7
Spin coating melibatkan akselerasi
dari genangan cairan dipermukaan substrat yang berputar. Material pelapis dideposisi di
tengah substrat. Proses spin coating dapat dipahami dengan reologi atau perilaku aliran
larutan pada piringan substrat yang berputar. Mula-mula aliran volumetrik cairan dengan
arah
melingkar pada
substrat yang
diasumsikan bervariasi terhadap waktu. Pada saat t = 0, penggenangan awal dan
pembasahan menyeluruh pada permukaan substrat tegangan permukaan diminimalisasi
yakni tidak adanya getaran, noda kering dan sebagainya. Piringan lalu dipercepat dengan
kecepatan rotasi yang spesifik sehingga mengakibatkan bulk dari cairan terdistribusi
secara merata [33]. Beberapa parameter yang berpengaruh dalam proses spin coating
adalah : 1.
viskositas larutan 2.
kandungan padatan 3.
kecepatan angular 4.
waktu putar Proses pembentukan film dipengaruhi
oleh dua parameter bebas yaitu kecepatan putar dan viskositas. Rentang ketebalan film
yang dihasilkan oleh spin coating adalah 1-200 µm [34]. Contoh spin coater
diperlihatkan oleh gambar 2.3.
2.11 Metode Volumetrik
Metode ini dapat dipakai dengan tepat jika film yang ditumbuhkan dipermukaan
substrat terdeposisi secara merata. Metode ini dilakukan dengan cara menimbang massa
substrat sebelum
dilapisi film
dan menimbang substrat setelah diannealing dan
terdapat film di atasnya, sehingga akan didapatkan massa film yang terdeposisi pada
permukaan substrat [23]. Ketebalan film d dari metode ini menggunakan persamaan 2.3.
d =
2.3 Keterangan :
M
1
= massa substrat sebelum ditumbuhkan film
M
2
= massa substrat setelah dilakukan annealing
dan ada film dipermukaannya ρ
= massa jenis film yang terdeposisi A
= luas film yang terdeposisi pada permukaan substrat
2.12 Suhu Annealing
Suhu annealing sangat berpengaruh pada
film yang
dihasilkan, dapat
mempengaruhi struktur atom penyusun film dan sifat listriknya, juga dapat meningkatkan
kekerasan, mengurangi
tegangan, meningkatkan kekuatan tarik dan penurunan
elestisitas bahan [35]. Annealing pada variasi suhu dapat berfungsi untuk membentuk
orientasi kristal yang bersesuaian dengan orientasi kristal substrat. Pada suhu tinggi
tertentu, ukuran butir tampak lebih beraturan dibandingkan dengan suhu rendah [36].
Selama annealing akan terjadi penyusunan kembali dislokasi untuk mengurangi energi
kisi, sedangkan batas butir tidak mengalami migrasi. Proses rekristalisasi akan mengubah
sifat struktur kisi yang terdeformasi diganti oleh kisi baru tanpa regangan melalui proses
nukleasi dan pertumbuhan. Butir tumbuh dari inti yang terbentuk di matriks yang
terdeformasi. Besarnya laju kristalisasi tergantung jumlah deformasi sebelumnya,
suhu annealing dan kemurnian bahan [35].
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini
dilakukan di
Laboratorium Material,
Laboratorium Biofisika Departemen Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor dari bulan Agustus
2010 sampai Agustus 2011.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik model BL 6100,
reaktor spin coater, mortal, pipet, pinset, gelas ukur Iwaki 10 ml, hot plate, gunting,
spatula, stop watch, tabung reaksi, sarung tangan karet, cawan petris, tissue, isolasi,
LCR meter, I-V meter, osiloskop, generator function
. Bahan
yang digunakan
dalam penelitian ini adalah bubuk barium asetat
[BaCH
3
COO
2
, 99], stronsium asetat [SrCH
3
COO
2
, 99], titanium isopropoksida [TiC
12
O
4
H
28
, 97.999], metanol pro analysis, 2-metoksi ethanol, dye water
, substrat Si 100 tipe-p, aquades, HF asam
florida, kaca preparat dan alumunium foil.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pembuatan film BST
3.3.1.1 Persiapan substrat Si 100 tipe-p
Substrat yang digunakan adalah substrat Si 100 tipe-p. Substrat dipotong
membentuk lingkaran
dengan dengan
diameter 8 mm dengan menggunakan mata intan.
8
Substrat Si100 yang telah dipotong kemudian dicuci dengan metanol, aseton,
asam florida, dan aquades. Pencucian dilakukan dengan mencelupkan substrat ke
dalam larutan, indikator bersih jika air yang ada pada permukaan substrat langsung hilang
gaya kohesi antara air dan substrat kecil. Setelah terlihat indikator tersebut substrat
langsung
ditempatkan di
permukaan lempengan spin coating untuk membuang air
yang tersisa.
3.3.1.2 Pembuatan larutan BST
Film BST yang ditumbuhkan di permukaan substrat dengan metode sol gel
dibuat dengan cara mereaksikan barium asetat [BaCH
3
COO
2
, 99] + stronsium asetat [SrCH
3
COO
2
, 99] + titanium isopropoksida
[TiC
12
O
4
H
28
, 97.99]
+ bahan pendadah sebagai precursor dan 2
-metoksi ethanol sebagai bahan pelarut. Berikut persamaan reaksi barium stronsium
titanat BST.
0,5
BaCH
3
COO
2
+
0,5
SrCH
3
COO
2
+TiC
12
H
28
O
4
+
22
O
2
→ Ba
0,5
Sr
0,5
TiO
3
+
17
H
2
O +
16
CO
2
Dalam penelitian ini digunakan fraksi molar Barium adalah sebesar 0.5 dan
fraksi molar untuk Stronsium sebesar 0.5.
3.3.1.3 Proses penumbuhan film
Penumbuhan film dilakukan dengan menggunakan reaktor spin coating. Piringan
reaktor spin coating di tempel dengan doubletip
di tengahnya, kemudian substrat diletakkan di atasnya. Penempelan doubletip
ini, agar substrat tidak terlepas saat piringan reaktor spin coating berputar. Substrat yang
telah ditempatkan di atas piringan spin coating
ditetesi larutan BST sebanyak 3 tetes. Kemudian reaktor spin coating diputar
dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 detik. Proses penetesan dilakukan sebanyak 3 kali
dengan jeda setiap ulangan adalah 60 detik. Setelah penetesan, substrat diambil dengan
menggunakan
pinset dan
kemudian dipanaskan di atas hot plate selama
15-20 menit untuk menguapkan sisa pelarut yang masih tersisa. Proses selanjutnya
dilakukan annealing yang bertujuan untuk mendifusikan larutan BST dengan substrat.
3.3.2 Proses Annealing