Kekerasan Terhadap Anak Kewajiban Anak

sebagaimana yang diuraikan dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 adalah : a. Menghormati orang tua, wali, dan guru. b. Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman. c. Mencintai tanah air, bangsa, dan negara. d. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya. e. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

f. Kekerasan Terhadap Anak

Kekerasan adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara sengaja yang dapat mengakibatkan kerugian baik secara fisik, mental, maupun sosial. Barker dalam Abu Huraerah 2007:47 menjelaskan bahwa, “kekerasan terhadap anak adalah suatu perilaku tidak layak yang mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologi, atau finansial, yang dialami oleh anak”. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Richard J. Gelles dalam Abu Huraerah 2007:47, “kekerasan terhadap anak adalah perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak- anak secara fisik maupun emosional”. Pengertian lebih luas mengenai kekerasan terhadap anak ini dikemukakan oleh Barker dalam Abu Huraerah 2007:47 yang menyatakan bahwa kekerasan terhadap anak adalah tindakan melukai yang berulang- ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual, pelakunya biasanya dilakukan oleh orang tua atau pihak lain yang seharusnya merawat anak. Dari tiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan disengaja yang dilakukan oleh orang tua atau pihak lain yang seharusnya merawat anak dan berakibat merugikan anak secara fisik, emosional, maupun finansial. Suharto dalam Abu Huraerah 2007: 47 membagi kekerasan terhadap anak menjadi empat kelompok, yaitu : 1. Kekerasan anak secara fisik, berupa penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikat pinggang atau rotan. Dapat pula luka bakar akibat bensin panas atau berpola akibat sudutan rokok atau setrika. Lokasi luka biasanya ditemukan pada derah paha, lengan, mulut, pipi, dada, perut, atau punggung. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai orang tuanya, seperti nakal, rewel, memecahkan barang berharga. 2. Kekerasan anak secara psikis, meliputi penghardikan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, memperlihatkan buku, gambar, dan film pornografi pada anak. anak mendapatkan perlakuan ini umumnya menunjukkan gejala perilaku maladatif, seperti menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut keluar rumah dan takut bertemu orang lain. 3. Kekerasan anak secara seksual, dapat berupa pelkauan prakontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar baik itu melalui kata, sentuhan, atau gambar visual, maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa seperti incest, perkosaan, eksploitasi seksual. 4. Kekerasan anak secara sosial, dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh-kembang anak. misalnya, anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak. Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang- wenang terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga atau masyarakat. Contohnya, memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial, atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikisnya dan status sosialnya. Misalnya, anak dipaksa melakukan pekerjaan rumah tangga melebihi batas kemampuannya. Selanjutnya Suharto dalam Abu Huraerah 2007:50 menjelaskan terjadinya kekerasan terhadap anak pada umumnya disebabkan oleh faktor internal yang berasal dari dalam diri anak tersebut maupun faktor eksternal yang berasal dari kondisi keluarga dan masyarakat, seperti : 1. Anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme, anak terlalu lugu, memiliki tempramen lemah, ketidaktauan anak akan hak-haknya, anak terlalu bergantung pada orang dewasa. 2. Kemiskinan keluarga, orang tua menganggur, penghasilan tidak cukup, dan keluarga tersebut memiliki banyak anak. 3. Keluarga tunggal atau keluarga yang pecah broken home, misalnya perceraian, ketiadaan ibu untuk jangka panjang atau keluarga tanpa ayah dan ibu tidak mampu memenuhi kebutuhan anak secara ekonomi. 4. Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidaktahuan mendidik anak, harapan orang tua yang tidak realistis, anak yang tidak diinginkan, anak yang lahir diluar nikah. 5. Penyakit parah atau gangguan mental pada salah satu atau kedua orang tua, misalnya tidak mampu merawat dan mengasuh anak karena gangguan emosional dan depresi. 6. Sejarah penelantaran anak. orang tua yang semasa kecilnya mengalami perlakuan yang salah cenderung memperlakukan salah anak-anaknya. 7. Kondisi lingkungan sosial yang buruk, pemukiman kumuh, sikap acuh tak acuh terhadap tindakan eksploitasi, pandangan terhadap nilai anak yang terlalu rendah, lemahnya perangkat hukum, dan tidak adanya mekanisme kontrol sosial yang stabil. Segala bentuk kekerasan yang terjadi pada anak apapun alasannya tidak dapat dibenarkan karena secara sadar atau tidak, tindakan tersebut pasti berakibat buruk bagi perkembangan dan pertumbuhan anak tersebut. Richard J. Gelles dalam Abu Huraerah 2007:57 menjelaskan efek tindak kekerasan yang terjadi pada anak sebagai berikut : 1. Luka fisik seperti adanya kerusakan fisik secara temporer memar, goresan-goresan, atau luka bakar, kerusakan otak, cacat permanen, dan kematian. 2. Efek psikologi yang mana efek ini dapat membuat anak trauma seumur hidupnya, seperti anak menjadi rendah diri, ketidakmampuan berhubungan dengan teman sebaya, masa perhatian tereduksi, dan gangguan belajar. untuk beberapa kasus tindakan kekerasan ini dapat mengakibatkan gangguan-gangguan kejiwaan misalnya depresi, kecemasan berlebih, gangguan identitas disosiatif, juga bunuh diri.

g. Kekerasan Terhadap Anak Di Sekolah

Dokumen yang terkait

Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

1 17 86

Tinjauan tentang pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan pencabulan menurut undang undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak

0 7 62

SINKRONISASI HAK-HAK ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.

0 0 16

Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

0 0 27

PENJELASANATAS UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

0 0 18

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PENGGUNA NARKOTIKA DIHUNBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK | Hermana | Jurnal Ilmiah Ga

0 0 16

Cover SINKRONISASI PERATURAN DAERAH DI KOTA PELAMBANG TERHADAP UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

0 0 1

Pages from SINKRONISASI PERATURAN DAERAH DI KOTA PELAMBANG TERHADAP UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

0 0 72

ADVOKASI BP3AKB TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK JO UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

0 0 12

ADVOKASI BP3AKB TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK JO UNDANGUNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK - Uni

0 0 47