Karakterisasi XRD Karakterisasi sifat optik Karakterisasi konstanta dielektrik Karakterisasi Arus-Tegangan I-V Karakterisasi konduktivitas listrik

8 Substrat Si100 yang telah dipotong kemudian dicuci dengan metanol, aseton, asam florida, dan aquades. Pencucian dilakukan dengan mencelupkan substrat ke dalam larutan, indikator bersih jika air yang ada pada permukaan substrat langsung hilang gaya kohesi antara air dan substrat kecil. Setelah terlihat indikator tersebut substrat langsung ditempatkan di permukaan lempengan spin coating untuk membuang air yang tersisa.

3.3.1.2 Pembuatan larutan BST

Film BST yang ditumbuhkan di permukaan substrat dengan metode sol gel dibuat dengan cara mereaksikan barium asetat [BaCH 3 COO 2 , 99] + stronsium asetat [SrCH 3 COO 2 , 99] + titanium isopropoksida [TiC 12 O 4 H 28 , 97.99] + bahan pendadah sebagai precursor dan 2 -metoksi ethanol sebagai bahan pelarut. Berikut persamaan reaksi barium stronsium titanat BST. 0,5 BaCH 3 COO 2 + 0,5 SrCH 3 COO 2 +TiC 12 H 28 O 4 + 22 O 2 → Ba 0,5 Sr 0,5 TiO 3 + 17 H 2 O + 16 CO 2 Dalam penelitian ini digunakan fraksi molar Barium adalah sebesar 0.5 dan fraksi molar untuk Stronsium sebesar 0.5.

3.3.1.3 Proses penumbuhan film

Penumbuhan film dilakukan dengan menggunakan reaktor spin coating. Piringan reaktor spin coating di tempel dengan doubletip di tengahnya, kemudian substrat diletakkan di atasnya. Penempelan doubletip ini, agar substrat tidak terlepas saat piringan reaktor spin coating berputar. Substrat yang telah ditempatkan di atas piringan spin coating ditetesi larutan BST sebanyak 3 tetes. Kemudian reaktor spin coating diputar dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 detik. Proses penetesan dilakukan sebanyak 3 kali dengan jeda setiap ulangan adalah 60 detik. Setelah penetesan, substrat diambil dengan menggunakan pinset dan kemudian dipanaskan di atas hot plate selama 15-20 menit untuk menguapkan sisa pelarut yang masih tersisa. Proses selanjutnya dilakukan annealing yang bertujuan untuk mendifusikan larutan BST dengan substrat.

3.3.2 Proses Annealing

Proses annealing pada suhu tetap 850 o C dalam variasi waktu yang berbeda diharapkan akan menghasilkan karakterisasi film yang berbeda dalam hal struktur kristal, ketebalan dan ukuran butir. Substrat Si100 tipe-p yang telah ditumbuhi lapisan film akan dilakukan proses annealing pada suhu 850 C dengan variasi waktu 8 jam, 15 jam, 22 jam, dan 29 jam.

3.3.3 Pembuatan kontak pada film

Setelah dilakukan proses annealing, proses selanjutnya adalah persiapan pembuatan kontak yang meliputi proses penganyaman film menggunakan aluminium foil . Bahan kontak yang dipilih adalah aluminium 99,999. Setelah kontak terbentuk maka proses selanjutnya adalah pemasangan kawat tembaga pada kontak, agar proses karakterisasi film dapat dilakukan dengan mudah.

3.3.4 Karakterisasi

3.3.4.1 Karakterisasi XRD

Karakterisasi XRD dilakukan untuk menentukan model struktur kristal film yang telah dibuat, lalu dari hasil pengujian dapat digunakan untuk mencari indeks miller dan parameter kisi struktur kristal film.

3.3.4.2 Karakterisasi sifat optik

Alat yang digunakan yaitu spektrofotometer model ocean optics DT- mini-2 . Karakterisasi sifat optik dilakukan untuk mengetahui tingkat absorbansi, reflektansi, dan energy gap film. Energy gap diperoleh dengan membuat grafik hubungan αhν 2 dan Energi [37].

3.3.4.3 Karakterisasi konstanta dielektrik

Pada karakterisasi ini digunakan rangkaian seperti pada Gambar 3.1. Dari rangkaian pengukuran ini ditentukan time constant dan nilai kapasitansi film sedangkan untuk penentuan besar konstanta dielektriknya dapat menggunakan persamaan 3.2. 3.2 Keterangan: ɛ adalah konstanta dielektrik, C adalah kapasitansi film Farad, d adalah ketebalan film m, A adalah luas kontak m 2 , ɛ adalah permitivitas ruang hampa 8,85 x 10 -12 Fm. 9

3.3.4.4 Karakterisasi Arus-Tegangan I-V

Pengukuran hubungan arus dan tegangan menggunakan alat I-V meter keithly 2400. Data keluaran dari alat I-V meter merupakan nilai arus dan tegangan, kemudian dibuat grafik. Dari grafik hubungan tersebut dapat diketahui karakteristik film yang dibuat, apakah bersifat dioda, resistansi atau kapasitansi.

3.3.4.5 Karakterisasi konduktivitas listrik

Nilai konduktansi diukur dengan LCR meter. Sedangkan nilai konduktivitas listriknnya dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.1. 3.1 Keterangan: adalah konduktivitas listrik Scm, G adalah konduktansi S, L adalah jarak antar kontak cm, dan A adalah luas kontak cm 2 . Data konduktansi film yang didapatkan akan dibandingkan dengan data literatur apakah film yang terbentuk termasuk bahan konduktor, semikonduktor atau bahan isolator. Gambar 3.1. Rangkaian untuk menghitung konstanta dielektrik film Ba 0,5 Sr 0,5 TiO 3 Film BST Generator function Osiloskop Ground Ground Resistor Ground Ground

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Film yang dibuat merupakan persambungan antara dua buah semikonduktor. Silikon yang digunakan merupakan semikonduktor tipe-p, sedangkan lapisan BST merupakan semikonduktor tipe- n [38]. Persambungan semikonduktor tipe-p dan tipe-n dikenal dengan nama p-n junction [39]. Dengan adanya p-n junction, maka film yang dibuat sama dengan karakteristik dari dioda. Sifat listrik, optik, dan struktur film dengan waktu annealing selama 8 jam sampel A, 15 jam sampel B, 22 jam sampel C, dan 29 jam sampel D berbeda. Perbedaan ini mengindikasikan adanya pengaruh lama annealing terhadap film.

4.1 Karakterisasi XRD

Gambar 4.1 menunjukkan pola difraksi sinar-X film yang dihasilkan. Puncak-puncak difraksi yang terbentuk mengindikasikan partikel film memiliki distribusi orientasi kristal. Dari puncak- puncak difraksi tersebut dapat ditentukan indeks miller h k l dengan menganggap struktur kristal BST merupakan struktur kubik [11]. Indeks miller yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan parameter kisi BST dalam struktur tetragonal [40]. Difraksi kuat dari tiap film terjadi pada bidang 2 0 0 hal ini disebabkan oleh banyaknya bidang pendifraksi pada bidang 2 0 0 yang memiliki parameter kisi yang sama dengan jarak yang berdekatan, sehingga gelombang-gelombang yang mengalami difraksi tidak terlalu berbeda fase dan cenderung konstruktif [41]. Pada Gambar 4.1 dapat dilihat intensitas difraksi terendah terjadi pada bidang 110 bahkan pada sampel D tidak terdapat bidang 110, hal ini disebabkan oleh difraksi sinar X yang terjadi berupa interferensi destruktif sehingga gelombang yang dihamburkan akan saling menghilangkan. Hal lain yang bisa mengakibatkan bidang 110 tersebut hilang yaitu pada bidang tersebut hanya terdapat sedikit bidang pendifraksi. Perbedaan dari empat sampel yang dibuat adalah pada tingginya intensitas difraksi. Secara keseluruhan Intensitas difraksi tertinggi dimiliki oleh sampel A. Sedangkan intensitas difraksi yang paling rendah dimiliki oleh sampel D. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa sampel A memiliki struktur kristal paling baik daripada sampel yang lain, karena semakin tinggi puncak intensitas difraksi menunjukkan semakin banyaknya jumlah bidang pendifraksi yang seragam dalam orientasi bidang yang sama [42]. Perbedaan lainnya yaitu adanya pergeseran sudut difraksi pada bidang 110. Pada penelitian ini bidang 110 untuk Ba 0,5 Sr 0,5 TiO 3 terjadi pada 2 θ=31,61 o sampel B sedangkan peneliti lain memperoleh sudut difraksi bidang 110 untuk Ba 0,5 Sr 0,5 TiO 3 yaitu 2 θ = 31,99 o . Pada sampel A bidang 110 terjadi pada 2 θ = 33,74 o , sudut difraksi ini mendekati sudut difraksi untuk SrTiO 3 yaitu 2 θ = 33,10 o , sedangkan pada sampel C bidang 110 terjadi pada 2 θ = 30,90 o , sudut difraksi ini mendekati sudut difraksi BaTiO 3 yaitu 2 θ = 31,15 o [40, 43]. Pergeseran sudut difraksi film karena adanya pengaruh lama waktu annealing. Film dengan lama waktu annealing 8 jam memunculkan bidang 110 SrTiO 3 . Ketika waktu annealing 15 jam memunculkan bidang 110 Ba 0,5 Sr 0,5 TiO 3 , dan ketika lama annealing ditingkatkan menjadi 22 jam memunculkan bidang 110 untuk BaTiO 3 . Sedangkan film dengan lama waktu annealing 29 jam tidak terdapat bidang 110 seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Besar parameter kisi dapat dilihat pada Tabel 4.2 yang diperoleh dengan metode analtik dapat dilihat pada lampiran 5. Dari tabel tersebut dapat dilihat sampel A dengan waktu annealing selama 8 jam pada suhu 850 O C memiliki parameter kisi dan intensitas difraksi paling besar dibanding film yang lainnya. Dalam penelitian ini parameter kisi a dan b setiap sampel berkisar dari 4,008 - 4,203 Å dan parameter kisi c dari 4,017 - 4,214 Å. Sedangkan dalam JCPDS- International Centre for Diffraction Data ICDD dipaparkan bahwa parameter a dan b adalah 3,977 Å, sedangkan c adalah 3,988 Å [40].