat dalam mengendalikan penduduk pendatang di Kota Balikpapan ? Kerangka Pemikiran Dinamika perubahan kependudukan secara umum disebabkan oleh empat faktor yaitu: Kelahiran, kematian, migrasi keluar dan migrasi datang. Kelahiran dan kematian merupakan faktor alami dalam sistem kependudukan yang akan menyebabkan perubahan jumlah ataupun komposisi kependudukan. Sementara perpindahan migrasi atau mobilitas penduduk dengan berbagai alasan baik karena sosial, ekonomi ataupun pendidikan merupakan trend factor sebagai akibat dari daya tarik ekonomi dari suatu daerah, ini merupakan faktor sesaat tapi dominan. Suatu daerah apabila berubah menjadi daerah perkotaan maka pada wilayah daerah itu akan dapat dipastikan akan muncul ‘Urban Problem’ Munir, 2000. Adanya migrasi, baik migrasi keluar maupun migrasi datang dapat menimbulkan masalah berupa urbanisasi. Pada kondisi seperti ini maka mulai muncul masalah social kemasyarakatan, ekonomi, politik bahkan kerusakan lingkungan yang sangat serius sehingga memerlukan penanganan khusus dari pemerintah terkait. Kota Balikpapan merupakan salah satu kota yang tingkat urbanisasinya tinggi. Pada tahun 2009, jumlahnya penduduk Kota Balikpapan sebanyak 621.862 jiwa, meningkat sebesar 3,3 persen dari jumlah penduduk tahun 2008 601.392 jiwa. Dari lima Kecamatan di Kota Balikpapan, yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Balikpapan Selatan, yaitu sebesar 218.520 jiwa, sedangkan Kecamatan Balikpapan Timur mempunyai jumlah penduduk yang paling sedikit, yaitu sebanyak 61.691 jiwa BPS, 2005. Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Balikpapan Last update : Januari 2010 Dengan demikian dibutuhkan adanya manajemen pengendalian penduduk yang menyangkut masalah informasi, antara lain adalah informasi data ketersediaan lapangan kerja, informasi pendatang dengan fitur yang harus mencakup keseluruhan aspek yang telah diuraikan di atas, serta informasi daya dukung lingkungan yang dapat menampung kapasitas penduduk di masa yang akan datang sebagai kebijakan dari Pemerintah Kota Balikpapan. Gambar 1. Pertumbuhan Penduduk Balikpapan Januari – Desember 2009 Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian Secara Skematik Tujuan Penelitian 1. Menghimpun informasi mengenai kondisi penduduk pendatang di Kota Balikpapan. 2. Mengkaji kondisi keseimbangan antara penduduk pendatang dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan di Kota Balikpapan. 3. Merumuskan manajemen yang tepat dalam mengendalikan penduduk pendatang di Kota Balikpapan. Manfaat Penelitian Secara singkat manfaat yang ingin di peroleh adalah: 1. Mempermudah akses data pendatang yang disesuaikan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Dinamika Perubahan Penduduk Faktor Sengaja Faktor Alami Pindah Masuk Pindah Keluar Kematian Kelahiran Manajemen Pengendalian Penduduk Pendatang Kebijakan Pemerintah Aspek Politik Aspek Ekologi Aspek Ekonomi Aspek Sosial 2. Memberikan informasi kepada pemerintah terkait tentang pengendalian penduduk pendatang di Kota Balikpapan. Output Penelitian Output dari hasil penelitian ini berupa rekomendasi mengenai hal-hal berikut. 1. Pengendalian laju pertumbuhan penduduk pendatang agar tercapai keseimbangan dan keserasian jumlah penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan. 2. Mengarahkan, mengatur, dan mengendalikan persebaran penduduk pendatang agar tercapai keseimbangan dan keserasian antara jumlah penduduk dengan potensi alam dan lingkungannya. TINJAUAN PUSTAKA Penduduk Pendatang Penduduk pendatang secara umum didefinisikan adalah penduduk yang lahir di luar suatu daerah kemudian melakukan perrpindahan kedaerah tersebut. Pendatang biasanya di sebut juga migran dan aktivitasnya disebut migrasi. Salah satu bentuk migrasi adalah urbanisasi. Urbanisasi memiliki pengertian yang berbeda-beda tergantung sudut pandang yang di ambil. Urbanisasi dapat diartikan sebagai suatu proses pertambahan penduduk pada suatu wilayah perkotaan atau proses transformasi suatu wilayah berkarakter rural menjadi urban. Sementara jika dilihat dari segi Geografis, urbanisasi ialah sebuah kota yang bersifat integral, dan yang memiliki pengaruh atau merupakan unsur yang dominan dalam sistem keruangan yang lebih luas tanpa mengabaikan adanya jalinan yang erat antara aspek politik, sosial dan aspek ekonomi dengan wilayah sekitarnya kutipan. Berdasarkan pengertian tersebut, urbanisasi memiliki Pandangan inilah yang mejadi titik tolak dalam menjelaskan proses urbanisasi. Menurut Hauser, et.al 1978, urbanisasi dikenal melalui empat proses utama keruangan four major spatial processes,yaitu 1 Adanya pemusatan kekuasaan pemerintah kota sebagai pengambil keputusan dan sebagai badan pengawas dalam penyelenggaraan hubungan kota dengan daerah sekitarnya. 2 Adanya arus modal dan investasi untuk mengatur kemakmuran kota dan wilayah disekitarnya. Selain itu, pemilihan lokasi untuk kegiatan ekonomi mempunyai pengaruh terhadap arus bolak-balik kota desa. 3 Difusi inovasi dan perubahan yang berpengaruh terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya dan politik di kota akan dapat meluas di kota-kota yang lebih kecil bahkan ke daerah pedesaan. Difusi ini dapat mengubah suasana desa menjadi suasana kota. 4 Migrasi dan pemukiman baru dapat terjadi apabila pengaruh kota secara terus- menerus masuk ke daerah pedesaan. Perubahan pola ekonomi dan perubahan pandangan penduduk desa mendorong mereka memperbaiki keadaan sosial ekonomi. Ada beberapa alasan penduduk melakukan urbanisasi UNESCAP dan UN-HABITAT, 2008. Terkadang mereka terpaksa keluar dari daerah asalnya akibat rendahnya kualitas hidup atau adanya daerah yang menjanjikan kesempatan untuk hidup lebih layak. Seringkali seseorang memutuskan untuk pindah karena kombinasi dari kedua faktor di atas. Beberapa penduduk terpaksa keluar dari daerah asalnya karena mereka tidak bisa mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk kehidupan yang layak. Faktor lain adalah kerawanan bencana di daerah tersebut, seperti banjir, kemarau ataupun gempa bumi, atau perubahan ekologis yang berkelanjutan seperti gurun-isasi atau erosi tanah. Pada saat yang bersamaan, seseorang merasa ditarik ke kota karena adanya kesempatan kerja, pendidikan dan fasilitas kesehatan yang lebih baik, atau lebih adanya kebebasan dari struktur sosial dan budaya yang dirasa mengekang. Minimnya Kesempatan untuk memiliki penghasilan yang layak dari kegiatan agrikultur. Kebanyakan penduduk desa bekerja di sektor agrikultur yang merupakan sektor yang sangat tergantung dengan kondisi cuaca, ketersediaan lahan dan tingkat kesuburan tanah. Selain itu, tanah miliknya tergolong kecil sehingga mereka terpaksa berhutang dan seringkali terpaksa menjual tanahnya untuk memenuhi kebutuhan hidup dan melunasi hutang. Akibatnya, penghasilan di desa cenderung kecil. Untuk meningkatkannya, maka para petani harus meningkatkan produktivitas mereka, yang membutuhkan sokongan dana yang tidak sedikit untuk membayar teknologi yang dibutuhkan, bibit tanaman unggul ataupun obat anti hama yang relatif mahal. Pilihan yang tersedia adalah menambah penghasilan mereka dengan pekerjaan tambahan yang tidak terkait dengan sektor agrikultur, baik pekerjaan di desa, ataupun di kota untuk sementara, sebagai buruh bangunan, pembantu rumah tangga, pedagang kaki lima, dan pekerjaan informal lainnya yang umum ditemukan di perkotaan. Migrasi ke kota meningkatkan kesempatan mencari pekerjaan yang lebih baik. Peningkatan jaringan transportasi, ketersediaan telepon selular, meningkatkan komunikasi dan jejaring dengan kenalan mereka di kota, telah membuat penduduk desa paham mengenai keuntungan ataupun kerugian untuk pindah ke kota. Terutama informasi mengenai kesempatan kerja serta kondisi huni di perkotaan. Alasan lain penduduk melakukan mobilitas ke daerah urban adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah tangga di desa. Dalam memenuhi ini, anggotanya seringkali bekerja terpencar di berbagai tempat: daerah pedesaan, kota kecil dan kota besar; bahkan ke luar negeri. Hal ini dilakukan untuk memastikan keragaman sumber penghasilan sehingga tidak rentan terhadap kondisi ekonomi di satu tempat yang dapat mempengaruhi keamanan finansial mereka. Survei antar sensus BPS, 1995 mengindikasikan bahwa sejak sensus 1990, sekitar 7.2 persen dari populasi penduduk Indonesia total bermigrasi pada periode lima tahun. Sebagian besar 61 kaum migran pindah ke kawasan perkotaan. Dari pendatang yang disebut terakhir ini, 34 persen datang dari kawasan perkotaan lain mobilitas intra urban sedangkan 27 persen sisanya datang dari kawasan pedesaan. Hal ini mengindikasikan bahwa sekitar 25-30 persen merupakan pertumbuhan penduduk perkotaan, sedangkan 30-35 persen yang tersisa diperkirakan merupakan akibat dari transformasi perubahan kawasan dari perdesaan menjadi perkotaan. Dampak Pendatang terhadap Lingkungan Kota Akibat dari meningkatnya penduduk pendatang menimbulkan dampak- dampak terhadap lingkungan kota, baik dari segi tata kota, masyarakat, maupun keadaan sekitarnya. Dampak penduduk pendatang urbanisasi terhadap lingkungan kota Manning dan Efendi, 1985 antara lain: 1. Semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan Pertambahan penduduk kota yang begitu pesat, sudah sulit diikuti kemampuan daya dukung kotanya. Saat ini, lahan kosong di daerah perkotaan sangat jarang ditemui. ruang untuk tempat tinggal, ruang untuk kelancaran lalu lintas kendaraan, dan tempat parkir sudah sangat minim. Bahkan, lahan untuk Ruang Terbuka Hijau RTH pun sudah tidak ada lagi. Lahan kosong yang terdapat di daerah perkotaan telah banyak dimanfaatkan oleh para urban sebagai lahan pemukiman, perdagangan, dan perindustrian yang legal maupun ilegal. Bangunan-bangunan yang didirikan untuk perdagangan maupun perindustrian umumnya dimiliki oleh warga pendatang. Selain itu, para urban yang tidak memiliki tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong sebagai pemukiman liar mereka. Hal ini menyebabkan semakin minimnya lahan kosong di daerah perkotaan. 2. Menambah polusi di daerah perkotaan Masyarakat yang melakukan urbanisasi baik dengan tujuan mencari pekerjaan maupun untuk memperoleh pendidikan, umumnya memiliki kendaraan. Pertambahan kendaraan bermotor roda dua dan roda empat yang membanjiri kota yang terus menerus, menimbulkan berbagai polusi atau pemcemaran seperti polusi udara dan kebisingan atau polusi suara bagi telinga manusia. 3. Penyebab bencana alam Para urban yang tidak memiliki pekerjaan dan tempat tinggal biasanya menggunakan lahan kosong di pusat kota maupun di daerah pinggiran Daerah Aliran Sungai DAS untuk mendirikan bangunan liar baik untuk pemukiman maupun lahan berdagang mereka. Hal ini tentunya akan membuat lingkungan tersebut yang seharusnya bermanfaat untuk menyerap air hujan justru menjadi penyebab terjadinya banjir. Daerah Aliran Sungai sudah tidak bisa menampung air hujan lagi. 4. Pencemaran yang bersifat sosial dan ekonomi Kepergian penduduk desa ke kota untuk mengadu nasib tidaklah menjadi masalah apabila masyarakat mempunyai keterampilan tertentu yang dibutuhkan di kota. Namun, kenyataanya banyak diantara mereka yang datang ke kota tanpa memiliki keterampilan kecuali bertani. Oleh karena itu, sulit bagi mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Mereka terpaksa bekerja sebagai buruh harian, penjaga malam, pembantu rumah tangga, tukang becak, dan pekerjaan lain yang sejenis. Bahkan,masyarakat yang gagal memperoleh pekerjaan sejenis itu menjadi tunakarya, tunawisma, dan tunasusila. 5. Penyebab kemacetan lalu lintas Padatnya penduduk di kota menyebabkan kemacetan dimana-mana, ditambah lagi arus urbanisasi yang makin bertambah. Para urban yang tidak memiliki tempat tinggal maupun pekerjaan banyak mendirikan pemukiman liar di sekitar jalan, sehingga kota yang awalnya sudah macet bertambah macet. Selain itu tidak sedikit para urban memiliki kendaraan sehingga menambah volum kendaraan di setiap ruas jalan di kota. 6. Merusak tata kota Tata kota suatu daerah tujuan urban bisa mengalami perubahan dengan banyaknya urbanisasi. Urban yang mendirikan pemukiman liar di pusat kota serta gelandangan-gelandangan di jalan-jalan bisa merusak sarana dan prasarana yang telah ada, misalnya trotoar yang seharusnya digunakan oleh pedestrian justru digunakan sebagai tempat tinggal oleh para urban. Hal ini menyebabkan trotoar tersebut menjadi kotor dan rusak sehingga tidak berfungsi lagi. Manajemen Pengendalian Penduduk Untuk menjelaskan definisi manajemen pengendalian penduduk, maka harus dijelaskan dulu definisi manajemen secara umum. Menurut pengertian Stoner Wankel 1986, manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengendalikan usaha-usaha anggota organisasi dan proses penggunaan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi yang sudah ditetapkan. Sedangkan menurut Terry 1982 manajemen adalah proses tertentu yang terdiri dari kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Banyak definisi lain, namun pada intinya manajemen adalah sekumpulan aktifitas atau usaha yang disengaja merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan yang terkait dengan tujuan tertentu. Pengendalian penduduk ditinjau dari definisi umum adalah segala usaha untuk mempengaruhi pola pertumbuhan penduduk ke arah angka pertumbuhan penduduk yg diinginkan dan ditempuh melalui suatu kebijaksanaan pemerintah di bidang kependudukan. Kebijaksanaan kependudukan dapat berbentuk kebijaksanaan langsung, yaitu kebijaksanaan kependudukan yang mempengaruhi variabel kependudukan antara lain migrasi secara langsung. Jadi manajemen pengendalian penduduk pendatang bisa diartikan sebagai sekumpulan usaha merencanakan, mengorganisasikan, dan menggerakkan sumber daya manusia dan sumber daya lain dalam rangka mempengaruhi pola pertumbuhan penduduk pendatang ke arah angka pertumbuhan penduduk yang disesuaikan dengan daya tampungnya dan ditempuh melalui suatu kebijaksanaan pemerintah di bidang kependudukan. Pengendalian penduduk adalah upaya untuk membatasi pertumbuhan penduduk yang disesuaikan dengan daya dukung dan daya tampung wilayahnya. Hal ini perlu dilakukan karena luas lahan yang ada di permukaan bumi ini sudah bertuan semua, sehingga tidak ada kemungkinan perluasan wilayah dari sekelompok masyarakat tertentu tanpa perlawanan dari kelompok masyarakat lain. Dapat dikatakan bahwa di suatu daerah luasan lahan tidak bertambah. Akibatnya dengan meningkatnya jumlah penduduk maka besarnya rasio manusia-lahan, yaitu perbandingan antara jumlah manusia dan luas lahan di suatu daerah semakin meningkat, meskipun nilai setiap jengkal lahan sangat dipengaruhi oleh tingkat kebudayaan masyarakat yang mendiami Rusli, 1996. Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Pengukuran daya dukung lingkungan didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu pertumbuhan organisme. Tiap daerah mempunyai suatu batas maksimal dalam menampung jumlah penduduk seperti pernyataan berikut : “Each region or area has a natural carrying capacity for sustaining humans populations which cannot be exceeded in the long-term without negative consequencies” Orians dan Skumanish, 1997. Odum 1971 menegaskan bahwa daya dukung lingkungan merupakan jumlah populasi organisme yang kehidupannya dapat didukung oleh suatu kawasanekosistem. Caughley 1979 membedakan antara dua tipe daya dukung, yaitu daya dukung ekologi dan daya dukung ekonomi. Daya dukung ekologi menjelaskan ukuran herbivora dan populasi tanaman yang dapat dicapai secara alami apabila keduanya dibiarkan berinteraksi tanpa ada intervensi manusia. Sementara itu, daya dukung ekonomi menjelaskan suatu kesetimbangan yang ditimbulkan oleh kelestarian pemanenan populasi herbivora. Dalam konteks ini, perbedaan manajemen dapat berimplikasi pada ukuran populasi optimal yang diperoleh. Satu hal penting dalam proses membangun daya dukung lingkungan adalah menjelaskan hubungan antar berbagai tingkatan aktivitas dengan pengaruh-pengaruh lingkungannya, serta suatu dugaan perolehan akibat pengaruh lingkungan yang berbeda pada suatu teknik manajemen yang lain pula. Karenanya, perlu ditetapkan tentang elemen-elemen apa dari interaksi-interaksi tersebut yang akan dioptimalkan. Senada dengan pengertian sebelumnya, daya dukung lingkungan dimaknai sebagai kapasitas maksimum lingkungan yang dapat memikul beban yang ada Duarte, et al. 2003. Sementara itu, Losondo, dan Westers, 1993 menyatakan bahwa daya dukung ekologis merupakan landasan bagi optimalisasi habitat dalam menghasilkan produksi. Daya dukung dapat berubah sesuai dengan asupan manajemen dan teknologi. Atas dasar ini dapat dimengerti pendapat bahwa daya dukung lingkungan bukanlah suatu konsep atau formula keilmuan untuk mendapatkan suatu angka. Batasan-batasannya hendaklah dipandang sebagai suatu arahan. Batasan-batasan tersebut seharusnya dengan hati-hati digunakan dan dimonitor serta dipadukan dengan standar lainnya. Daya dukung tidaklah tetap, melainkan berkembang sesuai dengan waktu, perkembangan serta dapat dipengaruhi oleh teknik-teknik manajemen dan pengontrolan Telfor dan Robinson, 2003.. Lingkungan mempunyai kemampuan dalam mengasimilasi limbah disebut sebagai daya tampung lingkungan. Daya tampung lingkungan berdasarkan Undang-undang 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, danatau komponen lainnya yang masuk atau atau dimasukkan ke dalamnya. Padahal sebenarnya daya tampung lingkungan sudah dapat tercakup dalam pengertian daya dukung lingkungan karena “mendukung perikehidupan dapat diartikan sebagai mendukung ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan sekaligus mengasimilasi limbah dari dari konsumsi sumberdaya tersebut. Menurut Undang-undang 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, yang dimaksud dengan daya dukung alam adalah kemampuan lingkungan alam beserta segenap unsur dan sumbernya untuk untuk menunjang perikehidupan manusia serta makhluk lain secara berkelanjutan. Sementara yang dimaksud dengan daya tampung lingkungan adalh kemampuan lingkungan hidup buatan manusia untuk memenuhi perikehidupan penduduk. Dari pengertian tersebut, daya dukung lingkungan adalah sesuatu yang bersifat dinamis, dapat terdegradasi atau punah apabila tidak dilestarikan dan sebaiknya dapat ditingkatkan kemampuannya. Kondisi Kependudukan Kota Balikpapan Komposisi penduduk Kota Balikpapan sangat heterogen meliputi hampir seluruh suku yang ada di Indonesia, baik dari Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Jawa, Sumatera dan Kalimantan sendiri. Penduduk asli Balikpapan sendiri adalah Pasir Balik yang halmpir punah dan tersebar didaerah Kecamatan Balikpapan seberang. Penduduk Kota Balikpapan umumnya berbahasa Indonesia dan sedikit yang mempergunakan bahasa daerah. Untuk Tahun 2009, banyaknya penduduk Kota Balikpapan sejumlah 621.862 jiwa, meningkat sebesar 20.470 dari jumlah penduduk tahun 2008 sebanyak 601.392 jiwa. Dari 5 lima Kecamatan di Kota Balikpapan, yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Balikpapan Selatan, yaitu sebesar 218.520 jiwa, sedangkan Kecamatan Balikpapan Timur mempunyai jumlah penduduk yang paling sedikit, yaitu sebanyak 61.691 jiwa. www,Balikpapan.go.id Upah untuk tenaga kasarburuh atau pembantu di Balikpapan relatif lebih tinggi dibandingkan di pulau jawa bisa sampai dengan 2, 3 x lipat upah di pulau jawa atau Sumatera yaitu sekitar Rp 600 ribu sd 1 juta. Tidak mengherankan jika harga-harga kebutuhan sandang dan pangan sangat tinggi di provinsi ini. Developer perumahanproyek besar biasanya membawa tenaga kerja dari pulau jawa langsung karena bisa dibayar murah. Sedangkan warga asli atau lokal sendiri jarang yang berminat terjun sebagai tenaga kasar atau buruh sehingga kemungkinan karena gengsi. Inilah yang merupakan salah satu dari faktor penarik bagi pendatang. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di wilayah Kota Balikpapan selama empat bulan, dari bulan Nopember 2010 – April 2011. Gambar 3. Peta lokasi penelitian Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terbagi dalam data primer dan sekunder. Data primer bersumber dari hasil survei dan wawancara di lapangan. Responden terdiri atas penduduk pendatang. Sedangkan data sekunder diperoleh dari beberapa sumber, yaitu dari studi literatur, dinas atau departemen terkait baik berupa teori, hasil-hasil penelitian dan dokumen yang memiliki keterkaitan langsung dengan penelitian. Data kependudukan diperoleh dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Balikpapan, data penggunaan lahan diperoleh dari Bappeda Kota Balikpapan, data tentang air bersih diperoleh dari PDAM dan BPS, data ketenagakerjaan diperoleh dari Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, serta data dan peta permukiman diperoleh dari Bappeda Kota Balikpapan. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara dan kuisioner. contoh informan dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan pertimbangan bahwa informan yang dipilih adalah penduduk pendatang sebanyak 75 orang. Sementara pengumpulan data sekunder diambil dari beberapa pustaka, baik berupa teori, hasil-hasil penelitian dan dokumen yang memiliki keterkaitan langsung dengan penelitian. Tabel 1. Tujuan, variabel, tenik pengumpulan dan analisis data serta keluaran Tujuan Penelitian Variabel Pengamatan Pengumpulan Data Analisis Data Keluaran output yang diharapkan 1. Mengkaji kondisi pendatang • Kependuduk- an  Kuisioner, wawancara dan studi literatur  Rumus geometrik Rusli, 2006  Distribusi Frekuensi  Jumlah, persebaran dan pertumbuhan penduduk pendatang 2. Mengkaji daya dukung dan daya tampung lingkungan • Penduduk dan lahan, • Penduduk dan air bersih • Penduduk dan tenaga kerja  Data sekunder dan Studi literatur  Analisis penduduk dan lahan Bappenas, 2004  Analisis ketersediaan dan kebutuhan air bersih Soerjani, 1987, SPM, 2009  Analisis ketenagakerjaan BPS, 1990  Keseimbangan dan keserasian jumlah penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan 3.Merumuskan manajemen pengendalian penduduk pendatang • Penduduk dan lahan, • Penduduk dan air bersih • Penduduk dan tenaga kerja  Data Sekunder dan Studi literatur  Perda no 22 tahun 2002  RTRW Kota Balikpapan  Mengarahkan, mengatur, dan mengendalikan penduduk pendatang Analisis Data Secara umum manajemen pengendalian penduduk ini menggunakan pendekatan indikator dinamis keseimbangan penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan menganalisa faktor-faktor yang meliputi : Analisis Kependudukan Analisis kependudukan akan mencakup aspek kuantitas penduduk. Aspek kuantitas berkaitan dengan jumlah, pertumbuhan, persebaran, dan kepadatan penduduk. Untuk mengetahui laju perkembangan penduduk untuk tahun tertentu dapat dihitung dengan rumus Rusli, et al, 2006: Dimana : B = jumlah kelahiran r = laju perkembangan penduduk tahunan D = jumlah kematian I = jumlah migrant masuk E = jumlah migran keluar Ptt = penduduk tengah tahun Jika data yang tersedia hanya pada dua titik waktu, maka laju pertumbuhan penduduk dapat dihitung dengan rumus Geometrik : Pt = Po 1 + r Dimana : t Pt = jumlah penduduk pada akhir periode t P r = laju perkembangan penduduk tahunan = jumlah penduduk pada awal periode t t = waktu Analisis berikutnya adalah analisis faktor kritis permasalahan lingkungan Kota Balikpapan berupa analisis akan keseimbangan penduduk dengan daya dukung dan daya tampung wilayah yang meliputi :

1. Analisis Penduduk dan lahan