17 c. Arah Serat
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa arah serat pada potongan kayu yang diteliti berkisar antara lurus sampel B, C dan F, lurus hingga berpadu
sampel A dan D dan lurus hingga berombak sampel E. Menurut Bowyer et al. 2003, arah serat dapat mempengaruhi sifat kayu
khususnya sifat mekanis. Kayu dengan arah serat lurus menghasilkan kayu gergajian yang relatif lebih baik dibandingkan dengan kayu berserat miring
terutama serat berpadu interlocked grain dan terpilin spiral grain.
4.2 Sifat Mikroskopis
Hasil pengamatan sifat mikroskopis disajikan pada Gambar 5, 6 dan 7, sedangkan Gambar 8 memuat hasil pengamatan terhadap serat kayu pada keenam
potongan sampel uji yang diteliti.
Gambar 5 Penampang lintang: a Sampel A; b Sampel B; c Sampel C; d Sampel D; e Sampel E; f Sampel F Perbesaran 50x
18
Gambar 6 Penampang radial: a Sampel A; b Sampel B; c Sampel C; d Sampel D; e Sampel E; f Sampel F Perbesaran 50x
Gambar 7 Penampang tangensial: a Sampel A; b Sampel B; c Sampel C; d Sampel D; e Sampel E; f Sampel F Perbesaran 50x
Gambar 8 Sel serat: a Sampel A; b Sampel B; c Sampel C; d Sampel D; e Sampel E; f Sampel F Perbesaran 100x
19 a.
Sel Pembuluh pori Hasil pengamatan terhadap pengelompokan, penyebaran, tipe bidang
perforasi, tipe noktah antar pembuluh, diameter dan frekuensi pori disajikan pada Tabel 2. Dari Tabel 2 diketahui bahwa karakteristik sel pembuluh pada
masing-masing potongan kayu yang diuji cenderung berbeda sehingga mengindikasikan jenis yang berbeda-beda. Potongan sampel B, C, D dan E
memiliki pola penyebaran pori tata baur, sedangkan potongan sampel A tata lingkar. Pola penyebaran pori pada sampel F adalah semi tata lingkar.
Tabel 2 Karakterisitik sel pembuluh pada enam potongan kayu yang diteliti
Kode Sampel
Penye- baran
Pengelom- pokan
Bidang Perforasi
Noktah
Dia- meter
μm
Freku- ensi per
mm²
Isi Pori
A Tata
lingkar Soliter dan
bergabung radial 2-3
Sederhana Selang-
seling
73-159
4-8 Tilosis,
endapan putih
B Tata
baur Soliter dan
bergabung radial 2-5
Sederhana Selang-
seling
53-144
10 -16 Tilosis
C Tata
baur Soliter dan
bergabung radial 2-4
Bentuk tangga
Bentuk tangga
64-112
10-18 Tilosis,
endapan putih
D Tata
baur Soliter dan
bergabung radial 2-3
Sederhana Selang-
seling
83-141
6-11 Tilosis
E Tata
baur Dominan
soliter Sederhana
Berhadap- hadapan
48-110
15-21 Tilosis,
endapan putih
F Semi
tata lingkar
Soliter dan bergabung
radial 2-6 Sederhana
Selang- seling
41-116
19-32 -
Pengelompokan pori pada semua potongan sampel kayu yang diteliti adalah soliter dan bergabung radial 2 hingga 6 sel. Perbedaan diantara keenam
potongan sampel terletak pada jumlah sel yang bergabung radial. Sampel A dan D memiliki 2-3 sel yang bergabung radial, sampel C 2-4 sel, sampel B 2-5
sel dan sampel F memiliki 2-6 sel. Pori-pori pada sampel E didominasi oleh pori soliter.
Bidang perforasi yang ada pada semua potongan sampel kayu yang diteliti adalah bidang perforasi sederhana, kecuali sampel C yang memiliki
bidang perforasi bentuk tangga. Pernoktahan di dinding sel pembuluh pada umumnya berupa pernoktahan yang berselang-seling alternate, kecuali pada
20 sampel C dan E. Pernoktahan pada sampel C berupa pernoktahan bentuk
tangga scalariform, sedangkan pada sampel E berhadap-hadapan opposite. Diameter pori berkisar antara 41-159 µm. Diameter pori pada sampel A,
B dan D relatif lebih besar dibandingkan diameter pori pada sampel C, E dan F. Diameter pori sampel A, B dan D berturut-turut adalah sebesar 73-159 µm,
53-144 µm dan 83-141 µm, sedangkan diameter pori sampel C, E dan F berturut-turut adalah 64-112 µm, 48-110 µm dan 41-116 µm. Semakin besar
diameter pori, semakin kasar pula tekstur kayu. Frekuensi pori pada penampang lintang digolongkan menurut jumlahnya
per mm². Berdasarkan klasifikasi Bowyer et al. 2003; Pandit dan Kurniawan 2008, frekuensi pori pada keenam potongan sampel kayu berkisar antara
sedikit-sedang sampel A, sedang-banyak sampel D dan banyak sampel B, C, E dan F.
Tilosis dan endapan padat berwarna putih ditemukan di dalam sel pembuluh pada sampel A, C dan E yang diteliti, sedangkan pada sampel B dan
D hanya terdapat tilosis. Sampel F tidak mengandung tilosis maupun endapan berwarna. Kayu yang memiliki tilosis dan endapan padat cenderung sulit
untuk dikeringkan dan dimasuki bahan kimia sebagaimana Bowyer et al. 2003.
b. Sel jari-jari
Hasil pengamatan terhadap sel jari-jari kayu yang meliputi lebar atau jumlah baris seri, komposisi, jumlah lapisan sel tegak, sel bujur sangkar, sel
baring, silika, bentuk kristal, lebar dan tinggi disajikan pada Tabel 3. Dari Tabel 3 diketahui bahwa sel jari-jari kayu pada keenam potongan kayu yang
diteliti cenderung berbeda. Masing-masing potongan juga mengindikasikan jenis yang berbeda-beda. Pengamatan pada bidang lintang menunjukkan
bahwa lebar jari-jari bervariasi. Sampel B, E dan F didominasi oleh jari-jari
uniseriate 1 seri hingga 1-2 seri, sampel D biseriate 2-3 seri, sedangkan sampel A dan C oleh jari-jari multiseriate 2-4 seri. Pengamatan bidang radial
menunjukkan bahwa sel jari-jari kayu pada sampel A, B, C, E dan F adalah heteroseluler, sedangkan sampel D homoseluler.
21
Tabel 3 Karakteristik sel jari-jari pada enam
potongan kayu yang diteliti
Bidang dan Parameter
Pengamatan Sampel
A Sampel
B Sampel
C Sampel
D Sampel
E Sampel
F
X Lebar
atau jumlah
seri Multi-
seriate dominan;
2-4 seri Uni-
seriate dominan;
1-2 seri Multi-
seriate dominan;
2-4 seri Biseriate
dominan; 2-3 seri
Uni- seriate
dominan; 1 seri
Uni- seriate
dominan; 1 seri
R Kompo-
sisi Hetero-
seluler Hetero-
seluler Hetero-
seluler Homo-
seluler Hetero-
seluler Hetero-
seluler Jumlah
lapisan sel tegak
1-2 1
2-4 -
1-2 1-3
Jumlah lapisan
sel bujur sangkar
1-2 1
2-4 -
1-2 1-3
Jumlah lapisan
sel baring 4-7
2-13 5-10
8-18 3-6
2-6 Silika
- Ada
- -
Ada -
Bentuk Kristal
- -
Rhombo- idal
Rhombo- idal
- Rhombo-
idal T
Lebar 2-5
1-2 2-5
1-3 1
1 Tinggi
8-28 6-17
35-53 6-24
5-13 6-28
Jumlah lapisan sel tegak, sel bujur sangkar dan sel baring pada keenam potongan kayu yang diteliti juga bervariasi. Jumlah sel tegak dan sel bujur
sangkar masing-masingnya sebanyak 1 lapis pada sampel B, 1-2 lapis pada sampel A dan E, 1-3 lapis pada sampel F dan 2-4 lapis pada sampel C. Sampel
D tidak memiliki sel tegak maupun sel bujur sangkar. Jumlah sel baring pada sampel A 4-7 lapis, pada sampel B 2-13 lapis, pada sampel C 5-10 lapis,
sampel D 8-18 lapis, sampel E 3-6 lapis dan pada sampel F 2-6 lapis. Hasil pengamatan terhadap silika dan kristal di dalam sel jari-jari kayu
juga memperlihatkan adanya variasi. Silika hanya ditemukan pada sampel B dan E, sedangkan kristal pada sampel C, D dan F. Bentuk kristal yang
ditemukan adalah kristal prismatik rhomboidal. Sampel A tidak mengandung silika maupun kristal.
Berdasarkan pengamatan di bidang tangensial, lebar dan tinggi sel jari- jari pada keenam potongan kayu yang diteliti juga bervariasi. Lebar jari-jari
pada sampel E dan F hanya terdiri dari 1 sel, pada sampel A dan C 2-5 sel, pada sampel B 1-2 sel dan pada sampel D 1-3 sel. Tinggi jari-jari sampel A 8-
22 28 sel, sampel B 6-17 sel, sampel C 35-53 sel, sampel D 6-24 sel, sampel E 5-
13 sel dan sampel F 6-28 sel. Menurut Tsoumis 1991, jari-jari kayu pada sampel E tergolong pendek-sedang, pada sampel A, B, D dan F termasuk
pendek-tinggi, sedangkan pada sampel C tergolong tinggi. c.
Sel parenkim Hasil pengamatan terhadap sel parenkim pada keenam potongan kayu
yang diteliti disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Karakteristik sel parenkim pada enam potongan kayu yang diteliti
Jenis Parenkim
Sampel A
Sampel B
Sampel C
Sampel D
Sampel E
Sampel F
Apotrakeal -
- -
- -
- Paratrakeal:
Jarang -
Ada Ada
Ada Ada
Ada Selubung
Ada -
- Ada
- -
Sepihak -
- -
- -
- Aliform
- -
- -
Ada Ada
Konfluen -
- -
- -
Ada Pita
Marjinal Ada
- -
- -
-
Berdasarkan Tabel 4, tipe sel parenkim pada masing-masing potongan kayu yang diteliti juga cenderung berbeda. Pada seluruh potongan kayu, tidak
ditemukan adanya sel parenkim tipe apotrakeal. Tipe yang mendominasi adalah parenkim paratrakeal, dimana tipe jarang ditemukan pada sampel B, C,
D, E dan F; tipe selubung ditemukan pada sampel A dan D; tipe aliform ditemukan pada sampel E dan F, sedangkan tipe konfluen hanya ditemukan
pada sampel F. Parenkim marjinal bentuk pita juga hanya ditemukan pada sampel A.
Dengan parenkim marjinal bentuk pita, semakin kuat dugaan bahwa sampel A adalah kayu Jati. Pada kayu Jati ditemukan sel parenkim marjinal
bentuk pita memanjang disamping parenkim paratrakeal bentuk selubung sebagaimana Martawijaya et al. 2005
a
. d.
Dimensi sel serat Pengamatan dimensi serat meliputi panjang serat, diameter serat,
diameter lumen dan tebal dinding disajikan pada Tabel 5.
23 Tabel 5 Dimensi serat pada enam enam potongan kayu yang diteliti
Dari Tabel 5 diketahui bahwa dimensi serat panjang dan diameter serat, serta diameter lumen dan tebal dinding serat pada keenam potongan kayu
bervariasi. Perbedaan ini terkait dengan umur dan jenis pohon, lokasi dan kondisi pertumbuhan serta lokasi dalam batang sebagaimana Mandang dan
Pandit 1997 serta Bowyer et al. 2003. Panjang serat berkisar antara 851,88- 1268,68 µm, diameter serat antara 21,61-25,59 µm, diameter lumen antara
6,77-16,24 µ m dan tebal dinding serat antara 3,28-8,17 µm. Secara keseluruhan sampel A memiliki serat terpanjang 1268,68 µm,
sedangkan sampel F memiliki serat terpendek 851,88 µ m. Panjang serat pada sampel B, C, D dan E masing-masing adalah 994,25 µm, 1024,79 µ m,
884,35 µm dan 1193,19 µm. Diameter serat terlebar 25,59 µ m dijumpai pada sampel C, sedangkan diameter serat yang paling sempit 21,61 µm terdapat
pada sampel A. Sampel B, D, E dan F memiliki diameter serat masing-masing sebesar 21,94 µm, 23,23 µm, 23,12 µm dan 21,83 µm.
Dari segi diameter lumen, sampel D memiliki diameter lumen yang paling lebar 16,24 µm, sedangkan sampel E memiliki diameter lumen yang
paling sempit 6,77 µm. Diameter lumen serat pada sampel A, B, C dan F masing-masingnya adalah sebesar 15,05 µm, 15,16 µm, 12,80 µm dan 14,19
µm. Dari segi tebal dinding serat, sampel C dan E relatif lebih tebal dibandingkan sampel A, B, D dan F. Tebal dinding serat pada sampel C dan E
berturut-turut adalah 6,40 µm dan 8,17 µm, sedangkan pada sampel A, B, D dan F masing-masing sebesar 3,28 µm, 3,39 µ m, 3,49 µm dan 3,82 µm.
Kode Sampel
Dimensi μm
Panjang Serat
Diameter Serat
Diameter Lumen
Tebal Dinding
A 1268,68
21,61 15,05
3,28 B
994,25 21,94
15,16 3,39
C 1024,79
25,59 12,80
6,40 D
884,35 23,23
16,24 3,49
E 1193,19
23,12 6,77
8,17 F
851,88 21,83
14,19 3,82
24 Serat memiliki fungsi penting dalam mendukung sifat mekanis suatu
jenis kayu. Kayu dengan serat yang lebih tebal memiliki kekuatan yang lebih tinggi Bowyer et al. 2003.
4.3 Identifikasi Kayu