Hubungan Gerakan repetisi dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pengrajin Batik tulis di Kemiling, Bandarlampung

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DAN GERAKAN REPETISI DENGAN KEJADIAN CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) PADA

PENGRAJIN BATIK TULIS DI KEMILING, BANDAR LAMPUNG

Oleh

Hj. INDAH PRAMBONO PUTRI

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) berhubungan dengan pekerjaan yang menggunakan pekerjaan kombinasi antara kekuatan dan pengulangan gerakan yang lama pada jari-jari selama periode yang lama. CTS dapat tercetus akibat paparan terhadap gerakan atau fibrasi atau akibat kesalahan posisi yang terjadi dalam jangka waktu yang lama. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dan gerakan repetisi dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pengrajin batik tulis di Pusat Pengrajin Batik Tulis Kemiling, Bandar Lampung. Metode penelitian ini adalah analitik korelatif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan di Pusat Pengrajin Batik Tulis Kemiling, Bandar Lampung dan dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2014. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pengrajin batik tulis di Pusat Pengrajin Batik Tulis Kemiling, Bandar Lampung.sebanyak 60 pekerja. Metode pengambilan sampel menggunakan total sampling. Adapun analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji chi-square. Hasil penelitian ini adalah didapatkan dari 40 jumlah sampel yang dilakukan penelitian, sebanyak 29 responden (72,5 %) yang mengeluhkan terjadinya Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Responden dengan IMT yang tergolong obesitas lebih banyak dibandingkan responden dengan IMT yang tidak tergolong obesitas. Responden dengan gerakan repetisi >30 kali dalam 1 menit lebih banyak dibandingkan responden dengan gerakan repetisi <30 kali dalam 1 menit. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna antara IMT (p=0,000)dan gerakan repetisi (p=0,014) dengan kejadian CTS.


(2)

ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN REPETITIVE MOVEMENT AND BODY MASS INDEX (IMT) WITH CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) IN

BATIK TULIS CRAFTER IN KEMILING, BANDARLAMPUNG

By

Hj. INDAH PRAMBONO PUTRI

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) is related to works that involved combination of force and repetitve movement of the fingers for a long period. CTS can be caused by exposure to movement, vibration, or inappropriate position for a long time. This research is aimed to know the correlation of body mass index and repetitive movement with carpal tunnel syndrome (CTS) Batik Tulis crafter in batik tulis craft center, kemiling bandarlampung. The method of this research is analitic corelative with cross sectional approach. This research took place in Batik Tulis craft center, kemiling bandarlampung. in October-November 2014. The population of this research are all of the crafter in batik tulis craft center with 60 workers. Total sampling was used as the sampling method and chi-square test was used as the statistical analysis.

The result of this research showed that from 40 samples; 29 respondents (72,5 %) complained about CTS. Respondents with obese body mass indexc are more than the non obese one. Respondents with >30 times repetitive movement in one minute are more than respondents with <30 times repetitive movement in one minute : The conclusion of this the research is there a correlation between body mass index (p=0.000) and repetitive movement (p=0.014) with CTS.


(3)

HUBUNGAN GERAKAN REPITISI DAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN KEJADIAN CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) PADA

PENGRAJIN BATIK TULIS DI KEMILING BANDAR LAMPUNG

Oleh

Hj. Indah Prambono Putri

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandarlampung pada tanggal 07 Juli 1993, sebagai anak keempat dari empat bersaudara, pasangan Bapak Heri Prambono dan Ibu Agustinawati.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Sejahtera IV Bandarlampung diselesaikan pada tahun 1999, Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Sejahtera IV Bandarlampung pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SLTP) Fransiskus 1 Tanjungkarang diselesaikan pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 10 Bandarlampung pada tahun 2009 dan pindah ke SMAN 9 Bandarlampung pada tahun 2010 hingga selesai pada tahun 2011, pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan Dokter FK UNILA melalui jalur Ujian Mandiri.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif pada organisasi Genetalia health Education and Concelor (Gen-C).


(8)

Skripsi Ini Saya Persembahkan Untuk

Allah SWT

MY BELOVED

Papa dan Mama

Rangga prambono

Ayu prambono

Dimas prambono

MY LOVELY

Friends and FK Unila 2011

My Almamater


(9)

SANWACANA

Alhamdulillahi Robbil „Alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah, rahmat, dan hidayah-Nya skripsi ini dapat terselesaikan.

Skripsi dengan judul “Hubungan gerakan repetisi dan indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pengrajin Batik Tulis di Kemiling, Bandarlampung” ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

2. dr. Fitria Saftarina, M.Sc, DK, selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, ilmu, bantuan, saran, dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini dari awal hingga selesai;

3. dr. Liana Sidharti, M.KM, selaku Pembimbing kedua atas kesediaan meluangkan waktu dan membimbing serta memberikan masukannya hingga penulis menyelesaikan skripsinya;


(10)

4. dr. Khairunisa Berawi, M.Kes, AIFO, selaku Pembahas atas kesediaan meluangkan waktu dan memberikan masukan, kritik, dan saran yang membangun dan bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini; 5. dr. Muhartono, M.kes, Sp.PA selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan saran dan masukkan kepada penulis;

6. Seluruh Staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan;

7. Bapak dan Ibu Staf TU, Administrasi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Terima kasih atas kerjasama dan bantuannya;

8. Seluruh Karyawan serta Pengrajin Batik Tulis Gabovira Kemiling Bandarlampung yang turut membantu dalam proses penelitian ini;

9. Papa dan mama Tercinta yang selalu menyebut nama saya dalam doanya, membimbing, mendukung, dan memberikan yang terbaik;

10. Buat kakakku (rangga prambono,ayu prambono dan dimas prambono) atas doa dan dukungannya untuk selalu berjuang bersama mewujudkan mimpi menjadi kebanggaan Papa dan Mama;

11. Sahabat-sahabat saya yang merangkap sebagai Teman Skripsiku, Seulanga rachmani, Fauzia Andini, Gita Dewita, Robby Pardiansyah, Bela Riski, Giok Pemula, Vidianka Rembulan, Rifka H, Alvionita, Felicya, Ririn Rahayu dan Caca Djausal, dwitya rilianti, terima kasih banyak atas bantuannya yang berharga;

12. Mpg sucipto, Seulanga, Fauzia, Ayu Lestari, terimakasih atas canda tawa serta membantu, memberikan dukungan dan menemani selama penelitian;


(11)

13. Restyana noor, Rizqun Nisa, Pratiwi Aminah dan Sandra Rini terimakasih atas canda tawanya selama ini.

14. Teman-teman angkatan 2011 atas kekeluargaan yang telah terjalin selama ini, semangat, bantuan dan kebahagiaan yang telah diberikan;

15. Teman kecilku Indah Permata yang telah memberikan dukungan, motivasi selama ini;

16. Teman-teman Tutorial dari semester awal- akhir atas canda tawa, ilmu dan dukungan selama ini;

17. Teman-teman tutorial kelompok 9 ; pratiwi aminah, resti ramdani, diah, marizka, Miranda, sugma, desta, danar, dan stevan.

18. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat saya yang sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi masukan bagi yang membacanya. Semoga Allah senantiasa melindungi dan memberi rahmat-Nya kepada kita. Aamiin.

Bandar Lampung, Januari 2015 Penulis


(12)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1Tujuan Umum ... 4

1.3.2Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 5

1.4.2 Manfaat Praktis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Carpal Tunnel Syndrome (CTS) ... 6

2.1.1 Definisi Carpal Tunnel Syndrome(CTS) ... 6

2.1.2 Anatomi Nervus Medianus ... 7

2.1.3 Etiologi Carpal Tunnel Syndrome ... 9

2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi Carpal Tunnel Syndrome(CTS) ... 11

2.1.5 Gejala Klinis Carpal Tunnel Syndrome ... 13

2.1.6 Faktor Risiko Carpal Tunnel Syndrome ... 14

2.1.7 Diagnosis Carpal Tunnel Syndrome ... 15

2.1.8 Tatalaksana Carpal Tunnel Syndrome ... 18

2.2 Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 22

2.2.1 Kategori Indeks Massa Tubuh ... 23

2.3 Gerakan Repetisi ... 23

2.4 Kerangka Pemikiran ... 24

2.4.1 Kerangka Teori ... 24

2.4.2 Kerangka Konsep ... 25


(13)

ii

III. METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Desain Penelitian ... 27

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

3.2.1 Tempat Penelitian ... 27

3.2.2 Waktu Penelitian ... 27

3.3 Populasi dan Sampel ... 27

3.4 Identifikasi Variabel ... 28

3.5 Metode Pengumpulan ... 28

3.6 Definisi Operasional ... 29

3.7 Alat dan Cara Penelitian ... 30

3.8 Alur Penelitian ... 32

3.9 Pengolahan dan Analisis Data ... 32

3.9.1 Pengolahan Data ... 32

3.9.2 Analisa Statistik ... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1 Hasil Penelitian ... 35

4.1.1 Karakteristik Responden ... 35

4.1.2 Analisis Univariat ... 36

4.1.3Analisis Bivariat ... 38

4.2 Pembahasan ... 41

4.2.1 Analisis Univariat ... 41

4.2.2 Analisis Bivariat ... 44

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 48

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 49

5.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Indeks Massa Tubuh ... 23

2. Definisi Operasional ... 29

3. Distribusi Usia Pada Pengrajin Batik Tulis ... 35

4. Distribusi Masa Kerja Pada Pengrajin Batik Tulis ... 36

5. Distribusi IMT Pada Pengrajin Batik Tulis ... 37

6. Distribusi Gerakan Repetisi Pada Pengrajin Batik Tulis ... 37

7. Distribusi Carpal Tunnel Syndrome Pada Pengrajin Batik Tulis ... 38

8. Hubungan Antara IMT Dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Pada Pengrajin Batik Tulis ... 39

9. Hubungan Antara Gerakan Repetisi Dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Pada Pengrajin Batik Tulis ... 40


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Etika Penelitian Lampiran 2. Lembar Persetujuan Lampiran 3. Kuesioner Penelitian Lampiran 4. Data Penelitian Lampiran 5. Analisis Univariat Lampiran 6. Analisis Bivariat Lampiran 7. Dokumentasi


(16)

ii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Carpal Tunnel syndrome ... 9

2. Phalen Test ... 15

3. Tinel Test ... 16

4. Pengukuran Indeks Massa Tubuh ... 22

5. Kerangka Teori... 25

6. Kerangka Konsep Penelitian ... 26


(17)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Status kesehatan masyarakat pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya kesehatan ditempat kerja dan lingkungan kerja tetapi juga oleh faktor-faktor pelayanan kesehatan kerja, perilaku kerja serta faktor lainnya (Depkes, 2008).

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan sindrom yang timbul akibat nervus medianus tertekan di dalam Carpal Tunnel (terowongan karpal) di pergelangan tangan, sewaktu nervus melewati terowongan tersebut dari lengan bawah ke tangan (Jagga, 2011). Gejalanya seperti mati rasa, kesemutan, dan rasa nyeri di tangan, lengan dan jari (Viera, 2003).

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) berhubungan dengan pekerjaan yang menggunakan pekerjaan kombinasi antara kekuatan dan pengulangan gerakan yang lama pada jari-jari selama periode yang lama. CTS dapat tercetus akibat paparan terhadap gerakan atau vibrasi atau akibat kesalahan posisi yang terjadi dalam jangka waktu yang lama. (Bahrudin, 2011).


(18)

2

Prevalensi CTS dalam populasi umum telah diperkirakan 5% untuk wanita dan 0,6% untuk laki-laki CTS adalah jenis neuropati jebakan yang paling sering ditemui. Sindroma tersebut unilateral pada 42% kasus (29% kanan, 13% kiri) dan 58% bilateral (Aroori, 2008). Penelitian pada pekerjaan dengan risiko tinggi di pergelangan tangan mendapatkan prevalensi CTS antara 5,6%-14,8% (Lusianawaty Tana, 2003). Penyebab dari CTS dapat terjadi karena trauma langsung pada carpal tunnel, posisi pergelangan fleksi dan ekstensi berulang, edema, kelainan sistemik (Rudiansyah Harahap, 2003). Di Indonesia prevalensi CTS karena faktor pekerjaan masih belum diketahui dengan pasti (Tana, 2003).

Beberapa penyebab Carpal tunnel syndrome telah diketahui seperti trauma, infeksi, gangguan endokrin, arthritis pergelangan tangan dan faktor lainnya. Gejala sindroma ini biasanya dimulai dengan gejala sensorik yaitu nyeri, kesemutan (parestesia), rasa tebal (numbness) dan rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada daerah yang dipersarafi oleh n.medianus (Rambe, 2004).

Pengrajin batik adalah pekerja sektor informal yang menggambarkan atau mendisain, membatik, mencelup dan mengeringkan berbagai jenis kain sebagai bahan baku untuk di proses menjadi kain batik dengan cara kerja yang bersifat tradisional. Dari proses membatik diketahui faktor pekerjaan yang merupakan faktor risiko terjadinya CTS pada proses membatik yaitu gerakan tangan berulang, gerakan tangan dengan kekuatan, adanya tekanan pada tangan atau pergelangan, posisi tangan statis, posisi tangan dan tubuh


(19)

3

bagian atas tidak ergonomik, posisi flexi dan extensi (Chris, 2012). Di kawasan industri kerja ada empat sebagai faktor kontrol dari perkembangan CTS yaitu jenis kelamin, index massa tubuh (IMT) dan penyakit penyerta (Bahrudin, 2011).

American Obesity Association menemukan bahwa 70% dari penderita CTS memiliki kelebihan berat badan. Setiap peningkatan nilai IMT 8% resiko CTS meningkat (Bahrudin, 2011). Penelitian Lie (2005) faktor IMT terbukti mempunyai hubungan dengan CTS, Responden yang bertubuh gemuk mempunyai risiko lima kali lebih besar untuk terjadinya CTS bila dibandingkan dengan yang kurus dan normal (Lie, 2005).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan gerakan repitisi dan indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian carpal tunnel syndrome (CTS) pada pengrajin batik tulis, agar dapat memberikan pengetahuan serta mencegah dari kejadian penyakit akibat kerja yaitu CTS tersebut. Prognosis CTS lebih baik bila dapat didiagnosis sedini mungkin sehingga dipandang perlu untuk melakukan penelitian mengenai hubungan Gerakan Repetisi dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kejadian CTS tersebut serta mendapatkan angka kejadian dari pekerja batik tulis yang selalu melakukan gerakan berulang pada pergelangan tangannya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu:


(20)

4

1. Bagaimana hubungan IMT dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pengrajin batik tulis di Kemiling, Bandar Lampung?

2. Bagaimana hubungan gerakan repetisi dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pengrajin batik tulis di Kemiling, Bandar Lampung?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui adanya hubungan antara IMT dan gerakan repetisi dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pengrajin batik tulis di Kemiling, Bandar Lampung.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui apakah Indeks Massa Tubuh (IMT) mempengaruhi kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pengrajin batik tulis di Kemiling, Bandar Lampung.

2. Mengetahui apakah gerakan repitisi mempengaruhi kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pengrajin batik tulis di Kemiling, Bandar Lampung.


(21)

5

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1.4.1 Manfaat Teoritis

Mengetahui hubungan antara IMT dan gerakan repetisi dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pengrajin batik tulis di Kemiling, Bandar Lampung, dapat diperoleh informasi ilmiah sebagai sumbangan kepada dunia kedokteran serta untuk memperkaya pengetahuan di bidang kedokteran.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan:

1. Memberi informasi kepada masyarakat khususnya pengrajin batik tulis di Kemiling, Bandar Lampung dan para pekerja lainnya, agar dapat lebih memperhatikan pencegahan terjadinya penyakit Carpal Tunnel Syndrome (CTS) sehingga dapat mengurangi risiko terkena CTS.

2. Mengembangkan penelitian dengan meneliti faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keluhan Carpal Tunnel Syndrome (CTS) seperti riwayat penyakit, status gizi, jenis kelamin dan kelainan musculoskeletal sehingga akan melengkapi hasil penelitian ini.


(22)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

2.1.1 Definisi Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan gangguan umum yang berhubungan dengan pekerjaan yang disebabkan gerakan berulang dan posisi yang menetap pada jangka waktu yang lama yang dapat mempengaruhi saraf, suplay darah ke tangan dan pergelangan tangan. Carpal Tunnel Syndrome merupakan neuropati terhadap nervus medianus didalam Carpal Tunnel pada pergelangan tepatnya dibawah fleksor retinakulum. Sindrom ini terjadi akibat kenaikan tekanan dalam terowongan yang sempit yang dibatasi oleh tulang-tulang carpal serta ligament carpi tranversum yang kaku sehingga menjebak nervus medianus (Rambe, 2004).

CTS disebabkan oleh penyempitan bekas patah tulang radius distal yang mengakibatkan kompresi n.medianus dibawah retinakulum volar. Kebanyakan sindrom ini bersifat idiopatik . Penderita mengeluh kelemahan atau kekakuan tangan, terutama melakukan pekerjaan menggunakan jari (De jong, 2012).


(23)

7

2.1.2 Anatomi Nervus Medianus

Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar pergelangan tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan n. medianus berjalan di dalam canalis carpi yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang-tulang carpal. Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada jari-jari tangan. Jari tangan dan otot-otot fleksor pada pergelangan tangan beserta tendon-tendonnya berorigo pada epicondilus medial pada regio cubiti dan berinsersi pada tulang-tulang metaphalangeal, interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan jempol. Canalis carpi berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio cubiti sekitar 3 cm (Snell, 2006).

Nervus medianus pada awalnya terletak di sebelah lateral a.brakialis namun kemudian menyilang ke sebelah medial di pertengahan lengan. Pada fossa kubiti nervus ini terletak disebelah medial a.brakialis yang terletak di sebelah tendon bisipitalis. n.medianus lewat bagian dalam aponeurosis bisipitalis kemudian diantara kedua caput m.pronator teres. Bercabang menjadi interoseus anterior tidak jauh dibawahnya. Cabang ini turun bersama dengan a. interosea anterior dan memasok darah ke otot profunda kompartemen fleksor bawah kecuali pada setengah bagian ulnaris m.fleksor digitorum profunda. Di lengan bawah n.medianus terletak diantara fleksor digitorum superfisialis dan fleksor


(24)

8

digitorum profunda dan mempersarafi seluruh fleksor sisanya,kecuali m.fleksor carpi ulnaris. Sedikit diatas pergelangan tangan nervus ini muncul dari sisi lateral m.fleksor digitorum superfisialis dan bercabang menjadi cabang kutaneus palmaris yang membawa serabut sensoris pada kulit diatas aminesia tenar (Snell, 2006 )

Pada terowongan carpal, n. medianus mungkin bercabang menjadi komponen radial dan ulnar. Komponen radial dari n.medianus akan menjadi cabang sensorik pada permukaan palmar jari-jari pertama dan kedua dan cabang motorik m. abductor pollicis brevis, m. opponens pollicis, dan bagian atas dari m. flexor pollicis brevis. Pada 33 % dari individu, seluruh fleksor polisis brevis menerima persarafan dari n. medianus. Sebanyak 2 % dari penduduk, m. policis adduktor juga menerima persarafan n. medianus . Komponen ulnaris dari n. medianus memberikan cabang sensorik ke permukaan jari kedua, ketiga, dan sisi radial jari keempat. Selain itu, saraf median dapat mempersarafi permukaan dorsal jari kedua, ketiga, dan keempat bagian distal sendi interphalangeal proksimal ( Snell, 2006).

Tertekannya n. medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran canalis carpi, membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan jaringan lubrikasi pada tendon – tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi dengan sudut 90 derajat dapat mengecilkan ukuran canalis. Penekanan terhadap n. medianus yang menyebabkannya semakin masuk di dalam ligamentum carpi transversum dapat


(25)

9

menyebabkan atrofi eminensia thenar, kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan otot abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik ligametum carpi transversum yang dipersarafi oleh bagian distal n. medianus. Cabang sensorik superfisial dari n. medianus yang mempercabangkan persarafan proksimal ligamentum carpi transversum yang berlanjut mempersarafi bagian telapak tangan dan jari jempol (De Jong, 2012). n. medianus terdiri dari serat sensorik 94% dan hanya 6% serat motorik pada terowongan karpal.

Gambar 1. Carpal Tunnel Syndrome (Sumber: The New England Journal of Medicine)

2.1.3 Etiologi Carpal Tunnel Sindrome (CTS)

Beberapa penyebab dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian carpal tunnel syndrome antara lain (Gilory J, 2000) :

1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.


(26)

10

2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan. Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan tangan.

3. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering mengetik, pekerja kasar yang sering mengangkat beban berat dan pemain musik terutama pemain piano dan pemain gitar yang banyak menggunakan tangannya juga merupakan etiologi dari carpal turner syndrome.

4. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.

5. Metabolik: amiloidosis, gout, hipotiroid - Neuropati fokal tekan, khususnya sindrom carpal tunnel juga terjadi karena penebalan ligamen, dan tendon dari simpanan zat yang disebut mukopolisakarida.

6. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroidi, kehamilan.

7. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma. 8. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia

reumatika, skleroderma, lupus eritematosus sistemik. 9. Degeneratif: osteoartritis.

10. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.


(27)

11

12. Inflamasi : Inflamasi dari membrane mukosa yang mengelilingi tendon menyebabkan nervus medianus tertekan dan menyebabkan carpal tunnel syndrome.

2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi Carpal Tunnel Sindrome

Ada beberapa hipotesis mengenai patogenesis dari CTS. Patogenesis CTS masih belum jelas. Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan gejala dan gangguan studi konduksi saraf. Yang paling populer adalah kompresi mekanik, insufisiensi mikrovaskular, dan teori getaran. Menurut teori kompresi mekanik, gejala CTS adalah karena kompresi nervus medianus di terowongan karpal. Kelemahan utama dari teori ini adalah bahwa ia menjelaskan konsekuensi dari kompresi saraf tetapi tidak menjelaskan etiologi yang mendasari kompresi mekanik. Kompresi diyakini dimediasi oleh beberapa faktor seperti ketegangan, tenaga berlebihan, hyperfunction, ekstensi pergelangan tangan berkepanjangan atau berulang (Tana, 2004).

Teori insufisiensi mikro - vaskular mennyatakan bahwa kurangnya pasokan darah menyebabkan penipisan nutrisi dan oksigen ke saraf yang menyebabkan ia perlahan-lahan kehilangan kemampuan untuk mengirimkan impuls saraf. Scar dan jaringan fibrotik akhirnya berkembang dalam saraf. Tergantung pada keparahan cedera, perubahan saraf dan otot mungkin permanen. Karakteristik gejala CTS, terutama kesemutan, mati rasa dan nyeri akut, bersama dengan kehilangan konduksi saraf akut dan reversibel dianggap gejala untuk


(28)

12

iskemia. Seiler et al menunjukkan (dengan Doppler laser flowmetry ) bahwa normalnya aliran darah berdenyut di dalam saraf median dipulihkan dalam 1 menit dari saat ligamentum karpal transversal dilepaskan. Sejumlah penelitian eksperimental mendukung teori iskemia akibat kompresi diterapkan secara eksternal dan karena peningkatan tekanan di karpal tunnel. Gejala akan bervariasi sesuai dengan integritas suplai darah dari saraf dan tekanan darah sistolik . Kiernan dkk menemukan bahwa konduksi melambat pada median saraf dapat dijelaskan oleh kompresi iskemik saja dan mungkin tidak selalu disebabkan myelinisasi yang terganggu (Tana, 2004).

Menurut teori getaran gejala CTS bisa disebabkan oleh efek dari penggunaan jangka panjang alat yang bergetar pada saraf median di karpal tunnel. Lundborg et al mencatat edema epineural pada saraf median dalam beberapa hari berikut paparan alat getar genggam. Selanjutnya, terjadi perubahan serupa mengikuti mekanik, iskemik, dan trauma kimia (Tana, 2004).

Hipotesis lain dari CTS berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular memegang peranan penting dalam terjadinya CTS. Umumnya CTS terjadi secara kronis dimana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu


(29)

13

diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam atau pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerakgerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh (Bahrudin, 2011). Selain akibat adanya penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler akan menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu yang berkibat terjadi kerusakan pada saraf tersebut (Bahrudin, 2011).

2.1.5 Gejala Klinis Carpal Tunnel Sindrom

Gejala awal biasanya berupa parestesia yang terjadi dalam distribusi saraf medianus tangan, tiap malam pasien terbangun pada jam-jam awal dengan rasa nyeri yang panas membakar,perasaan geli, dan mati rasa (Bahrudin, 2011). Gejala-gejala carpal tunnel syndrome sebagai berikut:


(30)

14

1. Sakit tangan dan mati rasa, terutama pada waktu malam hari

2. Nyeri, kesemutan, mati rasa pada jari-jari tangan, terutama ibu jari, telunjuk dan jari tengah.

3. Waktu pagi atau siang hari perasaan pembengkakan terasa ketika menggerakkan tangan dengan cepat.

4. Rasa sakit menjalar ke atas hingga lengan atas sampai dengan pundak.

5. Terkadang tangan terasa lemas dan hilang keseimbangan terutama di pagi hari.

Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones pollicis dan abductor pollicis brevis). dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh nervus medianus (Bahrudin, 2011).

2.1.6 Faktor Risiko Carpal Tunnel Syndrome

Faktor risiko carpal tunnel syndrome terdiri dari okupasi dan non okupasi faktor yang berhubungan dengan kejadian CTS pada pekerja industri. Faktor risiko okupasi yaitu bekerja dengan cepat, gerakan berulang, pekerjaan yang banyak menggunakan pergelangan tangan dan getaran. Faktor yang bukan okupasi yaitu jenis kelamin, umur, indeks massa tubuh, merokok, status kehamilan (Maghsoudipour, 2008).


(31)

15

2.1.7 Diagnosis Carpal Tunnel Syndrome

Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-klinis seperti di atas dan perkuat dengan pemeriksaan yaitu (Bahrudin, 2011): 1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS adalah:

a) Phalen's test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.

Gambar 2. Phalen’s Test

(Sumber: jurnal carpal tunnel syndrome, 2011)

b) Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.


(32)

16

c) Tinel's sign : Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

Gambar 3. Tinel’s Test (Sumber: Medscpae.com, 2012)

d) Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud. e) Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan

adanya atrofi otot-otot thenar.

f) Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan.


(33)

17

Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah test yang patognomonis untuk CTS (Tana, 2004). Penelitian terbaru oleh Khalid A.O Al-Dabbagh (2013), dengan menggunakan prospective study membandingkan antara 100 kasus CTS positif dan 100 orang yang tidak mengeluhkan gejala selama 8 bulan menyatakan spesifitas dan sensitivitas Phalen tes untuk masing-masing kasus adalah 94% dan 78%, sedangkan hasil untuk Tinel tes berkisar 77% dan 66%. (Al-Dabbagh, 2013). Dari penelitian, sepuluh pasien dengan gejala CTS yang dilakukan Phalen tes memiliki sensitivitas dan spesitifitas secara berurutan adalah 82% dan 100%. Disimpulkan bahwa phalen tes dapat dipercaya dan bias digunakan dalam menegakkan diagnosa

Carpal Tunnel Syndrome (Widodo, 2014).

2. Pemeriksaan Neurofisiologi (elektrodiagnostik)

Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus CTS. Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik (Sidharta, 2004).


(34)

18

3. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. (Rambe, 2004).

4. Pemeriksaan Laboratorium

Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap (Rambe, 2004).

2.1.8 Tatalaksana Carpal Tunnel Syndrome

Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome, Kasus ringan bisa diobati dengan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan menggunakan penjepit pergelangan tangan yang mempertahankan tangan dalam posisi netral selama minimal dua bulan, terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang. Kasus lebih lanjut dapat diterapi dengan injeksi steroid lokal yang mengurangi peradangan. Jika tidak efektif, dan gejala yang cukup mengganggu operasi sering dianjurkan untuk meringankan kompresi. Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu (Aroori, 2008):

1. Terapi langsung terhadap CTS a. Terapi konservatif

1. Istirahatkan pergelangan tangan. 2. Obat anti inflamasi non steroid.


(35)

19

3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu.

4. Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan (ROM) latihan dari ekstremitas atas dan leher yang menghasilkan ketegangan dan gerakan membujur sepanjang saraf median dan lain dari ekstremitas atas. Latihan-latihan ini didasarkan pada prinsip bahwa jaringan dari sistem saraf perifer dirancang untuk gerakan, dan bahwa ketegangan dan meluncur saraf mungkin memiliki efek pada neurofisiologi melalui perubahan dalam aliran pembuluh darah dan axoplasmic. Latihan dilakukan sederhana dan dapat dilakukan oleh pasien setelah instruksi singkat.

5. Injeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Sementara suntikan dapat diulang dalam 7 sampai 10 hari untuk total tiga atau empat suntikan,. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan. Suntikan harus digunakan dengan hati-hati untuk pasien di bawah usia 30 tahun.


(36)

20

6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar. Namun pemberian dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.

7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.

b. Terapi operatif

Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang persisten (Bahrudin, 2011) . Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan


(37)

21

parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab CTS seperti adanya massa atau anomaly maupun tenosinovitis pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka (Rambe,2004).

Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali. Pada keadaan di mana CTS terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya CTS atau mencegah kekambuhannya antara lain (Bahrudin, 2011):

1. Mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetisi, getaran peralatan tangan pada saat bekerja.

2. Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural saat kerja.

3. Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi gerakan.

4. Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta mengupayakan rotasi kerja.


(38)

22

2.2 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Masa Tubuh (IMT) merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu ciri kesehatan yang baik, sehingga tenaga kerja yang produktif terwujud. status gizi merupakan salah satu penyebab kelelahan. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun (I Dewa Nyoman, 2001). Penelitian yang telah dilakukan Kouyoumdjian (2000), menyatakan CTS terjadi karena kompresi saraf median di bawah ligamentum karpal transversal berhubungan dengan naiknya berat badan dan IMT. IMT yang rendah merupakan kondisi kesehatan yang baik untuk proteksi fungsi nervus medianus (Werner, 2004). Pekerja dengan IMT minimal ≥25 lebih mungkin untuk terkena CTS dibandingkan dengan pekerjaan yang mempunyai berat badan ramping. American Obesity Association menemukan bahwa 70% dari penderita CTS memiliki kelebihan berat badan. Setiap peningkatan nilai IMT 8% resiko CTS meningkat (Bahrudin, 2011).

Rumus perhitungan IMT adalah:

Gambar 4. Pengukuran Indeks Massa Tubuh IMT=


(39)

23

2.2.1 Kategori Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh (IMT) diinterpretasi menggunakan kategori status berat badan standar yang sama untuk semua umur bagi pria dan wanita. Untuk anak-anak dan remaja, interpretasi IMT adalah spesifik mengikut usia dan jenis kelamin. Secara umum, IMT 25 ke atas membawa arti pada obesitas, BMI dibawah 18,5 sebagai sangat kurus atau underweight, IMT melebihi 23 sebagai berat badan lebih atau overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai obesitas. IMT yang ideal bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 sehingga 22,9. Obesitas dikategorikan pada tiga tingkat: tingkat I (25-29,9), tingkat II (30-40), dan tingkat III (>40) (CDC, 2009). Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Kategori Indeks Massa Tubuh

IMT KATEGORI

<18,5 Berat badan kurang

18,5-22,9 Berat badan normal

<23,0 Kelebihan berat badan 23,0-24,9 Beresiko menjadi obesitas

25,0-29,9 Obesitas I

>30 Obesitas II

(Sumber: Centre for Obesity Research and Education, 2007) 2.3 Gerakan Repetisi

Penelitian mengenai sindrom metakarpal yang membandingkan pekerjaan dengan gerakan berulang tinggi dengan pekerjaan dengan gerakan berulang ringan memberikan hasil odds ratio 5,5 (p<0,05) dengan model statistik yang juga melibatkan usia, jenis kelamin, dan masa kerja. Berdasarkan hasil analisis dengan uji statistik chi-square diketahui bahwa ada hubungan antara


(40)

24

frekuensi gerakan berulang dengan kejadian carpal tunnel syndrome (p=0,013, á=0,05). Artinya, frekuensi gerakan berulang yang tinggi lebih dari 30 kali gerakan permenit) dalam bekerja akan menyebabkan terjadinya Carpal Tunnel Syndrome. ). Posisi tangan dan pergelangan tangan berisiko apabila dilakukan gerakan berulang/frekuensi sebanyak 30 kali dalam semenit dan sebanyak 2 kali per menit untuk anggota tubuh seperti bahu, leher, punggung dan kaki (Nurhikmah, 2011). Semakin tinggi frekuensi gerakan berulang semakin tinggi risiko terjadinya Carpal Tunnel syndrome (Yaron, 2007).

2.4 Kerangka Pemikiran 2.4.1 Kerangka teori

Carpal Tunnel Syndrome terjadi akibat kenaikan tekanan dalam terowongan yang sempit yang dibatasi oleh tulang-tulang carpal serta ligament carpi tranversum yang kaku sehingga menjebak nervus medianus (Rambe,2004).

Beberapa faktor diketahui menjadi risiko terhadap terjadinya CTS pada pekerja, seperti gerakan berulang dengan kekuatan, tekanan pada otot, getaran, suhu, postur kerja yang tidak ergonomik dan lain-lain:

a. Faktor Pekerjaan (Work factors) b. Pejamu


(41)

25

Gambar 5. Kerangka Teori Carpal Tunnel Syndrome (Anggraini, 2013)

2.4.2 Kerangka konsep

Kerangka konsep ini terdiri dari variabel dependen dan variabel independen yang mengacu pada kerangka teori yang telah disebutkan sebelumnya. Variabel independent terdiri dari faktor individu dan faktor pekerjaan. Variabel dependent dari penelitian ini adalah Carpal Tunnel Syndrome.

Lingkungan 1. Suhu

Faktor Pekerjaan:

1. Gerakan berulang

dengan kekuatan (repetisi)

2. Tekanan pada otot 3. Getaran

Pejamu 1. Umur

2. Tingkat pendidikan 3. Indeks masa tubuh 4. Merokok

5. Olah raga

6. Lama pajanan per hari

7. Masa kerja 8. Pekerjaan

Keluhan Carpal Tunnel Syndrome (CTS)


(42)

26

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 6. Kerangka konsep hubungan antara indeks massa tubuh dan gerakan repetisi dengan keluhan Carpal Tunnel Syndrome.

2.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat diturunkan suatu hipotesis bahwa :

1. H0 : Tidak Terdapat hubungan antara IMT dan gerakan repetisi dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome pada pengrajin batik tulis di Kemiling, Bandar Lampung.

2. Ha : Terdapat hubungan antara IMT dan gerakan repetisi dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome pada pengrajin batik tulis di Kemiling, Bandar Lampung.

IMT

Carpal Tunnel Syndrome

Gerakan Repetisi

Variabel Confauding 1. umur

2. jenis kelamin 3. masa kerja 4. riwayat trauma

pergelangan tangan 5. Lama Pajanan per hari


(43)

27

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan metode analitik korelatif dengan pendekatan cross sectional, yaitu dengan cara pengumpulan data sekaligus pada suatu waktu dengan tujuan untuk mencari hubungan antara posisi kerja dan gerakan repetisi dengan Carpal Tunnel Syndrome pada pengrajin batik tulis di Kemiling, Bandar Lampung (Notoatmodjo, 2012).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Pusat Pengrajin Batik Tulis Kemiling, Bandar Lampung.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Oktober –November 2014.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek atau obyek penelitian yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan


(44)

28

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Dahlan, 2008). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pengrajin batik tulis di Pusat Pengrajin Batik Tulis Gabovira Kemiling, Bandar Lampung sebanyak 60 pekerja. Metode pengambilan sampel menggunakan total sampling.

Kriteria inkslusi sebagai berikut:

1. Pengrajin Batik Tulis Gabovira Kemiling, Bandar Lampung 2. Bersedia menandatangani informed consent

Kriteria ekslusi sebagai berikut:

1. Tidak masuk kerja selama penelitian. 2. Masa kerja < 1 tahun

3. Riwayat Trauma pada pergelangan tangan 3.4 Identifikasi Variabel

1. Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah Carpal Tunnel Syndrome

2. Variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini adalah IMT dan gerakan repetisi

3.5 Metode Pengumpulan Data

Data primer tentang karakteristik responden:

1. Indeks Massa Tubuh didapatkan mengggunakan penimbangan berat badan yang diukur dengan satuan kg dan pengukuran tinggi badan yang diukur dengan satuan cm dengan alat microtoice.


(45)

29

2. Gerakan repetisi diukur secara pengamatan langsung selama jam kerja. 3. Keluhan Carpal Tunnel Syndrome dilakukan dengan wawancara

langsung.

3.6 Definisi Operasional

Tabel 2. Definisi Operasional Penelitian

Variabel Definisi Alat Ukur Cara ukur Hasil Skala

Gerakan repetisi Gerakan repitisi adalah pengulangan gerakan kerja dengan pola yang sama.

Kuesioner (Pratiwi,

2014)

Wawancara 1=Ya, bila melakukan gerakan berulang lebih dari 30 kali dalam satu menit. 2= Tidak, bila melakukan gerakan berulang kurang dari 30 kali dalam satu menit

(Nurhikmah, 2011).


(46)

30

IMT Suatu metode

pegukuran antropometri untuk melihat status gizi dengan menggunakan pengukuran berat badan dan tinggi badan Microtoise dan Timbangan Pemeriksaan Fisik

1= Obesitas jika IMT > 25 kg/m2 2= Tidak Obes, jika IMT ≤ 25 kg/m2 (Centre for Obesity Research and Education, 2007). Nominal Carpal Tunnel Syndrome Sindroma klinik yang ditandai dengan gejala utama nyeri, kesemutan (parestesia), rasa tebal (numbness) dan rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada daerah yang dipersarafi oleh n.medianus .

Kuesioner Anamnesis dan

Pemeriksaan Fisik

1= Ya, bila Phalen’s tes (+) 2= Tidak, bila Phalen’s test (-) (viera, 2003)

Nominal

3.7 Alat dan Instrumen Penelitian

1. Alat Tulis

Adalah alat yang digunakan untuk mencatat, melaporkan hasil penelitian. Alat tersebut adalah pulpen, kertas, pensil dan komputer.


(47)

31

2. Kuesioner Terstruktur

Adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. 3. Pemeriksaan Fisik

Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan fisik kepada responden yaitu tes phalen, namun pada tes ini hanya dilakukan oleh seorang mahasiswa. 4. Timbangan dan Microtoice.

3.8 Cara pengambilan data

Dalam penelitian ini, seluruh data diambil secara langsung dari responden (data primer), yang meliputi :

1. Penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian. 2. Pengisian informed consent.


(48)

32

3.9. Alur Penelitian

Gambar 7. Alur Penelitian

3.10 Pengolahan dan Analisis Data

3.10.1 Pengolahan data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah ke dalam bentuk tabel - tabel, kemudian data diolah menggunakan program komputer.

Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri beberapa langkah :

1. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

1. Tahap Persiapan Pembuatan Proposal,

Perizinan,

2. Tahap Pelaksanaan Pengisian informed

consent

Pengisian kuisioner, pengukuran dan pemeriksaan fisik

3. Tahap Pengolahan Data

Pencatatan


(49)

33

2. Data entry, memasukkan data ke dalam komputer.

3. Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan ke dalam komputer.

4. Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer kemudian dicetak.

3.10.2 Analisa Statistik

Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan program Software Statistik pada komputer dimana akan dilakukan dua macam analisa data, yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.

1. Analisa Univariat

Analisa ini digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi variabel bebas dan variabel terkait.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statististik. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji chi square yang merupakan uji komparatif yang digunakan dalam data di penelitian ini. Uji signifikan antara data yang diobservasi dengan data yang diharapkan dilakukan dengan batas kemaknaan (α < 0,05) yang artinya apabila diperoleh p < α, berarti terdapat hubungan yang signifikan antara variabel independent dengan variabel dependent dan bila nilai p > α, berarti


(50)

34

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel independent dengan variabel dependent. Apabila uji Chi-Square tidak memenuhi syarat parametric (nilai expected count > 20%) maka dilakukan uji Fisher’s exact untuk table 2x2.


(51)

49

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Indeks Massa Tubuh (IMT) meningkatkan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pengrajin batik tulis di Kemiling Bandarlampung. 2. Gerakan repetisi meningkatkan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

pada pengrajin batik tulis di Kemiling Bandarlampung.

5.2 Saran

1. Bagi Dinas Kesehatan/Instansi Terkait, diharapkan memberikan pelayanan kesehatan seperti konseling atau penyuluhan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada pekerja informal termasuk pengrajin batik tulis sehingga dapat meminimalkan penyakit akibat kerja terutama Carpal Tunnel Syndrome (CTS).

2. Bagi pengrajin batik tulis di Pusat Pengrajin Batik Tulis Di Kemiling, Bandar Lampung perlu melakukan penurunan berat badan dan peregangan otot atau olahraga ringan disela-sela waktu kerja dan segera berobat ke dokter jika keluhan nyeri pergelangan tangan semakin berat.


(52)

50

3. Bagi peneliti lain, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan Carpal Tunnel Syndrome (CTS) dan perlu melakukan penelitian secara tepat agar hasil lebih akurat dan baik lagi.


(53)

51

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini F, 2013. Prevalensi Carpal Tunnel Syndrome dan Faktor-faktor yang Berhubungan pada Pekerja Mebel Laki-Laki di Sektor Informal.

Armstrong, Theodore. 2008. Risk Factors for Carpal Tunnel Syndrome and Median Neuropathy in a Working Population. Journal of occupational and Environmental Medicine, 50(12): 1355-1364.

Aroori S, Spence RAJ, 2008, Carpal tunnel syndrome, Ulster Med J; 77 (1) 6-17. Bahrudin, M., 2011. Carpal Tunnel Syndrome. Medan: Staff Pengajar pada Fakultas

Kedokteran UMM. Vol.7 No.14

Centre for Obesity Research an Education. 2007. Body Mas Index : BMI Calculator. Dahlan, M. S. 2008. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian

Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta

De Jong, R.N. 2012. The Neurologic Examination 5th ed. revised by A.F. Haerer. Philadelphia. J.B. Lippincott. Hlm.1015-16.

Departemen Kesehatan RI, Direktorat Bina Kesehatan Kerja, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat 2008. Strategi Nasional Kesehatan Kerja Di Indonesia. Jakarta: Depkes RI: 2008.

Gilory, J. 2000. Basic Neurology 3rd ed. New York: Mc Graw Hill; 599-601. I Dewa Nyoman S. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Hlm. 60.

Jagga, V. Lehri, A et al.2011. Occupation and its association with Carpal Tunnel syndrome- A Review. Journal of Exercise Science and Physiotherapy. Vol. 7, No. 2: 68-78.

Jeffrey n. Katz, Barry P Simon. Carpal Tunnel Syndrome. N Engl J Med, 2002. Vol. 346, No. 23.


(54)

52

Khalid A.O. Al-Dabbagh, Shorsh Ahmad Mohamad. 2013. Sensitivity And Specifity Of Phalen’s Test and Tinel Test In Patient with Carpal Tunnel Syndrome. Diyala Journal Medicine. 5(1): 1-14

Kurniawan, Bina. Siswi Jayanti, Yuliani Setyaningsih. 2008. Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Wanita Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. Vol. 3, No. 1.

Kouyoumdijan JA, Morita, Rocha PRF. 2004. Body Mass Index and Carpal Tunnel Syndrome. Arq Neuropsiquatri. 58: 252-56.

Lusianawaty Tana. 2003. Sindrom Terowongan Karpal pada pekerja: Pencegahan dan Pengobatannya. Jurnal Kedokteran Trisakti Vol.22 No.3

M Maghsoudipour, Moghimi S, Deghaan F, and Rahimpanah A. 2008. Association of occupational and non-occupational risk factor with the prevalence of work related carpal tunnel syndrome. Journal of Occupational Rehabilitation. 18: 152-156.

Notoatmojo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rhineka Cipta .Jakarta. Hlm. 37

Nurhikmah. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Furnitur Di Kecamatan Benda Kota Tangerang Tahun 2011.

Pratiwi, T.N. 2014. Hubungan Masa Kerja dan Gerakan Repetisi dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome(CTS) pada Pekerja Pembersih Kulit Bawang di Unit Dagang (UD) Bawang Lanang Kelurahan Iringmulyo Kota Metro. Purwandari, Chris. 2012. Masa kerja, Sikap kerja dan kejadian Sindroma karpal pada

pembatik. Jurnal Kesehatan Masyarakat;7 (2):170-176.

Rambe, AS. 2004. Sindroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi FK USU. http://library.usu.ac.id (Accessed 20 September 2014).

Rini S. 2006. Hubungan Powerfull Repetitive Motions dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Penumbuk Wijen di Wilayah Soko Bogor, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten.

Sidharta, P. 2004. Neurologi Dasar Klinis. Dian Rakyat. Jakarta.

Snell R.S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Bagian 2. Edisi 3. Alih Bahasa Adji Dharma, Mulyani. EGC. Jakarta. Hlm.470-80


(55)

53

Suherman Bambang, Sri maywati, Yuldan Faturrahman. 2012. Beberapa Faktor Kerja yang Berhubungan dengan Kejadian CTS pada Petugas Rental Komputer di Kelurahan Kahuripan Kota Tasikmalaya, Tasikmalaya: Universitas Siliwangi.

T, Lie. 2005. Gerakan repititif sebagai faktor risiko terjadinya sindrom terowongan karpal pada pekerja wanita di pabrik pengolahan makanan. Jurnal Universa Medicina. Vol. 24 No. 1.

Tana Lusianawaty, Fx Suharyanto, Delima, Woro Ryadina. 2004. Carpal tunnel syndrome Pada Pekerja Garmen di Jakarta. Buletin Peneliti Kesehatan. vol. 32, no. 2: 73-82.

Viera, 2003,Management of carpal tunnel syndrome. American Academy of Family Physicians ;68 (2):265-272.

Werner RA, Jacobson JA, Jumadar DA,2004. Influence of Body Mass Index in Median Nerve Function Carpal Cannal Pressure and Crossectional area of The Median Nerve, Muscul Nerve;30:451–85.

Widodo, Suroso Agus. 2014. Akurasi Diagnostik Pemeriksaan Uji Phalen Dan Prayer Pada Sindroma Terowongan Karpal. Jurnal Universitas Airlangga.

Yaron Y, Mark G, Isabella K, Rafael S. 2007. Sindrom metacarpal: under-recognition of occupational risk factors by clinicians. Industrial Health. 45(1): 820-22. Yusuf R. 2010. Hubungan Antara Getaran Mesin Produksi dangan Carpal Tunnel


(1)

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel independent dengan variabel dependent. Apabila uji Chi-Square tidak memenuhi syarat parametric (nilai expected count > 20%) maka dilakukan uji Fisher’s exact untuk table 2x2.


(2)

49

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Indeks Massa Tubuh (IMT) meningkatkan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pengrajin batik tulis di Kemiling Bandarlampung. 2. Gerakan repetisi meningkatkan kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

pada pengrajin batik tulis di Kemiling Bandarlampung.

5.2 Saran

1. Bagi Dinas Kesehatan/Instansi Terkait, diharapkan memberikan pelayanan kesehatan seperti konseling atau penyuluhan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada pekerja informal termasuk pengrajin batik tulis sehingga dapat meminimalkan penyakit akibat kerja terutama Carpal Tunnel Syndrome (CTS).

2. Bagi pengrajin batik tulis di Pusat Pengrajin Batik Tulis Di Kemiling, Bandar Lampung perlu melakukan penurunan berat badan dan peregangan otot atau olahraga ringan disela-sela waktu kerja dan segera berobat ke dokter jika keluhan nyeri pergelangan tangan semakin berat.


(3)

3. Bagi peneliti lain, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan Carpal Tunnel Syndrome (CTS) dan perlu melakukan penelitian secara tepat agar hasil lebih akurat dan baik lagi.


(4)

51

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini F, 2013. Prevalensi Carpal Tunnel Syndrome dan Faktor-faktor yang Berhubungan pada Pekerja Mebel Laki-Laki di Sektor Informal.

Armstrong, Theodore. 2008. Risk Factors for Carpal Tunnel Syndrome and Median Neuropathy in a Working Population. Journal of occupational and Environmental Medicine, 50(12): 1355-1364.

Aroori S, Spence RAJ, 2008, Carpal tunnel syndrome, Ulster Med J; 77 (1) 6-17. Bahrudin, M., 2011. Carpal Tunnel Syndrome. Medan: Staff Pengajar pada Fakultas

Kedokteran UMM. Vol.7 No.14

Centre for Obesity Research an Education. 2007. Body Mas Index : BMI Calculator. Dahlan, M. S. 2008. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian

Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta

De Jong, R.N. 2012. The Neurologic Examination 5th ed. revised by A.F. Haerer. Philadelphia. J.B. Lippincott. Hlm.1015-16.

Departemen Kesehatan RI, Direktorat Bina Kesehatan Kerja, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat 2008. Strategi Nasional Kesehatan Kerja Di Indonesia. Jakarta: Depkes RI: 2008.

Gilory, J. 2000. Basic Neurology 3rd ed. New York: Mc Graw Hill; 599-601. I Dewa Nyoman S. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Hlm. 60.

Jagga, V. Lehri, A et al.2011. Occupation and its association with Carpal Tunnel syndrome- A Review. Journal of Exercise Science and Physiotherapy. Vol. 7, No. 2: 68-78.

Jeffrey n. Katz, Barry P Simon. Carpal Tunnel Syndrome. N Engl J Med, 2002. Vol. 346, No. 23.


(5)

Khalid A.O. Al-Dabbagh, Shorsh Ahmad Mohamad. 2013. Sensitivity And Specifity Of Phalen’s Test and Tinel Test In Patient with Carpal Tunnel Syndrome. Diyala Journal Medicine. 5(1): 1-14

Kurniawan, Bina. Siswi Jayanti, Yuliani Setyaningsih. 2008. Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Wanita Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. Vol. 3, No. 1.

Kouyoumdijan JA, Morita, Rocha PRF. 2004. Body Mass Index and Carpal Tunnel Syndrome. Arq Neuropsiquatri. 58: 252-56.

Lusianawaty Tana. 2003. Sindrom Terowongan Karpal pada pekerja: Pencegahan dan Pengobatannya. Jurnal Kedokteran Trisakti Vol.22 No.3

M Maghsoudipour, Moghimi S, Deghaan F, and Rahimpanah A. 2008. Association of occupational and non-occupational risk factor with the prevalence of work related carpal tunnel syndrome. Journal of Occupational Rehabilitation. 18: 152-156.

Notoatmojo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rhineka Cipta .Jakarta. Hlm. 37

Nurhikmah. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Furnitur Di Kecamatan Benda Kota TangerangTahun 2011.

Pratiwi, T.N. 2014. Hubungan Masa Kerja dan Gerakan Repetisi dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome(CTS) pada Pekerja Pembersih Kulit Bawang di Unit Dagang (UD) Bawang Lanang Kelurahan Iringmulyo Kota Metro. Purwandari, Chris. 2012. Masa kerja, Sikap kerja dan kejadian Sindroma karpal pada

pembatik. Jurnal Kesehatan Masyarakat;7 (2):170-176.

Rambe, AS. 2004. Sindroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi FK USU. http://library.usu.ac.id (Accessed 20 September 2014).

Rini S. 2006. Hubungan Powerfull Repetitive Motions dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Penumbuk Wijen di Wilayah Soko Bogor, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten.

Sidharta, P. 2004. Neurologi Dasar Klinis. Dian Rakyat. Jakarta.

Snell R.S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Bagian 2. Edisi 3. Alih Bahasa Adji Dharma, Mulyani. EGC. Jakarta. Hlm.470-80


(6)

53

Suherman Bambang, Sri maywati, Yuldan Faturrahman. 2012. Beberapa Faktor Kerja yang Berhubungan dengan Kejadian CTS pada Petugas Rental Komputer di Kelurahan Kahuripan Kota Tasikmalaya, Tasikmalaya: Universitas Siliwangi.

T, Lie. 2005. Gerakan repititif sebagai faktor risiko terjadinya sindrom terowongan karpal pada pekerja wanita di pabrik pengolahan makanan. Jurnal Universa Medicina. Vol. 24 No. 1.

Tana Lusianawaty, Fx Suharyanto, Delima, Woro Ryadina. 2004. Carpal tunnel syndrome Pada Pekerja Garmen di Jakarta. Buletin Peneliti Kesehatan. vol. 32, no. 2: 73-82.

Viera, 2003,Management of carpal tunnel syndrome. American Academy of Family Physicians ;68 (2):265-272.

Werner RA, Jacobson JA, Jumadar DA,2004. Influence of Body Mass Index in Median Nerve Function Carpal Cannal Pressure and Crossectional area of The Median Nerve, Muscul Nerve;30:451–85.

Widodo, Suroso Agus. 2014. Akurasi Diagnostik Pemeriksaan Uji Phalen Dan Prayer Pada Sindroma Terowongan Karpal. Jurnal Universitas Airlangga.

Yaron Y, Mark G, Isabella K, Rafael S. 2007. Sindrom metacarpal: under-recognition of occupational risk factors by clinicians. Industrial Health. 45(1): 820-22. Yusuf R. 2010. Hubungan Antara Getaran Mesin Produksi dangan Carpal Tunnel