HIBRIDISASI DAN PEWARISAN KARAKTER TIPE PERTUMBUHAN KACANG TANAH KETURUNAN PERSILANGAN ANTARA K/SR 3 ATAU NC 7 DAN LIMA VARIETAS UNGGUL NASIONAL

(1)

HIBRIDISASI DAN PEWARISAN KARAKTER TIPE

PERTUMBUHAN KACANG TANAH KETURUNAN

PERSILANGAN ANTARA K/SR 3 ATAU NC 7 DAN

LIMA VARIETAS UNGGUL NASIONAL

Oleh

RIZKI INDRIYANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(2)

Rizki Indriyani

ABSTRAK

HIBRIDISASI DAN PEWARISAN KARAKTER TIPE

PERTUMBUHAN KACANG TANAH KETURUNAN

PERSILANGAN ANTARA K/SR 3 ATAU NC 7 DAN

LIMA VARIETAS UNGGUL NASIONAL

Oleh Rizki Indriyani

Perakitan varietas unggul kacang tanah dapat dilakukan melalui tahap penciptaan atau perluasan genetik populasi, inbreeding, seleksi, dan uji daya hasil. Perluasan keragaman genetik antara lain dilakukan melalui hibridisasi seksual yaitu

penyerbukan silang antara tetua yang berbeda susunan genetiknya. Varietas unggul berdaya hasil tinggi diharapkan dapat diperoleh dengan cara menggunakan tetua persilangan yang tumbuh menjalar atau setengah menjalar. Tipe

pertumbuhan setengah menjalar memungkinkan pembentukan polong lebih banyak karena jumlah ginofor yang dapat mencapai tanah dan membentuk polong lebih banyak. Penelitian ini bertujuan mengetahui : 1) tingkat efisiensi

keberhasilan hibridisasi buatan keturunan persilangan antara K/SR 3 atau NC 7 dan lima varietas unggul nasional; 2) aksi gen yang mengendalikan tipe

pertumbuhan kacang tanah setengah menjalar hasil hibridisasi buatan keturunan persilangan antara K/SR 3 atau NC 7 dan lima varietas unggul nasional


(3)

dominan terhadap tipe pertumbuhan tegak. Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2012 sampai bulan Juni 2013 di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung; terdiri atas dua aktivitas yaitu hibridisasi dan evaluasi tipe pertumbuhan F1. Hibridisasi buatan dilakukan di

rumah kaca, sedangkan evaluasi tipe pertumbuhan dilakukan dengan cara menanam langsung benih F1 di lahan. Tetua jantan K/SR 3 memiliki tipe

pertumbuhan menjalar dan NC 7 memiliki tipe pertumbuhan setengah menjalar, sedangkan tetua betina varietas unggul nasional Bima, Gajah, Jerapah, Talam, dan Kelinci memiliki tipe pertumbuhan tegak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ratio jumlah ginofor yang dihasilkan dibagi dengan jumlah bunga yang disilangkan (JG/JB) tertinggi terdapat pada populasi Gajah x K/SR 3 sebesar 27%, ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi dengan jumlah ginofor yang dihasilkan (JP/JG ) tertinggi terdapat pada populasi Jerapah x K/SR 3 sebesar 60%, dan ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi dengan jumlah bunga yang disilangkan (JP/JB) tertinggi terdapat pada populasi Bima x NC 7 sebesar 13%. Sedangkan ratio terendah baik itu ratio JG/JB, ratio JP/JG, dan ratio JP/JB terdapat pada populasi Kelinci x K/SR 3. Aksi gen yang mengendalikan pewarisan karakter tipe pertumbuhan kacang tanah setengah menjalar tanaman F1 hasil hibridisasi dominan terhadap populasi tegak pada

populasi Bima x NC 7 , Gajah x K/SR 3, Jerapah x K/SR 3, Talam x K/SR 3, dan Kelinci x K/SR 3.

Kata Kunci : Arachis hypogaea, efisiensi hibridisasi, pewarisan karakter, tipe pertumbuhan.


(4)

(5)

(6)

vii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Landasan Teori ... 3

1.4 Kerangka Pemikiran ... 7

1.5 Hipotesis ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Taksonomi dan Morfologi 10

2.1.1Tipe Pertumbuhan Kacang Tanah 10

2.1.2 Botani Umum Kacang Tanah 11

2.2 Pemuliaan tanaman kacang tanah 14

2.3 Hibridisasi dan Pewarisan Karakter 16

2.2.1 Hibridisasi 16

2.2.2 Pewarisan Karakter 17

III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 19

3.2 Bahan dan Alat 19

3.3 Metode Penelitian dan Pelaksanaan Aktivitas I 25

3.4 Metode Penelitian dan Pelaksanaan Aktivitas II 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Efisiensi Keberhasilan Hibridisasi Buatan 31


(7)

iv 4.2 Aksi Gen yang Mengendalikan Karakter Tipe Pertumbuhan 32

4.3 Pembahasan 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 43

5.2 Saran 43

PUSTAKA ACUAN 44


(8)

1

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang dan Masalah

Pertambahan penduduk dan berkembangnya industri pengolahan makanan yang berasal dari kacang tanah menyebabkan meningkatnya jumlah permintaan. Kebutuhan kacang tanah terus meningkat rata-rata 900.000 ton per tahun dan produksi rata-rata 771.022 ton per tahun (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2012). Walaupun luas area tanaman kacang tanah di Indonesia setiap tahun terus meningkat dan sampai akhir tahun 2012 tercatat luas areal kacang tanah 559.538 ha dengan produksi rata-rata 712.857 ton per tahun. Dengan demikian perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan produktivitas kacang tanah.

Produktivitas kacang tanah dapat ditingkatkan melalui penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi yang dirakit melalui pemuliaan tanaman. Perbaikan potensi hasil dapat dilakukan dengan merakit varietas unggul baru yang memiliki karakter - karakter baik sesuai yang diinginkan. Perakitan varietas unggul dapat dilakukan melalui tahapan- tahapan yaitu perluasan genetik populasi, inbreeding, seleksi, dan uji daya hasil. Keragaman genetik dapat dibangun atau diperluas antara lain dengan melakukan hibridisasi seksual. Hibridisasi bertujuan


(9)

mendapatkan kombinasi genetik yang diinginkan melalui persilangan bunga dua atau lebih tetua yang berbeda genotipenya (Utomo, 2012). Hibridisasi merupakan tahap penting dalam hal perluasan keragaman genetik. Pemilihan tetua dalam tahap hibridisasi dapat menentukan kesuksesan dari suatu program pemuliaan. Kegiatan hibridisasi buatan harus efisien dengan tujuan mendapatkan populasi dalam jumlah banyak. Pada hibridisasi buatan, manusia hanya membantu kegiatan penyerbukan secara terarah, yaitu mempertemukan tepung sari dengan kepala putik pada pasangan-pasangan yang dikehendaki. Faktor – faktor yang mempengaruhi suatu hibridisasi efektif dan efisien antara lain ketepatan waktu berbunga, waktu emaskulasi, dan waktu penyerbukan (Kasno, 1993).

Varietas-varietas unggul diperlukan untuk terus memperbaiki karakter tanaman kacang tanah sehingga dapat meningkatkan produktivitas. Varietas-varietas unggul kacang tanah di Indonesia memiliki ciri-ciri antara lain keberadaan bunga pada cabang utama, tumbuh tegak, serta membentuk bunga dan polong pada seputar cabang utama, sedangkan di USA memiliki ciri-ciri antara lain ketiadaan bunga pada cabang utama, tumbuh menjalar (runner), serta membentuk bunga dan polong yang tersebar di sepanjang cabang lateral. Sehingga daya hasil yang diperoleh lebih tinggi (Utomo et al., 2005). Karakter agronomis yang mendukung daya hasil tinggi ssp. hypogaea antara lain memiliki polong dan biji berukuran besar, jumlah polong banyak yang berhubungan dengan tipe pertumbuhan menjalar atau setengah menjalar. Jika dibandingkan dengan yang tumbuh tegak, kacang tanah yang tumbuh menjalar berpotensi menghasilkan polong lebih

banyak karena jumlah ginofor yang dapat mencapai tanah dan membentuk polong lebih banyak (Utomo et al., 2011). Karakter kualitatif umumnya dikendalikan


(10)

3 oleh sedikit gen (major genes) serta diukur berdasarkan perwujudan ekspresi fenotipiknya jelas, seperti tipe pertumbuhan. Keefektivan seleksi bergantung pada pola pewarisan gen yang mengendalikan karakter tipe pertumbuhan.

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan:

(1) Bagaimanakah tingkat efisiensi keberhasilan hibridisasi buatan keturunan persilangan antara K/SR 3 atau NC 7 dan lima varietas unggul nasional? (2) Apakah aksi gen yang mengendalikan karakter tipe pertumbuhan kacang tanah

setengah menjalar hasil hibridisasi buatan keturunan persilangan antara K/SR 3 atau NC 7 dan lima varietas unggul nasional dominan terhadap tipe pertumbuhan tegak?

1.2Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui tingkat efisiensi keberhasilan hibridisasi buatan keturunan

persilangan antara K/SR 3 atau NC 7 dan lima varietas unggul nasional. (2) Untuk mengetahui aksi gen yang mengendalikan karakter tipe pertumbuhan

kacang tanah setengah menjalar hasil hibridisasi buatan keturunan persilangan antara K/SR 3 atau NC 7 dan lima varietas unggul nasional dominan terhadap tipe pertumbuhan tegak.

1.3Landasan Teori

Di dalam kehidupan manusia, tanaman merupakan hal yang sangat penting

sehingga dicari berbagai cara untuk memperoleh hasil yang optimal. Diantaranya, melalui teknik budidaya yang baik dan peningkatan kemampuan berproduksi


(11)

tanaman. Perbaikan teknik budidaya merupakan usaha menciptakan lingkungan di sekitar tanaman agar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan dapat

memperoleh hasil yang optimal. Pemuliaan tanaman dilakukan sebagai cara untuk meningkatkan kemampuan tanaman yaitu dengan memperbaiki karakter tanaman agar diperoleh tanaman yang lebih unggul. Menurut Utomo (2012) varietas unggul kacang tanah dapat dirakit melalui tahapan-tahapan sebagai berikut yaitu persilangan antar tetua untuk menciptakan populasi yang secara genetik beragam, silang dalam melalui selfing untuk meningkatkan

homozigonitas, seleksi dan uji daya hasil (gambar 1). Pada uji daya hasil masih dilakukan seleksi terhadap galur - galur homozigot unggul yang telah dihasilkan. Tujuannya untuk memilih satu atau beberapa galur terbaik yang dapat dilepas sebagai varietas unggul baru (Kasno, 1993).

Gambar 1. Skema tahapan perakitan varietas unggul (Utomo, 2012).

Keragaman genetik dapat dibangun atau diperluas antara lain dengan melakukan hibridisasi seksual. Hibridisasi merupakan proses penting dalam pemuliaan,

Ras lokal Persilangan / Perkawinan

Bioteknologi /

rekayasa genetik Mutasi

Keragaman genetik

Uji daya hasil Seleksi

Keragaman somaklonal Introduksi


(12)

5 karena persilangan berfungsi sebagai sumber untuk menimbulkan keragaman genetik pada keturunannya di samping berpotensi untuk menghasilkan galur homozigot yang menjadi landasan pembentukan varietas baru (Bari et al., 197 4 dalam Nugroho et al., 2013). Hibridisasi bertujuan mendapatkan kombinasi genetik yang diinginkan melalui persilangan bunga dua atau lebih tetua yang berbeda genotipenya (Utomo, 2012). Hibridisasi merupakan tahap penting dalam hal perluasan keragaman genetik. Pemilihan tetua dalam tahap hibridisasi dapat menentukan kesuksesan dari suatu program pemuliaan. Kegiatan hibridisasi buatan harus efisien dengan tujuan mendapatkan populasi dalam jumlah banyak. Pada hibridisasi buatan, manusia hanya membantu kegiatan penyerbukan secara terarah, yaitu mempertemukan tepung sari dengan kepala putik pada pasangan-pasangan yang dikehendaki. Faktor – faktor yang mempengaruhi suatu hibridisasi efektif dan efisien antara lain ketepatan waktu berbunga, waktu emaskulasi, dan waktu penyerbukan (Kasno, 1993). Teknik dan waktu emaskulasi serta pengaruh tetua pada hasil hibridisasi buatan telah dilaporkan bervariasi 38–70 % tergantung pada teknik yang digunakan dan efisiensi operator (Halim et al., 1980 dalam Lim dan gumpil, 1984).

Varietas-varietas unggul diperlukan untuk terus memperbaiki karakter tanaman kacang tanah sehingga dapat meningkatkan produktivitas. Karakter agronomi merupakan karakter tanaman berdasarkan morfologi dan hasil tanaman yang dibagi ke dalam karakter kualitatif dan karakter kuantitatif (Nugroho et al., 2013). Karakter agronomis yang mendukung daya hasil tinggi ssp. hypogaea antara lain memiliki polong dan biji berukuran besar, jumlah polong banyak yang


(13)

dibandingkan dengan yang tumbuh tegak, kacang tanah yang tumbuh menjalar berpotensi menghasilkan polong lebih banyak karena jumlah ginofor yang dapat mencapai tanah dan membentuk polong lebih banyak (Utomo et al., 2011). Menurut Ono (1979) dalam Utomo et al. (2011) menyatakan bahwa polong kacang tanah terbentuk dari ginofor yang dapat mencapai tanah. Rata-rata panjang ginofor pada Arachis hypogaea adalah 7 cm atau kurang .

Menurut Ashri (1964), skema persilangan F1 dapat digambarkan sebagai berikut:

P : ♀ Tegak x Menjalar♂ Hb1Hb1hb2hb2 hb1hb1Hb2Hb2

Gamet Hb1hb2 hb1Hb2

F1 : Setengah menjalar

Hb1hb1Hb2hb2

P : ♀ Tegak x Setengah Menjalar♂ Hb1Hb1hb2hb2 Hb1hb1Hb2hb2

Gamet Hb1hb2 Hb1Hb2, Hb1hb2, hb1Hb2, hb1hb2

F1 : Setengah menjalar

Hb1Hb1Hb2hb2, Hb1hb1Hb2hb2

Tegak


(14)

7 Badami et al. (1928) dalam Wynne et al. (1982) tentang karakter kualitatif pada kacang tanah menjelaskan bahwa tipe pertumbuhan menjalar pada tanaman kacang tanah dominan terhadap tipe pertumbuhan tegak sedangkan menurut Balaiah et.al. (1977) dalam Wynne et al. (1982), tipe pertumbuhan setengah menjalar (semi-spreading) pada tanaman kacang tanah dominan terhadap tipe menjalar (spreading) dan tipe tegak (erect).

1.4 Kerangka Pemikiran

Produksi kacang tanah di Indonesia terdapat pada urutan kedua setelah kedelai. Hal tersebut menunjukkan bahwa kacang tanah merupakan komoditas penting untuk dikembangkan. Agar tercapainya produksi kacang tanah tinggi maka diperlukan varietas yang unggul. Perakitan suatu varietas yang memiliki komposisi genetik yang unggul menjadi syarat mutlak bagi suatu pertanaman. Tahapan- tahapan dalam merakit varietas unggul antara lain melalui perluasan genetik populasi, inbreeding, seleksi, dan uji daya hasil. Agar dapat

mengumpulkan atau memunculkan karakter yang diinginkan, diperlukan

perluasan keragaman genetik sehingga seleksi lebih efektif. Hibridisasi bertujuan untuk mendapatkan karakter baik yang diinginkan.

Hibridisasi kacang tanah ini dimaksudkan untuk menggabungkan atau

mengkombinasikan keunggulan varietas unggul nasional Bima, Talam, Jerapah, Gajah, dan Kelinci sebagai tetua betina dengan lini introduksi dari Amerika yaitu K/SR-3 dan NC 7 sebagai tetua jantan. Dengan semua karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing tetua diharapkan akan diperoleh genotipe yang unggul dan berdaya hasil tinggi, yaitu tanaman yang memiliki tipe pertumbuhan setengah


(15)

menjalar dengan harapan akan dapat memperbanyak ginofor yang mencapai tanah dan menghasilkan polong, sehingga dapat meningkatkan produksi. Kegiatan hibridisasi buatan harus efisien dengan tujuan mendapatkan populasi dalam jumlah banyak. Suatu hibridisasi efisien atau tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ketepatan waktu berbunga, waktu emaskulasi, dan waktu penyerbukan.

Karakter agronomis untuk mendukung daya hasil tinggi antara lain polong besar dan jumlah polong. Jumlah polong kacang tanah berkaitan dengan tipe

pertumbuhan tanaman yaitu menjalar, setengah menjalar, dan tegak. Tanaman kacang tanah yang memiliki tipe pertumbuhan menjalar atau setengah menjalar dengan tujuan memperbanyak ginofor yang mencapai tanah dan menghasilkan banyak polong, sehingga dapat memiliki produksi yang tinggi. Tipe pertumbuhan ini diatur secara genetik pada setiap tanaman. Karakter yang diamati pada

penelitian ini merupakan karakter kualitatif. Karakter kualitatif umumnya

dikendalikan oleh sedikit gen (major genes) serta diukur berdasarkan perwujudan ekspresi fenotipiknya jelas, seperti tipe pertumbuhan.

1.5Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut:

(1) Efisiensi keberhasilan hibridisasi buatan keturunan persilangan antara K/SR 3 atau NC 7 dan lima varietas unggul nasional tinggi.


(16)

9 (2) Aksi gen yang mengendalikan karakter tipe pertumbuhan kacang tanah

setengah menjalar hasil hibridisasi buatan keturunan persilangan antara K/SR 3 atau NC 7 dan lima varietas unggul nasional dominan terhadap tipe pertumbuhan tegak.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi dan Morfologi

Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan sebagai berikut.

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Tracheophyta

Sub-divisi : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Rosales

Famili : Papilionaceae Genus : Arachis

Spesies : Arachis hypogaea Subspesies : fastigiata; hypogaea

2.1.1 Tipe pertumbuhan kacang tanah

Berdasarkan bentuk/letak cabang lateral, tipe pertumbuhan kacang tanah dapat dibedakan menjadi tipe menjalar yang meliputi runner, trailing, procumbent, dan prostate, dan tipe tegak yaitu upright, erect bunch, dan bunch. Tipe tegak


(18)

11 mempunyai percabangan yang tumbuh agak melurus keatas dan umurnya genjah, yaitu antara 100 sampai 120 hari, sedangkan tipe menjalar mempunyai

percabangan lebih panjang dan tumbuh kesamping, hanya bagian ujung yang mengarah ke atas. Berdasarkan posisi cabang primer terhadap batang utama, tipe tumbuh kacang tanah dapat dibedakan menjadi enam tipe, yaitu :

(1) Procumbent 1 (cabang menjalar)

(2) Procumbent 2 ( cabang dan batang utama menjalar)

(3) Decumbent 1 (cabang menjalar dengan ujung sedikit keatas)

(4) Decumbent 2 (cabang menjalar dengan pertengahan cabang menuju ke atas)

(5) Decumbent 3 (cabang lateral menuju ke atas)

(6) Erect (cabang lateralnya tegak).

2.1.2 Botani umum kacang tanah

Kacang tanah ( A. hypogaea ) merupakan tanaman yang tidak biasa dalam arti bahwa bunga berada di atas tanah, tapi polong berada di dalam tanah. Tanaman ini merupakan tanaman dengan pusat batang tegak yang dapat berdiri sampai sekitar 45 cm dan memiliki daun majemuk menyirip. Kultivar dalam budidaya dapat dikelompokkan menjadi dua, berdasarkan susunan kacang tanah pada pangkal batang. Dalam jenis bunch, kacang tanah saling berkumpul di dasar, sedangkan pada tipe runner kacang tanah yang tersebar di sepanjang cabang yang tumbuh dari dasar tanaman ke atas. Kacang tanah memiliki sistem akar tunggang yang kuat, sebagian nodul akar untuk fiksasi nitrogen.


(19)

Bunga-bunga muncul dalam aksila daun di atas tanah dan menyerbuk sendiri. Setelah pembuahan, ovarium mulai membesar sedangkan bagian yang disebut ginofor memanjang untuk mendorong ovarium ke dalam tanah untuk

pengembangan buah. Buah merupakan polong yang mungkin berisi 1−6

(biasanya 1−3) biji. Polong membentuk sebagian besar di bawah tanah. Dengan demikian sangat penting untuk ginofor mencapai tanah. Biji memiliki testa tipis tipis yang bervariasi dalam warna - merah bata, cokelat muda, cokelat terang, ungu, putih, hitam, atau warna-warni. Beberapa kultivar menunjukkan dormansi benih (Acquaah, 2007).

Berdasarkan jenis pasar, Arachis hypogaea dibedakan menjadi empat tipe, yaitu Runner, Virginia, Spanish, dan Valencia (Acquaah, 2007).

(1) Tipe Runner

Runner telah menjadi jenis kacang tanah dominan di Amerika Serikat setelah pengenalan kultivar "Florunner", yang memiliki kemampuan untuk peningkatan hasil yang dramatis pada pertanaman di AS. Tipe runner memiliki ukuran seragam dan tumbuh terutama di Georgia, Alabama, Florida, Texas, dan Oklahoma. Sekitar 54% dari hasil tanaman digunakan untuk membuat selai kacang. Umur panen runner sekitar 130−150 hari, tergantung pada budidaya. Memiliki ukuran biji sedang (1−2 g / biji).

(2) Tipe Virginia

Kultivar Virginia memiliki daun hijau gelap dan polong besar. Tipe Virginia memiliki biji terbesar dari semua jenis (sekitar 1 g / biji). Polong biasanya


(20)

13 memiliki dua biji (kadang-kadang 3−4), yang memiliki testa cokelat kemerah-merahan. Tipe ini tumbuh terutama di Virginia dan North Carolina. Umur panen sekitar 135−140 hari, dan memiliki tipe runner atau bunch. Memiliki ukuran biji besar dijual sebagai kacang camilan.

(3) Tipe Spanish

Kelompok kacang Spanish terdiri dari jenis sekelompok tegak, dedaunan hijau muda. Polong jarang mengandung lebih dari dua biji, yang pendek dengan testa coklat. Benih berukuran kecil (2−3 g / biji). Tipe Spanish memiliki kandungan minyak yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis lainnya. Tipe ini tumbuh terutama di Oklahoma dan Texas dan digunakan terutama untuk membuat permen kacang dan juga kacang camilan dan selai kacang. Umur panen lebih awal dari jenis runner (sekitar 140 hari).

(4) Tipe Valencia

Jenis Valencia biasanya menanggung banyak polong dengan 3−4 biji dan warna kulit biji merah cerah. Tipe Valencia merupakan tipe tegak dan jarang bercabang dengan dedaunan hijau gelap. Tipe ini merupakan tipe kacang tanah yang sangat manis dan biasanya dipanggang dan dijual sebagai kacang rebus. Tipe Valencia tumbuh terutama di New Mexico.


(21)

2.2 Pemuliaan tanaman kacang tanah

Pemuliaan kacang tanah di Indonesia dimulai sejak tahun 1930-an oleh para pemulia Belanda, setelah Indonesia merdeka diteruskan oleh pemulia Indonesia dan berhasil melepas Varietas Gajah, Kidang, Macan, dan Banteng pada tahun 1950. Teknik pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul tanaman kacang tanah di Indonesia ditempuh dengan cara (Kasno, 1993):

(1) Introduksi dan seleksi sebagai usaha pemuliaan tanaman jangka pendek (3 tahun);

(2) Hibridisasi dan seleksi sebagai usaha pemuliaan jangka panjang (5 tahun); dan

(3) Mutasi buatan.

Pendekatan umum untuk pemuliaan kacang termasuk penggunaan introduksi tanaman. Introduksi plasma nutfah kacang tanah dapat menjadi titik awal untuk meningkatkan tanaman. Seleksi dari introduksi dapat memberikan bahan tetua untuk pemuliaan. Seleksi penting dilakukan agar diperoleh tanaman homozigot dari populasi bersegregasi dan hasil hibridisasi buatan. Kegiatan seleksi perlu didasari metode tertentu agar perbaikan sifat yang diinginkan dapat berlangsung efektif. Metode-metode seleksi antara lain seleksi massa, seleksi galur murni, seleksi pedigree, seleksi bulk, seleksi seed single descent, dan seleksi silang balik (back cross). Metode bulk (gambar 2) merupakan metode untuk membentuk galur-galur homozigot dari populasi bersegregasi melalui selfing selama beberapa generasi tanpa seleksi. Seleksi dimulai pada generasi F5 (Syukur et al., 2012).


(22)

15

Tetua I x Tetua II

Gambar 2. Prosedur seleksi bulk untuk tanaman menyerbuk sendiri Sumber : Syukur et al. (2012).


(23)

2.3 Hibridisasi dan Pewarisan karakter 2.2.1 Hibridisasi

Sebuah metode banyak digunakan dalam pemuliaan kacang tanah adalah hibridisasi tetua unggul untuk menciptakan peluang bagi segregasi transgresif terjadi. Secara alami hibridisasi mencakup dua kegiatan penting yaitu persarian dan pembuahan. Persarian adalah persatuan antara tepung sari (jantan) dengan kepala putik (betina), dan pembuahan adalah persatuan antara sperma dan sel telur sebagai hasil pembelahan meiosis dari organ generatif sehingga terbentuk bakal buah sebagai calon individu baru. Hibridisasi alami terjadi secara acak.

Pada hibridisasi buatan, manusia hanya membantu kegiatan persarian secara terarah, yaitu mempertemukan tepung sari dengan kepala putik pada pasangan-pasangan yang dikehendaki (Kasno, 1993). Hibridisasi kacang tanah sering dilakukan di rumah kaca menggunakan pot tanaman. Namun spesies liar lebih sukses sepenuhnya di lapangan daripada di rumah kaca. Keberhasilan hibridisasi di lapangan atau di rumah kaca, tergantung pada kelembaban yang tepat.

Kekeringan dapat menyebabkan keberhasilan rendah. Pemulia dapat mengemaskulasi bunga di sore hari dan melakukan penyerbukan keesokan harinya (Acquaah, 2007).

Pada kegiatan persilangan ini perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

(1) Periode berbunga dari tetua jantan dan betina bersamaan. Jika periode berbunga pada kedua tetua tersebut tidak bersamaan, maka perlu pengaturan waktu tanam sedemikian rupa sehingga diperoleh periode berbunga yang


(24)

17 bersamaan pada pasangan tetua yang diinginkan. Periode persilangan yang efektif adalah selama dua minggu sejak bunga pertama. Pada kacang tanah, bunga-bunga yang tumbuh setelah dua minggu setelah hari pertama berbunga letaknya sudah pada buku bagian atas, jika disilangkan tidak menghasilkan biji karena ginofor tidak mencapai tanah.

(2) Waktu emaskulasi dan waktu persarian, keduanya berhubungan erat dengan masaknya organ generatif tersebut. Emaskulasi pada kacang tanah dilakukan pada sore hari dan persarian dilakukan pada pagi hari.

(3) Cara emaskulasi

Kuncup bunga yang akan mekar besok paginya dipilih untuk diemaskulasi. Mahkota bunga dibuang menggunakan pinset hingga tersisa hanya kepala putiknya saja.

(4) Cara persarian

Benang sari yang telah masak dari tetua betina dikumpulkan. Benang sari diletakkan pada kepala putik bunga yang telah diemaskulasi sebelumnya menggunakan pinset. Persarian dapat dilakukan pada pagi hari.

Gen penanda berguna untuk memberikan kepastian bahwa biji F1 yang dihasilkan adalah hasil dari persilangan buatan. Gen penanda yang baik adalah gen tunggal resesif yang ekspresi fenotipiknya jelas, seperti warna bunga, warna daun, tipe batang dan lain-lain. Sifat-sifat tersebut akan terlihat pada F1 (Kasno, 1993).

2.2.2 Pewarisan karakter

Penampilan suatu karakter tanaman ditentukan oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi antara keduanya. Faktor genetik menjadi perhatian utama bagi para


(25)

pemuliaan karena faktor ini diwariskan dari tetua kepada turunannya. Karakter-karakter tertentu pada tanaman seperti warna bunga, bentuk polong, dan warna polong dikendalikan oleh gen sederhana (satu atau dua gen) dan tidak atau sedikit sekali dipengaruhi lingkungan. Karakter ini disebut karakter kualitatif. Karakter kualitatif ini yang menjadi objek penelitian Mendel sehingga muncul Hukum Mendel I dan Hukum Mendel II.

Menurut Nasir (2001) dalam Alif (2008), karakter kualitatif merupakan wujud fenotipe yang saling berbeda tajam antara satu dengan yang lain secara kualitatif dan masing-masing dapat dikelompokkan dalam bentuk kategori. Crowder (1997) dalam Oktarisna (2013) menyatakan bahwa sifat kualitatif pada tanaman, banyak diatur oleh satu gen. Karakter sederhana seperti bentuk daun, bentuk

percabangan, dan kilauan daun merupakan karakter yang mudah diamati sehingga mudah untuk mempelajari pola pewarisan serta menduga genotipe tetua untuk sifat-sifat sederhana tersebut (Novalina, 2009).


(26)

19

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai bulan September 2012 sampai Juni 2013. Penelitian ini terdiri dari dua aktivitas.

(1) Aktivitas pertama yaitu hibridisasi untuk menghasilkan benih F1 yang

dilakukan pada bulan September 2012—Januari 2013.

(2) Aktivitas kedua yaitu evaluasi tipe pertumbuhan famili F1 keturunan lini

jantan K/SR 3 dan NC 7 yang dilakukan pada bulan April—Juni 2013.

3.2Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah benih kacang tanah lini introduksi K/SR-3 dan NC 7 sebagai tetua jantan. NC 7 unggul dalam hal jumlah ginofor, jumlah polong per tanaman, ukuran polong, tipe pertumbuhan setengah menjalar, (Tabel 6). K/SR-3 memiliki tipe pertumbuhan menjalar, ukuran polong kecil, serta tahan terhadap penyakit bercak daun (Tabel 7). Varietas unggul nasional yaitu: Kelinci unggul dalam hal jumlah biji per polong, memiliki tipe pertumbuhan tegak, serta tahan terhadap penyakit layu bakteri dan bercak daun (Tabel 1). Jerapah memiliki ukuran polong sedang, tipe pertumbuhan tegak, tahan terhadap penyakit layu,


(27)

toleran penyakit karat daun dan bercak daun (Tabel 2). Bima memiliki tipe pertumbuhan tegak, agak tahan penyakit layu bakteri, rentan karat daun, agak rentan bercak daun (Tabel 3). Talam ukuran polong kecil, tipe pertumbuhan tegak, memiliki tipe pertumbuhan tegak, tahan terhadap penyakit layu bakteri, agak tahan karat daun, agak tahan bercak daun dan tahan A. flavus (Tabel 4), serta Gajah memiliki tipe pertumbuhan tegak, tahan terhadap penyakit layu, peka penyakit karat dan bercak daun (Tabel 5) sebagai tetua betina. Pupuk Mutiara NPK 16:16:16, pupuk kandang, pupuk kompos, kapur dan alkohol 70%. Alat-alat yang digunakan adalah polibag, pinset, kertas label, ember, alat tulis, dan cangkul.

Tabel 1. Deskripsi kacang tanah Varietas Kelinci. Dilepas tahun : 1987

Nomor induk : GH-470

Asal : IRRI-Filipina dengan No. Acc-12 Hasil rata-rata : 2,3 t/ha

Warna pangkal batang : Hijau Warna batang : Hijau Warna daun : Hijau tua Warna bunga : Kuning Warna ginofor : Hijau

Warna biji : Merah muda Kulit polong : Nyata Tipe pertumbuhan : Tegak

Bentuk daun tua : Elip, kecil, bertangkai empat Jumlah polong/pohon : ± 15 buah

Jumlah biji/polong : 4

Ukuran polong : Biji sedang (45g/100 biji) Umur berbunga : 25–29 hari

Umur polong tua : ± 95 hari Bobot 100 biji : ± 45 g Kadar protein : ± 31% Kadar lemak : ± 28%

Ketahanan thd penyakit : Agak tahan penyakit layu bakteri (Pseudomonas sp.), tahan karat daun (Puccinia arachidis), Toleran bercak daun (Cercospora sp.) Pemulia : Sumarno, Lasimin S., dan Sri Astuti Rais Sumber: Suhartina (2005).


(28)

21 Tabel 2. Deskripsi kacang tanah Varietas Jerapah.

Dilepas tahun : 4 November 1998 SK. Mentan : 875/Kpts/TP. 240/11/98 Nomor galur : LM/ICGV 86021-88-B-16

Asal : Hasil silang tunggal varietas local Majalengka dengan ICGV 86021

Daya hasil : 1,0–4,0 t/ha polong kering Hasil rata-rata : 1,92 t/ha polong kering Warna batang : Ungu

Warna daun : Hijau Warna ginofor : Hijau

Warna biji : Rose (merah muda)

Bentuk polong : BerpinggangLukisan jaring (kulit) : Tidak jelas Tipe pertumbuhan : Tegak

Bentuk biji : Bulat Jumlah polong/tanaman : 15–20 buah Jumlah biji/polong : 2 biji

Ukuran polong : Biji sedang (45-50 g/100 biji) Umur berbunga : 28–31 hari

Umur polong tua : 90–95 hari Bobot 100 polong : 45–50 g Kadar protein : 21,5% Kadar lemak : 43,0%

Ketahanan thd penyakit : Tahan penyakit layu, toleran penyakit karat daun dan bercak daun

Pemulia : Astanto Kasno, Novita N.,Trustinah, Abdul Munip, JokoPurnomo, Purwantoro, dan Harry Prasetyo

Peneliti Patologis : Sri Hardaningsih Sumber: Suhartina (2005).


(29)

Tabel 3. Deskripsi kacang tanah Varietas Bima. Dilepas tahun : 22 Oktober 2001

SK Mentan : 527/Kpts/TP.240/10/2001 Nomor induk : MLG 7519

Kode galur : GH 7519

Asal : Seleksi galur dan Bulk pada varietas lokal Bima, NTB

Hasil rata-rata : 1,7 t/ha Daya hasil : 1,6–2,5 t/ha Tipe pertumbuhan : Tegak Warna batang : Hijau Warna daun : Hijau Warna bunga : Kuning Warna ginofor : Ungu

Warna biji : Rose (merah muda)

Bentuk biji : Lonjong, datar pada ujungnya

Bentuk polong : Berpinggang, paruh kecil agak melengkung, kulit agak kasar

Tinggi tanaman : 56,8 cm Jumlah polong/tanaman : 14-20 buah Jumlah biji/polong : 3 / 4 / 2 / 1 Umur berbunga : 28–31 hari Umur polong tua : 90–95 hari Bobot 100 biji : 30–40 g Kadar protein : 24-29 % Kadar lemak : 45-49 %

Ketahanan thd penyakit : - Agak tahan penyakit layu bakteri - Rentan karat daun

- Agak rentan bercak daun

Pemulia : Novita Nugrahaeni, Astanto Kasno, Joko Purnomo, dan Harry Prasetyo


(30)

23 Tabel 4. Deskripsi kacang tanah Varietas Talam.

Dilepas tanggal : 30 Nopember 2010

SK Mentan : 3794/Kpts/SR.120/11/2010 Nomor induk : MLG 0512

Nama galur : No. 16 (J/912283-99-C-90-8)

Asal : Silangan antara varietas Jerapah (J) dengan varietas tahan A. Flavus ICGV 1283 Rata-rata hasil : 2,3 t/ha

Rata-rata tinggi tanaman : ± 42 cm Bentuk batang : Bulat Tipe pertumbuhan : Tegak Warna batang : Hijau Warna daun : Hijau

Warna bunga : Pusat bendera berwarna kuning muda dengan matahari merah tua

Warna ginofor : Hijau-keunguan Bentuk biji : Bulat

Warna biji : Merah muda (tan) Jumlah biji per polong : 2/1/3 polong Jumlah polong per tanaman : ±27 polong Warna polong muda : Putih Warna polong tua : Putih gelap Posisi polong : Miring ke bawah Bobot 100 biji : ±50,3 g

Kadar protein : ±26,3% Kadar lemak : ±45,4%

Kadar lemak esensial : ±44,0% dari lemak total

Ketahanan thd penyakit : Tahan terhadap penyakit layu bakteri, agak tahan karat daun, agak tahan bercak daun dan tahan A. Flavus (hingga 3 bulan setelah panen) Keterangan : Agak tahan lahan masam (pH 4,5–5,6) dengan kejenuhan Al : 30–35%

Pemulia : Astanto Kasno, Trustinah, Joko Purnomo, Novita N.

Patologis : Sumarsini

Agronomis : Abdullah Taufiq

Pengusul : Balai Penelitian Tanaman Kacang- kacangan dan Umbi-umbian, Malang


(31)

Tabel 5. Deskripsi kacang tanah Varietas Gajah. Dilepas tahun : 1950

Nomor induk : 61

Asal : Seleksi keturunan persilangan antara Schwarz- 21 Spanish 18-38

Rata-rata hasil : 1,8 t/ha Warna batang : Hijau Warna daun : Hijau Warna bunga : Kuning Warna ginofor : Ungu

Warna biji : Merah muda Tipe pertumbuhan : Tegak Umur berbunga : 30 hari Umur polong : 100 hari Bobot 100 biji : 53 g Kadar protein : 29% Kadar lemak : 48%

Ketahanan thd penyakit : - Tahan terhadap penyakit layu - Peka penyakit karat dan bercak daun Pemulia : Balai Penyelidikan Teknik Pertanian Bogor

Sumber: Suhartina (2005).

Tabel 6. Deskripsi kacang tanah NC 7. Dilepas tahun : 1978

Asal : Seleksi keturunan persilangan antara Fla 393 Dengan NC 5

Warna biji : Kecoklatan Ukuran polong : Biji besar Jumlah biji per polong : 2

Tipe pertumbuhan : Setengah menjalar

Ketahanan thd penyakit : - Tahan terhadap ulat akar

Pemulia : North Carolina Agriculture Research Service


(32)

25 Tabel 7. Deskripsi kacang tanah K/SR 3.

Asal : Seleksi keturunan persilangan antara Kelinci Dengan Southern Runner

Ukuran polong : Biji kecil Jumlah biji per polong : 2

Tipe pertumbuhan : Menjalar

Ketahanan thd penyakit : - Tahan terhadap penyakit bercak daun

Sumber: Utomo et al., (2011).

3.3Metode Penelitian dan Pelaksanaan Aktivitas I

Penelitian ini dilakukan tanpa rancangan percobaan. Aktivitas I melakukan hibridisasi untuk menghasilkan benih F1. Pada hibridisasi buatan, dilakukan

penyerbukan secara terarah, yaitu mempertemukan tepung sari dengan kepala putik pada pasangan-pasangan yang dikehendaki. Tahapan hibridisasi buatan antara lain persiapan, emaskulasi, penyerbukan, pelabelan, dan pendektesian keberhasilan hibridisasi buatan. Pada tahap persiapan diperlukan alat-alat meliputi gunting, pinset dengan ujung yang tajam, kertas label, alkohol serta alat tulis. Tahap selanjutnya adalah emaskulasi, emaskulasi merupakan kegiatan pembuangan alat kelamin jantan (stamen) pada tetua betina, sebelum bunga mekar atau sebelum terjadi penyerbukan sendiri.

Hal pertama yang harus dilakukan yaitu pilih kuncup bunga yang akan mekar pada besok paginya untuk di emaskulasi. Kemudian mahkota dari kuncup bunga dibuka dengan menggunakan pinset sampai semua kotak polen terlihat jelas dari luar, bila perlu semua mahkota dibuang. Polennya dapat dibuang satu per satu sampai habis menggunakan pinset. Pekerjaan ini harus dilakukan dengan


(33)

hati-hati, jangan sampai putiknya ikut terpotong atau rusak. Buang bunga yang tidak diemaskulasi. Setelah bunga-bunga yang telah diemaskulasi selesai, diberi label sebagai tanda untuk tahap selanjutnya yaitu penyerbukan. Penyerbukan adalah peletakan polen ke kepala putik. Penyerbukan dilakukan pada pagi hari sekitar jam 06.00 – 08.00. Bunga dari tanaman tetua jantan di buang terlebih dahulu dan kemudian polen ditempelkan pada kepala putik di tetua betina. Setelah dilakukan penyerbukan, pada tangkai bunga segera dipasangkan label yang telah diberi keterangan tanggal penyerbukan. Tahap selanjutnya dalam hibridisasi buatan adalah pelabelan. Ukuran dan bentuk label relatif berbeda, sesuai dengan waktu penyerbukan. Pada dasarnya label terbuat dari kertas keras tahan air atau plastik agar tidak mudah hilang atau rusak. Tahap terakhir yaitu pendeteksian

keberhasilan hibridisasi buatan (F1). Hibridisasi buatan berhasil ditandai dengan terbentuknya ginofor. Biasanya dalam waktu 5–7 hari setelah penyerbukan (Kasno,1993).

Benih yang digunakan adalah benih kacang tanah dari Balitkabi antara lain varietas Kelinci, Jerapah, Talam, Bima, Tuban, Gajah, serta Bison. Benih introduksi K/SR 3 dan NC 7. Benih ditanam sebanyak 2 biji per polibag. Media tanam yang digunakan pada penelitian ini berasal dari campuran tanah dan pupuk kompos, dimasukkan ke dalam polibag ukuran 10—15 kg. Media yang digunakan yaitu media yang berasal dari campuran tanah, pupuk kandang, dan pasir dengan perbandingan masing-masing 2:1:1. Media yang telah siap disusun berdasarkan urutan nomor di rumah kaca. Benih ditanam pada polibag berukuran 10—15 kg sebanyak 2 biji per polibag. Penanaman dilakukan mulai dari tanggal 1 Oktober 2012.


(34)

27 Pemupukan pada aktivitas pertama dilakukan dengan dosis NPK Mutiara 16:16:16 sebanyak 5 g/polibag. Pupuk diberikan pada umur 10—15 hari setelah tanam dengan cara disebarkan merata dalam polibag. Semua pupuk diberikan sekaligus. Penyiraman dilakukan dua kali setiap hari pada pagi dan sore hari. Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang tumbuh. Penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali sehari (tergantung keadaan gulma). Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara manual. Hama yang sering menyerang tanaman kacang tanah adalah : kutu daun (Tetranychus bimaculatus) dan ulat daun. Sedangkan penyakit yang sering menyerang antara lain: penyakit layu (bacterial wilt), cendawan Schlerotium rofsii dan bercak daun (leaf spot). Menurut

Adisarwanto (1993), tentang penentuan umur panen kacang tanah lebih sulit karena polongnya berada dalam tanah. Sebagai tanda untuk mengetahui tanaman telah tua dan dapat dipanen adalah:

(1) Daun-daun telah mulai kering,

(2) Melihat kondisi polong dengan mencabut beberapa tanaman kemudian diihat bagian-bagian antara lain:

- Kulit polong telah mengeras dan bagian dalam telah berwarna coklat - Biji telah mengisi penuh serta kulit tipis dan berwarna mengkilat.


(35)

Peubah yang diamati pada aktivitas I adalah tingkat keberhasilan hibridisasi. Tingkat keberhasilan hibridisasi dapat dihitung dengan rumus:

Ratio jumlah ginofor yang dihasilkan dibagi ∑ ginofor yang terbentuk jumlah bunga yang disilangkan (Ratio JG/JB) = x100%

∑ bunga yang disilangkan Ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi ∑ polong yang berhasil

jumlah ginofor yang dihasilkan (Ratio JP/JG)= x100% ∑ ginofor yang terbentuk Ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi ∑ polong yang berhasil

jumlah bunga yang disilangkan (Ratio JP/JB)= x100% ∑ bunga yang disilangkan

3.4Metode Penelitian dan Pelaksanaan Aktivitas II

Benih yang digunakan merupakan benih F1 hasil hibridisasi buatan pada aktivitas

II. Benih ditanam 1 biji per lubang dengan jarak tanam 30 x 50 cm. Penelitian dilakukan pada lahan berukuran 4 x 6 m dicampur dengan pupuk kandang 100 kg. Pada aktivitas II penanaman dilakukan mulai dari tanggal 20 Mei 2013.

Pemupukan dilakukan tiga kali yaitu pada saat tanam, awal tanam, pada 15 dan 25 HST. Pupuk kandang diberikan secara merata pada lahan sebelum pembuatan guludan. Pemupukan NPK Mutiara diberikan pada umur 15 hari dan 25 hari setelah tanam dengan cara disebarkan merata di sekitar tanaman. Penyiraman dilakukan dua kali setiap hari pada pagi dan sore hari. Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang tumbuh. Penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali sehari (tergantung keadaan gulma). Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara manual. Hama yang terdapat pada aktivitas kedua yaitu hama uret. Sedangkan penyakit yang menyerang antara lain: penyakit busuk akar yang disebabkan oleh cendawan Schlerotium rofsii. Pemanenan pada aktivitas II


(36)

29 dilakukan pada 120 HST. Peubah yang diamati pada aktivitas II adalah

pengamatan karakter tipe pertumbuhan tanaman. Pengamatan karakter tipe pertumbuhan dilakukan saat tanaman berumur 8 sampai 10 minggu (Tabel 8). Pada usia itu, cabang laterals sudah dikembangkan dengan baik dan identifikasi tipe pertumbuhan lebih mudah (Gregory et al., 1951 dalam Ashri, A., 1964).

Tabel 8. Hibridisasi karakter tipe pertumbuhan kacang tanah.

Nomor Tetua betina Tetua jantan

Persilangan Genotipe Tipe pertumbuhan Genotipe Tipe pertumbuhan

1 Bima Tegak NC7 Setengah Menjalar

2 Bima Tegak NC7 Setengah Menjalar

3 Bima Tegak NC7 Setengah Menjalar

4 Bima Tegak NC7 Setengah Menjalar

5 Bima Tegak NC7 Setengah Menjalar

6 Bima Tegak NC7 Setengah Menjalar

7 Bima Tegak NC7 Setengah Menjalar

8 Bima Tegak NC7 Setengah Menjalar

9 Bima Tegak NC7 Setengah Menjalar

10 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar

11 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar

12 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar

13 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar

14 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar

15 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar

16 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar

17 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar

18 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar

19 Jerapah Tegak K/SR-3 Menjalar

20 Jerapah Tegak K/SR-3 Menjalar

21 Jerapah Tegak K/SR-3 Menjalar

22 Jerapah Tegak K/SR-3 Menjalar

23 Talam Tegak K/SR-3 Menjalar

24 Talam Tegak K/SR-3 Menjalar

25 Talam Tegak K/SR-3 Menjalar

26 Talam Tegak K/SR-3 Menjalar


(37)

Tipe pertumbuhan tanaman F1 digolongkan menurut klasifikasi menjadi enam tipe

(Gambar 3), yaitu Procumbent 1 (cabang menjalar), Procumbent 2 ( cabang dan batang utama menjalar), Decumbent 1 (cabang menjalar dengan ujung sedikit keatas), Decumbent 2 (cabang menjalar dengan pertengahan cabang menuju ke atas), Decumbent 3 (cabang lateral menuju ke atas), dan Erect (cabang lateralnya tegak). Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu tipe pertumbuhan kacang tanah. Dalam penelitian ini tipe pertumbuhan merupakan karakter kualitatif. Tipe pertumbuhan tanaman F1 ditentukan berdasarkan perbandingan dengan tipe

pertumbuhan tetua jantan dan tetua betina.

Gambar 3. Tipe pertumbuhan kacang tanah


(38)

31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Efisiensi Keberhasilan Hibridisasi Buatan

Keberhasilan suatu hibridisasi buatan dapat dilihat satu minggu setelah dilakukan penyerbukan. Pada hibridisasi buatan kacang tanah, teknik dan waktu emaskulasi serta pengaruh tetua pada hasil penyerbukan buatan telah dilaporkan bervariasi 38–70 % tergantung pada teknik yang digunakan dan efisiensi operator (Halim et al., 1980 dalam Lim dan gumpil, 1984). Pengamatan efisiensi keberhasilan hibridasasi ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Tingkat keberhasilan hibridisasi buatan. Tetua

Betina

Tetua jantan

∑ bunga yang disilangkan

ginofor

∑ polong yang dihasilkan Ratio JG/JB (%) Ratio JP/JG (%) Ratio JP/JB (%)

Bima NC 7 56 12 7 21 58 13

Talam K/SR-3 19 5 2 26 40 11

Jerapah K/SR-3 44 5 3 11 60 7

Gajah K/SR-3 37 10 4 27 40 11

Kelinci K/SR-3 44 3 1 7 33 2

Rata-rata 40 7 3 18 46 9

Keterangan: JG = Jumlah ginofor yang dihasilkan, JB = Jumlah bunga yang dihasilkan, JP = Jumlah polong yang dihasilkan.


(39)

4.1.1 Ratio JG/JB

Berdasarkan Tabel 9 di atas dapat diketahui bahwa ratio jumlah ginofor yang dihasilkan dibagi dengan jumlah bunga yang disilangkan (Ratio JG/JB) tertinggi terdapat pada populasi Gajah x K/SR 3 sebesar 27%. Sedangkan ratio JG/JB terendah terdapat pada populasi Kelinci x K/SR 3 yaitu sebesar 7%.

4.1.2 Ratio JP/JG

Berdasarkan Tabel 1 bahwa ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi dengan jumlah ginofor yang dihasilkan (Ratio JP/JG) tertinggi terdapat pada populasi Jerapah x K/SR 3 sebesar 60%. Sedangkan ratio JP/JG terendah terdapat pada populasi Kelinci x K/SR 3 sebesar 33%.

4.1.3 Ratio JP/JB

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi dengan jumlah bunga yang disilangkan (Ratio JP/JB) tertinggi terdapat pada populasi Bima x NC 7 sebesar 13%, sedangkan ratio JP/JB terendah terdapat pada populasi Kelinci x K/SR 3 yaitu sebesar 2%.

4.2 Aksi Gen yang Mengendalikan Karakter Tipe Pertumbuhan

Perbedaan tipe pertumbuhan kacang tanah dapat dengan mudah dibedakan secara visual antara tipe tegak (varietas unggul nasional) dengan tipe setengah menjalar dan menjalar (NC 7 dan K/SR 3). Sebagian besar lini atau genotipe K/SR 3 atau NC 7 kacang tanah tumbuh setengah menjalar atau menjalar sedangkan varietas unggul nasional tumbuh tegak. 83% tipe pertumbuhan F1 pada populasi Bima x


(40)

33 NC 7 identik dengan tetua C yaitu setengah menjalar (Gambar 4). Pada populasi Gajah x K/SR 3 71% memiliki tipe pertumbuhan F1 berbeda dengan tetua A

maupun C yaitu setengah menjalar, pada populasi Jerapah x K/SR 3, Talam x K/SR 3, dan Kelinci x K/SR 3 100% memiliki tipe pertumbuhan F1 juga berbeda

dengan tetua A maupun C yaitu setengah menjalar (Gambar 5−8). Berdasarkan hasil evaluasi karakter tipe pertumbuhan F1, aksi gen yang mengendalikan

karakter tipe pertumbuhan setengah menjalar dominan terhadap tipe pertumbuhan tegak (Tabel 10).

A B C

Gambar 4. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Bima), F1 (Bima x NC 7), dan Tetua jantan (NC 7)

A. Tetua betina (Bima) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Bima x NC 7) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar


(41)

A B C

Gambar 5. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Gajah), F1 (Gajah x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3)

A. Tetua betina (Gajah) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Gajah x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

C. Tetua jantan (K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan menjalar

A B C

Gambar 6. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Jerapah), F1 (Jerapah x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3)

A. Tetua betina (Jerapah) menunjukkan pertumbuhan tegak B. F1 (Jerapah x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah

menjalar


(42)

35

A B C

Gambar 7. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Talam), F1 (Talam x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3)

A. Tetua betina (Talam) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Talam x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

C. Tetua jantan (K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan menjalar

A B C

Gambar 8. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Kelinci), F1 (Kelinci x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3)

A. Tetua betina (Kelinci) menunjukkan pertumbuhan tegak B. F1 (Kelinci x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah

menjalar


(43)

Tabel 10. Hasil hibridisasi karakter tipe pertumbuhan kacang tanah.

Nomor Tetua betina Tetua jantan Tipe Pertumbuhan Persilangan

Genotipe

Tipe

pertumbuhan Genotipe

Tipe

pertumbuhan tanaman F1

1 Bima Tegak NC7

Setengah

Menjalar Mati

2 Bima Tegak NC7

Setengah

Menjalar Setengah Menjalar

3 Bima Tegak NC7

Setengah

Menjalar Mati

4 Bima Tegak NC7

Setengah

Menjalar Setengah Menjalar

5 Bima Tegak NC7

Setengah

Menjalar Setengah Menjalar

6 Bima Tegak NC7

Setengah

Menjalar Setengah Menjalar

7 Bima Tegak NC7

Setengah

Menjalar Setengah Menjalar

8 Bima Tegak NC7

Setengah

Menjalar Mati

9 Bima Tegak NC7

Setengah

Menjalar Tegak 10 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 11 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 12 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar Tidak Tumbuh

13 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar Tegak

14 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar Tegak

15 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar

16 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar Mati

17 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 18 Gajah Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 19 Jerapah Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 20 Jerapah Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 21 Jerapah Tegak K/SR-3 Menjalar Tidak Tumbuh 22 Jerapah Tegak K/SR-3 Menjalar Tidak Tumbuh 23 Talam Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 24 Talam Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 25 Talam Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 26 Talam Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar 27 Kelinci Tegak K/SR-3 Menjalar Setengah Menjalar


(44)

37 Berdasarkan Tabel 10 populasi pada hasil hibridisasi pewarisan karakter tipe pertumbuhan kacang tanah terdapat tiga tanaman tidak tumbuh dan empat

tanaman mati. Tanaman yang mati disebabkan terserang penyakit busuk akar oleh cendawan Sclerotium rolfsii. Sedangkan tanaman yang tidak tumbuh disebabkan kondisi fisik benih hasil hibridisasi tidak memenuhi syarat tumbuh benih untuk ditanam. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa persentase hasil

hibridisasi buatan diperoleh tipe pertumbuhan setengah menjalar sebesar 84 %, sedangkan persentase hasil hibridisasi untuk tipe pertumbuhan tegak sebesar 16%.

4.3 Pembahasan

Dalam rangka perakitan varietas produktivitas tanaman kacang tanah dapat ditingkatkan melalui program pemuliaan tanaman. Teknik pemuliaan untuk mendapatkan varietas unggul tanaman kacang tanah di Indonesia dapat ditempuh dengan cara perluasan genetik populasi, inbreeding, seleksi, dan uji daya hasil. Agar dapat mengumpulkan atau memunculkan karakter yang diinginkan,

diperlukan perluasan keragaman genetik sehingga seleksi lebih efektif.

Keragaman genetik dapat dibangun atau diperluas antara lain dengan melakukan hibridisasi seksual. Hibridisasi bertujuan mendapatkan kombinasi genetik yang diinginkan melalui persilangan bunga dua atau lebih tetua yang berbeda

genotipenya (Utomo, 2012). Kegiatan hibridisasi buatan harus efisien dengan tujuan mendapatkan populasi dalam jumlah banyak.

Pada hibridisasi buatan, manusia hanya membantu kegiatan penyerbukan secara terarah, yaitu mempertemukan tepung sari dengan kepala putik pada pasangan-pasangan yang dikehendaki. Faktor – faktor yang mempengaruhi suatu hibridisasi


(45)

efektif dan efisien antara lain ketepatan waktu berbunga, waktu emaskulasi, dan waktu penyerbukan (Kasno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian hibridisasi buatan kacang tanah menunjukkan bahwa ratio jumlah ginofor yang dihasilkan dibagi dengan jumlah bunga yang disilangkan (Ratio JG/JB) tertinggi terdapat pada populasi Gajah x K/SR 3 sebesar 27%, ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi dengan jumlah ginofor yang dihasilkan (Ratio JP/JG) tertinggi terdapat pada populasi Jerapah x K/SR 3 sebesar 60%, dan ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi dengan jumlah bunga yang disilangkan (Ratio JP/JB) tertinggi terdapat pada populasi Bima x NC 7 sebesar 13%. Sedangkan ratio terendah baik itu ratio JG/JB, ratio JP/JG, dan ratio JP/JB terdapat pada populasi Kelinci x K/SR-3.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata ratio jumlah ginofor yang dihasilkan dibagi jumlah bunga yang disilangkan (Ratio JG/JB) adalah 18%. Ratio JG/JB merupakan fase pembentukan ginofor. Menurut Somaatmadja (1981) dalam Trustinah (1993), ginofor yang jaraknya cukup jauh dari permukaan tanah (sekitar 15cm) umumnya tidak bisa mencapai tanah dan ujungnya akan mengering dan mati. Berdasarkan hasil penelitian juga dapat diketahui rata-rata ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi jumlah ginofor yang dihasilkan (Ratio JP/JG) sebesar 46,9%. Ratio JP/JG merupakan fase pembentukan polong. Pada stadia pembentukan polong masih berkaitan dengan ginofor-ginofor yang terbentuk dan telah masuk ke dalam tanah. Pembentukan polong dimulai ketika ujung ginofor mulai membesar sampai mencapai ukuran maksimum. Menurut Othman et al. (1979) dalam Lim dan gumpil (1984), kacang tanah merupakan tanaman yang secara alami menyerbuk sendiri akan membutuhkan sedikit bantuan serangga.


(46)

39 Namun telah dilaporkan bahwa hanya kurang dari 10 % dari banyak bunga yang dihasilkan, berkembang menjadi polong matang.

Rata-rata ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi jumlah bunga yang

disilangkan (Ratio JP/JB) pada penelitian ini sebesar 9%. Ratio JP/JG merupakan fase keberhasilan hibridisasi buatan. Menurut Halim et al. (1980) dalam Lim dan gumpil (1984) dalam hibridisasi kacang tanah, teknis dan waktu emaskulasi serta pengaruh tetua pada hasil penyerbukan merupakan pertimbangan penting. Fase pembentukan ginofor dan fase pembentukan polong berkaitan dalam menentukan keberhasilan suatu hibridisasi. Setelah ginofor masuk ke dalam tanah dan

membesar akan menghasilkan polong, setelah polong mencapai ukuran maksimal akan dimulai pembentukan biji dan berlangsung sampai bagian dalam polong terisi biji (biji penuh). Efisensi keberhasilan hibridisasi buatan dalam penelitian ini dapat dikatan rendah, terlihat pada ratio JG/JB tertinggi terdapat pada populasi Gajah x K/SR 3 hanya sebesar 27%. Hali ini sesuai dengan pernyataan Halim et al., (1980) dalam Lim dan gumpil (1984) yaitu dalam hibridisasi kacang tanah, teknik dan waktu emaskulasi serta pengaruh tetua pada hasil penyerbukan buatan telah dilaporkan bervariasi 38–70 % tergantung pada teknik yang digunakan dan efisiensi operator. Polong yang terbentuk dalam penelitian ini jumlahnya jauh lebih sedikit daripada jumlah bunga yang telah disilangkan. Hal ini didukung oleh pernyataan Kasno (1993) tentang faktor – faktor yang mempengaruhi suatu

hibridisasi buatan antara lain ketepatan waktu berbunga, waktu emaskulasi, dan waktu penyerbukan.


(47)

Varietas-varietas unggul kacang tanah sangat diperlukan untuk terus memperbaiki karakter tanaman kacang tanah sehingga dapat meningkatkan produktivitas. Varietas unggul nasional yang memiliki tipe pertumbuhan tegak unggul dalam hal tahan dari berbagai penyakit antara lain peyakit layu, karat daun, bercak daun, dan Aspergillus plavus. Sedangkan galur NC 7 dan K/SR-3 yang memiliki tipe

pertumbuhan setengah menjalar dan menjalar unggul dalam hal jumlah ginofor, jumlah polong per tanaman, ukuran polong (berbiji besar) sehingga persentase hasil panen tinggi, serta tahan terhadap bercak daun lambat untuk K/SR-3.

Karakter kualitatif umumnya dikendalikan oleh sedikit gen (mayor genes) serta diukur berdasarkan perwujudan ekspresi fenotipiknya jelas, seperti tipe

pertumbuhan. Keefektivan seleksi bergantung pada pola pewarisan gen yang mengendalikan karakter tipe pertumbuhan. Karakter agronomis yang mendukung daya hasil tinggi ssp. hypogaea antara lain memiliki jumlah polong banyak dan biji berukuran besar. Jumlah polong banyak berhubungan dengan tipe

pertumbuhan, baik tipe pertumbuhan tegak, menjalar atau setengah menjalar. Jika dibandingkan dengan tipe pertumbuhan tegak, kacang tanah yang tumbuh menjalar berpotensi menghasilkan polong lebih banyak karena jumlah ginofor yang dapat mencapai tanah dan membentuk polong lebih banyak (Utomo et al., 2011).

Hasil penelitian mununjukkan bahwa aksi gen yang mengendalikan tipe

pertumbuhan setengah menjalar dominan terhadap tipe pertumbuhan tegak. Hal ini ditunjukkan dengan persentase hasil hibridisasi buatan diperoleh tipe


(48)

41 Gajah x K/SR 3, Jerapah x K/SR 3, Talam x K/SR 3, dan Kelinci x K/SR 3

berturut-turut 83%, 71%, dan 100%. Secara keseluruhan diperoleh 84% untuk populasi yang memiliki tipe pertumbuhan setengah menjalar dan persentase hasil hibridisasi untuk tipe pertumbuhan tegak sebesar 16%. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Badami et al. (1928) dalam Wynne et al. (1982), tentang karakter kualitatif pada kacang tanah dijelaskan bahwa tipe pertumbuhan menjalar pada tanaman kacang tanah dominan terhadap tipe pertumbuhan tegak dan

menurut Balaiah (1977) dalam Wynne et al. (1982), tipe pertumbuhan setengah menjalar (semi-spreading) pada tanaman kacang tanah dominan terhadap tipe menjalar (spreading) dan tipe tegak(erect). Hasil hibridisasi buatan yang masih memiliki tipe pertumbuhan tegak yaitu 16%. Tipe pertumbuhan tegak ini

kemungkinan disebabkan antara lain faktor lingkungan yang tidak seragam, tetua yang tidak homozigot, serta kesalahan manusia pada saat penandaan hasil

hibridisasi buatan karena penyerbukan sendiri atau selfing.

Pada penelitian ini dihasilkan benih F2, untuk kelanjutan penelitian ini adalah

melakukan seleksi. Seleksi bertujuan untuk meningkatkan frekuensi gen dan genotipe karakter tipe pertumbuhan. Metode seleksi bulk merupakan metode untuk membentuk galur-galur homozigot dari populasi bersegregasi melelui selfing selema beberapa generasi tanpa seleksi (Syukur et al., 2012). Benih dan tanaman F1 dari persilangan tertentu akan seragam da sangat heterozigot,

segregasi akan berlangsung pada generasi F2. Menurut Mahendra (2010) dalam

Hartati et al. (2013) benih F2 merupakan populasi yang bersegregasi. Tingkat

segregasi dan rekombinan yang luas pada generasi F2 ini tergambar melalui sebaran frekuensi genotipenya. Sebaran frekuensi tersebut dapat digunakan sebagai


(49)

penduga pola pewarisan sifat dan jumlah gen yang terlibat dalam pengendalian suatu sifat (Christiana, 1996 dalam Hartati et al., 2013). Generasi F2 akan

memiliki jumlah ekstensif variabilitas genetik, maka penting untuk mendapatkan benih F2 dalam jumlah besar (Knauft, 1987). Penentuan minimum populasi

benih F2 yang digunakan dalam mengestimasi parameter genetik karakter

agronomi kedelai (Glycine max [L] Merrill) generasi F2 hasil persilangan Wilis x

B3570 adalah 72 benih( Lindiana, 2012). Pada penelitian ini didapatkan kurang dari 72 benih F2 sehingga perlu dilakukan kembali hibridisasi buatan agar

didapatkan populasi yang cukup untuk melakukan seleksi pada generasi F2.

Hibridisasi dilakukan antara NC 7 atau K/SR 3 dan lima varietas unggul nasional. Benih F1 dikeringkan dan ditanam di lahan untuk pengamatan karakter tipe

pertumbuhan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh ratio jumlah ginofor yang dihasilkan dibagi dengan jumlah bunga yang disilangkan tertinggi terdapat pada populasi Gajah x K/SR 3 sebesar 27%, ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi dengan jumlah ginofor yang dihasilkan tertinggi terdapat pada populasi Jerapah x K/SR 3 sebesar 60%, dan ratio jumlah polong yang dihasilkan dibagi dengan jumlah bunga yang disilangkan tertinggi terdapat pada populasi Bima x NC 7 sebesar 13%. Sedangkan ratio terendah baik itu ratio JG/JB, ratio JP/JG, dan ratio JP/JB terdapat pada populasi Kelinci x K/SR 3. Dan untuk pewarisan karakter tipe pertumbuhan kacang tanah setengah menjalar tanaman F1 hasil hibridisasi Bima x NC 7 , Gajah x K/SR 3, Jerapah x K/SR 3,

Talam x K/SR 3, dan Kelinci x K/SR 3 berturut-turut 83%, 71%, dan 100%. Sehingga aksi gen yang mengendalikan tipe pertumbuhan setengah menjalar dominan terhadap tipe pertumbuhan tegak.


(50)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Ratio JG/JB tertinggi terdapat pada populasi Gajah x K/SR 3 sebesar 27%, ratio JP/JG tertinggi terdapat pada populasi Jerapah x K/SR 3 sebesar 60%, dan ratio JP/JB tertinggi terdapat pada populasi Bima x NC 7 sebesar 13%.

Sedangkan ratio terendah baik itu ratio JG/JB, ratio JP/JG, dan ratio JP/JB terdapat pada populasi Kelinci x K/SR 3.

2. Aksi gen yang mengendalikan pewarisan karakter tipe pertumbuhan kacang tanah setengah menjalar tanaman F1 hasil hibridisasi dominan terhadap tipe

pertumbuhan tegak pada populasi Bima x NC 7 , Gajah x K/SR 3, Jerapah x K/SR 3, Talam x K/SR 3, dan Kelinci x K/SR 3.

5.2 Saran

Perlu dilakukan hibridisasi buatan kembali serta evaluasi lebih lanjut untuk mendapatkan varietas unggul baru yang memiliki tipe pertumbuhan setengah menjalar.


(51)

PUSTAKA ACUAN

Acquaah, G. 2007. Principles of Plant Genetics and Breeding. Breeding peanut. Blackwell Publishing : 529-536.

Alif, M. D. 2008. Pola Pewarisan Beberapa Karakter Kualitatif dan Kuantitatif Pada Cabai (Capsicum annum L.). (Skripsi). IPB. Bogor. 47 Hlm.

Ashri,A. 1964. Intergenic and genic-cytoplasmic interactions affecting growth habit in peanuts. Genetics 50 : 363-372.

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi). 2012.

“Talam 1” Varietas Kacang Tanah Unggul Adaptif Lahan Masam dan

Toleran Aspergillus flavus.

http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/info-teknologi/801-talam-1-varietas- kacang-tanah-unggul-adaptif-lahan-masam-dan-toleran-aspergillus-flavus.html. Diakses tanggal 20 Januari 2014.

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2012. Kacang Tanah. Buletin Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi.

http://tanamanpangan.deptan.go.id/doc_upload/47_Bulletin%20Kc%20Ta nah%20September%202012.pdf. Diakses tanggal 28 Januari 2014.

Hartati, Sri., Maimun Barmawi, dan Nyimas Sa’diyah., 2013. Pola segregasi karakter agronomi tanaman kedelai (Glycine max [L.]Merrill) generasi F

2

hasil persilangan Wilis X B3570. Jurnal Agrotek Tropika 1(1): 8-13.

ICRISAT and IBPGR. 1992. Descriptors for groundnut. International Crop Research Institute for the Semi-Arid Tropics, Patancheru, India.


(52)

45 Kasno, A. 1993. Pengembangan Varietas Kacang Tanah. Risalah Hasil

Penelitian Kacang Tanah. Monograf Balittan Malang. No.12: 31-68.

Knauft, D.A., A.J. Norden, and D.W. Gorbet,. 1987. Principles of Cultivar Development (2). Crop Species. Iowa State Univercity, Ames, IA, USA. 366-369 pp.

Lim, E.S. and J.S. Gumpil. 1984. The flowering, pollination and hybridization of groundnuts (Arachis hypogaea L.). Jurnal Pertanika 7(2): 61-66.

Lindiana. 2012. Estimasi Parameter Genetik Karakter Agronomi Kedelai (Glycine max [L] Merrill) Generasi F2 Hasil Persilangan Wilis x B3570. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 48 Hlm.

Novalina 2009. Pewarisan beberapa karakter kualitatif pada tanaman karet. Jurnal Agronomi 13 (1):17-20.

Nugroho, W.P., Maimun Barmawi, dan Nyimas Sa’diyah. 2013. Pola segregasi karakter agronomi tanaman kedelai (Glycine max [L.]Merrill) generasi F

2

hasil persilanganYellow Bean dan Taichung. Jurnal Agrotek Tropika. 1(1): 38-44.

Oktarisna, F.A., Andi Soegianto, dan Arifin Noor Sugiharto. 2013. Pola pewarisan sifat warna polong pada hasil persilangan tanaman buncis (Phaseolus vulgaris L.) varietas Introduksi dengan varietas Lokal. Jurnal Produksi Tanaman. 1(2): 81-89.

Suhartina. 2005. Studi Deskripsi Varietas Unggul Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-Umbi-umbian. Malang.154 Hlm.

Sulistyo, A.,Sriani Sujiprihati, dan Trikoesoemaningtyas. 2006. Studi

persilangan dan efek metaxenia pada pepaya. Prosiding Kongres V dian Simposium Nasional PERIPI : 282-289.

Suyamto, H. 1993. Hara Mineral Dan Pengelolaan Air Pada Tanaman Kacang Tanah. Risalah Hasil Penelitian Kacang Tanah. Monograf Balittan Malang. No.12: 108-137.


(53)

Syukur, M., Sriani Sujiprihati,dan Rahmi Yunianti. 2012. Teknik Pemulian Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta. 348 Hlm.

Trustinah. 1993. Biologi Kacang Tanah. Risalah Hasil Penelitian Kacang Tanah. Monograf Balittan Malang. No.12: 9-23.

Utomo, S D. 2012. Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 170 Hlm.

Utomo, S D., M. Imam Surya, Ansori, Hasriadi Mat Akin, dan Tjipto Roso Basuki. 2005. Pemanfaatan subspesies hypogaea dalam perakitan varietas unggul kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berbiji besar dan berpolong banyak di Indonesia. Jurnal Ilmu Pertanian 12(2): 84-93.

Utomo, S D., Hermanus Suprapto, Bagus Sarjono, Hendri Sinaga., dan Erwin Yuliadi. 2011. Evaluasi karakter agronomi galur-galur unggul kacang tanah keturunan subspesies hypogaea. Prosiding Semirata 3: 438-448.

Wynne, J. C. and T.A. Coffelt. 1982. Genetics of Arachis hypogaea L., p. 51-94. In H.E. Pattee and C.T.Young (eds.). Peanut Science and Technology. Amer. Peanut. Res. Educ. Soc., Inc. Yoakum, Texas, USA.


(54)

47


(55)

Tabel 11. Hibridisasi buatan kacang tanah. Persilangan ∑ Bunga yang

disilangkan ∑ Ginofor

∑ Polong yang dihasilkan

NC7 (SM) x Kelinci (T) 63 9 7

NC7 (SM) x Jerapah (T) 56 6 2

NC7 (SM) x Bison (T) 32 10 1

NC7 (SM) xK/SR3 (M) 39 5 0

NC7 (SM) x Talam (T) 80 14 6

NC7 (SM) x K/Flg1 (T) 38 6 1

Bima (T) X NC7 (SM) 56 12 7

Kancil (T) x NC7 (SM) 34 0 0

Kelinci (T) x NC7 (SM) 9 0 0

KTG1 (T) x NC7 (SM) 25 3 0

K/C55437 (T) x NC7 (SM) 27 5 2

K/FLG (T) x Kancil (T) 102 9 4

K/FLG (T) x K/SR3 (M) 122 10 6

K/FLG (T) x Gajah (T) 26 0 0

K/FLG (T) x Talam (T) 64 4 2

K/FLG (T) x Bison (T) 4 0 0

K/FLG (T) x K/WS6 (T) 2 0 0

K/FLG (T) x Tuban(T) 21 0 0

K/FLG (T) x Jerapah (T) 25 7 1

Kancil (T) x K/FLG (T) 34 3 0

K/SR3 (M) x K/FLG (T) 232 13 0

Jerapah (T) x K/FLG (T) 46 11 6

Talam (T) x K/FLG (T) 55 3 2

Bison (T) x K/FLG (T) 29 7 2

K/WS 6 (T) x K/FLG (T) 22 0 0

Kelinci (T) x K/FLG (T) 19 1 1

Tuban (T) x K/FLG (T) 72 10 6

K/SR 3(M) x Kancil (T) 91 9 0

K/SR 3 (M) x Tuban (T) 57 5 0

K/SR 3 (M) x Jerapah (T) 39 1 0

K/SR 3 (M) x Gajah (T) 65 5 0

K/SR 3 (M) x Bison (T) 28 2 0

K/SR 3 (M) x Bima (T) 23 2 0

K/SR 3 (M) x Kelinci (T) 33 2 0

Kancil (T) x K/SR 3 (M) 41 7 0

Talam (T) x K/SR 3 (M) 19 5 2

Jerapah (T) x K/SR 3 (M) 44 5 3

Gajah (T) x K/SR 3 (M) 37 10 4

Tuban (T) x K/SR 3 (M) 43 6 1


(56)

49 Tabel 11. (Lanjutan).

Persilangan ∑ Bunga yang

disilangkan ∑ Ginofor

∑ Polong yang dihasilkan

K/WS 6 (T)x K/SR 3 (M) 56 4 2

KTG-1 (T) x K/SR 3 (M) 27 2 1

Bison (T) x K/SR 3 (M) 8 1 0


(57)

B1 B2 B2 B12 A8 A6 A9 B15 B15

B4 B3 B2 A6 B22 B27 B15 B15 B16

B5 B5 B1 A4 B17 B28 B24 B25 B26

B5 B4 B1 A10 A17 A16 B17 B30 B29

B5 B6 B1 A12 A18 A14 B18 B16 B16

B5 B5 B1 A2 A13 A13 B19 B16 B16

B6 B7 B8 A1 A14 A12 B20 B21 B16

A3 A2 A1 A1 B13 B9 B20 B21 B31

B5 B2 A1 A3 B1 B3 A17 B20 B32

B9 B2 A1 A10 B23 B22 A13 B14 B33

B10 B11 A4 A11 B10 B18 B12 A18 A15

Gambar 9. Tata letak hibridisasi kacang tanah di rumah kaca

Keterangan:

A1 : Kancil x K/Flg 1 B1 : K/SR 3 x Gajah B18 : K/Flg 1 x Tuban

A2 : Kancil x K/SR 3 B2 : K/SR 3 x Kancil B19 : K/Flg 1 x Bison

A3 : Kancil x NC 7 B3 : K/SR 3 x Kelinci B20 : K/Flg 1 x Jerapah

A4 : Gajah x K/SR 3 B4 : K/SR 3 x Tuban B21 : K/Flg 1 x Gajah

A5 : Gajah x NC 7 B5 : K/SR 3 x K/Flg 1 B22 : K/WS 6 x K/SR 3

A6 : Tuban x K/Flg 1 B6 : K/SR 3 x Jerapah B23 : K/WS 6 x K/Flg 1

A7 : Tuban x K/SR 3 B7 : K/SR 3 x Bison B24 : K/C55437 x K/SR 3

A8 : Talam x K/SR 3 B8 : K/SR 3 x Bima B25 : K/C55437 x K/Flg 1

A9 : Talam x K/Flg 1 B9 : NC 7 x Kelinci B26 : K/C55437 x NC 7

A10 : Bison x K/flg 1 B10 : NC 7 x Jerapah B27 : K/SR 2 x Kelinci

A11 : Bison x K/SR 3 B11 : NC 7 x Bison B28 : K/SR 2 x KTG 1

A12 : Bima x K/Flg 1 B12 : NC 7 x Talam B29 : K/SR 2 x KWS 6

A13 : Bima x NC 7 B13 : NC 7 x K/Flg 1 B30 : K/SR 1 x K/C55437

A14 : Jerapah x K/flg 1 B14 : NC 7 x K/SR 3 B31 : KTG 1 x K/SR 3

A15 : Jerapah x K/SR 3 B15 : K/Flg 1 x Kancil B32 : KTG 1 x K/Flg 1

A16 : Kelinci x NC 7 B16 : K/Flg 1 x K/SR 3 B33 : KTG 1 x NC 7

A17 : Kelinci x K/SR 3 B17 : K/Flg 1 x Talam


(58)

51

2 meter

A X1 U A A

A X1 U A A

A X1 U A A

B X2 V B B

B X2 V B B

B X2 V B B

C X2 W C C

D X2 Y D C

E X2 Z D D

Gambar 10. Tata letak penanaman kacang tanah hasil hibridisasi di laboratorium lapang terpadu Fakultas Pertanian Unila

Keterangan :

U A : Bima x NC 7 V : Gajah

B : Gajah x K/SR-3 W : Jerapah C : Jerapah x K/SR-3 X1 : NC 7 D : Talam x K/SR-3 X2 : K/SR-3

E : Kelinci x K/SR-3 Y : Talam U : Bima Z : Talam

6 meter


(59)

A B C

Gambar 11. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Bima),

F1 (Bima x NC 7), dan Tetua jantan (NC 7). Pengamatan

dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Bima) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Bima x NC 7) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

C. Tetua jantan (NC 7) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

A B C

Gambar 12. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Gajah), F1 (Gajah x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Gajah) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Gajah x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

C. Tetua jantan (K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan menjalar


(60)

53

A B C

Gambar 13. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Jerapah), F1 (Jerapah x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Jerapah) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Jerapah x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah

menjalar

C. Tetua jantan (K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan menjalar

A B C

Gambar 14. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Talam), F1 (Talam x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Talam) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Talam x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar


(61)

A B C

Gambar 15. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Kelinci), F1 (Kelinci x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Kelinci) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Kelinci x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah

menjalar


(62)

55

A B C

Gambar 16. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Bima), F1 (Bima x NC 7), dan Tetua jantan (NC 7).

Pengamatan dilakukan pada umur 1,5 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Bima) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Bima x NC 7) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

C. Tetua jantan (NC 7) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

A B C

Gambar 17. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Gajah), F1 (Gajah x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1,5 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Gajah) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Gajah x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

C. Tetua jantan (K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan menjalar


(63)

A B C

Gambar 18. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Jerapah), F1 (Jerapah x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1,5 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Jerapah) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Jerapah x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah

menjalar

C. Tetua jantan (K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan menjalar

A B C

Gambar 19. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Talam), F1 (Talam x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1,5 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Talam) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Talam x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar


(64)

57

A B C

Gambar 20. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Kelinci), F1 (Kelinci x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1,5 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Kelinci) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Kelinci x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah

menjalar


(1)

A B C

Gambar 11. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Bima),

F1 (Bima x NC 7), dan Tetua jantan (NC 7). Pengamatan

dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Bima) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Bima x NC 7) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

C. Tetua jantan (NC 7) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

A B C

Gambar 12. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Gajah), F1 (Gajah x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Gajah) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Gajah x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

C. Tetua jantan (K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan menjalar


(2)

A B C

Gambar 13. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Jerapah), F1 (Jerapah x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Jerapah) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Jerapah x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah

menjalar

C. Tetua jantan (K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan menjalar

A B C

Gambar 14. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Talam),

F1 (Talam x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Talam) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Talam x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar


(3)

A B C

Gambar 15. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Kelinci), F1 (Kelinci x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Kelinci) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Kelinci x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah

menjalar


(4)

A B C

Gambar 16. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Bima), F1 (Bima x NC 7), dan Tetua jantan (NC 7).

Pengamatan dilakukan pada umur 1,5 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Bima) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Bima x NC 7) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

C. Tetua jantan (NC 7) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

A B C

Gambar 17. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Gajah), F1 (Gajah x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1,5 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Gajah) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Gajah x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar

C. Tetua jantan (K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan menjalar


(5)

A B C

Gambar 18. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Jerapah), F1 (Jerapah x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1,5 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Jerapah) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Jerapah x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah

menjalar

C. Tetua jantan (K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan menjalar

A B C

Gambar 19. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Talam),

F1 (Talam x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1,5 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Talam) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Talam x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah menjalar


(6)

A B C

Gambar 20. Tipe pertumbuhan tanaman tetua betina (Kelinci), F1 (Kelinci x K/SR 3), dan Tetua jantan (K/SR 3).

Pengamatan dilakukan pada umur 1,5 bulan setelah tanam A. Tetua betina (Kelinci) menunjukkan pertumbuhan tegak

B. F1 (Kelinci x K/SR 3) menunjukkan pertumbuhan setengah

menjalar