3.3.1 Survei Lapang
Survei lapang
terhadap SUT
padi dilakukan
dengan menggunakan
metode wawancara
mendalam In-depth
Intervew. Penggunaan metode ini didasarkan pada dua alas
an. Pertama, dengan wawancara, peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami
petani, tetapi
juga memungkinkan
peneliti mendapat informasi lain yang dirasa penting.
Kedua, apa yang ditanyakan kepada petani bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang
berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan juga masa mendatang.
Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode purposive
sampling atau pemilihan secara sengaja sebanyak 40 responden. Ketentuan responden yang dipilih
adalah petani-petani yang lahan sawahnya dipilih untuk pengukuran salinitas dan menjadi bahan
sampel ubinan. Setiap petani mewakili satu kelompok petani. Responden yang dipilih terdiri
dari petani dengan tipe pengairan lahan irigasi dan tadah hujan.
3.3.2 Metode Pengukuran Salinitas dan
Sampel Ubinan
Pengukuran salinitas dan hasil padi ubinan dilakukan pada bulan November 2010. Salinitas
diukur dengan alat EM-38, dengan dua kali pengukuran yaitu secara vertikal dan horizontal.
Pada satu titik pengamatan dilakukan pengambilan contoh sebanyak 10 kali baik secara
vertikal dan horizontal dan kemudian dihitung nilai rata-ratanya. Sedangkan data hasil padi diukur
dengan pengambilan sampel ubinan berukuran 2.5 x 2.5 meter. Banyak titik pengukuran salinitas dan
pengambilan contoh ubinan ialah sebanyak 32 titik Gambar 13.
3.3.3
Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mempelajari pola
sebaran kondisi
salinitas tanah
dan hubungannya dengan kondisi hujan dengan
menyusun data jumlah hujan dan banyak hari hujan dari semua stasiun hujan Gambar 9 dan data hasil
pengamatan salinitas pada semua titik pengamatan Gambar 13 selama periode pengamatan salinitas
ke dalam software Surfer 10. Software Surfer 10 selanjutnya
dijalankan dengan
menggunakan metode Kriging. Hasil dari proses ini adalah pola
sebaran salinitas dan juga pola sebaran tinggi hujan dan banyak hari hujan. Langkah berikutnya
dilakukan analisis visual untuk melihat hubungan antara pola sebaran salinitas dan kondisi hujan.
Selanjutnya untuk menyusun hubungan antara salinitas dan hasil tanaman, data hasil padi dari
pengukuran ubinan dan salinitas dianalisis dengan menggunakan teknik regresi. Bentuk-bentuk
hubungan yang diperoleh dari hasil kajian literatur digunakan sebagai referensi dalam menentukan
bentuk persamaan hubungan yang akan dibangun.
Gambar 13 Lokasi titik-titik pengamatan salinitas dan pengambilan sampel ubinan sumber : Balai Penelitian Tanah, 2010
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Pemetaan salinitas, curah hujan, dan jumlah hari hujan
Indramayu merupakan
salah satu
penghasil padi terbesar di Jawa Barat. Jenis persawahan yang ditemui di wilayah Indramayu
adalah sawah tadah hujan dan sawah irigasi. Letak Indramayu yang berbatasan langsung dengan laut
menimbulkan permasalahan salinitas yang sangat berpengaruh terhadap hasil produktivitas. Curah
hujan merupakan salah satu faktor yang berperan dalam situasi ini dikarenakan fungsinya sebagai
pencuci garam dalam tanah.
Pada bulan Juli 2009 curah hujan di wilayah Indramayu cenderung rendah dengan nilai
tertinggi adalah 6 mm pada stasiun Bulak dan Bangkir. Kecamatan yang dicakup adalah desa
Pamayahan, Bulak, Karangsinom, Soge, Muntur, Santing, dan sebagian wilayah Karanganyar. Nilai
terendahnya adalah tidak ada hujan pada stasiun Cikedung Sukadana, Tugu, Sumurwatu, Losarang,
Sudimampir Lor, Kedokan Bunder, dan Bondan. Stasiun-stasiun tersebut mencakup wilayah Selatan
Indramayu dan sebagian wilayah dekat laut seperti desa Brondong, Indramayu. Jumlah hari hujan
tertinggi terdapat pada wilayah stasiun Bangkir dan Cidempet yaitu selama 2 hari.
Pada Gambar 14 terlihat perbandingan antara 3 variabel yaitu curah hujan, jumlah hari
hujan, serta nilai salinitas. Perbandingan antara 3 variabel tersebut ditunjukkan dengan skala warna.
Warna merah menunjukkan curah hujan rendah, sedangkan warna biru menunjukkan curah hujan
tinggi. Demikian juga dengan jumlah hari hujan, warna merah menunjukkan intensitas hujan rendah
dan warna biru menunjukkan intensitas hujan tinggi. Variabel salinitas ditunjukkan dengan warna
merah yang didefinisikan sebagai wilayah rawan salinitas, serta warna biru yang didefinisikan
sebagai
wilayah dengan
salinitas rendah.
Berdasarkan Gambar 14, terlihat kesesuaian pola hubungan antara ketiga variabel tersebut.
Wilayah dengan curah hujan tinggi dan jumlah hari hujan yang banyak memiliki nilai
salinitas yang rendah, tepatnya di daerah Barat Laut Indramayu yang berbatasan langsung dengan laut.
Nilai salinitas yang tinggi terdapat pada Desa Brondong, Kecamatan Indramayu, dimana pada
wilayah tersebut jumlah hari hujannya banyak tetapi curah hujannya relatif rendah. Nilai
salinitasnya mencapai 10.54 dsm. Rendahnya curah hujan disertai dengan permasalah salinitas di
wilayah pesisir Indramayu mengakibatkan banyak kesulitan bagi petani. dimana mereka tidak dapat
menanam apapun di lahannya.
Selain itu juga, nilai salinitas yang rendah pada wilayah Barat Laut Indramayu Patrol,
Kandanghaur menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan garam
atau tambak. Bulan Juli merupakan puncak musim kemarau dengan rata-rata curah hujan bulanannya
kurang dari 2 mm. Menurut Soemarno 2004 apabila persediaan air tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan tanaman secara penuh, evapotranspirasi aktual Eta akan menurun di
bawah evapotranspirasi maksimum Etm. Pada kondisi ini, akan berkembang stres air di dalam
tanaman yang akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman.
Ketersediaan air yang kurang ditambah dengan jarak lahan yang dekat dengan laut
mengakibatkan turunnya tingkat kesuburan tanah di wilayah tersebut karena terkena salinitas. Masalah
utama yang dihadapi adalah keretakan pada lahan serta banyaknya kristal garam pada permukaan
tanah yang sangat terlihat jelas di sepanjang wilayah pesisir Indramayu pada bulan tersebut.
Pada bulan Oktober 2009, sebaran curah hujan di wilayah Indramayu didominasi oleh warna merah.
Nilai tertinggi yang tercatat adalah 41 mm pada stasiun Krangkeng dengan cakupan wilayah desa
Krangkeng, Kapringan, dan Kali Anyar.
Nilai terendahnya adalah tidak ada hari hujan yaitu pada stasiun Cikedung dengan cakupan
wilayah desa Loyang dan Cikedung Lor. Rata-rata curah hujan pada bulan Oktober 2009 adalah
sebesar 18 mm. Terdapat sedikit perbedaan antara curah hujan bulan Juli dengan bulan Oktober. Hal
tersebut juga berdampak pada produktivitas padi pada bulan-bulan terkait.
Jumlah hari hujan terbanyak adalah 4 hari tercatat pada wilayah Stasiun Bangkir, Cidempet,
dan Jatibarang. Sedangkan pada beberapa stasiun lainnya tidak turun hujan sama sekali. Tanaman
padi membutuhkan air untuk hidup. Variasi jumlah hari hujan ini juga dapat mengakibatkan fluktuasi
nilai produktivitas padi di wilayah Indramayu. Kesesuaian pola terlihat pada nilai salinitas yang
tinggi pada wilayah dengan intensitas hujan yang tinggi, tetapi curah hujannya rendah.
Menurut Sipayung 2003, kadar garam yang tinggi pada tanah menyebabkan terganggunya
pergerakan air dari tanah menuju akar, akibatnya tanaman akan kekurangan air, bahkan air dari
tanaman itu sendiri akan diserap oleh tanah, sehingga pertumbuhannya akan terhambat. Irigasi
dapat menjadi salah satu solusi yang baik untuk mengatasi hal tersebut karena air memiliki nilai pH
yang sangat netral sehingga dapat membantu proses pencucian garam pada lahan sehingga tanah dapat
berfungsi lebih maksimal. Lahan yang diairi dengan baik irigasi atau curah hujan akan dapat
mengurangi permasalahan salinitas.
Nilai salinitas tertinggi pada bulan Oktober tercatat sebesar 7.83 dsm, tepatnya pada
wilayah desa Brondong. Lahan persawahan di daerah ini sebagian terletak di pinggir sungai yang
mengarah ke laut. Tanpa adanya irigasi yang baik atau curah hujan yang tinggi, hal ini merupakan
Gambar 14 Pemetaan Sebaran Salinitas Tanah, Curah Hujan, dan Jumlah Hari Hujan di Indramayu sumber : Balai Penelitian Tanah dan Dinas Pertanian Indramayu, 2010
13
salah satu penyebab tingginya salinitas di wilayah tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Yadraf dan Ibrol 1988, angka tersebut termasuk kategori salinitas sedang. Sebaran salinitas pada
bulan Juli dan Oktober mengindikasikan hal yang sama, yaitu jarak antara laut dengan lahan pertanian
berpengaruh terhadap besar nilai salinitas tanah di wilayah tersebut. Semakin mendekati laut, nilai
salinitasnya menjadi lebih tinggi dan demikian pula sebaliknya.
Sebaran curah
hujan pada
bulan November 2010 didominasi dengan warna biru,
yang artinya pada bulan ini curah hujannya relatif tinggi, dengan rata-rata curah hujannya sebesar 268
mm. Curah hujan tertinggi terdapat pada wilayah Stasiun Sukadana dengan angka 325 mm.
Sedangkan curah hujan terendah terjadi di wilayah stasiun Lohbener dengan angka 37 mm. Jumlah
hari hujan pada bulan November juga termasuk tinggi, apabila dibandingkan pada bulan-bulan hasil
penelitian yang sebelumnya, yaitu Juli dan Oktober 2009.
Rata-rata jumlah hari hujan pada bulan November adalah 11 hari per stasiun dalam
sebulan. Jumlah hari hujan terbanyak terjadi di wilayah Jutinyuat selama 15 hari. Sedangkan angka
terendahnya terjadi di wilayah Lohbener dengan 4 hari kejadian hujan. Angka tersebut masih lebih
tinggi dari jumlah hari hujan di bulan Juli dan Oktober. Berkebalikan dengan curah hujan dan
jumlah hari hujannya, variabel salinitas didominasi oleh warna biru tua, yang berarti memiliki sebaran
dengan nilai yang rendah. Hal ini sangat sesuai, dikarenakan curah hujan serta jumlah hari hujan
yang tinggi dapat membantu proses pencucian garam di dalam tanah, sehingga tanah dapat
berfungsi lebih maksimal dan mengurangi angka salinitas di daerah tersebut. Akan tetapi, walaupun
perbedaan curah hujan pada bulan Juli dan Oktober 2009 sangat besar dibandingkan dengan curah
hujan bulan November 2010, nilai salinitas yang didapatkan dari hasil penelitian tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan.
Berdasarkan hasil pengamatan pada bulan November 2010, dapat diketahui bahwa semakin
mendekati laut, nilai salinitas cenderung akan meningkat, tetapi tidak dipungkiri bahwa banyak
faktor-faktor yang mempengaruhi selain daripada jaraknya terhadap laut, curah hujan, dan jumlah
hari hujan. Faktor tersebut antara lain jenis tanah yang dapat menyimpan kapasitas air lebih baik.
Tanah
dengan pori-pori
yang kecil
akan menghambat pergerakan air sehingga penyerapan
air dengan kandungan garam yang tinggi akan menjadi sulit. Selain itu faktor lain yang
menyebabkan hal tersebut adalah terjadinya konversi lahan di beberapa lokasi di Indramayu.
Lahan yang tadinya dialokasikan untuk kegiatan pertanian berubah menjadi lahan garam, tambak,
dan rawa-rawa. Salinitas memberikan pengaruh yang
besar pada saat musim kemarau. Pada musim kemarau, ketersediaan air tanah menurun sehingga
tanah menjadi kering. Kekeringan menyebabkan tanah mengalami keretakan, akibatnya intrusi air
asin dapat dengan mudah terjadi. Penyerapan air laut tersebut mengakibatkan akumulasi garam
sehingga
konsentrasi garam
dalam tanah
meningkat. Tanaman membutuhkan kandungan air yang cukup dalam tanah untuk dapat melakukan
pertumbuhan. Kondisi tanah dengan kapasitas air yang rendah serta akumulasi garam yang tinggi
menyebabkan
tanaman kesulitan
bertumbuh sehingga akan menyebabkan kematian.
Pengaruh curah hujan pada penurunan nilai salinitas terletak pada konsentrasi air yang
terserap ke dalam tanah. Curah hujan yang turun ke permukaan bumi memiliki pH yang hampir, atau
bisa diasumsikan, netral. Curah hujan yang jatuh ke bumi dan terserap ke dalam tanah akan berikatan
dengan kation-kation garam dalam tanah sehingga akan menurunkan konsentrasi garam di dalam
tanah.
4.2 Analisis hubungan produktivitas padi