Analisis efektivitas proses dan hasil penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati
DI PT. TRITEGUH MANUNGGAL SEJATI
Oleh
MUNAWAR HOLIL
H24060428
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(2)
Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Di bawah bimbingan PRAMONO D. FEWIDARTO
PT. Triteguh Manunggal Sejati adalah perusahaan yang memproduksi minuman ringan dan biskuit yang merupakan member dari Garuda Food Group. PT. Triteguh Manunggal Sejati dituntut untuk senantiasa meningkatkan efisiensi dan mutu pelayanannya. Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan salah satu implementasi Total Quality Management (TQM). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati, mengetahui efektivitas proses dan hasil pelaksanaan GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati, dan Memberikan rekomendasi perbaikan dalam usaha peningkatan efektivitas kinerja GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati.
Penelitian dilakukan di PT. Triteguh Manunggal Sejati di Gunung Putri, Bogor. Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan fasilitator dan supervisor produksi di Departemen Minuman Ringan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data perusahaan, internet, buku dan penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian. Metode yang digunakan adalah penelitian survei, dengan analisa statistik yaitu uji kesahihan dan keterandalan alat ukur, analisis faktor, dan statistik deskriptif dengan bantuan SPSS Versi 17.0.
Proses pembentukan Gugus Kendali Mutu (GKM) di TRMS terdiri dari empat tahap yaitu : (1) sosialisasi, (2) pembuatan struktur, (3) pelaksanaan, dan (4) pembudayaan. Aktivitas konvensi diadakan setiap enam bulan sekali. terdapat tiga macam konvensi yaitu konvensi lokal, Tudung Innosummit, dan Temu Karya Mutu dan Produktivitas Nasional (TKMPN). Indikator-indikator penentu keberhasilan GKM dalam penelitian terdiri dari delapan faktor yaitu : komitmen manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi, partisipasi, seven tools, kepemimpinan dan fasilitas.
Berdasarkan analisis faktor dapat diketahui bahwa indikator yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan GKM adalah komitmen manajemen puncak, kepemimpinan dan fasilitas dengan nilai rotation matrix masing-masing sebesar 0,891, 0,792, dan 0,670.Perbandingan antara sebelum dan sesudah GKM berdasarkan persepsi responden dan hasil aktual gugus memperlihatkan bahwa terjadi perubahan ke arah yang lebih baik setelah dilakukan GKM berkaitan dengan efisiensi, kinerja mutu produk, produktivitas tenaga kerja dan penurunan produk / material reject. Ini berarti kegiatan GKM di perusahaan dinyatakan efektif sesuai dengan strategic improvement (SI) perusahaan
(3)
MANUNGGAL SEJATI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
Pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
MUNAWAR HOLIL
H24060428
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(4)
Nama : Munawar Holil NIM : H24060428
Menyetujui Pembimbing,
(Ir. Pramono D. Fewidarto, MS) NIP 1958 0202 1984 03 1003
Mengetahui Ketua Departemen :
(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc) NIP 1961 0123 1986 01 1002
(5)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 16 Juni 1988. Penulis adalah putra ke 4 dari 6 bersaudara dari ayah Muhammad Rosyidin dan ibu Een. Sebelum menjadi mahasiswa, penulis menghabiskan pendidikan di SDN 4 Nagarajati pada tahun 1994, dilanjutkan ke MTSN Nagarapageuh pada tahun 2000, dan dilanjutkan ke MAN 2 Bogor pada tahun 2003.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Manajemen sebagai angkatan ke empat puluh tiga.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi. Kegiatan organisasi yang pernah penulis ikuti antara lain menjadi ketua ROHIS Departemen Manajemen, menjadi ketua departemen PSDM Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI) FEM IPB, menjadi staff Administrasi dan Keuangan DPM FEM IPB, dan menjadi staff Eksternal SES-C IPB.
Prestasi yang pernah diraih selama menjadi mahasiswa antara lain menjadi juara I MTQ Mahasiswa IPB tahun 2007 dan 2009, finalis MTQ mahasiswa tingkat Nasional di Universitas Sriwijaya dan Universitas Malikussaleh tahun 2007 dan 2009, Juara 3 Agribusiness Debate in English Competition tahun 2009, Finalis Case Competition tingkat nasional di Universitas Parahyangan tahun 2009, mendapatkan dana hibah Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat (PKMM) dari DIKTI tahu 2010, dan lolos program GO Entrepreneur Perum Pegadaian tahun 2010.
(6)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puja dan puji hanya milik Allah SWT.
Tuhan seru sekalian alam. Atas berkat rahmat dan hidayahNya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Efektivitas Proses dan Hasil Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulisan skripsi ini berguna bagi PT. Triteguh Manunggal Sejati untuk mengetahui efektivitas penerapan GKM di perusahaan. Penentuan indikator penentu keberhasilan gugus dan analisis perbandingan persepsi aktivis GKM sebelum dan sesudah GKM memberikan gambaran komprehensif bagi perusahaan dalam evaluasi efektivitas penerapan GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, sarandan kritik yang membangun tentunya sangat dinantikan oleh penulis. Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua.
Bogor, April 2011
Penulis
(7)
UCAPAN TERIMA KASIH
Selama penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Efektivitas Proses dan Hasil Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati”, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah mendukung penulisan skripsi ini, antara lain :
1. Ir. Pramono D. Fewidarto, MS sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan arahan, bimbingan, saran yang sangat bermanfaat, dan dukungan serta motivasi yang kuat kepada penulis untuk menyelesaikan studi ini dengan baik.
2. Prof. Dr. Ir. W.H Limbong, MS dan Dr. Ir. Muhamad Syamsun, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan sehingga skripsi ini dapat lebih baik.
2. Ibunda tercinta yang telah memberikan spirit dan do’a serta kakak-kakak dan
adik tersayang (teh Engkoy, A Aef, A Enjen, Ela, Dede, mang Amat, mih Nunung, Fadli, Lia) yang senantiasa memberikan inspirasi dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Syifa Ummissa’adah, SPd yang telah memberikan motivasi dan semangat
dalam penyelesaian tugas akhir ini.
4. Bapak Agus Sumitro sebagai pembimbing dalam penelitian di lapangan atas bimbingan danarahan yang telah diberikan, Mbak Lina, Mbak Nesya dan mas Agus Dwi yang senantiasa memberikan masukan kepada penulis selama penelitian, Bapak Sulthoni Taufiq selaku Kadept. HRS dan Bapak Prayitno selaku People Development atas kemudahan dan izin penelitiannya, Bapak
Ahmad Rifa’i yang telah dengan setia mengantar penulis memasuki area
produksi, dan seluruh staf bagian Produksi atas bantuan dan kesediaan waktunya dalam memberikan informasi kepada penulis.
5. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.
6. Rekan-rekan seperjuangan di PPSDMS angkatan 4 yang telah memberikan semangat juang dan semangat kebersamaan bersama penulis baik dalam suka maupun duka.
(8)
7. Teman-teman Manajemen 43 yang selalu ceria dan selalu bersemangat dalam menjalani perkuliahan.
8. Semua pihak yang mendukung dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah SWT. membalas segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan.
(9)
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ... v
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Definisi Kualitas ... 6
2.2. Dimensi Kualitas ... 8
2.3. Total Quality Management (TQM) ... 9
2.3.1. Prinsip-Prinsip Total Quality Management (TQM) ... 10
2.3.2. Faktor Kegagalan Penerapan TQM ... 12
2.4. Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle) ... 12
2.4.1. Definisi GKM ... 12
2.4.2. Struktur GKM ... 14
2.4.3. Mekanisme Kerja GKM ... 15
2.4.4. Penilaian Kinerja Gugus ... 17
2.5. Analisis Faktor ... 17
2.5.1. Model Analisis Faktor ... 18
2.5.2. Kaiser Meyer Oikin (KMO) ... 19
2.5.3. Uji Bartlett (Independensi Antar Variabel) ... 20
2.6. Penelitian Terdahulu ... 20
III. METODE PENELITIAN ... 24
3.1. Kerangka Pemikiran ... 24
3.2. Tahapan penelitian ... 26
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28
3.4. Jumlah dan Sumber Data ... 28
3.5. Jumlah Sampel dan Metode Penarikan Sampel ... 28
3.6. Metode Pengumpulan Data ... 28
3.7. Pengolahan dan Analisis Data ... 29
(10)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
4.1. Profil Perusahaan ... 31
4.1.1. Latar Belakang dan Sejarah Perusahaan ... 31
4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan ... 32
4.1.3. Struktur Organisasi ... 33
4.1.4. Proses Produksi di Divisi Minuman Ringan ... 35
4.2. Implementasi Gugus Kendali Mutu di PT. TMS ... 37
4.2.1. Sejarah Pembentukan GKM di PT. TMS ... 37
4.2.2. GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati... 38
4.2.3. Proses Pembentukan dan Pelaksanaan GKM di PT. TMS ... 39
4.2.4. Aktivitas Konvensi ... 44
4.3. Efektivitas Proses dan Hasil GKM ... 46
4.3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 46
4.3.2. Karakteristik Responden ... 47
4.3.3. Analisis Tabulasi Silang Karakteristik Responden ... 48
4.3.4. Analisis Indikator Penentu Keberhasilan GKM ... 50
4.3.5. Dampak Pelaksanaan GKM Terhadap Kinerja Karyawan... 55
4.3.6. Hasil Akhir Kegiatan GKM di PT. TMS ... 57
4.3.7. Implikasi Manajerial ... 66
KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
1. Kesimpulan ... 68
2. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 70
LAMPIRAN ... 72
(11)
DAFTAR TABEL
No Halaman
1 Jumlah GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati ... 39
2 Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan lama masa kerja ... 48
3 Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan lamanya di GKM ... 49
4 Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan posisi di GKM... 50
5 Tingkat keaktifan pekerja berdasarkan posisi di GKM... 50
6 Nilai ekstraksi dari setiap variabel ... 51
7 Nilai faktor loading dari setiap faktor ... 53
8 Distribusi setiap variabel yang telah diekstrak terhadap setiap faktor ... 54
9 Dampak pelaksanaan GKM terhadap kinerja karyawan ... 56
10 Data pemakaian lakban tiga bulan terakhir (sebelum GKM) ... 58
11 Data pemakaian lakban sesudah dilakukan perbaikan (setelah GKM) ... 59
12 Data rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk setiap pergantian seal... 60
13 Kondisi QCDSME sebelum dan sesudah pelaksanaan GKM ... 62
14 Data dus rusak di Bulan Mei 2008 ... 63
(12)
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1 Kerangka pemikiran konseptual ... 25
2 Diagram alur penelitian ... 27
3 Alur proses poduksi minuman ringan ... 37
4 Waktu down time penggantian seal pada mesin filling 3 ... 61
5 Pencapaian dus rusak sebelum dan sesudah GKM ... 64
6 Persentase pencapaian dus rusak sebelum dan sesudah GKM... 65
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1 Kuesioner Penelitian ... 72
2 Pedoman pertanyaan wawancara dengan fasilitator ... 78
3 Struktur organisasi PT. Triteguh Manunggal Sejati ... 79
4 Jumlah tenaga kerja di setiap departemen ... 84
5 Bentuk pembudayaan di PT. TMS dengan menampilkan GKM berprestasi ... 85
6 Pocket guidance bagi aktivis GKM di PT. TMS ... 86
7 Taman SGA sebagai tempat aktivis gugus melakukan pertemuan Dan perkembangan GKM di PT. TMS ... 87
8 Salah satu komiten manajemen terhadap pelaksanaan GKM di perusahaan ... 88
9 Daftar GKM berprestasi pada konvensi lokal dan nasional ... 89
10 Pengolahan dan analisis data ... 90
11 Hasil uji validitas indikator penentu keberhasilan GKM ... 91
12 Hasil uji reliabilitas indikator penentu keberhasilan GKM ... 93
13 Identitas Responden berdasarkan indikator penilaian keberhasilan GKM ... 96
14 Nilai total variance explained pada analisis faktor ... 95
15 Diagram Ishikawa (fishbone diagram) penyebab waste lakban tinggi ... 99
(14)
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sejalan dengan semakin pesatnya perkembangan bisnis yang terjadi saat ini memberi dampak serius terhadap persaingan dalam industri manufaktur. Kondisi ini membuat persaingan untuk menguasai pasar semakin ketat, sehingga perusahaan-perusahaan dalam industri ini perlu melakukan berbagai upaya untuk bisa bersaing dan bertahan dalam arus kompetisi yang ketat di pasar. Salah satu strategi untuk menghadapi persaingan tersebut adalah dengan menghasilkan produk-produk berkualitas supaya bisa diterima oleh konsumen.
Kualitas adalah hal yang sangat penting bagi konsumen dalam menentukan barang dan jasa mana yang menjadi pilihan untuk memenuhi kebutuhannya. Kualitas suatu produk dikatakan baik apabila produknya memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Bilaluaran (output) dari proses produksi sesuai dengan spesifikasi, maka proses tersebut dikatakan memiliki kemampuan(capable). Menciptakan produk berkualitas berarti menciptakan suatu proses kerja dalam perusahaan yang menjamin dihasilkannya suatu produk yang sesuai dengan standar kualitas tertentu. Upaya peningkatan kualitas antara lain adalah dengan memperbaiki rancangan, standardan prosedur kerja sedemikian rupa, sehingga jumlah produk cacat dapat ditekan sekecil mungkin.
PT. Triteguh Manunggal Sejati (TMS) adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang produksi minuman ringan dan biskuit. Dalam upaya peningkatan kualitas produk dan kualitas sumber daya manusia di perusahaan, PT. Triteguh Manunggal Sejati membentuk kelompok-kelompok mutu (quality circle). PT. Triteguh Manunggal Sejati membentuk kelompok kelompok mutu menjadi dua bagian, yaitu Cross Functional Team (CFT) dan Small Group Activities (SGA). Cross Functional Team (CFT) yaitu penyelesaian berdasarkan perbaikan dalam inovasi dan kinerja silang dalam tim yang menghasilkan kunci penyelesaian bisnis yang efektif. Sedangkan
(15)
Small Group Activities (SGA) atau Gugus Kendali Mutu (GKM) adalah sekelompok kecil karyawan dari unit kerja yang sama dan bekerja sama melakukan perbaikan dan peningkatan dalam bidang pekerjaan masing-masing.
Tujuan diberlakukannya Gugus Kendali Mutu di PT. Triteguh Manunggal Sejati adalah untuk melatih berfikir secara sistematis, menanamkan mentalitas dasar utama yaitu speak by data, kemampuan menyusun prioritas, PDCA (plan, do, check and action), memberi kesempatan pada setiap karyawan untuk bekerja sama, menumbuhkan partisipasi dari setiap karyawan, serta meningkatkan kualitas produk. Di dalam GKM, karyawan dituntut untuk melakukan peningkatan dan perbaikan kerja dengan berpedoman pada delapan langkah pemecahan masalah. Kedelapan langkah kerja tersebut adalah mengidentifikasi masalah dan penetapan target, mencari akar masalah, pengujian hipotesa, rencana perbaikan, pelaksanaan dan pengendalian perbaikan, evaluasi pelaporan tindakan perbaikan, standarisasi dan penyusunan rencana selanjutnya.
Pembentukan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati adalah salah satu cara untuk meningkatkan kualitas produk. Gugus Kendali Mutu merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan. Gugus Kendali Mutu merupakan mekanisme formal dan dilembagakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan persoalan dengan memberikan tekanan pada partisipasi dan kreatifitas karyawan. Dengan dibentuknya Gugus Kendali Mutu akan memberikan kesempatan kepada semua komponen dalam perusahaan untuk berpartisipasi dalam mengatasi permasalahan kualitas.
Penerapan Gugus Kendali Mutu (GKM) di PT. Triteguh Manunggal Sejati dimulai pada tahun 2007. Pada tahun 2010, jumlah kelompok GKM di perusahaan ini sudah mencapai 45 kelompok yang tersebar di semua departemen di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Kelompok GKM yang paling banyak terdapat di Departemen Produksi Minuman Ringan (beverages) sebanyak 14 kelompok. Awal mula pembentukan GKM di PT. Triteguh
(16)
Manunggal Sejati memang hanya di Departemen Produksi Minuman Ringan, sehingga pada perkembangannya, GKM di departemen ini memiliki kelompok GKM lebih banyak dan lebih aktif dalam mengikuti konvensi GKM.
Penerapan Gugus Kendali Mutu di PT. Triteguh Manunggal Sejati diharapkan dapat mendorong karyawan untuk menggunakan kemampuan kreatif dalam menyelesaikan masalah pekerjaannya. Dengan adanya kesempatan untuk ikut dalam proses pengambilan keputusan tersebut, maka dapat mendorong karyawan untuk menaruh perhatian dan memiliki rasa bangga terhadap pekerjaannya. Oleh karena itu, pelaksanaan GKM yang optimal diharapkan mampu mewujudkan harapan perusahaan untuk mampu memecahkan masalah mutu dan melakukan tindakan perbaikan sehingga target mutu dapat dicapai.
Pada era tahun 90-an, pemerintah (Departemen Perindustrian) mendorong dunia usaha untuk meningkatkan mutu dan produktivitasnya dengan pembentukan GKM di perusahaan masing-masing. Khusus kepada BUMN diwajibkan untuk membentuk GKM, menyelenggarakan konvensi di tingkat perusahaan, wilayah maupun nasional. Pembentukan GKM di perusahaan dengan demikian tidak didasarkan pada kesadaran dan komitmen untuk peningkatan mutu dan produktivitas. Partisipasi anggota hanya karena tekanan manajemen, meniru-niru, konvensi oriented (ber GKM hanya untuk berlomba) atau alasan lain. Untuk itu, perlu dikaji efektivitas implementasi GKM berdasarkan indikator-indikator penentu keberhasilan GKM dan efektivitas hasil dari kegiatan GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati.
1.2.Rumusan Masalah
Salah satu aspek untuk mencapai keunggulan mutu yangberkelanjutan adalah dengan menerapkan konsep Gugus Kendali Mutu (GKM). Gugus Kendali Mutu (GKM) adalah salah satu alat untuk mencapai keunggulan mutu yang berkelanjutan, karena mendorong karyawan untuk mencari dan memecahkan persoalan yang mereka hadapi. Hal ini menjadi cara yang sangat efektif meningkatkan partisipasi karyawan dalam peningkatan kualitas produk.
(17)
Implementasi GKM dalam perusahaan tidak selalu berjalan dengan baik, karena adanya kendala baik secara internal maupun eksternal sehingga pelaksanaannya tidak optimal. PT. Triteguh Manunggal Sejati sudah menerapkan GKM di perusahaan selama tiga tahun. Sampai pertengahan tahun 2010 perusahaan belum melakukan evaluasi terhadap efektivitas GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Berdasarkan permasalahan tersebut, makayang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana efektivitas implementasi GKM dengan menggunakan indikator-indikator penentu keberhasilan gugus dan efektivitas hasil (kinerja) GKM yang terkait dengan efisiensi, produktivitas tenaga kerja dan kualitas produk di PT. Triteguh Manunggal Sejati?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mempelajari implementasi Gugus Kendali Mutu (GKM) yang ada di PT. Triteguh Manunggal Sejati.
2. Menganalisis efektivitas proses GKM menggunakan indikator penentu keberhasilan gugus, dan efektivitashasil GKM menggunakan indikator efisiensi, produktivitas tenaga kerja dan kualitas produk di PT. Triteguh Manunggal Sejati.
3. Memberikan rekomendasi perbaikan dalam usaha peningkatan efektivitas GKM di PT. Triteguh Manunggal Sejati.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1) Bagi perusahaan, sebagai masukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan pengembangan Gugus Kendali Mutu yang ada. Dengan mengetahui efektivitas GKM dalam peningkatan kinerja perusahaan dapat menjadikannya sebagai bahan evaluasi terhadap konsep GKM.
2) Bagi masyarakat umum, sebagai media informasi ilmiah serta bahan penelitian selanjutnya.
(18)
1.5. Ruang Lingkup
Analisis Efektivitas Proses dan Hasil Penerapan Gugus Kendali Mutu di PT. Triteguh Manunggal Sejatiyang menjadi topik dalam penelitian. Penelitian hanya dilakukan di Departemen ProduksiMinuman Ringan (G1) saja, yang terdiri dari 14 GKM yang dilakukan pada bulan Juli – September 2010. Efektivitas dalam penelitian ini adalah efektivitas proses Gugus Kendali Mutu dan Efektivitas hasil GKM. Efektivitas proses gugus dapat diketahui dengan mengetahui implementasi gugus kendali mutu di perusahaan dan mengetahui indikator-indikator penentu keberhasilan GKM berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan yaitu komitmen manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi, partisipasi, seven tools, kepemimpinan fasilitator dan ketua GKM dan fasilitas. Efektivitas hasil GKM dihitung dengan menggunakan perbandingan penilaian responden pada kondisi sebelum dan sesudah mengikuti GKM yang berkaitan dengan efisiensi, produktivitas, kinerja mutu produk, dan penurunan produk atau material reject.
(19)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Kualitas
Kata kualitas memiliki definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi yang konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk, seperti : performansi (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (easy of use), estetika (esthetics), dan sebagainya. Sedangkan definisi strategik menyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan (Garpersz, 2003). Menurut Juran dalam Nasution (2004), kualitas adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Penggunaan kecocokan ini didasarkan atas lima karakteristik utama berikut :
a. Teknologi,yaitu kekuatan atau daya tahan. b. Psikologis, yaitu cita rasa atau status. c. Waktu, yaitu kehandalan.
d. Kontraktual, yaitu adanya jaminan.
e. Etika, yaitu sopan santun, ramah atau jujur.
Feigenbaum (1996), mendefinisikan kualitassebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi ekspektasi pelanggan. Faktor-faktor mendasar yang mempengaruhi kualitas menurut Feigenbaum adalah 9M berikut:
1. Market (Pasar) 2. Money (Uang)
3. Management (Manajemen) 4. Men (Manusia)
5. Motivation (Motivasi) 6. Materials (Bahan)
7. Machine and Mechanization (Mesin dan Mekanisasi) 8. Modern Information Method (Metode Informasi Modern) 9. Mounting Product Requirment (Persyaratan Proses Produksi)
(20)
Scherkenbach dalam Ariani (2002), menyatakan bahwa kualitas ditentukan oleh pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan harapannya pada suatu tingkat harga tertentu yang menunjukkan nilai produk tersebut. Langkah pertama yang harus dilakukan organisasi atau perusahaan adalah mengetahui dan menyetujui apa yang diinginkan oleh pelanggan (kebutuhan pelanggan). Langkah kedua adalah suatu organisasi harus memproduksi tepat dengan apa yang diinginkan pelanggan, dengan biaya yang serendah mungkin.
Ibrahim (2000), mengemukakan bahwa kualitas berdasarkan sifat produk dapat ditinjau dari dua perspektif yang berbeda, yaitu dari perspektif konsumen dan produsen. Pada umumnya konsumen mendefinisikan kualitas produk atau jasa menurut penilaian pribadi yang bersifat subjektif dan abstrak. Akibatnya penilaian antara satu konsumen dengan konsumen lainnya akan berbeda. Sebaliknya dari perspektif produsen, pengertian kualitas dilihat dari klasifikasi produk secara fisik maupun kimiawi yang telah ditentukan berdasarkan suatu standar kualitas produk tertentu.
Goetsch dan Davis (1994), menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia atau tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar. Perusahaan harus benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkan konsumen atas suatu produk yang akan dihasilkan (Deming dalam Nasution, 2004).
Nasution (2004) menjelaskan konsep kualitas dari dua sudut, yaitu dari sudut manajemen operasional dan manajemen pemasaran. Dilihat dari sudut manajemen operasional, kualitas produk merupakan suatu kebijakan penting dalam meningkatkan daya saing produk yang harus memberi kepuasan kepada konsumen melebihi atau paling tidak sama dengan mutu produk pesaing. Dilihat dari sudut manajemen pemasaran, kualitas produk merupakan salah satu unsur utama dalam bauran pemasaran (marketing mix) yakni produk, harga, promosi, dan saluran distribusi yang dapat meningkatkan volume penjualan dan pangsa pasar perusahaan.
(21)
Kualitas merupakan indikator efisiensi dari sistem ekonomi yang produktif, dimana pada sistem yang efisien memungkinkan diproduksi barang dan jasa yang dapat diterima dengan harga yang ekonomis. Output yang dihasilkan harus memenuhi spesifikasi mutu, sementara biaya diperoleh melalui optimisasi alokasi sumber daya. Disisi lain, kualitasjuga menghasilkan efisiensi proses dan mampu mengindikasi performa yang baik.
2.2. Dimensi Kualitas
Sifat khas kualitas suatu produk yang handal bersifat multidimensi, karena harus memberi kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi konsumen melalui berbagai cara. Oleh karena itu, setiap produk harus mempunyai ukuran yang mudah dihitung sesuai dengan kebutuhan konsumen dan harus ada ukuran yang bersifat kualitatif, sehingga terdapat spesifikasi barang untuk setiap produk walaupun satu sama lain bervariasi tingkat spesifikasinya.
Garvin dalam Gaspersz (2003), mengemukakan bahwa dimensi kualitas untuk industri manufaktur terdiri dari :
a. Performance, yaitu aspek fungsional dari produk dan merupakan karakterisktik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.
b. Feature, yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang baik bagi perusahaan.
c. Reliability, yaitu kemungkinan suatu produk berfungsi secara berhasil dalam periode waktu tertentu di bawah kondisi tertentu.
d. Conformance, yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu atau sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
e. Durability, berkaitan dengan ukuran masa pakai suatu produk. Karakteristik ini berkaitan dengan daya tahan dari produk tersebut.
f. Servicebility, yaitu kemudahan produk jika akan diperbaiki atau kemudahan memperoleh komponen tersebut.
(22)
g. Aesthetics, merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau pilihan individual.
h. Perceived quality, bersifat subjektif yang berkaitan dengan perasaan dalam mengkonsumsi produk.
Dimensi kualitas pada industri jasa (Garvin dalam Ariani,2002) terdiri dari : a. Communication, yaitu komunikasi antara penerima jasa dengan pemberi jasa. b. Credibility, yaitu kepercayaan pihak penerima jasa terhadap pemberi jasa. c. Security, yaitu keamanan terhadap jasa yang ditawarkan.
d. Knowing the customer, yaitu pengertian dari pemberi jasa terhadap keluhan dan harapan pemakai jasa.
e. Tangibles, yaitu memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan standar yang dapat diukur.
f. Reliability, yaitu konsistensi pemberi jasa dan kemampuan pemberi jasa dalam memenuhi janji para penerima jasa.
g. Responsiveness, yaitu tanggapan pemberi jasa terhadap kebutuhan dan harapan penerima jasa.
h. Competence, yaitu kemampuan pemberi jasa yang dibutuhkan setiap orang dalam perusahaan untuk memberikan jasanya kepada penerima jasa.
i. Access, yaitu kemudahan pemberi jasa untuk dihubungi oleh pihak pelanggan atau penerima jasa.
j. Courtesy, yaitu kesopanan, respek, perhatian, dan kesamaan dalam hubungan personil.
Dimensi kualitas dapat dijadikan dasar bagi pelaku bisnis untuk mengetahui sejauh mana kesenjangan antara harapan pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Jika kesenjangan antara harapan dan kenyataan cukup besar, maka ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak mengetahui apa yang diinginkan oleh pelanggannya (Yamit, 2004).
2.3. Total Quality Management
Gaspersz (2003), mengemukakan bahwa pada dasarnya Total Quality Management (TQM) adalah suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus (continuous performance improvement) pada setiap level operasi atau
(23)
proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan sumber daya manusia dan modal yang tersedia. Sedangkan Nasution (2004) berpendapat bahwa TQM adalah suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses dan lingkungannya.
Hampir lima dekade yang lalu istilah TQM telah tumbuh dan berkembang sebagai hasil sintesis dari berbagai sumber. Semula ide TQM muncul pertama kali di Amerika Serikat, tetapi kemudian diorganisasikan dan dilaksanakan di beberapa perusahaan di Jepang. Dua orang pakar yang merupakan ahli TQM, baik di Jepang maupun di Amerika Serikat adalah W. Edward Demming dan Joseph M. Juran (Prawirosentono, 2004).
The Demming Wheel mencakup beberapa tahapan dalam mencapai kemajuan, yaitu Plan, Do, Check, Action (PDCA). Juran mempunyai gagasan bahwa pihak manajemen harus bertanggung jawab dan terlibat secara penuh atas mutu produk melalui trilogi mutu, yaitu : (1) perencanaan mutu (quality planning), (2) monitor dan kendali mutu (monitoring and control on quality), (3) memperbaiki mutu (quality improvement). Philip Crosby berasumsi bahwa ada pertukaran (trade off) antara mutu barang yang berkualitas dengan biaya lebih rendah (Nasution, 2004).
2.3.1. Prinsip-Prinsip Total Quality Management (TQM)
Prawirosentono (2004) mengungkapkan tentang delapan prinsip utama dari Manajemen Mutu Terpadu (MMT) atau TQM, yakni sebagai berikut :
1. Tanggung jawab utama manajemen puncak
2. Mutu harus difokuskan pada konsumen dan evaluasinya harus berbasis konsumen.
3. Desain proses produksi dan metode kerja harus jelas untuk mencapai kesesuaian mutu produk (conformance quality product).
4. Setiap karyawan bertanggung jawab atas tercapainya mutu produk yang lebih baik.
5. Mutu tidak boleh dinilai setelah menjadi barang jadi, tetapi harus sejak awal pembuatan komponen.
(24)
6. Temukan masalah secara tepat lalu pecahkan secara cepat pula (identify problem quickly and corrected immediately).
7. Organisasi harus berusaha keras melaksanakan perbaikan mutu produk secara terus-menerus.
8. Perusahaan harus bekerja sama dengan pemasok bahan untuk melaksanakan TQM.
Hensler and Brunell dalam Nasution (2004) mengemukakan bahwa ada empat prinsip utama dalam TQM, yaitu :
1. Kepuasan pelanggan
Dalam TQM, konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas tidak hanya kesesuaian dengan spesifikasi tertentu, tetapi ditentukan pula oleh pelanggan. Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan internal dan eksternal. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dilayani dalam segala aspek, termasuk didalamnya harga, keamanan dan ketepatan waktu. Oleh karena itu, segala aktifitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan para pelanggan. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai yang diberikan, dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Semakin tinggi nilai yang diberikan, maka semakin besar pula kepuasan yang diperoleh pelanggan.
2. Respek terhadap setiap orang
Dalam perusahaan yang kualitasnya tergolong kelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas khusus. Dengan demikian karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberikan kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.
3. Manajemen berdasarkan fakta
Perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta. Maksudnya adalah bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan. Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini. Pertama, prioritas, yakni suatu konsep yang menyatakan bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumber
(25)
daya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan data, maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital. Kedua, variasi atau variabilitas kinerja manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian yang wajar dari sistem organisasi. Dengan demikian, manajemen dapat memprediksikan hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan. 4. Perbaikan berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan. Konsep yang berlaku di sini adalah siklus plan-do-check-act-analyze (PDCAA), yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan, dan melakukan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.
2.3.2. Faktor Kegagalan Penerapan Total Quality Management (TQM)
Banyak perusahaan yang mampu menerapkan MMT atau TQM, tetapi tidak sedikit pula yang gagal menerapkannya. Faktor-faktor yang menyebabkan penghalang bagi perusahaan dalam menerapkan TQM adalah sebagai berikut : (1) kesenjangan komitmen manajemen puncak, (2) salah memfokuskan perhatian, (3) tidak tersedianya karyawan yang memadai dan mendukung, (4) hanya mengandalkan pelatihan semata, (5) harapan memperoleh sesaat, bukan hasil jangka panjang, (6) memaksa mengadopsi suatu metode padahal tidak cocok (Prawirosentono, 2004).
2.4. Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle)
2.4.1. Definisi GKM
Ishikawa (1992) mendefinisikan GKM sebagai suatu kelompok kecil yang melaksanakan kegiatan-kegiatan kendali mutu secara suka rela dalam tempat kerja yang sama. Kelompok kecil ini melaksanakan kendali mutu secara terus-menerus sebagai bagian dari kegiatan pengendalian dan perbaikan dalam tempat kerja, dengan memanfaatkan teknik-teknik pengendalian yang melibatkan partisipasi seluruh anggota.
Menurut Japanese Union of Scientist Engineers (1991), GKM adalah suatu kelompok kecil yang secara sukarela mengadakan kegiatan pengendalian mutu di dalam tempat kerja mereka sendiri. Tiap anggota kelompok kecil ini berpartisipasi
(26)
sepenuhnya secara terus-menerus sebagai bagian dari kegiatan kendali mutu menyeluruh perusahaan, mengembangkan diri serta pengembangan bersama, pengendalian dan perbaikan di tempat kerja dengan menggunakan teknik-teknik pengendalian mutu.
Chandra et al. (1991) mendefinisikan GKM sebagai sekelompok orang dari wilayah kerja yang sama, datang bersama secara sukarela untuk mengidentifikasi permasalahan dalam wilayah kerja mereka, menganalisis, dan mencari solusinya. Gugus tersebut mengajukan solusi pada manajemen dan melaksanakannya setelah disetujui. Tinjauan ulang dan tindakan lanjut dari pelaksanaan solusi juga merupakan tanggung jawab dari gugus.
Pada dasarnya Gugus Kendali Mutu (GKM) merupakan suatu pendekatan pengendalian mutu melalui penumbuhan partisipasi karyawan. GKM merupakan mekanisme formal dan dilembagakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan persoalan dengan memberikan tekanan pada partisipasi dan kretifitas di antara karyawan. Setiap gugus juga bertindak sebagai mekanisme pemantau yang membantu organisasi dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, bersifat proaktif, tidak menunggu bergerak jika persoalan timbul dan tidak menghentikan kegiatannya jika suatu persoalan telah ditemukan dan dipacahkan. Artinya adalah GKM harus bekerja terus menerus dan tidak tergantung pada proses produksi.
Konsep dasar GKM adalah anggapan bahwa penyebab persoalan mutu atau produksi tidak diketahui oleh para pekerja dan manajemen, juga diandaikan bahwa pekerja pabrik mempunyai pengetahuan yang siap pakai, kreatif, dan dapat dilatih untuk menggunakan kreativitas alamiah dalam pemecahan persoalan pekerjaan. Walaupun demikian, GKM merupakan pendekatan yang membina manusia, bukannya pendekatan penggunaan manusia (Crocker et al., 2004).
Jepang dan Amerika Serikat merupakan negara yang menerapkan GKM dan mencapai hasil yang sangat baik. Di Jepang, keberhasilan ini bermula pada suatu kejadian di tahun 1950, yaitu ketika Japanese Union of Scientist and Engineers (JUSE) mengundang Demming, seorang pakar manajemen mutu dari Amerika Serikat, untuk berbicara di depan para ahli industri yang saat itu tengah mencari jalan keluar dalam menghadapi krisis ekonomi dan sosial Jepang akibat perang.
(27)
2.4.2. Struktur GKM
Crocker at al. (2004) mengemukakan bahwa struktur Gugus Kendali Mutu terdiri dari beberapa bagian diantaranya :
1. Panitia Pengarah
Anggota panitia pengarah dipilih dari berbagai departemen dan tingkat. Paling sedikit dari manajemen senior, manajemen menengah, satu dari sarikat buruh, staf pengawas tingkat pertama, inti operasi, staf pendukung dan personalia struktur teknis. Kelompok ini tidak terlibat dalam kegiatan sehari-hari tetapi menentukan pedoman umum. Tanggung jawab panitia pengarah meliputi :
a. Membuat kebijaksanaan umum mengenai struktur dan proses gugus.
b. Menentukan saluran pelaporan. Mencakup pedoman-pedoman pembuatan risalah rapat, publisitas dan kesempatan untuk melaporkan penemuan dan rekomendasi bagi bidang fungsional dan meminta perhatian manajemen senior. c. Menentukan jumlah gugus yang sesuai untuk persoalan. Jika hanya satu gugus
yang bekerja, sejumlah besar tekanan untuk mencapai keberhasilan ditujukan pada anggota gugus tersebut.
d. Menentukan metode pemilihan dan keanggotaan akhir gugus kendali.
e. Menentukan apakah gugus akan mengadakan pertemuan dalam jam kerja atau di luar jam kerja.
f. Menentukan bagaimana saran pekerja dapat diminta dan dilaksanakan.
g. Membuat pedoman sistem balas jasa yang sesuai dengan perbaikan yang diperoleh dari usaha Gugus Kendali Mutu.
2. Fasilitator
Jika terdapat lebih dari satu Gugus Kendali Mutu, diperlukan seseorang untuk mengkoordinir dan memperlancar kegiatan gugus dan menjalankan peranan dalam gugus. Tugas dan peranan dari fasilitator adalah menghadiri sebagian pertemuan yang diadakan oleh setiap gugus yang ada, secara aktif mempromosikan Gugus Kendali Mutu, mengatur kunjungan ke pabrik lain dan pembicara tamu untuk berbicara di depan GKM di pangkalan dasarnya, mengkoordinasi kegiatan semua gugus, membantu gugus membuat laporan dan presentasi, dan memberikan dukungan serta bantuan jika diperlukan.
(28)
3. Pemimpin Gugus
Sama seperti koordinator merupakan orang kunci dalam gerakan gugus kendali mutu dalam perusahaan, para pemimpin gugus merupakan orang penting dalam setiap gugus. Para pemimpin biasanya merupakan para pengawas lini pertama. Dalam peranan tersebut, mereka telah mempelajari bagaimana menjadi atasan dan bagaimana menghasilkan barang.
Para pemimpin gugus mempunyai tanggung jawab pada anggota kelompok untuk menjaga supaya lingkungan menunjang kelancaran pekerjaan. Yang menjadi kunci dalam hal ini adalah kadar saling percaya dan sistem, metode dan filsafat kerja, termasuk yang menyangkut rantai komando, kebutuhan informasi dan jalur pada informasi tersebut, kesediaan untuk menerima gagasan, kesempatan untuk promosi, keluwesan, perencanaan, pengambilan keputusan dan pengawasan.
4. Anggota Gugus
Anggota Gugus Kendali Mutu terdiri dari sukarelawan. Keanggotaan berkisar dari tiga sampai dua puluh orang. Biasanya tujuh sampai sepuluh merupakan jumlah yang ideal. Jika keanggotaan terlalu kecil, tidak banyak gagasan yang dikemukakan, dan jika anggota terlalu besar sebagian orang merasa tidak diperhatikan sehingga tidak memberikan sumbangan dengan sebaik-baiknya. Salah seorang anggota gugus biasanya menjadi pemimpin. Pemimpin dapat ditunjuk siapa saja. Biasanya yang menjadi pemimpin adalah pengawas lini pertama yang telah memperoleh latihan dalam teknik memimpin pertemuan, memberikan semangat pada orang lain untuk berpartisipasi, menguasai teknik sumbang saran dan orang yang tidak gila kekuasaan.
2.4.3. Mekanisme Kerja GKM
GKM menangani berbagai macam masalah dan melalui beberapa tahapan. Masalah tersebut satu demi satu ditangani melalui tahap yang berkelanjutan, yakni pengumpulan masalah, analisis masalah, pemecahan masalah, presentasi manajemen, implementasi, peninjauan ulang dan tindak lanjut (Chandra et al., 1991).
(29)
1. Pengumpulan Masalah
Tugas pertama dari anggota gugus pada pertemuan pertama adalah mengidentifikasi dan mengumpulkan masalah. Angka prioritas diberikan pada setiap masalah sesuai dengan kriteria yang telah disusun, misalnya manfaat potensial dan tingkat kepentingan. Pengumpulan masalah adalah aktivitas yang dilakukan secara berkesinambungan. Dalam menemukan masalah, adala beberapa metode yang dilakukan menurut Crockeret al. (2004) diantaranya sumbang saran, pendekatan Gordon, teknik kotak hitam, sistem sintetik, metode buku catatan kolektif, pertemuan Philip 66.
2. Pemilihan Masalah
Anggota gugus memilih salah satu dari sekumpulan masalah sesuai dengan prioritas. Setiap orang boleh mengajukan masalah pada gugus, namun prioritas diputuskan oleh gugus. Dalam memilih masalah biasanya digunakan pendekatan trisula (Crockeret al., 2004). Pendekatan ini meliputi : (1) singkirkan semua masalah yang tidak berhubungan dengan tujuan unit, (2) singkirkan masalah tambahan yang tidak memenuhi kriteria operasi yang telah ditentukan oleh gugus, (3) menggunakan teknik Delphi yang telah direvisi untuk menentukan persoalan yang paling unik.
3. Analisis Masalah
Setiap masalah memiliki dampak. Sangatlah penting untuk mengidentifikasi penyebab mendasar sebelum memikirkan langkah perbaikan. Selama tahap ini gugus bertukar pikiran untuk menemukan hubungan sebab akibat. Ada dua metode utama untuk membuat analisis sebab akibat : diagram sebab-akibat (diagram Ishikawa atau Fishbone), dan analisis proses atau diagram arus. 4. Pemecahan Masalah
Kondisi lingkungan yang sesuai dan proses berfikir grup dikombinasikan dengan keahlian di tempat kerja menghasilkan pemecahan masalah yang cocok. Seringkali alternatif pemecahan masalah sangat beragam sehingga harus dipilih solusi optimum. Secara umum, pemecah masalah yang paling baik adalah orang yang terlibat dalam tempat kerja itu sendiri, dan solusi yang diberikan adalah yang paling layak.
(30)
5. Presentasi Manajemen
Pemecahan masalah dipresentasikan di depan pihak manajemen perusahaan. Anggota gugus memberikan presentasi sekitar 20 menit, menyoroti pengamatan utama yang telah dilakukan dan manfaat dari rekomendasi yang diberikan. Presentasi ini merupakan puncak dari usaha gugus yang menggambarkan kebanggan dan kepuasan. Penghargaan dari atasan yang dihadiri rekan sejawat merupakan motivator yang sangat kuat. Selain membantu anggota GKM untuk menjual ide-idenya pada manajemen, presentasi atau konvensi juga bisa memotivasi anggota gugus potensial.
6. Implementasi, Peninjauan Ulang, dan Tindak Lanjut
Anggota gugus membuat jadwal pelaksanaan makalah yang telah dibuat setelah mendapatkan persetujuan dari manajemen perusahaan. Mereka juga meninjau ulang hasil yang diperoleh dari proyek ini dan mengambil tindak lanjut jika diperlukan, hal ini merupakan bentuk tanggung jawab gugus yang berkelanjutan.
2.4.4. Penilaian Kinerja Gugus
Penilaian gugus memerlukan tiga jenis pengukuran (indikator), yaitu : (1) ukuran produktivitas objektif, (2) ukuran sikap subjektif mengenai pengaruh gugus terhadap organisasi, dan (3) analisi proses intern yang berlangsung dalam gugus (Crocker et al., 2004). Pengukuran produktivitas mencakup mutu, scrap, kuantitas, biaya marjinal, biaya prasarana, peralatan, keamanan kerja dan kecelakaan, perawatan dan waktu kosong. Sikap dan pergaulan meliputi kepercayaan timbal-balik, komunikasi, hubungan atasan-bawahan, bolos kerja, keluhan kerja, penggunaan keterampilan, keanggotaan gugus, kepuasan pribadi, jenis dan jumlah persoalan yang dipecahkan. Proses gugus meliputi struktur, pengaruh, pemecahan persoalan, keterbukaan dan pemantauan. Pengukuran jenis kedua yaitu sikap subjektif mengenai pengaruh gugus terhadap organisasi. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang terdiri dari pertanyaan mengenai gugus dan latihan, proses gugus, efektivitas gugus, sikap atau perasaan terhadap gugus dan organisasi dan pertanyaan mengenai identitas responden.
(31)
2.5. Analisis Faktor
Analisis faktor adalah suatu teknik untuk menganalisis tentang kesalingtergantungan (interdependence) dari beberapa variabel secara simultan dengan tujuan untuk menyederhanakan dari bentuk hubungan antara beberapa variabel yang diteliti menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit daripada variabel yang diteliti (Suliyanto, 2005). Menurut Maholtra dalam Suliyanto (2005), analisis faktor merupakan salah satu bentuk analisis multivariat yang tujuan umumnya untuk menemukan satu atau beberapa variabel atau konsep yang diyakini sebagai sumber yang melandasi seperangkat variabel nyata.
Tujuan analisis faktor adalah menggunakan matriks korelasi hitungan untuk 1.) Mengidentifikasi jumlah terkecil dari faktor umum (yaitu model faktor yang paling parsimoni) yang mempunyai penjelasan terbaik atau menghubungkan korelasi diantara variabel indikator. 2.) Mengidentifikasi, melalui faktor rotasi, solusi faktor yang paling masuk akal. 3.) Estimasi bentuk dan struktur loading, communality dan varian unik dari indikator. 4.) Intrepretasi dari faktor umum. 5.) Jika perlu, dilakukan estimasi faktor skor (Sharma, 1994).
2.5.1. Model Analisis Faktor
Suliyanto (2005), mengelompokkan model analisis faktor menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1. Principal Components Analysis
Principal Components Analysis merupakan model dalam analisis faktor yang bertujuan untuk melakukan prediksi terhadap sejumlah faktor yang akan dihasilkan. Model Principal Components Analysis dapat dirumuskan sebagai berikut :
Fm = ℓm1+ ℓm1X1+ ...ℓmpXp
Syarat, m ≤ p
Jika ditulis dalam bentuk matriks adalah : F = ℓX, dimana :
F = faktor principal components (unobservable) X= variabel yang diteliti (observable)
(32)
Model Principal Components Analysis secara sederhana dapat dinyatakan bahwa semakin besar bobot suatu variabel terhadap faktor, semakin erat pula hubungan variabel tersebut terhadap faktor yang terbentuk, demikian pula sebaliknya. Kontribusi suatu variabel akan lebih besar terhadap faktor yang terbentuk dibandingkan dengan kontribusi variabel tersebut terhadap faktor lain. 2. Common Factors
Common factors merupakan model dalam analisis faktor yang bertujuan untuk mengetahui struktur dari variabel yang diteliti. Model common factors dapat dirumuskan sebagai berikut :
Xp= ℓp1F1+ ℓp2F2+ ...ℓpmFm+ εm
Syarat, m ≤ p
Jika ditulis dalam bentuk matriks maka : X = ℓF + ε, dimana :
F = common factors (unobservable) X= variabel yang ditelitu (observable)
ℓ = bobot dari kombinasi linier (loading)
ε = specific factor
Model common factors memberikan gambaran bahwa variabel Xp
memberikan kontribusi terhadap faktor F1dengan bobot kontribusi sebesar ℓp1 dan
terhadap faktor F2 dengan bobot kontribusi sebesar ℓp2 dan juga terhadap faktor
lain yang tidak diteliti.
2.5.2. Kaiser Meyer Oikin (KMO)
Uji KMO bertujuan untuk mengetahui apakah semua data yang telah terambil telah cukup untuk difaktorkan. Hipotesis dari KMO adalah sebagai berikut :
Hipotesis
Ho : Jumlah data cukup untuk difaktorkan H1 : Jumlah data tidak cukup untuk difaktorkan
(33)
Statistik uji : KMO =
p 1 i p 1 i p 1 j 2 ij p 1 j 2 ij p 1 i p 1 j 2 ij a r r ...(1)i = 1, 2, 3, ..., p dan j = 1, 2, ..., p
rij = Koefisien korelasi antara variabel i dan j
aij = Koefisien korelasi parsial antara variabel i dan j
Apabila nilai KMO lebih besar dari 0,5 maka terima Ho sehingga dapat disimpulkan jumlah data telah cukup difaktorkan.
2.5.3. Uji Bartlett (Independensi Antar Variabel)
Uji Bartlett bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antar variabel dalam kasus multivariat. Jika variabel X1, X2,…,Xp independent (bersifat
saling bebas), maka matriks korelasi antar variabel sama dengan matriks identitas. Sehingga untuk menguji kebebasan antar variabel ini, uji Bartlett menyatakan hipotesis sebagai berikut:
H0 : ρ = I
H1 : ρ≠ I
Statistik Uji :
p i ik k r p r 1 1 1, k = 1, 2,...,p
Dengan :
k
r = rata-rata elemen diagonal pada kolom atau baris ke k dari matrik R (matrik korelasi)
r = rata-rata keseluruhan dari elemen diagonal Daerah penolakan :
Tolak H0 jika
k i ik r p p r ) 1 ( 2
2 2 2 ) 1 )( 2 ( ) 1 ( 1 ) 1 ( ˆ r p p r p 2( 1)( 2)/2;
1
2 2
2 ( ) ˆ ( )
) 1 ( ) 1 (
p pp
k k k
i
ik r r r
r r n T (3) ... ... (2)
(34)
Variabel-variabel yang saling berkorelasi berarti terdapat hubungan antar variabel. Jika H0 ditolak maka analisis multivariat layak untuk digunakan terutama
metode analisis komponen utama dan analisis faktor.
2.6. Penelitian Terdahulu
Pratiwi (2006) mengkaji efektivitas peran Gugus Kendali Mutu (GKM) dalam peningkatan kinerja perusahaan di PT. Pertamina unit pengolahan IV Cilacap dengan pendekatan studi kasus. Tujuan penelitian adalah mengetahui implementasi GKM di PT. Pertamina UP IV, mengidentifikasi indikator kinerja perusahaan yang terkait dengan mutu serta mengukur korelasi efektivitas GKM dengan kinerja PT. Pertamina UP IV yang meliputi kinerja mutu dan produktivitas.
Implementasi GKM di Pertamina terdiri dari empat tahap yaitu : (1) persiapan, pengenalan, dan sosialisasi, (2) pembuatan struktur dan prosedur, (3) pelaksanaan, (4) pembudayaan. Indikator kinerja perusahaan tertuang dalam Key Performance Indicator (KPI) general manager yang terdiri dari 10 kriteria berdasarkan empat aspek balance scorecard. Indikator mutu yang berkontribusi terhadap kinerja perusahaan, yaitu kepemimpinan, fokus pelanggan dan pasar, fokus pada SDM, manajemen proses, dan hasil-hasil usaha. Hasil analisis regresi berganda tidak mampu menjelaskan peran GKM terhadap peningkatan kinerja perusahaan di PT. Pertamina UP IV Cilacap, karena koefisien determinasi maksimal dari berbagai model yang telah dicoba sangatlah kecil, yaitu 22,2 persen terhadap kinerja mutu dan 33,3 persen terhadap produktivitas. Dari berbagai macam alternatif fungsi regresi yang digunakan, terdapat kesamaan faktor yang nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Kusumawati (1997) mengkaji implementasi GKM pada perusahaan agroindustri teh di PT. Gunung Mas, PTPN VIII, Kabupaten Bogor dengan pendekatan studi kasus. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tahap-tahap pembentukan dan pengimplementasian GKM, permasalahan yang dihadapi, kinerja, dan manfaat GKM di perkebunan Gunung Mas. Permasalahan yang ada berturut-turut adalah masalah pengembangan GKM dengan subkriteria masalah berupa dukungan, penghargaan, dan GKM khusus, masalah pembentukan GKM dengan subkriteria masalah faktor alam, pokok-pokok kegiatan GKM, metode dan
(35)
teknik, serta penilaian. Masalah penerapan dengan subkriteria masalah konsep dasar GKM, kesiapan manajemen, motivasi kerja, dan mekanisme pembentukan. Kinerja GKM terbaik terdapat di bagian teeknik, kemudian pengolahan, tanaman, dan administrasi. Secara keseluruhan unsur GKM yang mempunyai kinerja terbaik berturut-turut adalah unsur pengendalian, perbaikan, standar, teknik, partisipasi, dan pengembangan.
Suryawati (2001) mengkaji efektivitas GKM terhadap mutu dan produktivitas karyawan dalam mengimplementasi ISO 9000 pada PT. ISM Bogasari Flour Mile dengan pendekatan studi kasus. Penelitian bertujuan untuk mengkaji kegiatan dan efektivitas penerapan TQM melalui GKM terhadap mutu dan produktivitas karyawan di PT. ISM Bogasari Flour Mile. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode survai dengan mengambil contoh dari populasi dengan kuesioner sebagai alat dalam pengumpulan data primer. Uji korelasi rank spearman dilakukan untuk melihat hubungan antara faktor- faktor pendukung keberhasilan GKM dengan efektivitasnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor- faktor pendukung keberhasilan GKM yaitu komitmen manajemen puncak, motivasi, pendidikan dan pelatihan, ISO 9000, fasilitas, partisipasi, kepemimpinan, komunikasi, kekompakan, tujuan GKM, teknik kendali mutu berhubungan nyata dengan efektivitasnya baik efisiensi, produktivitas kerja dan kepuasan kerja. Efektivitas GKM berpengaruh terhadap peningkatan mutu dan produktivitas karyawan yang ditunjukkan dengan adanya penurunan produk cacat selama proses produksi.
Dewi (1993) mengkaji efektivitas Gugus Kendali Mutu di PT. Perkebunan XII. Penelitian ini bertujuan mempelajari faktor-faktor penyusun efektivitas GKM dan mengetahui keterkaitan antara faktor-faktor penentu efektivitas GKM pada masing-masing lokasi penelitian, serta memberikan saran bagi pengembangan GKM bagi PT. Perkebunan XII. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuisioner dan wawancara langsung terhadap responden yaitu anggota GKM di tiga lokasi penelitian. Metode yang digunakan adalah penelitian survai, dengan analisis statistik uji kesahihan dan keterandalan alat ukur, korelasi rank spearman dan regresi linier berganda.
(36)
Hasil uji kesahihan menurut pretest adalah adanya perbaikan kuisioner dengan nilai reliabilitas 0,889. Hasil korelasi rank spearman menunjukkan bahwa dari sembilan variabel yang ditetapkan, tujuh variabel berpengaruh nyata terhadap aktivitas GKM, yaitu kepemimpinan fasilitator, kepemimpinan ketua GKM, partisipasi, struktur tugas, fasilitas, dan dukungan manajemen. Sedangkan keanggotaan dan kekompakkan tidak berhubungan nyata dengan efektivitas GKM. Selanjutnya dari regresi linier berganda didapatkan empat faktor yang dominan terhadap kondisi GKM di PTP XII, yaitu kepemimpinan fasilitator, tujuan GKM, partisipasi, dan dukungan manajemen. Tingkat efektivitas ketiga lokasi penelitian hampir sama, hal ini disebabkan oleh faktor dominan berupa kepemimpinan fasilitator, pemahaman terhadap tujuan GKM dan partisipasi.
(37)
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Persaingan usaha dalam industri manufaktur semakin ketat. Hal inimembuat perusahaan-perusahaan melakukan berbagai cara untuk bisa bertahan dalam persaingan. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas adalah dengan membentuk gugus kendali mutu dalam perusahaan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat efektivitas implementasi gugus kendali mutu yang dilakukan oleh perusahaan, dalam hal ini mengetahui implementasi GKM di PT. Triteguh manunggal sejati dengan mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh gugus.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh gugus meliputi intensitas pertemuan gugus, pelaksanaan perbaikan dalam bidang kerja masing-masing, coaching and conseling, pembuatan risalah dan konvensi yang dilakukan oleh gugus. Untuk melihat efektivitas GKM perlu diketahui indikator yang paling berpengaruh terhadap efektivitas GKM dari faktor-faktor yang telah ditentukan. Indikator-indikator yang mempengaruhi efektivitas GKM diantaranya adalah komitmen manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi, partisipasi, seven tools, kepemimpinan fasilitator dan ketua GKM, dan fasilitas.
Penilaian efektivitas hasil kerja gugus dilakukan dilakukan dengan mengetahui perbandingan antara penilaian responden terhadap kondisi sebelum dan sesudah mengikuti GKM serta hasil akhir dari kegiatan gugus berdasarkan data - data yang berhubungan dengan efisiensi, produk atau material cacat, dan produktivitas. Tentunya gugus yang efektif adalah yang bisa melakukan perubahan kearah yang positif berkaitan dengan kemampuan meminimalkan biaya produksi, meningkatkan produktivitas karyawan, menurunkan produk cacat, sehingga meningkatkan kualitas produk dan meningkatkan efisiensi yang pada akhirnya terjadi peningkatan daya saing bagi perusahaan.
(38)
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Konseptual Peningkatan Efektivitas Hasil GKM
Persaingan Industri Manufaktur
PT. Triteguh Manunggal Sejati
Peningkatan Efisiensi Peningkatan
kualitas Penurunan Jumlah Cacat
Penurunan biaya
Peningkatan daya saing perusahaan Gugus Kendali
Mutu
Indikator Proses :
Pertemuan gugus
Pelatihan GKM
Pemecahan masalah
Coaching and
Conseling
Konvensi Gugus
Indikator Penentu Keberhasilan:
Komitmen Manajemen Puncak
Tujuan GKM
Pendidikan dan pelatihan
Komunikasi
Partisipasi
Seven Tools
Kepemimpinan
Fasilitas
Output Proses
(39)
3.2. Tahapan Penelitian
Penelitian dimulai dengan menetapkan tujuan penelitian untuk mengetahui efektivitas penerapan gugus kendali mutu di perusahaan. Kemudian melakukan studi pustaka sebagai landasan berfikir ilmiah berupa kegiatan mencari literatur-literatur atau hasil penelitian terdahulu dalam memecahkan masalah yang diteliti. Setelah itu mempelajari kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi gugus. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh gugus diantaranya adalah mengadakan pertemuan gugus, pendidikan dan pelatihan bagi anggota gugus, pemecahan masalah gugus, coaching and conseling dan aktivitas konvensi. Hal ini untuk mengetahui efektivitas penerapan gugus kendali mutu yang dilakukan oleh perusahaan.
Penyebaran kuesioner dilakukan kepada anggota gugus untuk mengetahui indikator penentu keberhasilan kinerja gugus. Indikator-indikator penentu keberhasilan yang diuji dalam kuesioner tersebut diantaranya adalah komitmen manajemen puncak, tujuan GKM, pendidikan dan pelatihan, komunikasi, partisipasi, seven tools, kepemimpinan fasilitator dan ketua GKM, dan fasilitas (Imae, 1997). Selain itu diperlukan data-data hasil GKM sebelumnya untuk membandingkan persepsi responden dengan hasil dari kegiatan GKM sebenarnya. Pengolahan data kuesioner dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 17.0 dan menggunakan perhitungan analisis faktor untuk mengetahui variabel yang paling berpengaruh terhadap efektivitas gugus.
Perhitungan yang berkaitan dengan penilaian responden sebelum dan sesudah mengikuti GKM dilakukan dengan statistika deskriptif. Perhitungan analisis deskriptif dengan menggunakan modus dengan melihat angka yang paling banyak muncul pada setiap variabel sebelum dan sesudah GKM. Dengan demikian, dapat diketahui perubahan yang terjadi dari hasil perbandingan tersebut. Hasil dari pembahasan mengenai analisis perbandingan tersebut akan direkomendasikan kepada perusahaan untuk diterapkan dalam kegiatan bisnis perusahaan dan menjadi masukan bagi perusahaan dalam pelaksanaan GKM di PT. TMS. Tahapan penelitian digambarkan dalam diagram alur sebagai berikut :
(40)
Gambar 2. Diagram Alir Tahap Penelitian
Model analisis statistik lain Penentuan Tujuan Penelitian
Studi pustaka
Penentuan Teknik Pengumpulan data
Perancangan kuesioner
Pengujian data dan penyebaran kuesioner
Ok? ??K
Pengolahan dan analisis data
pembahasan
Cukup?
Tabulasi data
Perhitungan analisis faktor
Valid?
Valid? Perhitungan
statistika deskriptif Pengumpulan data
profil perusahaan, wawancara fasilitator dan supervisor produksi, data hasil
kegiatan GKM Ya
Ya Ya
Penarikan Kesimpulan
Saran Mulai
Selesai
Tidak
(41)
3.3.Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan dimulai pada bulan Juli hingga September 2010. Lokasi penelitian bertempat di salah satu cabang PT. Garuda Food Putra Putri Jaya yaitu PT. Triteguh Manunggal Sejati yang berlokasi di Gunung Putri, Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja, mengingat PT. TMS telah menerapkan Gugus Kendali Mutu sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas produk dan mendorong partisipasi karyawan, dan bersedia dijadikan objek penelitian.
3.4.Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan fasilitator dan supervisor produksi di Departemen Minuman Ringan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data perusahaan, internet, buku dan penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian. Untuk lebih jelasnya, jenis data dan sumber data dapat dilihat pada Lampiran 10.
3.5. Jumlah Sampel dan Metode Penarikan Sampel
Penentuan contoh (sampling) dalam penelitian ini menggunakan metode quota sampling, yaitu metode pengumpulan sampel dimana responden dipilih secara sengaja dan distratifikasikan secara proporsional. Jumlah responden yang diambil sebanyak 30 responden yang merupakan aktivis GKM di Departemen Minuman Ringan. Penentuan jumlah sampel didasarkan pada jumlah total aktivis GKM di Departemen Minuman Ringan. Di Departemen Minuman Ringan terdapat 15 kelompok GKM yang terdiri dari 4-7 orang setiap kelompoknya dengan total aktivis GKM sebanyak 80 orang. Dari setiap GKM diambil dua orang aktivis sebagai responden, dan dengan demikian total aktivis GKM yang menjadi responden sebanyak 30 orang.
3.6. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan melalui kuesioner dan wawancara langsung dengan aktivis GKM, fasilitator dan supervisor produksi di Departemen Produksi Minuman Ringan. Pertanyaan dalam kuesioner berupa pertanyaan
(42)
terbuka maupun tertutup. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang diberikan dengan memberikan kebebasan jawaban dari responden, sedangkan pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang telah disediakan alternatif jawabannya. Pengumpulan data primer secara lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 10.
Pengujian data kuesioner dilakukan dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang disusun dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak digunakan. Untuk menguji tingkat validitas kuesioner digunakan tingkat korelasi product moment Pearson. Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana konsistensi hasil pengukuran yang dilakukan. Uji reliabilitas yang digunakan adalah koefisien internal dari Cronbach Alpha.
Data sekunder diperoleh dari data perusahaan berupa profil perusahaan, struktur organisasi, data prestasi GKM di produksi minuman ringan dan risalah- risalah hasil kinerja GKM di Departemen Produksi Minuman Ringan. Selain itu, data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, internet, buku dan penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian.
3.7. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh adalah data kuantitatif berupa hasil kinerja GKM berkaitan dengan efisiensi, produk cacat dan data kualitatif berupa penilaian responden yang disajikan dalam bentuk kuesioner. Data kuantitatif diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif. Data kualitatif diolah dengan menggunakan software SPSS dan dianalisis melalui analisis statistik, yaitu analisis faktor. Selain analisis faktor digunakan juga statistik deskriptif yakni dengan menggunakan tabulasi dan modus.
Penilaian responden terkait dengan kuesioner indikator penentu keberhasilan GKM dilakukan dengan menggunakan skala likert yaitu skala 1 sampai dengan 5 berdasarkan tingkat kepentingan atau persetujuan, yaitu :
1 : sangat tidak setuju 2 : tidak setuju
3 : netral 4 : setuju 5 : sangat setuju
(43)
Perhitungan indikator penentu keberhasilan GKM dilakukan dengan menggunakan analisis faktor. Sedangkan kuesioner efektivitas hasil GKM juga dilakukan dengan menggunakan skala likert berdasarkan tingkat kepentingan, yaitu :
-2 : sangat buruk -1 : buruk
0 : tidak ada perubahan +1 : lebih baik
+2 : sangat baik
Perhitungan efektivitas hasil GKM dilakukan dengan statistika deskriptif berupa modus, yaitu dengan melihat nilai yang paling banyak muncul untuk mengetahui perubahan sebelum dan sesudah GKM.
(44)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Profil Perusahaan
4.1.1. Latar Belakang dan Sejarah Perusahaan
PT GarudaFood Putra Putri Jaya berawal dari sebuah perusahaan keluarga yang bergerak di bisnis kacang garing, yakni PT. Tudung Putrajaya. Perusahaan ini didirikan tahun 1979 di Pati, Jawa Tengah, oleh almarhum Darmo Putro yang memulai usahanya sebagai produsen tepung tapioka. Sejak tahun 1987, perusahaan mulai serius berkosentrasi di bisnis kacang garing dengan meluncurkan merek Kacang garing Garuda, yang belakangan sangat popular di masyarakat dengan sebutan Kacang Garuda.
Seiring dengan kemajuan yang dicapai produk kacang garingnya, perusahaan terus melakukan inovasi dengan melakukan upaya diversifikasi produk dan penerapan mesin-mesin baru berteknologi modern. Pada tahun 1995, melalui PT. Garuda Putra Putri Jaya, perusahaan mendirikan pabrik kacang lapis yang meliputi kacang atom, kacang telur, dan kacang madu.Untuk memperkokoh basis di Industri makanan ringan, tahun 1997 perusahaan memasuki pasar biskuit melalui PT. Garuda Food Jaya. Meskipun di tengah krisis ekonomi, merek biskuit Danza dan Gery berhasil melakukan penetrasi pasar, untuk tahap I (karena keterbatasan kapasitas), ke sejumlah pasar wafer stick di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Pada Mei 1998, PT. Garuda Food Putra Putri Jaya mengakuisisi PT. Triteguh Manunggal Sejati (TMS) yang memproduksi produk jelly Okky dan produk minuman Keffy. PT. Triteguh Manunggal sejati adalah produsen minuman jelly yang didirikan pada tahun 1974 di Kalideres. Selain produk-produk jelly sangat digemari oleh konsumen, produk-produk jelly ini mendapatkan beberapa penghargaan sehingga membuat PT. Garuda Food Putra Putri Jaya dikenal sebagai produsen produk jelly yang bagus. Pada tahun 2002, Okky Jelly Sedot dan Okky jelly Serat menjadi market leader dalam pasar produk jelly.
Pada tahun 2003, produk baru dari jelly yaitu Okky Jelly Drink diluncurkan ke pasaran. Dengan kemunculan produk ini membuat PT. Garuda Food Putra Putri Jaya menjadi terkenal di industri minuman dan di pasar minuman
(45)
ringan. PT. Garuda Food Putra Putri Jaya selalu mencoba untuk mengembangkan produk-produk lain. Sebagai hasilnya, Okky Bollo Drink di produksi pada tahun 2005. Penghargaan pertama yang diraih oleh PT. Triteguh Manunggal Sejati adalah mendapatkan Top Brand for Kids untuk Okky Jelly. Sebulan kemudian yakni pada Juli 2004, PT. Triteguh Manunggal Sejati meraih penghargaan Indonesian Best Brand Award (IBBA) untuk produk Okky Jelly. Pada tahun 2007, perusahan meraih penghargaan Top Brand Award untuk Okky Jelly Drink.
Saat ini PT. Triteguh Manunggal Sejati (TMS) memiliki empat pabrik, diantaranya adalah PT. L yang berlokasi di Pekan Baru, PT. J di Gresik, PT. F di Keroncong dan PT. G di Gunung Putri. PT. G sebelumnya berlokasi di Cikupa, dan kemudian di pindahkan ke Gunung Putri pada September 2009. Saat ini PT. Triteguh Manunggal Sejati memproduksi Okky Jelly Drink rasa Blackcurrant dan Guava, Keffy rasa jeruk dan Mountea rasa Apple, Guava dan Blackcurrent.
4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan
Visi dari PT. Triteguh Manunggal Sejati adalah menjadi salah satu perusahaan terbaik dalam industri makanan dan minuman dalam aspek keuntungan, penjualan, dan kepuasan konsumen dengan bekerja secara kreatif dan inovatif. Dalam mendukung visi, PT. Triteguh Manunggal Sejati juga mempunyai misi. Misi dari PT. Triteguh Manunggal Sejati adalah :
1. Memberikan kepuasan kepada konsumen dengan menciptakan makanan dan minuman dengan kualitas tinggi dan produk-produk konsumsi dengan pelayanan yang berkualitas.
2. Membentuk komunitas karyawan untuk menumbuhkan rasa kebersamaan dan mengembangkan quality for life, lingkungan pekerjaan, dan aktivitas para pekerja.
3. Menciptakan keuntungan jangka panjang secara berkelanjutan dalam hubungan antara perusahaan dan mitra kerja.
4. Meningkatkan nilai tambah bagi para stakeholder dengan menunjukkan etika bisnis dan manajemen perusahaan yang baik.
Aktivitas yang dilakukan di PT. Triteguh Manunggal Sejati selalu merujuk pada visi dan misi perusahaan. Selain itu, di PT. Triteguh Manunggal Sejati terdapat pilosofi yang menjadi dasar dari visi perusahaan. Pilosofi perusahaan
(46)
adalah Damai dan Dinamis. Pilosofi ini berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan, etika bisnis, persatuan melalui kaharmonisan, cepat dan unggul dalam inovasi, dan bekerja secara cerdas dalam budaya pembelajaran. Disamping pilosofi perusahaan, semangat pendiri yaitu Sukses itu Lahir dari Kejujuran, Keuletan, dan Ketekunan yang diiringi Doa juga menjadi pendekatan dasar dari visi perusahaan. Dalam proses kerjanya, setiap karyawan harus berlandaskan kepada Tudung Basic mentality, yaitu :
1. Bersyukur atas anugerah Tuhan (be grateful to God) 2. Semangat untuk sukses (winning spirit)
3. Pelayanan kepada stakeholders(service to stakeholders)
4. Berfikir kreatif dan inovatif (craeative and innovative thinking) 5. Perbaikan berkesinambungan (continuous improvement/ kaizen)
4.1.3. Struktur Organisasi
Struktur organisasi di PT. Triteguh Manunggal Sejati plant G Gunung Putri di pimpin oleh seorang kepala BU (Business Unit). Kepala BU bertanggungjawab dalam menyusun rencana, mengontrol kegiatan-kegiatan dalam setiap aktivitas manufaktur, dan mengevaluasi aktivitas yang dilakukan oleh unit bisnis. Kepala BU juga harus memimpin, mengkoordinasi, dan mengamati pekerjaan dari staff, pekerja dan karyawan di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Selanjutnya kepala BU harus mampu mengambil keputusan dalam mencapai tujuan perusahaan sesuai dengan visi dan misi perusahaan.
Kepala BU dibantu oleh beberapa kepala departemen dalam BU yang membawahi masing-masing departemen di PT. Triteguh Manunggal Sejati. Departemen di PT. Triteguh Manunggal Sejati terdiri dari Departemen PDCA (plan, do, check, action), Departemen FA (finance and accounting), Departemen Pengadaan bahan baku, Departemen Produksi, Departemen QA (quality assurance), Departemen QC (quality control), Departemen Pengembangan Formula dan Produk, Departemen Pengendalian Perencanaan Persediaan dan Logistik, Departemen Teknik dan Departemen Sumber Daya Manusia (HRS). Di setiap departemen, di bawah kepala departemen terdapat kepala seksi, group team leader, team leader, dan operator.
(47)
1. Departemen PDCA (plan, do, check, action)
a) Memfasilitasi, memonitor, dan mengevaluasi setiap rencana dan implementasi dari program dan sistem dalam pabrik.
b) Melaksanakan perbaikan manajemen 2. Departemen FA (finance and accounting)
a) Mengurus seluruh aktivitas keuangan dalam perusahaan.
b) Membuat laporan keuangan harian, bulanan, dan tahunan dalam perusahaan.
3. Departemen Pengadaan
a) Melakukan seleksi, negosiasi, dan komunikasi dengan pemasok.
b) Menyiapkan bahan baku berdasarkan spesifikasi dan jumlah yang diminta. 4. Departemen Produksi
a) Memimpin dan memonitor semua aktivitas yang terjadi dalam produksi untuk mencapai target produksi.
b) Membuat tindakan perbaikan berkelanjutan.
5. Departeman Pengawasan dan Pengendalian Kualitas (QAQC)
a) Membuat, menguji, dan mengevaluasi sistem yang dijalankan dan hubungannya dengan keamanan produk dan regulasi produk tentang jaminan kualitas dari barang yang selesai diproduksi.
b) Mengontrol kualitas produk mulai dari bahan baku produk, proses produksi sampai penyimpanan dan pengiriman produk akhir.
6. Departemen Pengembangan Formula dan Produk a) Meningkatkan kualitas produk.
b) Bertanggungjawab dalam program penentuan skala produk baru dan penurunan biaya.
c) Mengatur legalisasi dan sertifikasi halal.
7. Departemen Pengendalian Perencanaan Persediaan dan Logistik a) Mengontrol bahan baku dan persediaan kemasan.
b) Membuat rencana produksi mingguan.
c) Mengontrol ketersediaan dari persediaan barang akhir sampai pengirimannya.
(1)
Reliabilitas Pendidikan dan Pelatihan
Reliability StatisticsCronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.743 .818 9
Reliabilitas Komunikasi
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.723 .718 5
Reliabilitas Partisipasi
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.744 .756 5
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
(2)
Lanjutan Lampiran 12.
Reliabilitas
Seven Tools
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.762 .801 6
Reliabilitas Kepemimpinan
StatisticsCronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Reliability
Based on Standardized
Items N of Items
.769 .901 10
Reliabilitas Fasilitas
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.812 .889 5
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
(3)
GKM
Indikator penilaian
Skala
Pendidikan
Lama di GKM
Masa Kerja
SMA
PT
< 1 tahun
1-3 tahun
1-3 Tahun >3 Tahun
Kemampuan menekan biaya produksi selama produksi
0
10%
0%
3%
7%
10%
0%
+1
43%
10%
3%
50%
33%
20%
+2
30%
3%
17%
20%
27%
10%
Percepatan pekerjaan tanpa mengurangi mutu produk yang dihasilkan
0
3%
0%
0%
3%
3%
0%
+1
53%
7%
13%
47%
43%
17%
+2
30%
7%
10%
27%
23%
13%
Kemampuan melakukan penghematan tanpa pengulangan kerja
0
17%
3%
10%
10%
20%
0%
+1
20%
3%
0%
23%
10%
13%
+2
50%
7%
13%
43%
40%
17%
Peningkatan efisiensi
sumber daya
+1
0
50%
7%
10%
0%
13%
0%
47%
7%
50%
3%
10%
3%
+2
30%
3%
7%
27%
17%
20%
Pencapaian target kerja
sesuai dengan standar
+1
0
27%
47%
10%
0%
10%
7%
20%
47%
20%
43%
10%
7%
+2
13%
3%
7%
10%
10%
10%
Peningkatan
kemampuan kerja
+1
0
17%
37%
10%
0%
10%
3%
13%
37%
17%
33%
17%
0%
+2
33%
3%
10%
27%
17%
17%
Penyederhanaan
prosedur kerja
+1
0
50%
7%
0%
7%
10%
0%
47%
7%
37%
7%
20%
0%
+2
30%
7%
13%
23%
23%
13%
Penurunan tingkat
kecelakaan kerja
+1
0
20%
27%
3%
3%
3%
3%
17%
27%
10%
17%
13%
7%
+2
43%
3%
17%
33%
40%
13%
Kemampuan menyelesaikan pekerjaan dengan baik
0
30%
7%
7%
30%
27%
10%
+1
40%
7%
17%
30%
33%
13%
+2
17%
0%
0%
17%
10%
7%
Kemampuan dalam mencapai hasil maksimal dalam pekerjaan
0
27%
7%
7%
30%
27%
10%
+1
40%
7%
17%
30%
33%
13%
+2
17%
0%
0%
17%
10%
7%
Kesesuaian produk yang dihasilkan dengan standar mutu yang ditetapkan
0
13%
0%
3%
10%
10%
3%
+1
53%
10%
13%
50%
47%
17%
+2
20%
3%
7%
17%
13%
10%
Kontinuitas perbaikan
terhadap mutu produk
+1
0
23%
43%
3%
3%
10%
10%
17%
37%
17%
33%
10%
13%
+2
20%
7%
3%
23%
20%
7%
Proses penyerahan produk ke proses selanjutnya
0
10%
3%
0%
13%
10%
3%
+1
33%
7%
3%
37%
33%
7%
(4)
Lanjutan Lampiran 13.
Indikator penilaian
Skala
Pendidikan
Lama di GKM
Masa Kerja
SMA
PT
< 1 tahun
1-3 tahun
1-3 Tahun >3 Tahun
Penurunan produk / material rusak (tidak layak)
0
10%
0%
7%
3%
7%
3%
+1
40%
10%
10%
40%
40%
10%
+2
37%
3%
7%
33%
23%
17%
Penurunan kerusakan pada kemasan produk yang dihasilkan
0
10%
0%
0%
7%
7%
3%
+1
50%
13%
13%
50%
43%
17%
+2
27%
0%
10%
20%
20%
10%
Penurunan potensi produk terbuang percuma (waste)
0
3%
0%
0%
3%
3%
0%
+1
27%
0%
0%
27%
17%
10%
(5)
Component
Initial Eigenvalues
Extraction Sums of Squared Loadings
Rotation Sums of Squared Loadings
Total
% of Variance
Cumulative % Total
% of Variance
Cumulative % Total
% of Variance
Cumulative % 1 2.823 35.285 35.285 2.823 35.285 35.285 2.094 26.170 26.170 2 1.352 16.903 52.187 1.352 16.903 52.187 1.981 24.759 50.929 3 1.331 16.640 68.828 1.331 16.640 68.828 1.432 17.898 68.828
4 .705 8.814 77.642
5 .613 7.664 85.306
6 .596 7.444 92.751
7 .363 4.537 97.288
8 .217 2.712 100.000
(6)