I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Padi merupakan sumber pangan penting di Indonesia karena peranannya sebagai sumber
makanan utama sebagian besar masyarakat. Dengan meningkatnya jumlah penduduk dari waktu
ke waktu, maka upaya peningkatan produksi padi harus terus dilakukan agar ketahanan pangan dapat
dicapai dan dipertahankan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, produksi padi di Indonesia
secara umum cenderung meningkat dari waktu ke waktu walaupun pada tahun tertentu terjadi
penurunan produksi yang cukup besar akibat kegagalan panen, baik karena bencana iklim
maupun peledakan serangan hama penyakit. Bencana iklim yang paling sering terjadi di
Indonesia ialah bencana kekeringan dan banjir. Namun demikian pada pusat-pusat pertanaman padi
yang berada di wilayah pesisir, masalah salinitas mulai dominan Motamed, 2008; Yadav, 2005.
Indramayu merupakan
salah satu
lumbung padi terbesar di Pulau Jawa yang berada di wilayah pesisir yaitu di Pantai Utara Jawa.
Sebagian wilayah pertanaman padinya berbatasan langsung dengan laut. Menurut Motamed 2008,
tingginya salinitas pada wilayah pertanaman padi yang terletak di wilayah pesisir akan berpengaruh
besar pada fase pertumbuhan. Salinitas di sebagian wilayah dekat pantai Indramayu sangat beragam
yaitu dari 0.03
– 12.91 dsm Marwanto et al, 2009. Semakin tinggi nilai salinitas, tanaman akan
semakin pendek. Grattan 2002 juga menemukan bahwa tanaman padi memiliki jumlah anakan yang
lebih sedikit apabila tumbuh pada tanah bersalinitas tinggi. Lebih lanjut lagi penelitiannya menunjukkan
bahwa apabila salinitas tanah sudah melebihi 6 dsm hasil padi akan menurun drastis, hingga lebih
dari 50 hasil normal. Hal ini memberikan kerugian yang besar bagi para petani.
Kondisi salinitas tanah pertanaman padi yang ada diwilayah pesisir juga diduga dipengaruhi
oleh kondisi hujan. Pada musim hujan salinitas lahan diperkirakan akan turun karena pori-pori
tanah dipenuhi oleh air hujan dan intrusi air laut akan terhalang. Akan tetapi pada musim kemarau
pada saat kondisi air tanah sudah menurun, adanya tekanan dari air laut menyebabkan terjadinya
intrusi air laut ke darat dan kemudian diikuti dengan meningkatnya salinitas.
Wilayah pertanaman padi yang ada di Pantai Utara Jawa umumnya berbatasan langsung
dengan garis pantai. Karena itu, kajian untuk mempelajari hubungan antara musim dengan
kondisi salinitas tanah dan kaitannya dengan hasil padi perlu dilakukan. Hasil kajian ini akan dapat
dimanfaatkan dalam menyusun strategi untuk mengatasi masalah salinitas pada pertanaman padi
di wilayah pesisir.
1.2 Tujuan Penelitian
1. Memetakan dan menganalisis sebaran
salinitas lahan pertanaman padi di Indramayu dan hubungannya dengan
kondisi hujan 2.
Menganalisis hubungan antara salinitas tanah dan hasil padi di Indramayu
3. Menyusun pilihan teknologi antisipasi
yang dapat digunakan untuk penanganan masalah salinitas
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Gambaran umum
Kabupaten Indramayu
Kabupaten Indramayu secara geografis terletak pada 107° 52° - 108° 36° Bujur Timur dan
6° 15° - 6° 40° Lintang Selatan. Indramayu terletak di daerah pesisir utara Pulau Jawa. Sebagian besar
wilayahnya merupakan dataran atau daerah landai dengan kemiringan tanahnya rata-rata 0
– 2 dan ketinggian 0-100 mdpl. Keadaan wilayah yang
demikian akan mempengaruhi kondisi tata air tanah. Pada saat curah hujan yang tinggi apabila
fasilitas drainase tidak baik akan mudah terbentuk genangan-genangan air. Sebaliknya pada saat
musim kemarau, masalah intrusi air laut akan mudah terjadi, terutama apabila kondisi hutan
mangrove sudah mengalami degradasi atau sudah dikonversi.
Luas wilayah Indramayu yang tercatat seluas 204.011 hektar dan memiliki 10 kecamatan
dengan 35 desa yang berbatasan langsung dengan laut dengan panjang garis pantai 114,1 km. Suhu
udara di kabupaten ini cukup tinggi yaitu berkisar
antara 18
C - 28° C. Curah hujan rata-rata tahunan 1.428 mm, dengan jumlah hari hujan 75 hari.
2.2 Wilayah Pesisir
Menurut letak geografis dan kondisi wilayahnya, Indramayu dapat dikatakan sebagai
wilayah pesisir. Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan dimana
sebagian wilayah daratannya dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin. Sementara ke arah laut, sebagian wilayah lautnya dipengaruhi oleh proses-
proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang
disebabkan oleh manusia seperti pencemaran.
Menurut Rokhmin et al 2000, apabila ditinjau dari garis pantai coastliner maka suatu
wilayah pesisir memiliki dua macam batas boundaries, yaitu batas yang sejajar garis pantai
longshore dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai cross-shore. Penetapan batas-batas
wilayah pesisir yang sejajar dengan garis pantai relatif lebih mudah. . Berbeda dengan penetapan
batas-batas wilayah pesisir yang tegak lurus terhadap garis pantai. Sejauh ini belum terdapat
kesepakatan dalam penentuan batas wilayah pesisir menurut garis tegak lurus dari garis pantai. Hal ini
menyebabkan batas wilayah pesisir pada tiap-tiap negara
berbeda-beda karena
karakteristik lingkungan, sumber daya dan sistem penetapan
batasnya tidak sama. Namun demikian, dengan meggunakan definisi tersebut, ekosistem pesisir
dapat dikatakan sebagai ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di
darat maupun di laut, serta saling berinteraksi satu dengan yang lain.
Wilayah pesisir kabupaten Indramayu terdiri atas pantai pasir berlumpur, kawasan hutan
mangrove dan estuaria serta pantai berpasir. Daerah terumbu karang tidak dijumpai di daerah pesisir
Indramayu. Pemakaian lahannya sebagian besar digunakan untuk pertambakan, pemukiman, ladang
dan industri. Marwanto dkk 2009 menyatakan bahwa wilayah Indramayu pada penelitian bulan
Januari 2009 memiliki nilai ECe yang bervariasi antara 0,03-12,91 dsm, dengan rata-rata curah
hujan bulanan 293 mm.
Pengembangan usaha pertanian di wilayah pesisir merupakan
salah satu
bagian dari kebijaksanaan pemerintah untuk meningkatkan
produksi pangan nasional. Namun, pengembangan yang dilakukan pun harus sesuai dengan tetap
memperhatikan aspek-aspek
perlindungan lingkungan sehingga tidak menimbulkan masalah-
masalah lingkungan seperti pencemaran perairan, perubahan siklus air, dan meningkatnya laju
sedimentasi.
Pada wilayah pesisir, tidak dipungkiri bahwa perembesan air asin pasti terjadi dan
berpengaruh besar terhadap kadar garam dalam tanah salinitas. Hal ini menyebabkan kegiatan-
kegiatan yang berkaitan dengan usaha pertanian seperti pembuatan saluran irigasi serta drainase
akan mempengaruhi pola tata air dan juga pertumbuhan tanaman. Pengaruh pada pola tata air
meliputi aspek kualitas, volume, dan debit air. Pengurangan debit air sungai bagi keperluan irigasi
dapat mengubah salinitas dan pola sirkulasi air di perairan
pesisir seperti
wilayah estuaria.
Berkurangnya debit air sungai mengakibatkan jangkauan intrusi garam semakin jauh ke hulu
sungai dan mempengaruhi tidak hanya ekosistem perairan pantai itu sendiri tetapi juga ekosistem
daratan di sekitar perairan tersebut.
2.3 Salinitas