GBPP   kepada   siswa   dalam   rukun   waktu   yang   telah   ditentukan. Ketiga,   penetapan   siklus   tindakan   dalam   PTK   mengacu   kepada
penguasaan yang ditargetkan pada tahap perancangan, dan sama sekali   tidak   mengacu   kepada   kejenuhan   informasi   sebagaimana
lazim   dipedomani   dalam   proses   iteratif   pengumpulan   data penelitian kualitatif.
2.Masalah guru. Masalah penelitian yang diusahakan oleh guru
seharusnya merupakan masalah yang cukup merisaukannya, dan berpijak   dari   tanggung   jawab   profesionalnya.   Guru   sendiri   harus
memiliki komitmen ini juga diperlukan sebagai motivator intrinsik bagi   guru   untuk   “bertahan”   dalam   pelaksanaan   kegiatan   yang
jelas-jelas menuntut lebih dari yang sebelumnya diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas mengajarnya secara rutin. Dengan
kata   lain,   pendorong   utama   pelaksanaan   PTK   adalah   komitmen profesional untuk memberikan layanan yang terbaik kepada siswa.
Dilihat   dari   sudut   pandang   ini,   desakan   untuk   sekedar menyampaikan   pokok   bahasan   sesuai   dengan   GBPP   dapat   dan
perlu ditolak karena alasan profesional yang dimaksud.
3.   Tidak   terlalu   menyita   waktu.   Metode   pengumpulan   data
yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan bagi guru, sehingga   berpeluang   menggangu   proses   pembelajaran   di   kelas.
Dengan   kata   lain,   sejauh   mungkin   harus   digunakan   prosedur pengumpulan   data   yang   dapat   ditangani   sendiri   oleh   guru,
sementara guru tetap aktif berfungsi sebagai guru yang bertugas secara   penuh.   Sebagai   gambaran,   penggunaan   tape   recorder
memang   akan   menghasilkan   rekaman   yang   lengkap   dibanding dengan   perekaman   manual,   namun   peningkatan   waktu   yang
diperlukan   untuk   mencermati   data   melalui   pemutaran   ulang mungkin   akan   segera   terasa   berlebihan.   Oleh   karena   itu,
dikembangkan   teknik-teknik   perekaman   yang   cukup   sederhana, namun dapat menghasilkan informasi yang cukup signifikan serta
dapat dipercaya.
4.   Metode   dan   teknik  yang   digunakan   tidak   boleh   terlalu
menuntut dari segi kemampuan maupun waktunya.
5. Metodologi yang digunakan harus terencana cermat, sehingga
tindakan  dapat  dirumuskan  dalam   suatu  hipotesis   tindakan yang dapat diuji di lapangan. Guru dapat mengembangkan strategi yang
dapat   diterapkan   pada   situasi   kelasnya,   serta   memperoleh   data yang   dapat   digunakan   untuk   “menjawab”   hipotesis   yang
dikemukakan oleh karena itu, meskipun pada dasarnya “terpaksa” memperbolehkan “kelonggaran – kelonggaran” namun penerapan
asas – asas dasar telaah taan kaidah tetap harus dipertahankan.
6.   Permasalahan   atau   topik  yang  dipilih  harus   benar  –  benar
nyata,   menarik,   mampu   ditangani,   dan   berada   dalam   jangkauan kewenangan   peneliti   untuk   melakukan   perubahan.   Peneliti   harus
merasa terpanggil untuk meningkatkan diri.
7. Peneliti harus tetap memperhatikan etika dan tata krama penelitian serta rambu – rambu pelaksanaan yang berlaku umum.
Dalam penyelenggaraan PTK, guru harus selalu bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan
dengan   pekerjaannya.   Hal   ini   penting   ditekankan   karena   selain melibatkan   para   siswa,   PTK   juga   hadir   dalam   suatu   konteks
organisasional,   sehingga   penyelenggaraannya   pun   harus
mengindahkan   tata   krama   kehidupan   berorganisasi.   Artinya, prakarsa   PTK   harus   diketahui   oleh   pimpinan   lembaga,
disosialisasikan   kepada   rekan   –   rekan   dalam   lembaga   terkait, dilakukan   sesuai   dengan   tata   krama   penyusunan   karya   tulis
akademik, di samping tetap mengedepankan kemaslahatan subjek didik.
8.   Kegiatan  penelitian   tindakan  pada  dasarnya   harus   merupakan gerakan   yang  berkelanjutan     on   –   going   ,   karena   skope
peningkatan   dan   pengembangan   memang   menjadi   tantangan sepanjang waktu.
9. Meskipun kelas, sekaligus mata pelajaran merupakan cakupan