1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sukabumi merupakan salah satu pusat konsentrasi nelayan, dimana di sepanjang teluk Pelabuhanratu merupakan daerah operasi penangkapan ikan.
Sebagian besar nelayan merupakan nelayan kecil seperti nelayan buruh dan nelayan tradisional yang menangkap ikan tidak jauh dari sekitar teluk, seperti
nelayan bubu, rawai layur, payang, pancing, jaring insang, jaring tiga lapis, bagan dan lain-lain.
Nelayan-nelayan tersebut merupakan nelayan yang bekerja mengikuti musim, berganti musim berganti pula pola, cara dan alat tangkap yang
digunakan. Perikanan udang karang seperti lobster spiny lobster di Indonesia telah
lama dikenal tapi perkembangan alat dan metode penangkapannya sangat minim. Lobster memiliki harga yang cukup tinggi dan memiliki permintaan yang tinggi,
baik lokal maupun ekspor. Kebanyakan nelayan teluk Pelabuhanratu menangkap lobster dengan cara menyelam karena lebih mudah dilakukan, mereka hanya
membutuhkan kacamata selam untuk menyelam, tetapi hal ini hanya bisa dilakukan di daerah dangkal dan sangat beresiko bagi penyelam itu sendiri, karena
karakteristik pantai selatan yang bergelombang yang akan menyeret penyelam dan menghempaskannya ke batu karang.
Menurut Ayodhoya 1981, berhasilnya suatu usaha penagkapan ikan banyak bergantung kepada pengetahuan mengenai tingkah laku ikan agar dapat
menemukan keberadaan ikan. Pengetahuan tingkah laku ikan sebagai individu ataupun sebagai kelompok pada suatu saat tertentu ataupun pada suatu periode
musim, dan dalam keadaan alamiah ataupun dalam keadaan diberikan perlakuan- perlakuan penangkapan fishing. Oleh karena itu, dapat diterapkan metode dan
desain alat penangkap ikan yang sesuai. Pengetahuan tentang penyebaran ikan merupakan pengetahuan yang tidak kecil artinya bagi perencanaan suatu alat
tangkap maupun metode penangkapan ikan yang dilakukan. Alat yang aman dan mudah dioperasikan di daerah karang yaitu jenis bubu.
Menurut Sudirman dan Mallawa 2004, bubu dasar biasa dibuat dari anyaman bambu, anyaman rotan, anyaman kawat dan barang-barang buatan lainnya.
Bentuknya bermacam-macam, ada yang berbentuk silinder, lingkaran, empat persegi panjang, segitiga memanjang dan sebagainya. Dalam pengoperasiannya
dapat menggunakan umpan atau tanpa umpan. Bubu dioperasikan dengan cara dipasang secara tetap di dalam air untuk jangka waktu tertentu yang memudahkan
ikan masuk dan mempersulit keluarnya. Beberapa nelayan sudah ada yang
menggunakan bubu lipat rajungan untuk menangkap lobster. Penelitian ini menggunakan bubu lipat dari hasil modifikasi bubu lipat
rajungan yang memiliki dua buah pintu. Bubu modifikasi hanya memili satu buah pintu masuk yaitu satu jenis bubu lipat dengan pintu masuk berada di samping dan
satu jenis lagi berada pada bagian atas bubu, hal ini ditujukan untuk mengoptimalkan penggunaan ruang pada bubu sehingga lebih luas dengan tujuan
agar bisa menampung lebih banyak hasil tangkapan Thomas, 1973 dalam Zulkarnain, 2011. Bubu lobster yang telah ada memili konstruksi dari kayu dan
besi yang kaku fixed, berat dan membutuhkan ruang yang besar pada kapal dalam pengangkutannya.
Dengan menggunakan bubu yang bisa dilipat akan membutuhkan ruang dek kapal yang lebih sedikit dan bisa dibawa dalam jumlah
yang banyak Zulkarnain, 2012. Bubu adalah alat tangkap perangkap atau
jebakan yang sifatnya pasif. Penggunaan bubu untuk lobster sesungguhnya
adalah menggunakan jenis bubu yang digunakan untuk menangkap ikan-ikan karang. Bermacam ukuran yang disesuaikan dengan kedalaman perairan. Bubu
dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan letak mulutnya, yaitu bubu dengan satu mulut pada bagian atas, dan bubu dengan dua mulut pada bagian samping
Thomas, 1973 dalam Zulkarnain, 2012.
Salah satu faktor penting masuknya ikan kedalam perangkap adalah umpan. Umpan merupakan salah satu bentuk rangsangan stimulus yang bersifat fisika
dan kimia yang dapat memberikan respons bagi ikan-ikan tertentu pada proses penangkapan ikan. Umpan merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh
yang besar terhadap keberhasilan dalam usaha penangkapan, baik masalah jenis umpan, sifat, dan cara pemasangan Sadhori, 1985.
Menurut Martasuganda 2008, masuknya ikan ke dalam bubu karena tertarik dengan umpan.
Sebagian besar nelayan menggunakan ikan sebagai umpan, karena ikan mudah dibeli dari nelayan lainnya, tetapi dengan membeli
ikan berarti menambah modal. Hal tersebut di atas melatar belakangi penulis untuk mengenalkan jenis
umpan alternatif yang mudah didapatkan bahkan bisa dikembangkan oleh nelayan dengan mudah yaitu cacing tanah Lumbricus rubellus. Cacing tanah mampu
tumbuh dan berkembang biak pada media yang miskin hara dan dalam jumlah produksi besar yaitu 79 - 106 kokontahun, satu kokon berisi 2 - 20 telur dan akan
menetas setelah dua sampai lima minggu. Cacing tanah mengandung protein
yang lebih tinggi dari kandungan protein yang ada pada mamalia dan ikan Kumolo, 2011.
Cacing L. rubellus telah dimanfaatkan secara luas seperti penghasil pupuk organik, bahan pakan ternak, umpan pancing, bahan baku obat dan kosmetik,
makanan, dan minuman. Secara umum kandungan gizi pada cacing yaitu protein 64
76 , lemak 7 10 , Ca 0,55 , P 1 dan serat kasar 1,08
Palungkun, 1999. Komposisi asam amino cacing terdiri dari sembilan asam amino esensial seperti arginin, histidin, leusin, metionin, fenilalanin, treonin, dan
valin, dan empat asam amino non esensial yaitu sistein, glisin, serin, dan tirosin Subandrio, 2004. Menurut Riyanto 2008 kandungan-kandungan tersebut di
atas diidentifikasi sebagai perangsang nafsu makan ikan. Menurut pendapat
Hansen dan Reutter 2004 bahwa ikan predator buas yang memakan makanan yang tidak hidup menggunakan sistem penciuman mereka untuk dapat
merangsang makan dan dapat membedakan stimuli asam amino. Penggunaan alat bantu penangkapan, seperti umpan, pada bubu dasar atau
bubu karang merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan efektivitas
penangkapan dan sekaligus dapat mencegah masalah kerusakan terumbu karang. Beberapa ahli perikanan sependapat bahwa umpan merupakan alat bantu
perangsang yang mampu memikat sasaran penangkapan dan sangat beengaruh untuk meningkatkan efektivitas alat tangkap Yudha, 2006. Hal-hal tersebut di
atas menunjukkan bahwa dibutuhkan penelitian mengenai penggunaan bubu lipat pintu samping dan pintu atas sebagai modifikasi dari bubu lipat rajungan dan
umpan alternatif yang efektif untuk menangkap lobster.
1.2 Tujuan