7
B. Titik Terdingin
Selama proses pasteurisasi atau sterilisasi berlangsung, akan terjadi peru- bahan suhu retort terhadap waktu yang dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu a fase
pemanasan heating, dimana suhu retort meningkat sehingga tercapai suhu yang diinginkan; b fase holding, yaitu mempertahankan suhu retort pada suhu proses
yang diinginkan; dan c fase pendinginan pendingin, yaitu menurunkan suhu retort pada suhu tertentu. Pola perubahan suhu terhadap waktu tersebut dapat
diilustrasikan pada Gambar 3. Pada kenyataannya, suhu bahan pangan di dalam retort akan mencapai
suhu yang lebih rendah dibandingkan suhu retortnya T
R
, karena panas harus berpenetrasi ke wadah dan mencapai titik terdinginnya. Gambar 4 menunjukkan
profil suhu retort T
R
dan suhu kaleng T
C
. Suhu retort berangsur meningkat hingga mencapai suhu yang diinginkan, yaitu 250
o
F. Setelah mencapai suhu tersebut, suhu retort dipertahankan selama beberapa waktu holding, kemudian
didinginkan pendingin. Suhu kaleng pun meningkat selama proses pemanasan, tetapi selalu lebih rendah dibanding suhu retortnya pada waktu tertentu akan
mendekati suhu retort.
Gambar 3. Perubahan Suhu Retort Terhadap Waktu Selama Proses Termal Richardson, 2000
Keterangan : t = waktu
IT = suhu awal suhu awal produk sebelum di-pasteurisasi
8 tc = waktu antara dimulainya pemanasan sampai mencapai suhu pasteurizer yang
diinginkan dan biasanya disebut dengan CUT tp = waktu dari berakhirnya tc sampai dengan waktu akhir pemanasan
T = Suhu pada waktu tertentu T
C
= Suhu ditengah kontainer kemasan yang disebut dengan coldest point suhu terendah dan diberi istilah CP
T
R
= Suhu retort dalam hal ini suhu pasteurizer
Gambar 4. Perubahan Suhu Bahan Kaleng Terhadap Suhu Retort Richardson , 2000
Data penetrasi panas diperlukan untuk menentukan kurva hubungan antara suhu bahan terhadap waktu selama proses termal, mulai dari tahap pemanasan,
holding hingga pendinginan, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 3. Peng- ukuran data penetrasi panas dilakukan dengan menggunakan termokopel yang
dipasang pada titik terdingin dari kemasan dan dihubungkan dengan rekorder
9 yang akan mencatat data perubahan suhu terhadap waktu. Titik terdingin atau the
coldest point CP dari kemasan adalah titik dari bagian kemasan yang paling
lambat menerima panas selama proses termal. Pengukuran penetrasi panas dilakukan pada bagian retort yang paling lambat
menerima panas, yaitu ditentukan dengan cara mengukur distribusi panas. Gambar 4 menunjukkan profil distribusi panas di titik-titik tertentu di dalam retort. Titik
terdingin dari retort adalah yang paling lambat menerima panas. Dalam grafik tersebut, termokopel di titik no. 10 yang paling lambat menerima panas.
Gambar 5. Profil data penetrasi panas. Termokopel pada titik ke-10 T10 adalah yang paling lambat menerima panas Hariyadi dan Feri, 2008
Titik terdingin menjadi perhatian penting dalam proses termal, karena apabila titik terdingin telah mendapat pemanasan yang mencukup, maka titik-titik
lain dalam kemasan dianggap sudah mendapat panas yang mencukupi pula. Penentuan titik terdingin produk dapat diperkirakan dari sifat perambatan panas
yang terjadi, bentuk kemasan dan ukuran headspace. Menurut Richardson 2000 perambatan panas dengan konduksi dengan bentuk kaleng silindris serta
headspace yang minimal maka titik terdingin akan terdapat di tengah kaleng. Jika headspace
-nya diperbesar maka titik terdingin akan mendekati permukaan tutup kaleng. Sedangkan perambatan konveksi pada kemasan kaleng dengan bentuk
silindris vertikal akan memberikan titik terdingin di bagian dasar kemasan. Untuk produk yang dikemas dengan pengemas yang mempunyai bentuk dan bahan lain
10 maka posisi titik terdinginnya harus dicari dengan cara mengukur kecepatan panas
pada seluruh daerah dalam kemasan dan ada pencatatan data yang dilakukan dapat diketahui titik mana yang merupakan titik terdingin. Gambar 5 memperlihatkan
titik terdingin dari kaleng silinder dan posisi termokopel yang dipasang pada titik terdingin tersebut. Gambar 6 mengilustrasikan pemasangan termokopel dalam
pengumpulan data penetrasi panas di dalam sistem bak pemanas. Dalam mengukur data penetrasi panas, terdapat faktor-faktor yang perlu
diperhatikan sebagai berikut: 1 Formulasi, variasi berat ingredien harus konstan termasuk didalamnya
ukuran, bentuk dan berat produk padat, viskositas produk cair, penambahan beberapa ingredien seperti garam, perubahan formulasi akan menyebabkan
perubahan penetrasi panas. 2 Kemasan, yaitu bahan dasar pengemas seperti kaleng, gelas jar, cup plastik dll
harus dicatat. 3 Metode pengisian, suhu pengisian produk harus dikontrol sebab akan
mempengaruhi suhu awal. 4 Penutupan dan sealer, penutupan harus dilakukan sebaik dan sekuat mungkin
agar kondisi hermetis dapat dijaga selama proses termal. 5 Sistem retort sistem pemanas yang digunakan.
Gambar 6. Titik terdingin dari produk Perambatan Panas Konduksi
Perambatan Panas Konveksi
11 Pendingin
Pra-pendingin Pemanasan
Filling MixingCooking
Packaging
C. Proses Pembuatan Minuman di PT. Triteguh Manunggal Sejati