4 yang hidup sepanjang masa dengan ketinggian minimal saat dewasa sekitar 7 m.
Pohon merupakan tumbuhan penghasil kayu utama. Pasaribu dan Imron 1990 menyebutkan bahwa Indonesia setidaknya
memiliki 40 jenis kayu yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapal ikan. Kayu-kayu tersebut bervariasi dalam kelas awet dan kelas kuatnya.
Jenis-jenis yang umum digunakan antara lain adalah kayu jati Tectona grandis, ulin Eusideroxylon zwageri dan laban Vitex pubescens. Menurut Ornam
2007, kayu yang banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapal ikan khusus di Kecamatan Kendari, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara adalah merbau
Instia spp., gofasa V. cofassus dan kelompok meranti Shorea spp.. Syarat yang harus dipertimbangkan dalam memilih kayu sebagai bahan
baku kapal antara lain kuat dan tahan terhadap pembusukan dan serangan mikroorganisme air Fyson 1985. Menurut Taufiq 2008, beberapa jenis kayu
yang sering digunakan sebagai material lunas kapal di beberapa wilayah di Indonesia adalah balau Shorea lavefolia, giam Cotylelobium spp., gofasa
Vitex cofassus, jati T. grandis, ulin E. zwageri, bayur Pterospermum javanicum dan laban V. pubescens.
2.3 Sifat Makroskopis Kayu
Menurut Pandit dan Kurniawan 2008, sifat-sifat kayu yang dapat dilihat dengan jelas dengan mata telanjang atau maksimal dengan bantuan loupe
perbesaran 10 sampai 15 kali disebut dengan sifat makroskopis. Beberapa sifat makroskopis kayu yang umum diamati adalah:
a. Warna dan corak kayu
Warna kayu bagian gubal umumnya lebih cerah dibandingkan dengan terasnya. Perbedaan warna kayu tidak hanya terdapat pada jenis kayu yang
berbeda tetapi juga pada jenis kayu yang sama bahkan dalam sebatang pohon. Pada umumnya warna yang digunakan untuk identifikasi jenis kayu adalah
warna bagian teras Pandit dan Kurniawan 2008. Warna kayu dipengaruhi oleh umur pohon, kadar air dan lama
penyimpanan setelah penebangan. Menurut Mandang dan Pandit 1997, warna kayu dapat berubah akibat serangan jamur. Kayu segar yang memiliki
warna lebih cerah umumnya lebih mudah terkena serangan jamur dan
5 mengalami perubahan warna menjadi biru atau hitam. Perubahan warna dapat
juga disebabkan oleh pengeringan dalam kilang pengering. Suhu yang tinggi menyebabkan damar atau getah di dalam kayu meleleh sehingga menimbulkan
noda pada permukaan kayu. Warna-warna yang demikian tidak dapat digunakan dalam penetapan warna kayu karena bukan merupakan warna asli
dari kayu. Corak kayu merupakan gambaran khas pada kayu. Menurut Mandang
dan Pandit 1997, corak dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor yaitu: 1.
Adanya lingkaran tumbuh yang jelas akibat perbedaan kerapatan antara bagian kayu awal dan kayu akhir dalam satu riap tumbuh. Contoh pada
kayu jati T. grandis. 2.
Adanya perbedaan warna jaringan penyusun kayu, seperti pada kayu bintangur Calophyllum bicolor.
3. Adanya perbedaan intensitas pewarnaan pada lapisan-lapisan kayu yang
dibentuk dalam jangka waktu yang berbeda, seperti pada kayu eboni Diospyros celebica.
b. Tekstur kayu
Tekstur kayu ditentukan oleh ukuran dari sel-sel dominan penyusun kayu. Menurut Mandang dan Pandit 1997, kayu dikatakan bertekstur halus
jika sel-selnya berukuran kecil dan bertekstur kasar jika sel-selnya relatif besar. Menurut Wheeler et al. 2008, apabila diameter pori 100 µm, maka
kayu dikatakan bertekstur halus sedangkan apabila ukurannya 200 µm, maka kayu dikatakan bertekstur kasar. Dengan diameter pori antara 100-200 µm,
maka kayu dikatakan bertekstur sedang. c.
Arah serat kayu Arah serat adalah orientasi longitudinal dari sel-sel dominan penyusun
kayu Bowyer et al. 2003. Kayu dikatakan berserat lurus jika orientasi longitudinal dari sel-sel dominan penyusun kayu sejajar dengan arah sumbu
batang dan dikatakan berserat miring jika orientasi longitudinal dari sel-sel dominan tersebut membentuk sudut terhadap sumbu batang.
Serat miring dibedakan atas 4 macam yaitu serat terpadu interlocked grain, serat
6 berombak wavy grain, serat terpilin spiral grain dan serat diagonal
Bowyer et al. 2003; Pandit dan Kurniawan 2008.
2.4 Sifat Mikroskopis Kayu