Daya Dukung dan Daya Tampung Wilayah
Adapun hasil dan pembahasan dari manajemen pengendalian penduduk ini menggunakan pedekatan indikator dinamis keseimbangan penduduk dengan daya
dukung dan daya tampung lingkungan dengan menganalisa faktor-faktor kritis dari Kota Balikpapan. Faktor kritis adalah faktor-faktor yang menentukan daya
dukung dan daya tampung penduduk di suatu wilayah pada satu tingkat teknologi dan organisasi tertentu.
1. Penduduk dan Lahan
Berdasarkan data perkembangan penggunaan lahan dalam rencana tata ruang wilayah kota, tampak bahwa di Kota Balikpapan ada 5 lima penggunaan
lahan utama di daerah ini, yaitu untuk kawasan pusat kota, kawasan coastal road, kawasan perumahan, kawasan konservasi alam dan sektoral serta kawasan industri
Kariangau. Secara visual, perkembangan industri Kariangau cukup pesat. Dengan demikian, akan terjadi peningkatan kepadatan penduduk dalam satuan wilayah.
Dengan peningkatan lahan untuk kepentingan tersebut maka akan terjadi pengurangan lahan kering.
Penggunaan lahan untuk pemukiman di Kota Balikpapan sudah terbangun mencapai
3.147,32 ha dengan wilayah untuk pemukiman pada tiap-tiap
Kecamatan yaitu Balikpapan Tengah dengan luas 520,44 ha, Kecamatan Balikpapan Selatan : 1.168,1 Ha, Kecamatan Balikpapan Barat : 270,21 ha,
Kecamatan Balikpapan Utara mencapai luas 832,89 ha, Kecamatan Balikpapan Timur mencapai luas 355,68 ha. Perbandingan antara kepadatan penduduk, total
luas lahan dan luas lahan terbangun perkecamatan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Perbandingan antara kepadatan penduduk, total luas lahan dan luas lahan terbangun perkecamatan
Kecamatan Kepadatan
Penduduk jiwa per
Km
2
Luas Wilayah
ha Luas Lahan
Terbangun Luas Lahan Tidak
Terbangun ha
ha
Balikpapan Selatan
3.834 4.795,57
2.198,04 45.83
2.597,52 54.17
Balikpapan Timur
398 13.215,81
741,21 5,61
12.474,59 94,39
Balikpapan utara
775 13.216,62
1.276,65 9,66
11.939,97 90.34
Balikpapan Tengah
9.915 1.107,38
844,01 76,22
263,37 23,78
Balikpapan Barat
499 17.989,95
457,45 2,54
17.532,51 97,46
Jumlah 1,070
50.325,33 5.517,36
44.807,96 Total Persentase
100,00 10,96
89,04
Sumber : RDTR Kota Balikpapan, 2008
Persentase penggunaan lahan menjadi daerah terbangun dan tidak terbangun di Kota Balikpapan menunjukkan bahwa wilayah terbangun baru
mencapai 10,96 persen, sementara wilayah yang belum terbangun masih 89,04 persen. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa wilayah terbangun di Kota
Balikpapan masih sangat rendah terutama di Kecamatan Balikpapan Timur, Balikpapan Utara dan Balikpapan Barat. Sementara persentase penggunaan lahan
di Kecamatan Balikpapan Selatan antara lahan yang terbangun dengan yang tidak terbangun selisihnya sangat sedikit yaitu 8,34 persen. Sebagai pusat kota,
Kecamatan Balikpapan Selatan memiliki perkembangan dan pertumbuhan yang cukup pesat, sehingga pelaksanaan pembangunannya dari tahun ketahun semakin
meningkat dan mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan untuk pembangunan permukiman, perdagangan dan jasa, industri dan lainnya. Wilayah
terbangun di keempat kecamatan paling tinggi digunakan untuk pemukiman dan wilayah tidak terbangun paling besar adalah semak belukar.
Sementara Kecamatan Balikpapan Tengah sebagian besar pola pemanfaatan lahannya mereupakan kawasan terbangun yang mencapai 844,01 ha atau 76,22
persen dari luas wilayah. Jenis penggunaan lahan terbesar adalah untuk pemukiman dengan luas 520,44 ha. Hal ini wajar, karena Kecamatan Balikpapan
Tengah merupakan wilayah yang terkategori paling diminati oleh pendatang. Permukiman penduduk berfungsi ganda yaitu selain sebagai tempat bermukim
rumah-rumah juga berfungsi sebagai tempat usaha baik itu perdagangan maupun kegiatan jasa.
Di Wilayah Kecamatan Balikpapan Tengah juga terdapat faktor penarik utama. Faktor utama tersebut adalah adanya kilang minyak Pertamina yang
merupakan aset Nasional. Selain adanya kilang Pertamina, berkembang pula kegiatan industri perdagangan berupa swalayan, pusat grosir dan pertokoan.
Kegiatan jasa yang berkembang berupa perbankan, jasa konveksi, bengkel dan kegiatan jasa lainnya. Kegiatan-kegiatan tersebut pada akhirnya berdampak pada
permintaan kebutuhan ruang yang semakin meningkat. Dari data pada Tabel 7, dapat dinyatakan bahwa penggunaan lahan
wilayah Kecamatan Balikpapan Timur, Balikpapan Utara dan Balikpapan Barat belum mengkhawatirkan karena penggunaan lahan masih terkendali, pertumbuhan
penduduk yang rendah, perubahan alih fungsi lahan juga relatif kecil. Tetapi wilayah tersebut memerlukan pengaturan alih fungsi lahan lebih terkendali dan
terarah. Wilayah Kecamatan Balikpapan Tengah dan Kecamatan Balikpapan
Selatan dari data Tabel 7 diketahui penggunaan lahan terbangunnya sudah sangat tinggi sehingga perlu langkah-langkah pengendalian yang ketat. Terutama
Balikpapan Tengah, jika dikaitkan dengan standar luasan hutan kota ádalah 10 dari luasan wilayah. Maka luas wilayah Kecamatan Balikpapan Tengah adalah
1.107,38 ha sedangkan luas hutan kota di Kecamatan Balikpapan Tengah hanya mencapai 7,995 ha atau hanya mencapai 0.72 dari luas wilayah. Hal tersebut
tentunya masih jauh dari kurang untuk kawasan hutan kota di Kecamatan Balikpapan Tengah.
Penduduk dan Air Bersih
Guna mengetahui daya dukung sumber daya air suatu wilayah maka tingkat kebutuhan air harus dibandingkan dengan tingkat ketersediaan air yang
dalam wilayah tersebut Soerjani, 1987. Besarnya kebutuhan air bersih di Kota Balikpapan seperti tersebut diatas harus dibandingkan dengan ketersediaan air
dari berbagai sumber yang dimiliki Kota Balikpapan. Kebutuhan air kota Balikpapan untuk sosial umum meliputi hydran
umum. kamar mandi. dll adalah 181622 m
3
dan untuk sosial khusus meliputi badan-badan sosial; rumah sakit; rumah ibadah 733,623 m
3
. Kebutuhan untuk rumah tangga A, B dan C sebesar 16.243.516 m
3
. Kebutuhan air untuk rumah tangga atau domestik ini merupakan yang terbesar dibandingkan dengan kegiatan-
kegiatan lain yang membutuhkan air bersih. Sementara itu, instansi pemerintah membutuhkan air bersih sebesar 347.447 m
3
dan perniagaan baik perniagaan besar hotel, restoran, pasar, swalayan maupun kecil kios, perusahaan, toko,
rumah minum, losmen, penginapan, dll membutuhkan air sebesar 1.420.623 m
3 .
Sebaliknya industri kecil seperti kerajinan rumah tangga, peternakan kecil, dll dan industri besar pabrik, peternakan besar. dll hanya membutuhkan air bersih
sebesar 12.103 m
3
. Selain itu, masih ada kebutuhan akan air bersih yaitu pelabuhan pelabuhan laut, sungai dan udara 33.881 m
3
dan pengisian Auto Tangki sebesar 21.233 m
3
. Jadi, total air yang dibutuhkan untuk berbagai kegiatan di Kota Balikpapan adalah sebesar 18.994.048 m
3
Air yang diproduksi oleh PDAM Kota Balikpapan sebanyak 29,342 juta m
tahun.
3
tahun. Air baku yang dipergunakan PDAM antara lain berasal dari air tanah dalam, air permukaan, air reshecling, dan air tadah hujan. Pelayanan PDAM ini
mampu melayani 71,36 – 89,93 persen masyarakat Kecamatan Balikpapan Barat dan Tengah. Sementara Kecamatan Balikpapan Selatan, Timur dan Utara hanya
sekitar 50 persen yang dapat terlayani air bersihnya oleh pihak PDAM. Artinya cakupan air bersih oleh PDAM di Kota Balikpapan ini belum merata. Selebihnya,
masyarakat di tiga Kecamatan tersebut memanfaatkan air bersih yang berasal dari sumur gali dengan potensi ketersediaan sebesar 2,098 juta m
3
tahun, sumur pompa dengan potensi ketersediaan sebesar 1,459 juta m
3
tahun, dan hidran
umum yang berpotensi ketersediaan sebesar 1,387 m
3
tahun. Oleh karena itu, total potensi ketersediaan semua sumber air bersih yang dimiliki Kota Balikpapan
adalah sebesar 34,286 juta m
3
Tabel 8. Potensi Ketersediaan Air Bersih di Kota Balikpapan tahun.
No. Sumber Air
Potensi Ketersediaan Air juta m
3
tahun
1. PDAM
29,342 2.
Sumur gali 2,098
3. Sumur pompa
1,459 4.
Hidran umum 1,387
Total Potensi 34,286
Sumber : PDAM 2009 dan hasil perhitungan
Perbandingan antara potensi ketersediaan air dengan besarnya kebutuhan dari data tersebut di atas sebesar 15,292 juta m
3
Hasil registrasi penduduk tahun 2009, jumlah penduduk di Kota Balikpapan menunjukkan angka 621.862 jiwa yang tersebar di enam kecamatan.
Berdasarkan data terbaru tentang rata-rata konsumsi air penduduk per kapita sebesar 120 ltoranghari SNI, 2002 maka kebutuhan air bersih untuk jumlah
penduduk sebesar 621.862 jiwa adalah sebesar 74,62 juta literhari atau 27,24 juta m
yang merupakan cadangan akhir atau sisa dari hasil pemanfaatan sumber daya air yang ada. Ini berarti Kota
Balikpapan masih mampu memenuhi kebutuhan air masyarakatnya dari cadangan yang tersedia. Hanya saja butuh pendistribusian yang merata pada setiap
Kecamatannya.
3
tahun. Selain itu, dengan melihat adanya tren pertumbuhan penduduk 2003 – 2009 yaitu sebesar 4,83 persen dan jumlah penduduk meningkat menjadi
825.275 jiwa, maka menurut Standar Pelayanan Minimum SPM Bidang Air Baku 2009, dengan membandingkan antara potensi ketersediaan air bersih
34,286 m
3
tahun dengan total kebutuhan air bersih 36,147 m
3
tahun maka diketahui bahwa pada tahun 2015, persentase Kota Balikpapan dalam memenuhi
kebutuhan air bersih penduduk adalah 94,85 .
Selain itu, menurut penelitian Susilastuti, et.al 2009, perilaku dapat memperlambat krisis air bersih yang semula diprediksikan terjadi pada tahun 2018
dapat diundurkan menjadi tahun 2022. Artinya perilaku positif penduduk terhadap air mengakibatkan pengurangan konsumsi dan pencemaran, sehingga
cadangan ketersediaan air bersih meningkat dan kelestarian airpun lebih terjaga.
Penduduk dan Tenaga Kerja
Penduduk merupakan salah satu unsur lingkungan hidup, yakni unsur sumber daya manusia. Jumlah penduduk yang besar dapat membawa dampak
yang bersifat multidimensi. Secara ekonomis, penduduk yang banyak merupakan potensi tenaga kerja yang murah.
Tabel 9. Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kota Balikpapan, 2009
Lapangan Usaha Laki-Laki
Perempuan Jumlah
Jumlah Jumlah
Jumlah Sektor A
Agriculture
Pertanian 12.080
7,60 2.453
3,43 14.533
6,30
Jumlah 12.080
7,60 2.453
3,43 14.533
6,30 Sektor M
Manufacture
Pertambangan dan penggalian
17.759 11,17
1.271 1,78
19.030 8,25
Industri 9.764
6,14 4.297
6,00 14.061
6,10 Listrik, Gas dan Air
Minum 2.439
1,53 387
0,54 2.825
1,23 Bangunan
16.758 10,54
872 1,22
17.630 7,65
Jumlah 46.719
29,58 6.826
9,53 53.546
23,14 Sektor S
Service
Perdagangan Restoran dan Hotel
37.902 23,63
33.870 47,32
71.772 31,12
Angkutan dan Komunkasi
18.996 11,95
2.969 4,15
21.965 9,53
Bank dan Lembaga Keuangan
10.598 6,66
5.297 7,40
15.894 6,89
Jasa-jasa 24.303
15,28 16.757
23,41 41.060
17,81 Lainnya
8,423 5,30
3,409 4,76
11.832 5,13
Jumlah 100.222
62,82 62.302
87,04 162.523
70,48 Total
159.021 100,00 71,58
100,00 230.602
100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Balikpapan 2009
Demikian pula halnya bilamana penduduk yang banyak dengan kualitas yang baik tentunya menjadi kekuatan dalam membangun daerah dan bangsa. Sebaliknya,
bilamana penduduk yang jumlahnya banyak tidak terkendalikan, tentunya akan membawa berbagai akibat negatif bagi dinamika pembangunan serta lingkungan
hidup,seperti di bidang perumahan, sosial budaya, ekonomi, ketenteraman dan ketertiban masyarakat, kriminalitas, serta pencemaran danatau perusakan
lingkungan hidup. Pada Tabel 9 disajikan data penduduk Kota Balikpapan yang bekerja
menurut lapangan usaha. Tampak bahwa jumlah pekerja di Kota Balikpapan yang bergerak di sektor service S merupakan yang terbanyak dibandngkan sektor
lainnya. Proporsi pekerja kelompok sektor S mencapai 70,48 persen, sedangkan sector yang paling banyak menyerap tenaga kerja pada kelompok ini yaitu
perdagangan, restoran, hotel dan jasa-jasa yang seluruhnya mencapai 31,12 persen. Hal ini memperkuat gambaran bahwa Kota Balikpapan adalah kota
perdagangan dan jasa-jasa. Sementara itu, sektor manufacture M menyerap tenaga kerja sebanyak
23,14 persen dari seluruh pekerja. Pada kelompok ini, sektor pertambangan dan galian merupakan sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar, yaitu mencapai
8,25 persen. Sektor pertanian yang merupakan lapangan usaha tradisional hanya menyerap tenaga kerja 6,30 persen. Kondisi lahan yang sempit serta kurang
suburnya tanah mempengaruhi sedikitnya pekerja yang terserap pada sektor ini. Selain perkembangan penduduk menyebabkan kepadatan penduduk
meningkat juga menyebabkan tingginya jumlah tenaga kerja yang tidak tertampung pengangguran dalam lapangan pekerjaan yang tersedia di Kota
Balikpapan Lampiran 4. Pada tahun 2001, jumlah pencari kerja sebesar 3.425 sementara permintaan tenaga kerja hanya 1.088. Demikian pula pada tahun-tahun
berikutnya. Jumlah pencari kerja semakin tinggi sementara permintaan akan tenaga kerja semakin rendah. Bahkan pada tahun 2007, pencari kerja melonjak
secara drastis sebesar 38.037. Sementara permintaan tenaga kerja yang tersedia saat itu hanya sebesar 1.909. Akhirnya kedatangan mereka di Kota Balikpapan
hanya menyebabkan pengangguran meningkat.
Jumlah pendatang yang tinggi di Kota Balikpapan tidak dimbangi dengan kompetensi yang memadai atau sesuai dengan sektor-sektor yang dibutuhkan.
Salah satunya terbukti yaitu pada tahun 2007, besarnya pendatang yang bertujuan utama mencari pekerjaan dengan pendidikan lulusan SD adalah sebesar 9.472.
Padahal saat itu tidak ada permintaan tenaga kerja untuk lulusan SD. Demikian pula pada tahun 2009, tenaga kerja lulusan SMP yang tidak tertampung adalah
sebesar 204 dan SMU sebesar 1.973. Sementara tenaga kerja lulusan perguruan tinggi yang dibutuhkan masih sebesar 494, tetapi jumlah pencari kerja pada
jenjang tersebut justru tidak tersedia. Jika dilihat secara keseluruhan, besarnya jumlah pencari kerja tidak
diimbangi dengan besarnya permintaan akan tenaga kerja. Sekalipun pada tahun 2009 jumlah pencari tenaga kerja dan permintaan akan tenaga kerja hanya selisih
1.802, namun angka ini masih relatif cukup tinggi. Selisih yang cukup rendah ini disebabkan kualitas pencari kerja pada umumnya semakin lebih baik.
Dirinci menurut pendidikannya, tingkat kualitas pencari kerja pada umumnya semakin lebih baik dibanding penduduk yang telah bekerja, karena
mereka yang termasuk penduduk pencari kerja ini pada umumnya memiliki strata ekonomi yang lebih tinggi dibanding kebanyakan penduduk yang bekerja. Pada
tahun 2009, jumlah pencari kerja dengan kategori pendidikan rendah paling tinggi tamat SD hanya sebesar 119 orang atau 1,40 persen dari seluruh pencari
kerja. Sementara pendidikan menengah ke atas mencapai 98,60 persen. Menurut Badan Pusat Statistik BPS, laju pengangguran didefinisikan
dengan rasio antara jumlah penduduk yang mencari pekerjaan dengan angkatan kerja. Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja 15 tahun ke atas yang
bekerja atau mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan. Bukan Angkatan Kerja terdiri atas orang yang
bersekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya. Pada tahun 2009, jumlah Angkatan Kerja Kota Balikpapan sebesar
245.681 jiwa, terdiri dari yang bekerja 230.602 jiwa dan mencari pekerjaan 15.079 jiwa. Berdasarkan data tersebut, laju pengangguran di Kota Balikpapan
pada tahun 2009 adalah 6,14 persen.
Tabel 10. Laju Pengangguran Penduduk Kota Balikpapan Tahun 2004 – 2009
Tahun Pencari Kerja
Angkatan Kerja Laju
Pengangguran
2004 24.990
215.261 11,61
2005 24.990
215.261 11,61
2006 21.468
220.120 9,75
2007 15.891
226.351 7,02
2008 15.210
219.510 6,93
2009 15.079
245.681 6,14
Rata-rata laju pengangguran 8,84
Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Balikpapan, 2004 – 2009
Tabel 10 menunjukan rata-rata laju pengangguran pertahun sebesar 8,84 persen. Angka ini cukup tinggi, kemungkinan salah satu faktor penyebabnya karena posisi
Kota Balikpapan yang strategis. Kota Balikpapan sebagai pintu gerbang Kalimantan Timur dan ditunjang dengan kegiatan ekonominya, menjadi daya tarik
bagi pendatang dari luar untuk mencari kerja. Di samping itu, terdapat gejala setengah pengangguran, yaitu tenaga kerja yang belum termanfaatkan secara
penuh. Tingginya jumlah pencari kerja yang tidak tertampung dalam lapangan
pekerjaan yang tersedia disebabkan bertambahnya jumlah penduduk tenaga kerja tidak disertai bertambahnya lapangan kerja yang memadai serta
keterampilan dan pendidikan yang dibutuhkan. Hal ini menyebabkan semakin banyaknya penduduk yang bekerja di sektor informal.
Gambar 5. Pencari Kerja Menurut Jenjang Pendidikan di Kota Balikpapan, 2009
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Balikpapan 2009
Pada umumnya sektor informal di negara-negara sedang berkembang dianggap sebagai penyebab kemiskinan kota, bahkan juga penyebab
kesemrawutan kota. Kelangkaan pekerjaan bagi penduduk pendatang di Kota Balikpapan juga menimbulkan masalah-masalah bagi penataan kota utamanya
pemukiman dan meningkatnya kriminalitas. Sementara itu pemerintah baik pusat maupun pemerintah kota seringkali kurang memperhatikan pengembangan sektor
ini, sehingga produktivitasnya tetap rendah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa daya tampung Kota Balipapan
terhadap tenaga kerja sudah sangat minim. Artinya Kota Balikpapan tidak mampu menampung pendatang pencari kerja kecuali pendatang tersebut
bermigrasi dengan kompetensi yang memadai sesuai bidang yang dibutuhkan atau dengan alasan pindah tugas dari kota asal ke Kota Balikpapan.
Karakteristik dan Perilaku Penduduk Pendatang
Penelitian ini menggunakan responden sebagai data penunjang untuk mengetahui karakteristik dan perilaku penduduk pendatang. Adapun yang dikaji
adalah asal penduduk pendatang, tingkat pendidikan,alasan kedatangan dan perilaku pendatang terhadap pengelolaan sampah.
1,40 4,61
67,70 26,29
SD SMP
SMU D1-Univ
Karakteristik Responden Asal Responden
Asal responden dalam penelitian ini bervariasi. Suku responden adalah berasal dari Jawa, Madura, Betawi, Toraja, Bugis, Buton dan Banjar. Pada Tabel
11 disajikan persentase sebaran asal responden. Tabel 11. Sebaran Asal Pendatang
Asal Jumlah
Persentase
Jawa 23
30 Madura
6 8
Betawi 3
4 Toraja
8 11
Bugis 15
20 Buton
5 7
Banjar 15
20
Jumlah 75
100
Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa responden yang terbanyak adalah berasal dari Jawa sebanyak 30 persen. Responden paling sedikit berasal dari
Betawi yaitu 4 persen. Hal ini diduga karena pulau Jawa merupakan populasi terpadat sehingga penduduknya banyak yang melakukan migrasi. Sementara suku
Betawi jarang melakukan migrasi karena sudah merasa nyaman berada di wilayah ibukota.
Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan responden bervariasi mulai dri tingkat terendah yaitu tidak tamat SD hingga perguruan tinggi. Tabel 12 menunjukkan bahwa responden
terbanyak memiliki pendidikan SLTA yaitu 36 persen. Responden yang memiliki tingkat pendidikan SD adalah 25 persen, responden dengan tingkat pendidikan
SLTP sebanyak 12 persen dan perguruan tinggi 4 persen. Dengan demikian disimpulkan bahwa rata-rata tingkat pendidikan responden masih rendah.
Tabel 12. Sebaran Tingkat Pendidikan
Pendidikan Jumlah
Persentase
Tidak tamat SD 17
23 SD
19 25
SLTP 9
12 SLTA
27 36
Perguruan Tinggi 3
4
Jumlah 75
100
Alasan Kedatangan Responden
Alasan kedatangan responden beragam, diantaranya adalah mencari pekerjaan, pindah kerja atau ikut keluarga suami. Pada Tabel 13 disajikan
persentase sebaran alasan kedatangan responden. Tabel 13. Sebaran Alasan Kedatangan Responden
Alasan Kedatangan Jumlah
Persentase
Mencari pekerjaan 36
48 Pindah kerja
25 33
Ikut keluarga suami 14
19
Jumlah 75
100
Berdasarkan Tabel 13, diketahui bahwa responden yang datang atau bermigrasi ke Kota Balikpapan sebagian besar alasannya adalah mencari
pekerjaan 48 . Alasan responden lainnya adalah pindah kerja sebanyak 33 persen. Responden dengan alasan kedatangan karena mengikuti keluarga atau
suami kebanyakan dialami oleh responden wanita sebanyak 19 persen.
Pengelolaan Sampah Responden
Kesadaran responden dalam mengelola persampahan menunjukkan perilaku atau sikap responden terhadap lingkungan. Tabel 14 menunjukkan
perilaku yang berbeda pada responden dalam mengelola sampah.
Tabel 14. Sebaran Pengelolaan Persampahan Responden
Pengelolaan Sampah Jumlah
Persentase
Dibuang ke TPS 38
50 Dipungut oleh petugas sampah
26 35
Dibakar langsung 8
11 Dibuang ke sungai
3 4
Jumlah 75
100
Berdasarkan Tabel 14, diketahui bahwa responden sebagian besar mengelola sampahnya dengan langsung membuang ke TPS 50 . Sementara
responden yang pengelolaan sampahnya dipungut oleh petugas sampah sebanyak 35 persen. Responden yang mengelola sampahnya dengan langsung dibuang ke
sungai, persentasenya paling kecil yaitu 4 persen. Pengelolaan sampah dengan pola terakhir ini dilakukan oleh responden yang memiliki permukiman di atas air
atau sungai. Dengan demikian dapat disimpulkan responden sebagian besar sudah memiliki kesadaran dalam menjaga kebersihan lingkungan Kota Balikpapan.
Profil Penduduk Pendatang
Masyarakat pendatang mulai memasuki Kota Balikpapan sejak masa kejayaan Kerajaan Kutai Kartanegara dimana perdagangan antar pulau sudah
mulai dilaksanakan oleh masyarakat Islam, selanjutnya disusul oleh Suku Banjar, Suku Bugis dan suku lainnya. Di Kecamatan Balikpapan Barat khususnya
Kelurahan Kampung Baru mayoritas penduduk berasal dari Bugis, sedangkan pedagang yang terdapat di pasar Kampung Baru mayoritas masyarakatnya berasal
dari Jawa, Banjar, Makasar dan Madura Bappeda, 2009. Mulai abad 20, ketika kawasan pertambangan dan industri mulai dibuka,
masyarakat pendatang semakin membajiri Kota Balikpapan. Hal ini dimungkinkan oleh keberadaan Kota Balikpapan yang berfungsi sebagai kota
perdagangan dan jasa atau disebut sebagai Kota Tempat mencari Kerja bagi penduduk dari luar Kota Balikpapan atau disebut sebagai penduduk pendatang.
Dengan adanya masyarakat pendatang ini, maka terjadilah proses akulturasi maupun asimilasi kebudayaan, yaitu berpadunya dua kebudayaan atau lebih yang
masih terasa nuansa dua kebudayaan yang bersangkutan atau bahkan membentuk kebudayaan baru. Akulturasi ini antara lain terjadi karena perkawinan, kehidupan
bermasyarakat, dan bersosialisasi serta masuknya teknologi informasi dan komunikasi.
Masyarakat Kota Balikpapan tidak mempunyai kebudayaan khas karena mayoritas masyarakatnya yang pendatang. Oleh sebab itu budaya dan adat istiadat
yang berkembang di Kota Balikpapan lebih bersifat heterogen. Pada saat ini Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional menjadi bahasa pada acara-acara resmi
serta berkomunikasi dengan orang dari luar daerah. Sedangkan bahasa suku hanya dipergunakan untuk berkomunikasi antar anggota suku. Oleh karena itu, budaya
dan adat istiadat yang berkembang di Kota Balikpapan sesuai dengan adat dan istiadat masing-masing pendatang diantaranya adalah suku Jawa, Madura, Batak,
Padang, Manado, Makasar, Toraja, Bugis, Buton Maluku dll. Hal ini terlihat dari tarian yang sering ditampilkan dalam acara-acara maupun makanan yang
diperdagangkan. Kota Balikpapan sampai saat ini aman, tentram, sejahtera dan hampir tidak
pernah terjadi adanya kerusuhan adalah sifat positif masyarakatnya yang mau menerima dan menjaga kerukunan antar kebudayaan dari luar Kota Balikpapan.
Hal demikian ini bisa dilihat pada waktu pringatan hari jadi Kota Balikpapan kesenian dan adat istiadat dari luar Kota Balikpapan baik itu kesenian tradisional
Jawa, Makasar, Bugis, Madura serta kesenian lainnya di tampilkan semua. Berbagai kesenian, budaya maupun adat istiadat yang sering dirayakan di Kota
Balikpapan diantaranya atraksi, upacara adat dari berbagai daerah, tari-tarian tradisional dari berbagai daerah, festival layang-layang, kompetisi perahu naga,
hadrah, jepen, pesta kembang api dan berbagai acara hiburan lainnya. Hal ini menunjukkan masyarakat Kota Balikpapan bersifat terbuka dan selalu siap
menerima pendatang yang heterogen.
Analisis Pemukiman
Kota Balikpapan memiliki lahan yang pola pemanfaatan lahannya sebagian besar merupakan pemukiman. Permukiman di Kota Balikpapan sebagian
besar dikelompokkan pada 6 tipe pemukimaan yaitu sebagai berikut : 1. Permukiman yang berkembang disepanjang jalan protokol atau jalan utama.