Penelitian Tindakan Kelas (PTK) | Lisana Shidqin konsep dasar ptk

(1)

http://www.ditplb.or.id/new/index.php?

menu=profile&pro=143

Kawasan Penelitian Tindakan

Diklat Teknis Penelitian Tindakan Kelas Guru Pendidikan Luar Biasa

Oleh: Triyanto Pristiwaluyo

Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa

2005 Latar Belakang

Action research adalah nama yang diberikan kepada suatu aliran dalam penelitian pendidikan. Untuk membedakannya dengan action research dalam bidang lain para peneliti pendidikan sering menggunakan istilah “classroom action research” atau :classroom research”. Action research bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah melalui penerapan langsung di kelas atau tempat kerja (Isaac, 1994:27). Dalam penelitian pendidikan action research tidak hanya terbatas pada ruang kelas saja, melainkan dimana saja guru berkerja atau mengajar . Di samping dalam bidang pendidikan , action research juga sering digunakan dalam bidang-bidang lain. Action research digunakan untuk menemukan pemecahan masalah yang dihadapi sesorang dalam tugasnya sehari-hari dimana pun tempatnya, di kelas, di kantor, di rumah sakit, dan seterusnya. Para peneliti action research tidak berasumsi bahwa hasil penelitiannya akan menghasilkan teori yang dapat digunakan secara umum


(2)

(digeneralisasi). Action research hanya terbatas pada kepentingan penelitinya sendiri, dengan tujuan agar penelitinya dapat melaksanakan tugasnya sehari-hari dengan lebih baik.

Dilihat dari ruang lingkup, tujuan, metode, dan prakteknya, action research dapat dianggap sebagai penelitian ilmiah micro. Action research adalah penelitian yang bersifat partisipatif dan kolaboratif. Maksudya, penelitiannya dilakukan sendiri oleh peneliti, dan diamati bersama dengan rekan-rekannya. Action research berbeda dengan studi kasus karena tujuan dan sifat kasusnya yang tidak unik seperti pada studi kasus, action research tidak digunakan untuk menguji teori. Namun kedua macam penelitian ini mempunyai kesamaan, yaitu bajwa peneliti tidak berharap hasil penelitiannya akan dapat digeneralisasi atau berlaku secara umum. Action research mendorong para guru agar memikirkan apa yang mereka lakukan sehari-hari dalam menjalankan tugasnya, membuat para guru kritis terhadap apa yang mereka lakukan tanpa tergantung pada teori-teori yang muluk-muluk yang bersifat universal yang ditemukan oleh para pakar penelitian yang sering kali tidak cocok dengan situasi dan kondisi kelas. Keterlibatan peneliti action research dalam penelitiannya sendiri itulah yang membuat dirinya menjadi pakar peneliti untuk kelasnya dan keperluan sehari-harinya dan tidak membuat ia tergantung pada para pakar peneliti yang tidak tahu mengenai masalah-masalah kelasnya sehari-hari.

Dalam bidang pendidikan, action research dianggap sebagai alternatif dari penelitian tradisional (penelitian yang biasa dilakukan). Modal utama peneliti action research adalah


(3)

pengalamannya dalam bidang yang digeluti dan pengetahuan yang ia miliki. Sebenarnya action research dapat juga dilakukan dalam skala besar karena seperti dikatakan di atas, action research dilakukan bersama rekan-rekan seprofesi, sehingga mereka dapat berbagai pengalaman untuk kepentingan mereka misng-masing. Action research merupakan metode yang handal untuk menjembatani teori dan praktek (dalam pndidikan ), karena dengan action research para guru dianjurkan menemukan dan mengembangkan teorinya sendiri dari perakteknya sendiri.

Ciri-ciri Action Research

Literatur mengenai action research telah tumbuh dengan pesat. Pertumbuhan literature juga diikuti oleh pertumbuhan definisi dan cirri-cirinya. Pertama, dalam literature dijumpai berbagai definisi untuk intervensi yang dilakukan oleh guru dalam praktek mengajarnya sendiri, seperti “classroom research”. “self reflective enguiry”. “dan action research”. Dalam artian ini, tidak ada definisi yang ketat menganai apa yang terjadi. Action research dipandang sebagai suatu cara untuk memberi ciri bagi seperangkat kegiatan yang direncanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan; pada pokoknya ia merupakan suatu cara eklektik yang dituangkan ke dalam suatu program refleksi-diri (self-reflection) yang ditujuan untuk peningkatan mutu pendidikan. Perspektif kedua mencoba untuk mengidentifikasi criteria dari kegiatan-kegiatan ini; untuk merumuskan sistem-sistem yang dimaksudkan untuk perbaikan yaitu hasil yang diantisipasi dari program refleksi-diri. Dalam artian ini, istilah action research adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan metode-metode dan teknik-teknik.


(4)

Dalam literatur terdapat beberapa definisi (misalnya, Rapoport, 1970; Elliot, 1981; Ebbutt, 1983). Barang kali definisi yang paling banyak digunakan ialah definisi yang diberikan oleh Stephen Kemmis dari Deakin University, bersama Wilf Carr dari University College of North Wales:

Action research adalah suatu bentuk penelitian refleleksi-diri yang dilakukan oleh para partisipan (guru,siswa,atau kepala sekolah,) dalam situasi-situsi social (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a) preaktek-praktek sosial atau pendidikan yang dilakukan sendiri, (b) pengertian mengenai praktek-praktek ini, dan (c) situasi-situasi (dan lembaga-lembaga) di mana praktek-praktek tersebut dilaksanakan. (Carr dan Kemmis, 1996).

Seperti halnya dengan aliran-aliran lain yang timbul, interpretasi akan berbeda-berbeda dan akan terus bertambah. Tetapi fokus utama dari action rescarch di kelas dan sekolah adalah untuk mendorong para guru terlibat langsung dalam prakteknya sendiri, dan memandang dirinya sendiri sebagai peneliti. Dengan kata lain, action research mendorong para guru untuk menjadi peneliti di kelas mereka sendiri.

Rasional Action Research

Dasar sosial action research adalah keterlibatan; dasar pendidikan action research adalah perbaikan atau peningkatan mutu. Jadi seseorang yang melakukan action research adalah orang yang menginginkan adanya perubahan dari apa yang selama itu dijalankan dan ingin yang lebih baik. Action research berarti


(5)

ACTION (TINDAKAN ), baik mengenai sistemnya maupun mengenai orang-orang yang terlibat dalam sistem tersebut. Sistim dapat berarti kelompok sosial manusia apa pun-pabrik, perusahaan pesawat terbang, kantor yang memberi jasa layanan, sekolah dan orang-orang berarti semua personalia, tidak hanya para manajer, karena dalam sistem yang demokratis bagian yang terkecil akan mempengaruhi system keseluruhan. Dalam suatu sistim, satu aspek dari sistem tersebut dapat diindetisifikasi sebagai suatu masalah; jadi misalnya, seorang guru mungkin memusatkan perhatiannya pada suatu bagian yang terbatas dari praktek mengajarnya sehari-hari dalam kelasnya di tempat ia bekerja. Ia mungkin berpendapat bahwa tindakan yang dilakukan dalam mengatasi masalahnya barangkali akan meresahkan masyarakat di sekolah tersebut, termasuk para karyawan. Misyalnya , Pak Kadir, prihatin bahwa ia mempunyai masalah tentang kedisiplinan siswanya dalam suatu kelas, dan ia marah-marahi siswanya karena perilaku mereka yang tidak baik. Kemudian pada suatu hari ia berpikir bahwa mungkin bila cara mengajarnya diubah masalah-masalah tersebut akan hilang dengan sendirinya. Perubahan gaya mengajar tersebut mencakup negosiasi dengan para siswa mengenai peraturan disiplin kelas yang disetujui bersama oleh guru (Pak Kadir ) dan para siswanya. Kedua belah pihak menyetujui untuk mematuhinya. Kemudian ia terdorong untuk menemukan kemungkinan dan penyempurnaan dari gaya mengajar tersebut dikelas-kelas yang lain, dan meminta partisipasi dari rekan-rekan guru yang lain. Ada kemungkinan, rekan-rekannya melihat manfaat dari gaya mengajar tersebut dan ingin mencoba di kelas mereka


(6)

masing-masing. Para guru tersebut terus menerus bertukar fikiran, saling belajar dari rekanya dalam suasana yang kondusif untuk secara berkelanjutan meningkatkan mutu pengajaran melalui penelitian yang sistematik, yaitu claasroom action research (CAR). Sebagai suatu metode untuk mengeksplorasi dan memecahkan masalah, action research dapat juga diterapkan atau dilaksanakan dalam bentuk skala besar. Kurt Lewin, orang yang mempopulerkan nama action research, secara pribadi terlibat dalam suatu action research yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan dalam situasi di perusahaan. Ia melihat bahwa prosedur parsitipatif semacam ini jauh lebih efektif untuk memecahkan masalah-masalah hubung antar manusia dari pada suatu proses yang ditentukan sebelumnya di mana manusia diharapkan untuk menyesuaikan dari.

Hal ini menggarisbawahi salah satu pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian pendidikan pada umumnya, yaitu action research berusaha untuk menjawab mesalah “makro-mikro”. Sekalipun pada umumnya action research dilaksanakan dalam skala kecil (small-scale), ia dapat pula diterapkan untuk skala besar (large scale), berdasarkan pandangan bahwa peneliti sebagai individu dapat memperoleh informasi mengenai perkembangan propesinya dan dirinya sendiri; dan dengan demikian tindakannya akan memberikan kontribusi pada pembentukan masyarakat mendatang.

Bila diterapkan di kelas, action research adalah suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktek mengajarnya


(7)

sendiri, agar kritis terhadap praktek tersebut, dan agar mau untuk memperbaikinya. Action research bersifat patisipatif, karma ia melibatkan guru dalam penelitiannya sendiri, dan kolaboratif, karena ia melibatkan orang lain (rekan-rekan) sebagai bagian dari suatu penelitian yang hasilnya dapat dinikmati bersama (shared enguiry). Hal ini penting untuk dicamkan karena anggapan yang dominan dari pendekatan tradisional adalah bahwa peneliti,pakar, telah melakukan segala macam penelitian mengenai manusia. Seringkali kita kesal terhadap orang-orang seperti itu yang mengangkat dirinya sebagai pakar dengan menggunakan sekolah, siswa, dan guru sebagai pemasok data yang hasilnya telah “ditentukan sebelumnya”. Pada umumnya, para “pakar” hanya ingin menguji hipotesisnya atau telah mempunyai tujuan tertentu dan mereka melakukan eksperimen pada orang lain dan berusaha agar hasilnya cocok dengan hipotesisnya. Hal ini sangat membahayakan bila yang diteliti manusia, lain halnya bila yang diteliti adalah benda mati. Sangat riskan jika dalam eksperimen tersebut yang menjadi kelompok kontrol adalah kelompok yang terdiri dari manusia (siswa). Sekalipun banyak aspek dari tingkah laku manusia yang dapat ditebak dalam berbagai taraf, namun sifat dasar manusia adalah kreatif dan tidak dapat diprediksi.

Misalnya, ada seorang guru ingin mengetahui apakah pendekatan lain mengenai waktu berbicara di kelas akan mempengaruhi kinerja atau prestasi siswa. Bila ia mengajurkan para siswa untuk bertanya secara bebas, atau belajar dalam pasangan (in pairs) atau dalam kelompok, yang tidak hanya mendengarkan guru atau membaca


(8)

buku, apakah pengertian mereka mengenai pelajaran tersebut akan lebih baik?

Untuk menjawab pertanyaan itu para peneliti tradisional (para peneliti yang menggunakan pendekatan kuantitatit0 akan membentuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, mengukur kemajuannya dengan menggunakan test. Hasil pengukuran dari kelompok eksperimen dibandingkali dengan hasil pengukuran dari kelompok kontrol.Berdasarkan hasil test tersebut, disimpulkan bahwa apakah guru tersebut berhasil atau gagal dalam metode yang telah dicobakan. Sebaliknya, para guruyang sehari-harinya mengajar di kelas berpendapat bahwa mereka tidak dapat memaksakan diri untuk mengikuti struktur penelitian pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya seperti itu, dan jika mereka gagal menurut tolok ukur pendekatan penelitian seperti itu, mereka merasa Karena ada ketidak cocokan. Action research berpandangan bahwa masalahnya bukan cocok atau tidak cocok; yang keliru adalah bahwa manusia tidak dapat digolongkan ke dalam kategori-kategori dan sistem-sistem tertentu; dan tidak dapat dipaksa untuk memberi reaksi sesuai dengan teori tertentu.

Menurut para pakar action research cara berfikir mekanistis seperti yang diuraikan di atas merupakan dasar pandangan tradisional dari penelitian pendidikan. Pandangan tersebut didasarkan pada metode yang mencoba mengukur dan mengkuantifikasi, seolah-olah manusia dapat dipredik. Action research berusaha untuk memberi makna kepada situasidari sudut pandang yang berlainan. Bila para pakar penelitian tradisional memandang fungsinya sebagai pemecahan masalah , maka action research dipandang


(9)

sebagai pengajuan masalah . Action research berupaya mencari pertanyaan yang benar sesuai dengan situasinya maupun jawabanya.

Dalam contoh di atas, guru akan mengadakan intropeksi mengenai pelaksanaan mengajar di kelasnya sendiri. Mengapa ia tidak puas dengan situasi yang dihadapinya sekarang? Apa yang ingin ia rubah? Bagaimana ia akan mengamati reaksi-reaksi terhadap tindakan yang akan ia lakukan tersebut? Bagaimana ia akan mengevaluasi reaksi-reaksi tersebut? Dan bagaimana ia akan mengakomodasikan penemuan-penemuannya?

Ini semua merupakan pertanyaan-pertayaan penelitian pendidikan yang penting, pertanyaan-pertanyaan yang setiap guru siap untuk menanyakan kepada diri sendiri mengenai apa yang terjadi, dan kesiapannya untuk menjawab secara jujur dan dengan mengikat konsekuensi yang akan dihadapinya.

Konsekuensi-konsekuensi itu tentu mengandung perubahan, tetapi perubahan yang ditujukan untuk perbaikan. Perbaikan tersebut tidak akan terjadi apabila ia tidak sadar atau tanggap akan standard profesinya sendiri. Action research adalah suatu instrumen yang digunakan dengan penuh kemampuan oleh guru yang baik untuk meningkatkan mutu mengajarnya.

Namun, salah satu dari tantangan terhadap action research adalah bahwa memperbaiki mutu mengajar adalah hal yang harus senantiasa dilakukan oleh guru yang baik; ia harus terus-menerus sadar mengenai praktek di kelasnya dan berusaha untuk memperbaiki praktek tersebut. Orang-orang yang skeptis terhadap


(10)

action research menyatakan bahwa ini bukan penelitian, melainkan hanya mengajar yang baik. Sebaliknya para pakar action rsearch mengatakan bahwa action research tidak berhenti di situ, dan ia merupakan cara untuk menghalang situasi belajar-mengajar. Action research bukan sekedar mengajar.Action research mempunyai makna sadar dan kritis terhadap mengajar, dan menggunakan kesadaran kritis terhadap dirinya sendiri untuk bersiap terhadap proses perubahan dan perbaikan mengajar. Action research mendorong para guru untuk berani bertindak dan berfikir kritis dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan bertanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional. Pertanggung jawaban profesional kepada masyarakat secara sistematik inilah yang membuat kegiatan ini sebagai penelitian.

PRINSIP-PRINSIP PTK

Diklat Teknis Penelitian Tindakan Kelas Guru Pendidikan Luar Biasa

Oleh: Muhardjito

Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa

2005

Akhir-akhir ini, Action Research menjadi populer dilakukan oleh para professional dalam upaya menyelesaikan masalah dan peningkatan mutu. Dengan demikian, Action Research selalu bermula dari suatu


(11)

masalah yang terjadi dalam uatu aktivitas tertentu. Demikian juga halnya pada bidang pendidikan dan pengajaran.

Awal mulanya, Action Research yang dikembangkan oleh seorang psikolog (Kurt Lewin), dimaksud untuk mencari penyelesaian terhadap problema sosial antara lain: pengangguran, kenakalan remaja, yang berkembang di masyarakat pada waktu itu. Action Research dilakukan dengan diawali oleh suatu kajian terhadap suatu problema tersebut secara sistematis. Hasil kijian ini kemudian dijadikan dasar untuk menyusun suatu rencana kerja sebagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam proses pelaksanan dan rencana kerja yang telah disusun, dilakukan suatu observasi dan evaluasi yang hasilnya digunakan sebagai masukan untuk melakukan refleksi atas apa yang terjadi pada saat tahapah pelaksanaan. Hasil dari proses refleksi ini, kemudian melandasi upaya perbaikan dan penyempurnaan rencana tindakan selanjutnya.

Dalam bidang pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran, Action Research berkembang menjadi classroom Action Research (CAR) = Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Sebagai suatu penelitian terapan, PTK sangat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan proses dan kualitas atau hasil pembelajaran di kelas. Dengan melaksanakan tahapan-tahapan PTK, guru dapat menemukan penyelesaikan bagi masalah yang terjadi di kelasnya sendiri, dan bukan di kelas guru yang lain. Tentu saja dengan menerapkan berbagai ragam teori dan teknik pembelajaran yang relevan secara kreatif. Selain itu, sebagai peneliti praktis, PTK dilaksanakan bersamaan guru melaksanakan tugas utama yaitu mengajar di


(12)

dalam kelas, tidak perlu harus meninggalkan siswa. Dengan demikian, PTK merupakan suatu penelitian yang melekat pada guru, yaitu mengangkat masalah-masalah aktual yang dialami oleh guru di lapangan. Dengan melaksanakan PTK, diharapkan guru memiliki peran ganda, yaitu sebagai praktisi dan sekaligus peneliti.

1. Tindakan dan pengamatan dalam proses penelitian yang dilakukan tidak boleh mengganggu atau menghambat kegiatan utama, misalnya bagi guru tidak boleh sampai mengorbankan kegiatan atau proses belajar mengajar. Menurut Hopkins (1993: 57-61), pekerjaan utama guru adalah mengajar, dan apapun metode PTK yang kebetulan diterapkan, seyogyanya tidak berdampak mengganggu komitmen guru sebagai pengajar. Ada 3 hal yang dapat dikemukakan berkenaan dengan prinsip pertama ini. Pertama, dalam mencobakan sesuatu tindakan pembelajaran yang baru, selalu ada kemungkinan bahwa setidak-tidaknya pada awal-awalnya hasilnya kurang memuaskan dari yang dikehendaki. Bahkan mungkin kurang dari yang diperoleh dengan “cara lama” Karena bagaimanapun tindakan perbaika tersebut masih dalam taraf dicobakan. Guru harus menggunakan pertimbangan serta tanggung jawab profesionalnya dalam menimbang-nimbang : jalan keluar” yang akan mereka tempuh dalam rangka memberikan yang terbaik kepada siswa. Kedua, iterasi dari siklus tindakan juga dilakukan dengan mempertimbangkan keterlaksanaan kurikulum secara keseluruhan, khususnya dari segi pembentukan pemahaman yang mendalam yang ditandai oleh kemampuan menerapkan pengetahuan yang dipelajari melalui analisis, sintesis dan evaluasi informasi, bukan terbatas dari segi tersampaikannya


(13)

GBPP kepada siswa dalam rukun waktu yang telah ditentukan. Ketiga, penetapan siklus tindakan dalam PTK mengacu kepada penguasaan yang ditargetkan pada tahap perancangan, dan sama sekali tidak mengacu kepada kejenuhan informasi sebagaimana lazim dipedomani dalam proses iteratif pengumpulan data penelitian kualitatif.

2.Masalah guru. Masalah penelitian yang diusahakan oleh guru seharusnya merupakan masalah yang cukup merisaukannya, dan berpijak dari tanggung jawab profesionalnya. Guru sendiri harus memiliki komitmen ini juga diperlukan sebagai motivator intrinsik bagi guru untuk “bertahan” dalam pelaksanaan kegiatan yang jelas-jelas menuntut lebih dari yang sebelumnya diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas mengajarnya secara rutin. Dengan kata lain, pendorong utama pelaksanaan PTK adalah komitmen profesional untuk memberikan layanan yang terbaik kepada siswa. Dilihat dari sudut pandang ini, desakan untuk sekedar menyampaikan pokok bahasan sesuai dengan GBPP dapat dan perlu ditolak karena alasan profesional yang dimaksud.

3. Tidak terlalu menyita waktu. Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan bagi guru, sehingga berpeluang menggangu proses pembelajaran di kelas. Dengan kata lain, sejauh mungkin harus digunakan prosedur pengumpulan data yang dapat ditangani sendiri oleh guru, sementara guru tetap aktif berfungsi sebagai guru yang bertugas secara penuh. Sebagai gambaran, penggunaan tape recorder memang akan menghasilkan rekaman yang lengkap dibanding dengan perekaman manual, namun peningkatan waktu yang


(14)

diperlukan untuk mencermati data melalui pemutaran ulang mungkin akan segera terasa berlebihan. Oleh karena itu, dikembangkan teknik-teknik perekaman yang cukup sederhana, namun dapat menghasilkan informasi yang cukup signifikan serta dapat dipercaya.

4. Metode dan teknik yang digunakan tidak boleh terlalu menuntut dari segi kemampuan maupun waktunya.

5. Metodologi yang digunakan harus terencana cermat, sehingga tindakan dapat dirumuskan dalam suatu hipotesis tindakan yang dapat diuji di lapangan. Guru dapat mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta memperoleh data yang dapat digunakan untuk “menjawab” hipotesis yang dikemukakan oleh karena itu, meskipun pada dasarnya “terpaksa” memperbolehkan “kelonggaran – kelonggaran” namun penerapan asas – asas dasar telaah taan kaidah tetap harus dipertahankan.

6. Permasalahan atau topik yang dipilih harus benar – benar nyata, menarik, mampu ditangani, dan berada dalam jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan. Peneliti harus merasa terpanggil untuk meningkatkan diri.

7. Peneliti harus tetap memperhatikan etika dan tata krama penelitian serta rambu – rambu pelaksanaan yang berlaku umum. Dalam penyelenggaraan PTK, guru harus selalu bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya. Hal ini penting ditekankan karena selain melibatkan para siswa, PTK juga hadir dalam suatu konteks organisasional, sehingga penyelenggaraannya pun harus


(15)

mengindahkan tata krama kehidupan berorganisasi. Artinya, prakarsa PTK harus diketahui oleh pimpinan lembaga, disosialisasikan kepada rekan – rekan dalam lembaga terkait, dilakukan sesuai dengan tata krama penyusunan karya tulis akademik, di samping tetap mengedepankan kemaslahatan subjek didik.

8. Kegiatan penelitian tindakan pada dasarnya harus merupakan gerakan yang berkelanjutan ( on – going ), karena skope peningkatan dan pengembangan memang menjadi tantangan sepanjang waktu.

9. Meskipun kelas, sekaligus mata pelajaran merupakan cakupan tanggung jawab bagi seorang guru, namun dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan classroom exceeding perspective dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas dan / atau mata pelajaran tertentu, melainkan dalam perspektif misi sekolah secara keseluruhan. Perspektif yang lebih luas ini akan terlebih – lebih lagi terasa urgensinya, apabila dalam suatu PTK, terlibat lebih dari seorang peneliti. Dapat juga dilakukan kolaborasi di antara dua atau lebih guru dalam satu sekolah dan / atau guru dari sekolah lain, termasuk dosen LPTK.

Desain Penelitian Tindakan

Penerapan desain atau model – model PTK seperti yang telah banyak dikemukakan dapat dilakukan untuk semua mata pelajaran, terutama mata pelajaran yang di dalamnya terdapat praktek. Untuk


(16)

itu mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, bahasa inggris, Biologi, dan sebagainya juga dapat menerapkan salah satu desain. Apakah akan diterapkan tersebut model John Elliot, model Kemmis & McTaggart, model Hopkins ataupun model yang lainnya? Hal ini bergantung kepada permasalahn yang dihadapi praktisi di lapangan ataupun bergantung pada pemahaman dan kemampuan para praktisi di lapangan terhadap suatu model PTK atu dalam menerapkan salah satu model PTK.

Yang perlu mendapatkan perhatian dalam kaitannya dengan diterapkan suatu model PTK ialah bahwa terdapat langkah – langkah yang seharusnya diikuti oleh peneliti/guru, yaitu: 1) ide awal, 2) prasurvei/temuan awal, 3) diagnose, 4) perencanaan, 5) Implementasi tindakan, 6) Observasi, 7) Refleksi, 8) Laporan, 9) Kepada Siapa Hasil PTK dilaporkan.

1.Ide Awal

Seseorang yang berkehendak melaksanakan suatu penelitian baik yang berupa penelitian positivisme, naturalistic, analisis isi maupun PTK pasti diawali dengan gagasan – gagasan atu ide – ide, dan gagasan itu dimungkinkan yang dapat dikerjakan atau

dilaksanaknnya. Pada umumnya ide awal yang menggayut di PTK ialah terdapatnya suatu permasalahan yang berlangsung di dalam suatu kelas. Ide awal tersebut di antaranya berupa suatu upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahantersebut dengan penerapan PTK itu peneliti mau berbuat apa demi suatu perubahan dan perbaikan.


(17)

2.Prasurvei

Prasurvei dimaksudkan untuk mengetahui secara detail kondisi yang terdapat di suatu kelas yang akan diteliti. Bagi pengajar yang bermaksud melakukan penelitian di kelas yang menjadi tanggung jawabnya tidak perlu melakukan prasurvai karenaberdasarkan pengalamannya selama dia di depan kelas sudah secara cermat dan pasti mengetahui berbagai permasalahan yang dihadapinya, baik yang berkaitan dengan kemajuan siswa, asarana pengajaran maupun sikap siswanya. Dengan demikian para guru yang sekaligus sebagai peneliti di kelasnya sudah akan mengetahui kondisi kelas yang sebenarnya.

3.Diagnosis

Diagnosis dilakukan oleh peneliti yang tidak terbiasa mengajar di suatu kelas yang dijadikan sasaran penelitian. Peneliti dari luar lingkungan kelas/sekolah perlu mealkukan diagnose atau dugaan – dugaan sementara mengenai timbulnya suatu permasalahan yang muncul di dalam satu kelas. Dengan diperolehnya hasil diagnosis, peneliti PTK akan dapat menentukan berbagai hal, misalnya strategi pengajaran, media pengajaran, dan materi pengajaran yang tepat dalam kaitannya dengan implementasinya PTK.

4.Perencanaan

Di dalam penentuan perencanaan dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu perencanaan umum dan perencanaan khusus. Perencanaan umum dimaksudkan untuk menyusun rancangan yang meliputi keseluruhan aspek yang gerkait PTK. Sementara itu, perencanaan khusus dimaksudkan untuk menytusun rancangan dari siklus per


(18)

siklus. Oleh karenya dalam perencanaan khusus ini tiap kali terdapat perencanan ulang (replanning). Hal – hal yang direncanakan di antaranya terkait dengan pendekatan pembelajaran, metode pembelajaran, teknik atau strategi pembelajaran, media dan materi pembelajaran, dan sebagainya. Perencanaan dalam hal ini kurang lebih hamper sama dengan apabila kita menyiapkan suatu kegiatan belajar – mengajar.

5.Implementasi Tindakan

Implementasi tindakan pad prinsipnya merupakan realisasi dari suatu tindakan yang sudah direncanakan sebelumnya. Strategi apa yang digunakan, materi apa yang di ajarkan atau dibahas dan sebagainya.

6.Pengamatan

Pengamatan, observasi atau monitoring dapat dilakukan sendiri oleh peneliti atau kolaborator, yang memang diberi tugas untuk hal itu. Pada saat memonitoring pengmat haruslah menvatat semua peristiwa atau hal yang terjadi di kelas penelitian. Misalnya mengenai kinerja guru, situasi kelas, perilaku dan sikap siswa, penyajian atau pembahasan materi, penyerapan siswa terhadap materi yang diajarkan, dan sebagainya.

7.Refleksi

Pada prinsipnya yang dimaksud dengan istilah refleksi ialah upaya evaluasi yang dilakukan oleh para koaborator atau partisipan yang terkait denga suatu PTK yang dilaksanakan.Refleksi ini dilakukan dengan kolaboratif, yaitu adanya diskusi terhadap berbagai masalah yang terjadi di kelas penelitian. Dengan demikian refleksi


(19)

dapat ditentukan sesudah adanya implementasi tindakan dan hasil observasi. Berdasarkan refleksi ini pula suatu perbaikan tindakan (replanning)selanjutnya ditentukan.

8.Penyusunan Laporan

Laporan hasil penelitian PTK seperti halnya jenis penelitian yang lain, yaitu disusun sesudah kerja penelitian di lapangan berakhir.

9.Kepada siapa hasil PTK Dilaporkan

Sebenarnya , PTK lebih bersifat individual. Artinya bahwa tujuan utama bagi TK adalah self-improvement melalui self-evaluation dan self reflection, yang paad khirnya bermuara pada peningkatan mutu proses dan hasil belajar siswa. Denga demikian hasil pelaksanan PTK yng berupa terjadinya inovasi pembelajaran kan dilaporkan kepada diri si peneliti (Guru) sendiri). Guru perlu mengarsipkan angkah – langkah dan teknik pembelajaran yang dikembangkan melalui aktifitus PTK demi perbaikan proses pembelajaran yang dia lakukan di masa yang akan dating. Namun demikian, hasi PTK yang dilaksanakan tidak tertutyup kemungkinan untuk diikuti oleh guru lauin atau teman sejawat. Oeh karena itu guna melengkapi predikat guru sebagai ilmuwan sejati, guru perlu juga menuliskan pengalaman melaksanakan PTK tersebut ke dalm suatu karya tulis ilmiah. Karya tulis tersebut, yang selama ini belum merupakan kebiasaan bagi para guru, sebenarnya masyarakat pengguna lain. Dengan melaporkan hasil PTK tersebut kepada masyarakat (teman sejawat, pemerhati/pengamat pendidikan, dan para pakar pendidikan lainnya) guru akan memperoleh nilai tambah yaitu suatu bentuk pertanggungjawaban dan kebanggaan


(20)

akademis/ilmiah sebagai seorang ilmuwan hasil kerja guru akan merupakan amal jariah yang sangat membantu teman sejawatnya dan siswa secara khusus. Melalui laporan kepada masyarakat, ptk yang pada awlnya dilaksanakan dalam skal kecil yaitu di ruang kelas, akan memberi sumbangsih yang cukup signifikan terhadap peningkatan mutuproses dan hasil belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud. (1999). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research ). Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Hardjodipuro, S. (1997). Action Research. Jakarta: IKIP Jakarta. Ishaq, M. F(1997). Action Research. Malang: Depdiknas.

Mukhlis, A. (2001). Penelitian Tindakan Kelas, Konsep Dasar dan Langkah – langkah. Surabaya: Unesa.

Susilo, H. (2003). "Konsep dan Prosedur Penelitian Tindakan Kelas bagi Pengembangan Profesi Guru dan Dosen MIPA." Makalah Seminar Exchange Experience dan Workshop Pembelajaran MIPA Konstektual Menyongsong Implementasi KBK di Malang tanggal 9 – 12 Juli 2003.

Tim Pelatih Proyek GSM. (1999). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Depdikbud. (1999). Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research ). Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Hardjodipuro, S. (1997). Action Research. Jakarta: IKIP Jakarta. Ishaq, M. F(1997). Action Research. Malang: Depdiknas.


(21)

Mukhlis, A. (2001). Penelitian Tindakan Kelas, Konsep Dasar dan Langkah – langkah. Surabaya: Unesa.

Susilo, H. (2003). "Konsep dan Prosedur Penelitian Tindakan Kelas bagi Pengembangan Profesi Guru dan Dosen MIPA." Makalah Seminar Exchange Experience dan Workshop Pembelajaran MIPA Konstektual Menyongsong Implementasi KBK di Malang tanggal 9 – 12 Juli 2003.

Tim Pelatih Proyek GSM. (1999). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Penetapan Fokus Maslah Penelitian

Diklat Teknis Penelitian Tindakan Kelas Guru

Pendidikan Luar Biasa


(22)

Oleh: Budi Susetyo

Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa

2005

Merasakan adanya masalah

Pertanyaan yang mungkin timbul bagi pemula PTK adalah bagaimana memulai penelitian tindakan kelas? Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut, pertama – tama dan harus dimiliki guru adalah perasaan ketidak-puasan terhadap praktek pembelajaran yang selama ini dilakukannya. Manakala guru merasa puas terhadapa apa yang dulakukan dalam proses pembelajaran di kelasnya, meskipun sebenarnya terdapat banyak hambatan yang dialami dalam pengelolaan proses pembelajaran sulit kiranya bagi guru untuk memunculkan pertanyaan seperti diatas yang kemudian dapat memicu untuk dimulainya sebuah PTK.

Oleh sebab itu agar guru dapat menerapkan PTK dalam upayanya untuk memperbaiki dan/atau meningkatkan layanan pembelajaran secara lebih professional, siswa dituntut keberaniannya untuk mengatakan secara jujur khususnya kepada dirinya sendiri mengenai sisi – sisi lemah yang masih terdapat dalam implementasi program pembelajaran yang dikelolanya . dengan kata lain guru garus mamapu merefleksi, merenung, serta berpikir balik, mengenai apa saja yang telah dilakukan dalam proses pembelajaran dalam rangka mengidentifikasi sisi –sisi lemah yang mungkin ada. Dalam proses perenungan ini terbuka peluang bagi guru untuk menemukan kelemahan – kelemahan praktek


(23)

pembelajaran yang selama ini selalu dilakukan secara tanpa disadari. Oleh karena itu untuk memanfaatkan secra maksimala potensi PTK bagi perbaikan proses pembelajaran, guru perlu memulainya sedini mungkin merasakan adanya persoalan – persoalan dalam proses pembelajaran.

Dengan kata lain permasalahan yang diangkat dalam PTK harus benar – benar merupakan masalah – masalah yang dihayati oleh guru dalam praktek pembelajaran yang dikelolanya, bukan permasalahan yang disarankan apalagi ditentukan oleh pihak luar termasuk oleh dosen LPTK yang menjadi mitranya. Permasalahan tersebut dapat berangkat bersumber dari siswa, guru, bahan ajar, kurikulum, interaksi pembelajaran, dan hasil belajar siswa.

1.Identifikasi Masalah PTK

Sebagaimana telah dikemukakan penetapan arah PTK berangkat dari diagnosis terhadap keadaan yang bersifat umum. Guru juga bisa merinci proses penemuan permasalahan tersebut dengan bertolak dari gagasan – gagasan yang masih bersifat umum mengenai keadaan yang perlu diperbaiki. Menurut Hopkins (1993), untuk mendorong pikiran – pikiran dalam mengembangkan focus PTK, kita bisa bertanya kepada diri sendiri, misalnya:

 Apa yang sedang terjadi sekarang?

 Apakah yang terjadi itu mengandung permasalahn?


(24)

Bila pertanyaan tersebut telah ada dalam pikiran guru sebagai actor PTK, maka langkah dapat dilanjutkan dengan mengembangkan beberapa pertanyaan sepeerti dibawah ini:

 Saya berkeinginan memperbaiki ………

 Beberapa orangkah yang merasa kurang puas tentang

 Saya dibingungkan oleh………..

 Saya memilih untuk menguji cobakan di kelas gagasan tentang;

 Dan seterusnya.

Pada tahap ini yang paling penting adalah menghasilkan gagasan – gagasan yang awal mengenai permasalahan actual yang dialami guru di kelas. Dengan berangkat dari gagasan – gagasan awal tersebut guru dapat berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan dengan menggunakan PTK.

Jika mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi permasalahan, guru dapt meminta bantuan pada rekan seasama guru, berdiskusi dengan mitranya (dosen LPTK) dan/atau melacak sumber – sumber kepustakan yang relevan . Namun para koleganya itu perlu memaklumi bahwa da kemungkinan guru yang bersangkutan akan lebih terfokus pada kesulitannya daripada kepada tujuan dan perubahan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut.

Bila menghadapi hal seperti ini guru perlu diajak mendalami lebih jauh permasalahn yang dihadapi. Mitra dari LPTK harus siap menjadi pendengar yang lebih baik dan terbuka agar semua permasalahan yang dihadapi guru di dalm tugasnya dapat


(25)

diidentifikasi. Sebaliknya mitra dari LPTK itu harus berupaya keras. Agar tidak terperosok dan menempatkan diri sebagai Pembina atau pengarah. Sebab ia juga ada posisi membutuhkan kesempatan belajar baik dalam memahirkan diri dalam PTK maupun dalam mengakrabi lapangan.

2.Analisis Masalah

Setelah memperoleh sederet permasalahan melaui proses identifikasi ini, maka peneliti guru kelas sendirian atau dengan bermitra dengan dosen LPTK melakukan analisis terhadap permasalahan – permasalahn tersebut untuk menentukan urgensi pengatasan. Dalam hubungan ini akan terkemukakan permasalahan yang sangat mendesak untuk diatasi seperti misalnya penguiasaan operasi matematik, atau yng dapat ditunda pengatasannya tanpa kerugian yang besar, seperti jmisalnya kemampuan membaca peta buta. Abahkan memang ada permasalahn yang tidak dapat diatasi denga PTK, seperti misalnya kesalahan – kesalahan factual dn/atau konseptual yangterdapt dalam buku paket. Menurut Aimanyu (1995) arahan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan permasalahan untuk PTK adalah sebagai berikut:

1. Pilih permasalahan yang dirasa penting oleh guru sendiri dan muridnya, aatu topic yang melibatkan guru dalam serangkaian aktivitas yang memang diprogramkan oleh sekolah.

2. Jangan memilih masalah yang beradsa di luar kemampuan dan/atau kekuasaan guru untuk mengatasinya.


(26)

3. Pilih dan tetapkan permasalahn yang skalanya cukup kecil dan terbatas (manageable).

4. Usahakan untuk bekerja secara kolaboratif dalam pengembangan focus penelitian.

5. Kaitkan PTK yang akan dilakukan denga prioritas – prioritas yang ditetapkan dalam rencana pengembangan sekolah. Tidak perlu ditekankan lebih kuat lagi bahwa analisis masalah perlu dilakukan secara cermat, sebabb keberhasilan pada tahap analisis masalah akan menentukan keberhasilan keseluruhan proses pelaksanaan PTK. Jika PTK berhasil dilaksanakan dengan membawa kemanfaatan yang dapat dirasakan oleh guru dan sekolah (intrinsically rewarding). Maka keberhasilan ini akan menjadi motivasi bagi guru untuk meneruskan uasahanya di masa – masa yang akan datang. Disamping itu temuan – temuan yang dihasilkan melalui PTK itu akan menarik bagi guru lain yang belum mengikuti program PTK untuk juga mencoba melaksanakannya.

3.Perumusan Masalah

Setelah menetapkan focus permasalahan serta menganalisanya menjadi bagian – bagian dan lebih kecil, maka selanjutnya guru perlu merumuskan permasalahan secara lebih jelas, spesifik dan operasional. Perumusan masalah dan jelas akan membuika peluang bagi guru untuk menetapkan tindakan alternatif solusi) yang perlu dilakukannya jenis data yang perlu dikumpulkan termasuk prosedur perekamannya serta cara menginterpretasikannya, khususnya yang perlu dilakukan sementara tindakan perbaikan dilaksanakan dan data mengenai proses dan/atau hasilnya itu direkam. Disamping


(27)

itu, penetapan tindakan perbaikan yang akan dicobakan itu juga memberikan arahan kepada guru untuk melakukan berbagai persiapan termasuk yang berbentuk latihan guru meningkatkan keterampilan untuk melakukan tindakan perbaikan yang dimaksud. Sebagaimana telah dikemukakkan di atas, dalam PTK guru merupakan actor pelaksana tindakan perbaikan di samping sebagai peneliti

4. Perencanaan Tindakan

a. Formulasi solusi dalam bentuk hipotesis tindakan.

Dilihat dari sudut lain, alternative tindakan perbaikan juga dapat dilihat sebagai hipotesis dalam arti mengindikasikan dugaan mengenai perubahan dalam arti perbaikan yang bakal terjadi jika suatuntindakan dilakukan. Misalnya jika kebiasaan membaca ditingkatkan melalui penugasan mencari kata atau istilah serapan, perbendaharaan kata akan meningkat dengan rata – rata 10 % setiap bulannya. Dari contoh ini, hipotesis tindakan merupakan tindakan yang diduga akan dapat memecahkkan masalah yang ingin diatasi dengan penyelenggaraan PTK.

Bentuk umum rumusan hipotesis tindakan berbeda dengan hipotesisa formal. Jika hipotesis penelitian formal menyatakan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih atau menyatakan adanya perbedaan antara dua kelompok atau lebih, maka hipotesis tindakan tidak mengatakan demikian, tetapi mengatakan per4caya tindakan kita akan merupakan suatu solusi yang dapat memecahkan permasalahan yang diteliti sebagai contoh lain,


(28)

peloibatab orabg tua dalam perencanaan kegiatan akademik sekolah akan berdampak menungkatkan perhatian mereka terhadap penyelesaian tugas siswa di rumah. Agar dapt menyusun hipotesis tindakan dengan tepat, sebagai peneliti guru dapat melakukan:

1. Kajian teoretik di bidang pembelajaran pendidikan

2. Kajian hasil – hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan

3. Diskusi dengan rekan – rekan sejawat, pakar pendidikan, peneliti lain, dan sebagainya.

4. Kajian pendapat dan saran pakar pendidsikan khususnya yang dituangkan dalam bentuk program, dan

5. Mereflesikan pengalamannya sendiri sebagai guru

Dari hasil kajian tersebut dapat diperoleh landasan untuk membangun hipotesis tindakan. Menurut Soedarsono (1997) beberapa, hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan hipotesis tindakan adalah sebagai berikut:

1. Rumusan alternative tindakan perbaikn berdasarkan hasil kajian. Dengan kata lain, alternative tindakan perbaikan hendaknya mempunyai landasan yang mantap secara konseptual.

2. Setiap alternative tindakanb perbaikan yang dipertimbangkan perlu dikaji ulang dan dievaluasi dari segi relevansinya. Disamping itu juga perlu ditetapkan cara penilaiannya


(29)

sehingga dapat menfasilitasi pengumpulan serta analisis data secara cepat namun tepat selama program tindakan perbaikan itu diimplementasikan.

3. Pilih alternative tindakan serta prosedur implementasi yang dinilai paling menjanjikan hasil optimal namun masih tetap ada dalam jangkauan kemampuan guru untuk melakukannya dalam kondisi dan situasi sekolah yang actual.

4. Pikiran dengan seksama perubahan – perubahan ( perbaikan – perbaiakn) yang secara implicit dan dijanjikan melalui hipotesis tindakan itu, baik yang berupa proses dan hasil belajar siswa maupun tehnik mengajar guru.

b.Analisis Kelaikan Hipotesis Tindakan

Setelah diperoleh gambaran awal mengenai sejumlah hipotesis tindakan maka selanjutnya perlu dilakukan masing – masing hipotesis tindakan itu dari segi jarak yang terdapat antara situasi riil dengan situasi ideal yang dijadikan rujukan. Sebab jika terdapat jarak yang terlalau sulit untuk mengupayakan perwujudannya, maka tindakan yang dilakukan tidak akan membuahkan hasil yang optimal. Oleh karena itu kondisi dan situasi yang dipersyaratkan untuk penyelenggaraan sesuatu tindakan perbaikan dalam rangka PTK, harus ditetapkan sedemikian sehingga masih ada dalam batas – batas baik kemampuan guru senada dukungan fasilitas yang tersedia di sekolah maupun kemampuan rata – rata siswa untuk mencernakannya. Dengan kata lain, sebagai actor PTK guru hendaknya cukup realistic dalam menghadapi kenyataan


(30)

keseharian dunia sekolah dimana is berada dan melalksanakan tugasnya.

Hipotesis tindakan harus dapai diuji secara empiric. Ini berarti bahwa baik proses implementasi tindakan yang dilakukan maupun dampak yang diakibatkannya dapat teramati oleh guru yang merupakan actor PTK maupun mitra kerjanya. Sebagian dari gejala – gejala yang dapat diamati itu dapat diberikan secara kualitatif. Namun yang paling penting gejala – gejala tersebut harus dapat divertifikasi oleh pengamat lain, apabila diperlukan.

Pada gilirannya, untuk melakukan tindakan agar menghasilkan dampak/hasil sebagaimana diharapkan diperlukan kajian mengenai kelaikan hipotesis tindakan terlebih dahulu.Menurut Soedarsono (1997) beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji kelaikan hipotesis tindakan adalah sebagai berikut:

1. Implementasi suatu PTK akan berhasil, hanya apabila didukung oleh kemampuan dan komitmen guru yang merupakan aktornya. Di pihak lain, sebagaiman telah dikemukakan untuk pelaksanaan PTK kadang – kadang memang masih diperlukan peningkatan kemampuan guru melalui berbagai bentuk pelatihan sebagai komponen penunjang. Selanjutnya selain persyaratan kemampuan, keberhasilan pelaksanaan ptk juga ditentukan oleh adanya komitmen guru yang merasa tergugah untuk melakukan tindakan perbaikan. Dengan kata lain PTK dilakukan bukan karena ditugaskan oleh atasan atau didorong oleh keinginan untuk memperoleh imbalan financial.


(31)

2. Kemampuan siswa juga perlu diperjhitungkan baik dari segi fisik, psikologis, dan sosial budaya maupun etik. Dengan kata lain PTK seyogyanya tidak dilaksanakan apabila diduga akan berdampak merugikan siswa.

3. Fasilitas dan sarana pendukung yang tersedia di kelas atau sekolah juga perlu diperhitungkan sebab pelaksanaan PTK dengan mudah dapat tersabotase oleh kekurangan dukungan fasilitas penyelenggaraan. Oleh kartena itu demi keberhasilan PTK maka guru dan mitranya dituntut untuk dapat mengusahakan fasilitas dan sarana yang ditentukan.

4. Selain kemampuan siswa sebagai perorangan, keberhasilan PTK juga sangat tergantung pada iklim belajar di kelas atau sekolah. Namun pertimbangan ini tentu tidak dapat diartikan sebagai kecenderungan untuk mempertahankan status kuno. Dengan kata lain perbaikan iklim belajar di kelas dan di sekolah memsng justru dapat dijadikan sebagai salah satu sasaran PTK.

5. Karena sekolah juga merupakan sebuah organisasai, maka selain iklim belajar sebagaimana dikemukakan pada butir 4) Iklim kerja sekolah juga menentkan keberhasilan penyelenggaraan PTK. Dengan kata lain dukungan dari kepala sekolah serta rekan sejawat guru dapat memperbesar peluang keberhasilan PTK. Selain itu semua tim PTK juga perlu membahas secara mendalam tentang kemungkinan konsekuensi alas an dilakukannya tindakan yang harus diantisipasi. Demikian pula kemungkinann timbulnya masalah baru dengan adanya tindakan di kelas. Aats dasar berbagai


(32)

pertimbangan di atas maka peneliti dapat secara lebih cermat menyusun rencana yang akan dilakukan.

Model-Model Penelitian Tindakan Kelas

Pendahuluan

Secara informal, di kelas atau di mana saja, kita sering melakukan penelitian untuk memutuskan suatu tindakan tertentu. Penelitian sederhana dan singkat ini dilakukan agar kita dapat mendapat suatu hasil yang baik dan memuaskan. Hanya saja penelitian tersebut kita laksanakan secara tidak terencana dan bersifat coba-coba. Di kelas, guru sering melakukan penelitian informal terhadap dinamika proses pembelajaran yang dijalankannya. Kemudian berdasarkan situasi yang berkembang, dicoba diupayakan suatu tindakan agar siswa lebih mampu menyerap pelajaran dengan baik. Efektif dan efisien. Penelitian yang demikian itu tentu saja tidak didasarkan pada suatu pendekatan atau model tertentu yang suda


(33)

baku. Namun demikian, dalam batasan tertentu, mampu menghasilkan kepuasan profesional.

A. Model-Model Penelitian Tindakan Kelas

Sebelum dibicarakan masalah pengembangan desain yang dapat disusun untuk implementasi penelitian tindakan kelas (PTK) terlebih dahulu akan dikemukakan model-model atau desain-desain penelitian tindakan yang selama ini digunakan. Hal ini dimaksudkan agar wawasan kita menjadi lebih luas dan karena dengan diketahui berbagai design model penelitian tindakan, design yang dikebangkan akan menjadi lebih jelas dan terarah.

Pada prinsipnya diterapkan PTK atau CAR (Classroom Action Research) dimaksudkan untuk mengatasi suatu permasalahan yang terdapat didalam kelas. Sebagai salah satu penelitian yang dimaksudkan untuk mengatasi suatu permasalahan yang terdapat di dalam kelas, menyebabkan terdapatnya beberapa model atau design yang dapat diterapkan. Design-design tersebut diantaranya : 1). Model Kurt Lewin, 2). Model Kemmis Mc Taggart, 3). Model John Elliot, 4). Model Hopkins, 5). Model McKernan.

1. Design Penelitian Tindakan Model Kurt Lewin

Model Kurt Lewin menjadi acuan pokok atau dasar dari adanya berbagai model penelitian tindakan yang lain, khususnya PTK. Dikatakan demikian, karena dialah yang pertama kali memperkenalkan Action Research atau penelitian tindakan. Konsep pokok penelitian tindakan Model Kurt Lewin terdiri dari empat


(34)

komponen, yaitu ; a) perencanaan (planning), b) tindakan (acting), c) pengamatan (observing), dan d) refleksi (reflecting). Hubungan keempat komponen tersebut dipandang sebagai siklus yang dapat digambarkan sebagai berikut:

2. Design PTK Model Kemmis & McTaggart

Model Kemmis & McTaggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin sebagaimana yang diutarakan di atas. Hanya saja, komponen acting (tindakan) dengan observing (pengamatan) dijadikan sebagai satu kesatuan. Disatukannya kedua komponen tersebut disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa antara implementasi acting dan observing merupakan dua kegiatan yang tidak terpisahkan. Maksudnya, kedua kegiatan haruslah dilakukan dalam satu kesatuan waktu, begitu berlangsungnya suatu tindakan begitu pula observasi juga harus dilaksanakan. Untuk lebih tepatnya, berikut ini dikemukakan bentuk designnya (Kemmis & McTaggart, 1990:14).


(35)

Apabila dicermati, model yang dikemukakan oleh Kemmis & McTaggart pada hakekatnya berupa perangkat-perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat terdiri dari empat komponen, yaitu ; perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Keempat komponen yang berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu siklus. Oleh karena itu, pengertian siklus pada kesempatan ini adalah suatu putaran kegiatan yang terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Pada gambar diatas, tmapak bahwa didalamnya terdiri dari dua perangkat komponen yang dapat dikatakan sebagai dua siklus. Untuk pelaksanaan sesungguhnya, jumlah siklus sangat bergantung kepada permasalahan yang perlu diselesaikan. Apabila permasalahan.


(36)

Jenis data yang akan dikumpulkan dan akan digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau ketidakberhasilan tindakan perbaikan pembelajaran yang dicobakan, dapat bersifat kualitatif, kuanrtitatif atau kombinasi keduanya.

Jenis alat pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian tindakan kelas (PTK) harus diuraikan dengan jelas, seperti melalui pengarnatan partisipatif, pembuatan jurnal harian, observasi aktivitas di kelas, penggambaran interaksi dalam kelas (analisis sosiometrik), pengukuran hasil belajar dengan berbagai prosedur assesmen, dan sebagainya.

Contoh cara pengumpulan data:

 Data hasil belajar, diambil dengan memberikan tes kepada siswa

 Data tentang situasi pembelajaran pada saat dilaksanakannya tindakan, diambil dengan menggunakan lemabar observasi.

 Data tentang repleksi diri serta perubahan - perubahan yang terjadi di kelas, diambil dari jurnal yang dibuat guru.

 Data tentang keterkaitan antara perencanaan dengan pelaksanaan pembelajaran, didapatkan dari rencana pembelajaran dan lembar observasi.

Adapun beberapa alat yang dapat dipakai untuk membantu indra manusia dalam penelitian, yaitu:

1. Observasi 2. Interview 3. Quasioner 4. Tes


(37)

6. Asesment

7. Pekerjaan Siswa

8. Audio taping or video taping

9. Catatan tingkah lakuksiswa (Anecdotal records)

10. Attitude Scales (Likert Scales or Semantic Differential)

11. Dokumentasi

Dalam kesempatan ini yang dibahas hanya beberapa alat pengumpul data yang sering digunakan dalam PTK. Adapun alat pengumpul data tersebut, yaitu:

1. Pengamatan/Observasi

Pengamatan atau observasi adalah proses pengambilan data dalam penelitian di mana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian. Observasi sangat sesuai digunakan dalam penelitian yang berhubungan denganh kondisi/interaksi belajar mengajar, tingkah laku, dan interaksi kelompok. Tipe – tipe pengamatan yaitu, pengamatan berstruktur (dengan pedoman), pengamatan tidak berstruktur (tidak menggunakan pedoman). Untuk mencapai tujuan pengamatan, diperlukan adanya pedoman pengamatan. Pengamatan sebagai alat pengumpul data ada kecenderungan terpengaruh oleh pengamat/observe sehingga hasil pengamatan tidak obyektif biasanya disebut dengan hallo efek (kesan yang dibentuk oleh pengamat). Untuk menghindari pengaruh ini digunakan dua atau tiga pengamat yang memiliki latar belakang keilmuan yang serupa.

Prosedur Observasi


(38)

Sebagaimana telah diisyaratkan sebelumnya, berhubung dengan sifatnya yang sangat teknis maka paparan yang lebih rinci mengenai prosedur observasi dalam PTK dibahas secara tersendiri dalam bagian ini. Dalam hubungan ini, sebagai pengtantar dibahas berbagai sudut pandang yang dapat digunakan dalam menetapkan pilihan prosedur observasi yang akan digunakan dalam sesuatu siklus PTK. Dilanjutkan dengan langkah – langkah observasi serta teknik – teknik yang dapat dipilih.

Ada sejumlah kriteria yang dapat digunakan dalam memilih teknik observasi yang akan digunakan untuk sesuatu siklus tindakan perbaikan dalam rangka PTK. Adapun kriteria – kriteria yang dimaksud adalah (a) jenis data yang diperlukan dalam rangka implementasi sesuatu siklus tindakan perbaikan, (b) indicator – indicator yang relevan yang termanifestasikan dalam bentuk tingkah laku guru dan siswa (c) Prosedur perekaman data yang paling sesuai. Dan (d) pemanfaatan data dalam analisis dan refleksi.

Lebih jauh pencermatan beberapa pendekatan observasi berikut dapat berfungsi lebih mengarahkan pilihan prosedur observasi yang paling sesuai untuk keperluan yang sedang dihadapi.

1) Interpretasi

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Kadar interprestasi dalam observasi dapat direntang mulai dari yang bersifat sepenuhnya mekanistik tanpa interpretasi sehingga dinamakan low–inference observation seperi dikembangkan oleh Flanders


(39)

(1970). Rekaman data hasil observasi yang serupa ini akan berbentuk tanda cacah (tallies) untuk masing – masing kategori amatan, dalam hubungan ini yang terdiri dari (i) teacher talk, (ii) pupil talk, dan (iii) silence/confusion. Meskipun memang ada kemanfaatannya, khususnya untuk memetakan kecenderungan pendominasian diskursis (discourses) dalam interaksi pembelajaran, namun akan banyak juga sisi – sisi kajian lain yang tidaka kan tersentuh dengan prosedur observasi seruoa ini, misalnya yang berkenaan dengan mutu keputusan dan/atau tindakan profesionala guru dalam pengelolaan interaksi pembelajaran. Sebaliknya, untuk keperluan yang terakhir ini, diperlukan high-inference observation, yaitu suatu observasi yang mempersyaratkan penafsiran teknis secara langsung dan cepat (instaneous interpretation) dalam perekaman data hasil observasi. Dengan kata lain fakta yang direkam dalamobservasi itu lansung diinterpretasikan dengan kerangka piker tertentu, misalnya yang diartikulasikan sebagai asas – asas pembelajaran siswa aktif (Learner-centered instruction).Ini berarti bahwa apa yang dikatakan, atau tidak dikatakan, apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh guru dan/atau siswa diberi makna yang khas dan unuk dalam mengobservasi sesuatu episode pembelajaran.

2) Fokus

Dari segi titik tujuan observasi dapat dibedakan dari prosedur yang tidak secara a-priori menetapkan titik tujuan kecuali kehendak untuk memotret kesan umum tentang implementasi pendekatan pembelajaran siswa aktif sebagaimana telah dikemukakan dalam


(40)

butir sebelumnya. Di pihak lain sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Ada pula observasi yang sebelum pelaksanaannnya telah menetapkan titik –titik tujuan tertentu. Misalnya mengenai dominasi guru dalam diskursis pembelajaran atu kadar tuntutan intelektual pertanyaan –pertanyaan yang diajukan guru (low cognitive Level vs high cognitive level). Ini berarti bahwa, dengan penetapan focus yang dimaksud perhatian pengamat terutama akan dibatasi pada titik incar yang telah ditetapkan itu. Di pihak lain ini tentu tidak dapat diartikan bahwa pengamat akan secara kaku menutup mata dan telinga dari kejadian – kejadian di luar focus, yang justru dianggap memiliki makna dan/atau implikasi penting berkaitan dengan tindakan perbaikan yang tengah digelar. Pada sisi lain, memang ada saatnya diperlukan observasi yang bersifat terbuka (open–ended). Tindakan perbaikan yang memasang prakarsa dan kreativitas siswa (atau guru) sebagi salah satu tujuannya akamn mempersyaratkan observasi yang lebih bersifat terbuka itu. Sebaliknya, penstrukturan yang terlalu dini dan atau kaku, akan gagal menjaring indicator –indikator yang berkenaan dengan prakarsa serta kreativitas siswa (atau guru) yang dimaksud.

3) Pelaksana

Sebagaimana telah dikemukakakn, pada dasarnya dalam konteks PTK guru yang merupakan actor tindakan adalah juga pengamat PTK. Meskipun kerja lama kesejawatan akan dapat sangat membantu produktivitas pengumpilan data dan, pada gilirannya, effektivitas PTK sebagai suatu bentuk perbaikan yang menjanjikan dampak positif yang berkelanjutan.


(41)

Meskipun memang dapat juga merupakan permasalahan yang dapat muncul dalam konteks dimana ada rekan sejawat yang menyediakan diri untuk berfungsi sebagai pengamat. Namun permasalahan cakupan dan obyektivitas merupakan titik –titik rawan apabila observasi juga harus dilakukan oleh guru sebagai actor PTK.

Salah satu format yang merupakan modifikassi catatan lapangan. (field notes) yang dapat dimanfaatkan oleh guru yang merangkap fungsi sebagai pelaku tindakan perbaikan dan pengamat dengan hasil yang menjanjikan adalah Jurnal Harian. Pada dasarnya, jurnal harian yang produktif adalah yang mengandung 4 komponen yaitu (i) identifikasi konteks observasi. (ii) informasi factual yang menonjol dalam sesuatu periode observasi. (iii) makna dari informasi faktual tersebut dalam konteks di mana ia teramati. dan (iv) implikasi dari fakta dan makna yang dimaksud dalam butir ii dan iii dalam kerangka piker tindakan perbaikan yang tengah digetar.

Dengan dokumentasi rekaman yang sistematis mulai dari konteks fakta, makna beserta implikasinya dalam sesuatu kerangka piker tertentu itu, maka proses refleksi akan terfasilitasi secara efektif dan effisien karena berhasil memanfaatkan data yang baiak cakupan maupun obyektifitas serta pemaknaannya cukup memadai.

4) Tujuan

Dalam penelitian formal, observasi dilakukan untuk mengumpulkan data yang sahib dan handal (valid dan reliable)yang dapat


(42)

digunakan sebagai bahan dalam menjawab pertanyaan – pertanyaan penelitian, termasuk yang dikemas dalam bentuk hipotesis – hipotesis. Sebaliknya, dalam PTK obsevasi dilakukan terutama untuk memantau proses dan dampak pembelajaran yang diperlukan untuk dapat menata langkah – langkah perbaikan atas prakarsa sendiri ini sudah ditekankan dalam konteks observasi kesejawatan (peer observation, peer supervision) yang telah dikemukakan sebelumnya. Akhirnya, yang jelas – jelas dan tegas – tegas harus dihindari dalam konteks PTK adalah observasi yang dalam pelaksanaannya terpusatkan pada pengungkapan kekurangan dan/atau kesalahan guru yang berfungsi sebagai actor tindakan perbaikan. Jelasnya observasi yang dalam praktek pelaksanaannya hanya terfokus pada kekurangan dan kesalahan guru itu akan berdampak merugikan misi PTK. Sebab informasi balikan yang dihasilkannya akan dihadapai dengan sikap bermusuhan dan ketertutupan.

5) Alat bantu rekam

Dari segi alat bantu rekam yang digunakan ragam prosedur observasi dapat direntang dari yang nyaris tidak menggunakan alat bantu rekam kecuali selembar kertas kosong, sampai dengan yang menggunakan alat rekam pandang dengar yaitu kamera video yang dapat merekam peristiwa secara relative original. Dalam banyak hal, penggunaan berbagai alat bantu rekam yang canggih itu memang sangat menggoda, dan untuk keperluan – keperluan tertentu. Memang menjanjikan kemanfaatan yang nyata dalam bentuk kelengkapan rekaman.


(43)

Namun disamping berbagai keuntungan yang dijanjikannya, penggunaan alat bantu rekam dalam konteks PTK juga perlu dipertimbangkan dari segi kelaikannya (feasibility). Artinya, hasil rekaman yang sangat lengkap dengan alat bantu rekam yang canggih itu, tidak akan termanfaatkan secara maksimal apabila untuk keperluan tayang ulang (replay) diperlukan persiapan dan/atau perlengkapan yang memakan waktu untuk menggelarnya. Belum lagi apabila juga diperhitungkan investasi yang diperlukan atau gangguan yang diakibatkan dalam penggunaannya.

6) Sasaran Observasi

Dalam PTK, observasi dipusatkan baik kepada proses maupun hasil (interim) tindakan pembelajaran beserta segala peristiwa yang melingkupinya. Sebagaimana telah dikemukakan, sama seperti pada tindakan pembelajaran yang dilaksanakan secara rutin. Pada saat dilaksanakannya suatu tindakan.secara bersamaan juga dilakukan pengamatan tentang segala sesuatu yang terjadidan tidak terjadi selama proses pembelajaran berlangsung. Selanjutnya,sebagaimana halnya dalam tindakan pembelajaran umumnya, data yang diperoleh dari observasi itu langsung diinterpretasikan maknanaya dalam kerangka piker tindakan perbaikan yang telah direncanakan sebagaimana telah dikemukakan di atas. Pada gilirannya, data dan interpretasi hasil observasi tersebut dijadikan sebagai masukan dalam rangka pelaksanaan retleksi.


(44)

Dengan menggunakan kombinasi dari berbagai sudut pandang di atas sebagai rujukan, dapat dibedakan adanya 4 metode observasi yaitu observasi terbuka, observasi terfokus, observasi terstruktur dan observasi sistematik. Namun segera perlu ditambahkan bahwa derajat kebaikan dari metode – metode observasi tersebut dalam konteks PTK, terlebih – lebih apabila guru bertindak sebagai actor tunggal pelaksana PTK, tentu saja berbeda – beda. Oleh karena itu, para pelaksana PTK perlu secara jeli dan tentu saja berbeda – beda. Oleh karena itu, para pelaksana PTK perlu secara jeli dan kreatif memodifikasi metode – metode observasi yang dimaksud sehingga sejauh mungkin memenuhi harapan baiak dari segi mutu data yang dapat dihasilkannya, maupun dari segi kelaikan implementasinya. 1) Observasi Terbuka

Sebagaimana disarankan oleh namanya,observasi terbuka dapat secara harfiah dimulai dengan suatu halaman kosong, sehingga pengamat harus berimprovisaas dalam merekam “tonggak – tonggak penting” dalam pengggelaran proses pembelajaran dalam rangka implementasi tindakan perbaikan.Tujuannya adalah agar pengamat dapat merekonstruksi proses implementasi tindakan perbaikan yang dimaksud dalam diskusi balikan. Varian yang lain yang sebenarnya telah mulai menampilkan struktur adalah dengan penggunaan kategori – kategori besar (broad categories) sasaran amatan yang secara komprehensif mencakup berbagai tindakan pembelajaran.


(45)

Observasi terfokus adalah observasi yang secara cukup spesifik diarahkan kepada sesuatu aspek tindakan guru atau siswa dalam proses pembelajaran. Salah satu contoh kemungkinan fokusa amatan adalah dimensi – dimensi dari strategi bertanya yang dalam sesuatu episode pembelajaran.

3) Observasi terstruktur

Observasi Terstruktur adalah ditandai dengan perekaman data yang relative sederhana, berhubung dengan telah tersediakannya format yang relatif rinci. Sebagai contoh dapat dikemukakan teknik bertanya yang digelar oleh guru dalam sesuatu episode pembelajaran, seperti (i) penyebaran pertanyaan kepada sebanyak mungkin siswa, (ii) jenis respons siswa karena ditunjuk atau mengajukan diri di samping (iii) respon guru terhadap jawaban siswa langsung ditangaani sendiri aatau dilemparkan kepada siswa lain. Dengan format rekaman yang relative rinci pengamat tinggal membubuhkan tanda cacah (tallies) atau tanda – tanda lain sehingga gejala yang diamati terpetakan secara rapi

4) Observasi Sistematik

Dalam observasi sistematik pengkategorian kemungkinana bentuk dan jenis amatan distrukturkan secara lebih rinci lagi. Salah satu contoh dari observasi sistematik yang telah diketahui secara meluaas adalah format FIAC (Flanders’ Interaction Analysys


(46)

Categories) yang memperkenalakan 3 kategori besar yaitu (i) teacher talk (ii) pupil talk, dan (iii) silence

c. Langkah – langkah Observasi

Dalam hala pelaksanaan PTK dilakukan secara kolaboratif, maka pelaksanaan observasi perlu dilakukan dalam 3 fase kegiatan yaitu (i) pertemuan perencanaan, (ii) Pelaksanaan observasi kelas, dan (iii) Pembahasan balikan. Berikut dijelaskan secara lebih rinci hal – hal yang berkaitan dengan observasi interpretasi dalam rangka penyelenggaraan PTK secara kolaboratif tersebut.

1) Pertemuan Perencanaan

Dalam menyusun rencana observasi perlu diadakan pertemuan bersama untuk menentukan urutan kegiatan observasi dan menyamakan persepsi antara observer (pengamat) dan observee (yang diamati) mengenai focus. Kriteria atau kerangka piker interpretasi di samping teknik observasi termasuk perekaman hasil observasi yang akan digunakan. Bila kesamaan pandang telah tercapai, maka di satu pihak keinginan masing – masing dapat dipenuhi sedangkan di pihak lain kekakuan dalam mengobservasi dapat di kurangi kondisi kerja seperti ini dapat menghemat waktu ayng di gunakan dalam melaksanakan observasi di kelas dalam mendiskusikan balikan dan dalam melakukan refleksi serta dalam menyusun rencana tindak lanjut, apabila diperlukan.


(47)

Fokus Observasi adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran tujuan dalam pelaksanaan observasi. Dalam rangka PTK, focus observasi dibatasi pada sasaran – sasaran tertentu yang diprioritaskan dalam kerangka piker tindakan perbaiakan yang tengah di gelar dalam sesuatu siklus PTK. Berhubung dengan hakekatnya yang khas, maka ada 3 catatan yang perlu diingat dalam pelaksanaan observasi dalam rangka PTK, yaitu (i) actor tindakan perbaikan adalah juga pelaku utama pelaksanaan observasi, dengan resiko bahwa cakupan wilayah observasinya kemungkinan akan lebih terbatas, dibandingkan dengan apabila ada mitra yang dapat memberikan bantuan, (ii) Sebagaimana telah ditekankan sebelumnya, kehadiran pengamat mitra berperan melengkapi amatan dari pelaksana tindakan perbaikan, bukan menggantikannya, dan (iii) Sebagai pengamat, mitra tetap berfungsi sebagai pengamat, bukan sebagai supervisor penuh atau paling banyak sebagai peer supervisor.

b) Kriteria Observasi

Kriteria yang digunakan dalam pelaksanaan observasi adalah kerangka pikit yang digunakan dalam menafsirkan makna dari berbagai fakta yang terekam sebagai indicator dari berbagai gejala yang diharapkan terjadi sebagai perwujudan dari proses atau dampak dari tindakan perbaikan yang diimplementasikan. Kerangka piker tersebut dapat lebih bersifat kuantitatif seperti misalnya dalam bentuk frekuensi pertanyaan yang diajukan siswa dalam sesuatu kurun waktu tertentu. Sebaliknya, kerangka piker tersebut dapat juga lebih menampilkan sifat kualitataif seperti berkenaan


(48)

dengan sifat dan/atau tujuan pertanyaan yang diajukan itu (pertanyaan factual atau pertanyaan analitik, pertanyaan evaluatif dan pertanyaan – pertanyaan yang menuntut pengerahan proses

kognitif tingkat tinggi lainnya.

Namun yang lebih sering dibutuhkan adalah kombinasi di antara keduanya. Yang tentu saja harus diramu secara kontekstual sesuai dengan tujuan, materi dan prosedur yang terdapat dalam scenario di satu pihak, serta sesuai pula dengan mini perbaikan dari hipotesis tindakan yang kebetulan di gelar pada saat itu. Pada gilirannya, sebagaimana telah diisyaratkan di awal bagian ini, kriteria observasi menyediakan kerangka acuan yang dapat digunakan untuk menunjau kembali berbagai aktivitas yang telah digelar sebagai perangkat tindakan perbaikan. Oleh karena itu, pengembangan kriteria observasi sekaligus juga merupakan pemetaan kerangka piker yang membingkai tindakan perbaikan. Beberapa contoh kriteria observasi dalam rangka PTK dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Peningkatan proses pembelajaran, seperti:

 Peningkatan frekuensi dan/atau kualitas pertanyaan siswa dalam interaksi belajar – mengajar.

 Peningkatan kerja sama antar siswa dalam pelaksanaan tugas – tugas pembelajaran

 Peningkatan jumlah dan/atau ragam sumber belajar yang dimanfaatkan oleh siswa.

2 Peningkatan hasil belajar, seperti :


(49)

 Peningkatan perasaan ingin tabu para siswa

 Peningkatan jumlah, jenis dan/mutu produk belajar yang dihasilkan siswa

 Peningkatan prestasi akademik konvensional

 Penurunan frekuensi terjadinya miskonsepsi terhadap materi belajar

3 Peningkatan keterlibatan warga sekolah dalam tindakan perbaikan, seperti

 Keterlibatan sejawat guru – guru lain dalam tindakan – tindakan perbaikan yang serupa

 Dukungan pimpinan sekolah dan para orang tua siswa

 Pemanfaatan hasil PTK oleh sejawat guru lain

c) Alat bantu observasi

Berbagai alat bantu observasi dapat digunakan untuk memfasilitasi perekaman data sesuai dengan spesifikasi yang dikehendaki. Berbagai alat bantu tersebut dapat direntang mulai dari yang paling terbuka sampai dengan yang paling terstruktur. Selain itu juga terdapat alat bantu rekam elektronik yang dapat mendokumentasikan peristiwa secara relative lengkap sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, alat bantu yang paling terbuka adalah selembar kertas kosong.

Penstrukturan awal dilakukan dengan menetapkan terlebuh dahulu focus observasi berupa pokok – pokok titik incar. Penstrukturan dapat lebih ditingkatkan dengan penggunaan checklist termasuk


(50)

yang merekam data secara mekanistik tanpa interpretasi secara format RAC (Flanders’ Inter-Action Categories)

Alat bantu rekam elektronik memang menjanjikan kelengkapan dokumentasi, meskipun masih mengandung keterbatasan – keterbatasan juga. Kamera hanya mampu merekam informasi audio, sedangkan kamera video dapat merekam 2 dimensi informasi yaitu audio dan visual, meskipun masih tetap ada keterbatasan teknis seperti misalnya dari segi sudut pandang kamera.

d) Ketarampilan Mengobservasi

Dari segi keterampulan mengobservasi, tidak setiap orang yang berkeinginan, secara begitu saja terampil melakukan observasi. Ada 3 keterampilan utama yang diperlukan untuk dapat melakukan observasi yang baik, yaitu :

(1) Kemampuan “menunda” kesimpulan:

Ketegasan dalam penarikan kesimpulan dapat diatasi dengan selalu “kembali” kepada focus serta tata aturan observasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengamat yang efektif merekam baik fakta yang dilihatnya dari kerangka piker tindakan perbaikan yang

digelar melalui PTK.

Pengamat apakah itu guru pelaku tindakan perbaikan atau mitra pengamat harus secara eksplisit memisahkan antara fakta dengan interpretasi terhadap fakta yang dimaksud. Dengan kata lain kedua-duanya memang harus direkam, namun secara jelas diindikasikan pemilahannya. Fakta yang direkam tanpa penyorotan


(51)

dari sesuatu bingkai piker, akan kehilangan maknanya sebaliknya rekaman hasil observasi yang hanya memuat interpretasi, cenderung menampilkan gambaran yang distorsi (biased).

Alat bantu perekaman elektronik lebih berpeluang menghasilkan gambaran yang lebih obyektif, anamun agar benar – benar bermanfaat sebagai masukan, interpretasi yang dilabel secra jelas memang dibutuhkan. Oleh karena itu, hasil rekaman elektronik harus secepatnya ditranskripsikan dan dibubuhi catatan – catatan interpretative sesuai dengan keperluan sehingga terwujud sebagai catatan lapangan (field-notes). Alat bantu yang lebih sederhana yang sangat praktis namun juga cukup produktif. Sehingga cocok digunakan oleh pengamat yang juga sekaligus pelaku tindakan, adalah jurnal harian. Sebagaimana telah dikemukakan jurnal harian merupakan semacam catatan harian sehinggga dapat berfungsi sebagai rekaman pengmatan yang sangat efektif, apabila distrukturkan sedemikian sehingga mengandung (a) rekaman factual, (b) pemberian makna terhadap informasi factual yang terekam itu, dan (c) paparan mengenai implikasinya dilihat dari kerangka piker PTK yang tengah dilakukan.

(2) Keteampilan dalam hubungan antar pribadi.

Khususnya apabila melibatkan mitra sebagai pengamat. Maka diperlukan pendekatan hubungan antar pribadi agar “campur tangan “ pihak luar, tidak justru menimbulkan komplikasi – komplikasi yang tidak perlu. Yang penting ditekankan adalah agar masing – masing pihak, baik yang diamati maupun yang


(52)

mengamati “bertemu” dalam arena denagan maksud untuk saling membantu dalam belajar.

(3) Kemampuan teknis

Untuk menungkatkan produktivitas, diperlukan kemampuan teknis di pihak pengamat untuk menjadwal. Memilih “sample peristiwa” serta instrumentasi (protokol, checklist dan format – format perekaman data lain) yang paling tepat secara kontekstual sesuai dengan sosok dalam perbaikan yang bersangkutan yang akan digunakan untuk mengumpulkan informasi melalui pengamatan. (4) Pelaksanaan Observasi

Pada waktu observasi dilakukan, observer mengamati proses belajaran dan mengumpulkan data mengenai segala sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran tersebut, baiak yang terjadi pada guru maupun situasi kelas.Perlu diingat bahwa observer hanya mencatat yang dilihat dan didengar bukan memberikan penilaian atau mengganggu. Untuk menghilangkan ketegangan guru selama diobservasi, pada akhir observasi dilakukan diskusi yang bersifat positif selama 5 atau 10 menit. Observer sebaliknya juga memberikan salinan catatan observasi kepada guru yang diobservasi.

(5) Diskusi Balikan

Sebagaiman telah dikemukakan diskusi balaikan harus dilaksanakan dalam situasi yang tidak menakutkan melainkan saling mendukung (mutually supportive) serta didasarkan pada


(53)

informasi yang diperoleh selama observasi.penentuan serta penetapan target dilakukan berdasarkan pembahasan yang terjadi dalam diskusi balikan. Target – target yang ditetapkan itu hanya bersifat realistis dalam arti balik untuk dicapi dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Pada gilirannya, rencana tindakan untuk pengembanagan berikutnya juga disusun dengan bertolak dari diskusi balikan dimana segala sesuatu yang terjadi dan tidak terjadi selama implementasi tindakan perbaikan itu direfleksikan. Secara visual ketiga fase observasi kelas dapat digambarakan sebagai berikut:

The three-phase observation cycle (Hopkin,1993:81) (6) Perencanaan Tindak Lnjut

Sebagaimana telah dikemukakan, dalam diskusi balikan apabila diperlukan, ditetapkan sasaran – sasaran baru perbaikan. Pada gilirannya sasaran – sasaran baru perbaikan tersebut merupakan titik tolak untuk perancangan tindakan perbaikan untuk siklus berikutnya atau apabila sesuatu tujuan perbaikan telah dinilai tercapai secara cukup memuaskan, terbuka peluang untuk


(54)

mengidentifikasi permasalahan – permasalahan baru yang memerlukan pengatasan melalui PTK. Dengan daur kegiatan PTK seperti ini, maka akan terpiculah mekanisme perbaikan yang berkelanjutan.

2. Wawancara

Salah satu cara untuk mengumpulkan data ialah dengan jalan mengajukan pertanyaan – pertanyaan kepada subyek penelitian.Instrumen ini digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai fakta, keyakinan, perasaan, niat, dsb. Ada beberapa jenis

pertanyaan lisan yaitu wawancara.

Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan kepada subyek yang diteliti. Wawancara memilki sifat yang luwes, pertanyaan yang diberikan dapat disesuaikan dengan subyek, sehingga segala sesuatu yang ingin diungkap dapat digali dengan baik. Ada dua jenis wawancara berstruktur dan tidak berstruktur. Dalam wawancara berstruktur, pertanyaan dan alternative jawaban yang diberikan kepada subyek telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pewawancara.

Wawancara tidak berstruktur bersifat informal. Pertanyaan tentang pan-dangan, sikap, keyakinan subyek, atau keterangan lainnya dapat diajukan secara bebas kepada subyek.

3. Kuesioner

Kontak langsung dengan para subyek yang diperlukan dalam wawancara memakan waktu yang lama, tenaga, dan biayanya.


(55)

Banyak informasi yang dapat dikumpulkan dengan perantaraan daftar pertanyaan tertulis yang diberikan kepada subyek yang diteliti. Kuesioner ada dua macam kuesioner berstruktur atau bentuk tertutup dan kuesioner tidak berstruktur atau terbuka. Kuesioner berstruktur berisi pertanyan yang disertai dengan pilihan jawaban. Kuesioner tak berstruktur pertanyaan tidak disertai dengan jawaban.

4. Tes

Tes merupakan alat pengukur data yang berharga dalam penelitian. Tes ialah seperangkat rangsangan (stimuli) yang di berikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban – jawaban yang dijadikan penetapan skor angka. Adapun jenis tes dalam penelitian adalah tes prestasi belajar, dan tes kecerdasan.

5. Daftar inventori kepribadian

Ada beberapa jenis ukuran kepribadian, masing – masing mencerminkan sudut pandang yang berbeda – beda. Peneliti harus mengetahui secara tepat lebih dulu apa yang ingin diukurnya baru kemudaian memilih instrument. Tiga jenis ukuran kepribadian yang paling banyak dipakai adalah daftar inventori, skala penilaian, dan teknik proyektif.

Daftar inventori adalah daftar pertanyaan yang menggambarkan pola – pola tingkah laku dan mereka diminta untuk menunjukkkan apakah tiapa – tiap pernyataan merupakan ciri tingkah laku mereka dengan jalan memberi


(1)

tanda cek pada jawaban ya, tidak atau tidak tahu. Skor diperoleh dengan menjumlahkan jawaban yang sesuai dengan sifat yang sedang diukur.

b. Skala Penilaian.

Skala penilaian merupakan alat penilaian yang memerlukan penilaian yang bdilakukan oleh seseorang terhadap tingkah laku atau penampilan orang lain. Penilaitinggal memberikan nilai pada suatu kontimum(rangkaian satuan) atau suatu kategori yang menggambarkan cirri tingkah laku orang yang dinilai. Jenis skala penilaian ada dua, yaitu skala grafis dan skala kategori.

Teknis Proyeksi. Teknik Proyeksi adalah ukuran yang dilakaukan dengan jalan meminta seseorang memberikan respon kepada suatu stimulus yang ambigu atau yang tak tersusun. Teknik ini disebut proyeksi karena seseorang diharapkan memroyeksikan kebutuhan, keinginan, ketakutan, kecemasannya sendiri dalam stimulus tersebut. Berdasarkan penafsiran dan tanggapan subyek, peneliti mencoba menyusun suatu gambaran menyeluruh tentang struktur kepribadian seseorang. Contoh tes Appersepsi Tematik (TAT). Tes Rorsharch yang menggunakan noda tinta.

6. Skala

Skala adalah seperangkat nilai angka yang ditetapkan kepada subyek, obyek, atau tingakah laku denga tujuan mengukur sifat. Skala ini biasa digunakan untuk mengukur sikap, nilai – nilai, dan


(2)

minat. Skala ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh seseorang memiliki ciri yang ingin diteliti. Skala ini memiliki (skala Thurstone), summated scale (skala Guttmjan), dan semantic differential scale.

Skala Likert

Skala jenis ini merupakan sejumlah pernyataan positif dan negative mengenai suatu obyek sikap. Dalam memberikan respon terhadap pernyataan dalam skala ini, subyek menunjukkan sangat setuju, setuju, tidak mempunyai pilihan, tidak setuju, atau sangat tidak setuju. Contoh Pendidikan Luar Biasa hendaknya dipisahkan dengan pendidikan untuk anak normal. Sanagat setuju (2), setuju (1), tidak mempunyai pilihan (0), tidak setuju (-1), dan sangat tidak setuju (-2).

Skala Thurstone

Thurstone mengembangkan suatu metode untuk menentukan nilai skala tertentu pada hala – hal yang mewakili berbagai tingkat sikap yang menyenagkan. Skala yang dikembangkan oleh Thurstone ada 11 dari menyenagkan, netral sampai tidak menyenagkan.

Skala Guttman

Teknik kumulatif timbul karena memberikan kritikan pada skala sikap Thurrstone dan skal likert mengatakan bahwa skala – skala tersebut memuat pernyataan – pernyataan heterogen mengenai berbagai dimensi obyek sikap. Guttman


(3)

mengembangkan suatu teknik untuk mengatasi masalah ini dengan menggolongkan skala berdimensi tunggal, bermaksud menetapkan apakag sikap yang sedang diselidiki benar – benar hanya menyangkut satu dimensi. Suatu sikap dianggap berdimensi tunggal kalau sikap itu menghasilkan skala yang kumulatif, yaitu skala yang butir – butirnya berkaitan satu sama lain sedemikian rupa sehingga seorang subyek yang setuju dengan pernyataan nomor 2,akan merasa setuju dengan nomor 1. Contoh reponden diminta setuju atau

tidak setuju.

1) Manfaat POMG sepadan dengan waktu yang dihabiskan

untuk organisasi

2) POMG mempunyai pengaruh besar guna meningkatkan

peranan sekolah

3) POMG adalah organisasi yang paling penting di Indonesia guna meningkatkan peranan sekolah


(4)

Apabila ini adalah skala kumulatif, maka seharusnya dapat disusun semua tanggapan responden ke dalam pola seperti pada table diatas. Dengan demikian jika skor seseorang diketahui, maka seharusnya kita dapat mengatakan dengan tepat pertanyaan – pertanyaan mana yang di setujui oleh subyek itu.Misal, semua responden mempunyai skor 2, yaitu percaya bahwa manfaat POMG sepadan dengan waktu yang dihabiskan untuk organisasai dan POMG mempunyai pengaruh dengan waktu yang dihabiskan untuk organisasai dan POMG mempunyai pengaruh besar dalam meningkatkan peranan sekolah, namun tidak percaya POMG adalah organisasai yang paling penting di Indonesia untuk meningkatkan peranan sekolah.

Subyek dapat dirangking berdasarkan tanggapan mereka terhadap skala itu. Oleh karena itu peneliti harus membentuk pernyataan – pernyataaan tertentu. Kemudian pola tanggapan yang sebenarnya diteliti dan diukur, sejauh mana tanggapan itu dapat direproduksi dari skor keseluruhan. Salah satu cara yang di lakukan adalah membagi jumlah total kesalahan dengan jumlah total tanggapan dan hasilnya dipakai untuk mengurangi angka satu, sehingga diperoleh koefisien reproduksibilitas. Guttman menyarankan nilai 0,90 sebagai membentuk skala berdimensi tunggal (Kumulatif).

Semantic defferential scale (skala perbedaan makna).

Pendekatan lain untuk mengukur sikap terhadap obyek, subyek dan kejadian adalah skala perbedaan makna. Skala ini dikembangkan oleh Osgood, Suci, dan Tannenbaum. Skala ini di dasarkan pada pandangan bahwa obyek itu mempunyai dua


(5)

macam makna bagi seseorang, yaitu magna denotative dan konotatif, yang dapat dinilai sendiri – sendiri. Magna denotatif suatu subyek dapat dengan mudah dinyatakan, namun tidak begitu dengan magna konotatif. Suatu subyek secara tidak lansung, yaitu dengan menggunakan sejumlah kata – kata sifat yang mempunyai dua kutub (bipolar) dan meminta beberapa orang untuk menilai obyek itu dengan berpedoman pada kata – kata sifat. Osgood menggunakan skala ini atas tujuh titik dengan angka 0 sebagai titik tengahnya ke atas sampai + 3 dan ke bawah – 3 untuk menilai sikap.

Dengan mengetahui penilai para subyek terhadap suatu obyek, peneliti dapat menetapkan adalah sikap masing – masing terhadap obyek tersebut positif atau negative. Skor sikap seorang responden dapat dibandingkan dengan sikap umum terhadap obyek itu oleh suatu kelompok yang ditunjuk. Dapat juga sampai skor sikap responden denga jalan membandingkan sikap sejumlah orang terhadap obyek tersebut, dan dengan membandingkan pola penilaian mereka dengan pola penilaian orang lain.


(6)

Osgood dkk membagi menjadi tiga kelompok kata sifat yaitu, Evaluatif; terdiri dari baik – buruk, bersih – kotor

Potensi; terdiri kuat – lemah, besar – kecil, dan Aktivitas; terdiri aktif – pasif, cepat – lambat.