b. Tujuan Khusus
Terdapat beberapa tujuan khusus yang hendak dicapai dari penulisan hukum ini, yakni:
1. Untuk mengetahui pengaturan terkait penetapan KTUN yang batas waktu
penetapannya tidak ditentukan oleh peraturan perudang-undangan dalam hukum positif Indonesia.
2. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan
pertentangan norma antara ketentuan Pasal 3 ayat 3 UU PTUN dan Pasal 53 ayat 2 dan 3 UU Administrasi Pemerintahan.
1.5 Manfaat Penulisan
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : a.
Manfaat Teoritis Secara teoritis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum dalam pengembangan hukum administrasi negara, khususnya pemahaman mengenai Keputusan Tata Usaha Negara KTUN
dan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik agar antara peraturan perundangan-undangan yang satu dengan yang lainnya tidak saling bertentangan
conflict of norm, geschijld van normen, terdapat kekosongan norma vacuum of norm, leemeten van normen bahkan juga terjadi norma yang tumpang tindih
sehingga menimbulkan kekaburan norma vague van normen yang dalam penerapannya dapat menimbulkan berbagai interpretasi.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran serta dapat memberikan kontribusi dan
solusi konkret kepada pihak-pihak terkait penetapan suatu KTUN terutama bagi badan atau pejabat pemerintahan Tata Usaha Negara dalam penyelenggaraan
pemerintahan, khususnya terkait penetapan KTUN yang batas waktu penetapannya tidak ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Penulisan ini
juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat terkait pengajuan permohonan penetapan KTUN. Selain itu, penulisan ini diharapkan
dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pembentuk undang-undang nantinya agar dapat membentuk undang-undang yang baik, sitematis dan tidak
menimbulkan berbagai interpretasi.
1.6 Landasan Teoritis a. Konsep Wewenang
Wewenang menurut S.F. Marbun mengandung arti kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis adalah kemampuan
bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum.
18
Sedangkan menurut H.D. Stout yang dikutip oleh Ridwan H.R., wewenang adalah “het geheel van rechten en plichten dat hetzij
explixiet door de wetgever aan pu bliekrechtelijke rechtssubjecten is toegekend”
keseluruhan hak dan kewajiban yang secara eksplisit diberikan oleh pembuat
18.
Sadjijono, op. cit, h. 57 dikutip dari S.F. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1997, h. 154-155
undang-undang kepada subjek hukum publik.
19
Wewenang bevoegheid merupakan bagian yang sangat penting dan bagian awal dari hukum administrasi,
karena pemerintah baru dapat melaksanakan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya. Wewenang menjadi dasar bagi pemerintah untuk melakukan tindak
pemerintahan. Kebasahan tindakan pemerintah didasarkan pada wewenang yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atau wewenang yang diperoleh dari
peraturan perundang-undangan legalitiet beginsel.
20
Wewenang bevoegheid merupakan dasar bagi pemerintah untuk melakukan perbuatan hukum publik yang berkaitan dengan suatu jabatan ambt.
Sedangkan dasar untuk melakukan perbuatan hukum privat bagi pemerintah ialah adanya kecakapan bertindak bekwaamheid yang berkaitan dengan kedudukan
pemerintah sebagai subyek hukum badan hukum.
21
Dalam berbagai kepustakaan terdapat pembagian mengenai sifat wewenang pemerintahan bestuurbevoegheid, yakni :
a Wewenang pemerintahan bersifat terikat, berarti bahwa wewenang
harus sesuai dengan peraturan dasarnya yang menentukan waktu dan dalam keadaan bagaimana wewenang tersebut dapat digunakan,
termasuk ketentuan isi dan keputusan yang harus diambil, dengan kata lain, terjadi apabila peraturan dasar yang menentukan isi dari keputusan
yang harus diambil secara terinci, maka wewenang pemerintahan semacam itu merupakan wewenang yang terikat;
b Wewenang pemerintahan yang bersifat fakultatif, berarti bahwa
wewenang yang dimiliki oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan tidak wajib atau tidak ada keharusan untuk
menggunakan wewenang tersebut atau sedikit banyak masih ada pilihan lain walaupun pilihan tersebut hanya dapat dilakukan dalam hal-hal dan
keadaan tertentu sebagaimana ditentukan dalam peraturan dasarnya;
c Wewenang pemerintahan yang bersifat bebas, berarti bahwa wewenang
yang dimiliki oleh badan atau pejabat tata usaha negara dapat
19.
Ridwan H.R. op. cit, h. 98.
20.
Sadjijono, op. cit, h. 56.
21.
Philipus M. Hadjon, op. cit, h. 139-140.
menggunakan wewenangnya secara bebas untuk menentukan sendiri mengenai isi dari suatu keputusan yang akan dikeluarkannya karena
peraturan dasarnya memberi kebebasan kepada penerima wewenang tersebut atau peraturan dasarnya memberikan ruang lingkup kebebasan
kepada pejabat tata usaha negara yang bersangkutan.
22
Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge dalam wewenang yang bersifat bebas ini dibagi dalam dua kategori, yakni:
kebebasan kebijaksanaan beleidsvrijheid dan kebebasan penilaian beoordelingsvrijheid. Kebebasan kebijaksanaan wewenang diskresi
dalam arti sempit yakni apabila peraturan perundang-undangan memberikan wewenang tertentu kepada organ pemerintahan namun
organ pemerintahan tersebut bebas untuk tidak menggunakan wewenang
yang diberikan
tersebut meskipun
syarat-syarat penggunaannya secara sah dipenuhi. Sedangkan kebebasan penilaian
wewenang diskresi yang tidak sesungguhnya ada, yakni wewenang menurut hukum diserahkan kepada organ pemerintahan untuk menilai
secara mandiri dan eksklusif apakah syarat-syarat bagi penggunaanya secara sah telah dipenuhi.
23
Beranjak dari penjelasan tersebut di atas, Philipus M. Hadjon kemudian menyimpulkan adanya dua jenis kekuasaan bebas atau kekuasaan diskresi,
yakni:
24
1 kewenangan untuk memutus secara mandiri;
2 kewenangan interpretasi terhadap norma yang kabur vague
norm. Secara teoritis terdapat tiga cara untuk memperoleh wewenang
pemerintahan bestuurbevoegheid, yakni atribusi, delegasi dan mandat. Wewenang atribusi adalah wewenang pemerintah yang diperoleh dari peraturan
22.
Ridwan H.R., op. cit, h. 107.
23.
Sadjijono, op. cit, h. 60-61, dikutip dari Philipus M. Hadjon, Pemerintahan Menurut Hukum wet-en rechtmatigheid van bestuur, makalah tidak dipublikasikan, h. 4-5.
24.
Sadjijono, loc.cit.
perundang-undangan. Wewenang ini dapat didelegasikan atau dimandatkan.
25
Wewenang delegasi adalah wewenang yang diperoleh berdasarkan pelimpahan wewenang dari badanorgan pemerintahan yang lain. Wewenang delegasi
merupakan pelimpahan dari wewenang atribusi yang diberikan oleh pemberi wewenang delegans kepada penerima wewenang delegataris. Setelah terjadi
pelimpahan maka tanggung jawab beralih kepada delegataris dan bersifat tidak dapat ditarik kembali oleh delegans.
26
Wewenang mandat adalah pelimpahan wewenang yang pada umumnya dalam hubungan rutin antara atasan dengan
bawahannya. Setelah terjadi pelimpahan kepada penerima mandat mandataris, tanggung jawab tetap ada pada pemberi mandat mandans dan sewaktu-waktu
dapat ditarik dan digunakan kembali oleh mandans.
27
Ketiga cara dalam memperoleh wewenang ini sangat penting untuk diketahui oleh setiap badan atau pejabat pemerintahan Tata Usaha Negara
sebelum melakukan tindakan atau mengeluarkan keputusan. Ketiga jenis wewenang tersebut berkaitan dengan pertanggungjawaban apabila kelak timbul
sengketa yang disebabkan oleh tindakan atau keputusan dari badan atau pejabat pemerintahan Tata Usaha Negara.
b. Konsep Keputusan Tata Usaha Negara