Konsumsi Energi Dan Zat Gizi Serta Status Gizi Pasien Lansia Di Ruang Gayatri Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

KONSUMSI ENERGI DAN ZAT GIZI SERTA STATUS GIZI
PASIEN LANSIA DI RUANG GAYATRI
RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

Arina Manasik

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

ABSTRACT
ARINA MANASIK. Energy and Nutrients Intake, and Nutritional Status of Elderly
Patients in Gayatri Room Marzoeki Mahdi Hospital. Supervised by SITI
MADANIJAH and VERA URIPI.
Services and facilities of healthcare for elderly are the increasing number of
elderly response in Indonesia. Gayatri Room in Marzoeki Mahdi Hospital (RSMM)
is the only one special ward for elderly patients in Bogor. The purposes of this
research are to identify and to analyze energy and nutrients intake, and
nutritional status of elderly patients in Gayatri Room, RSMM, Bogor. This
research uses cross sectional design and take place in Gayatri Room and

Nutrition Unit. The subjects of this research are 30 hospitalized elderly in Gayatri
Room. Descriptive and correlative statistical methode are used to process all the
data. Hospital meals consists of meals provided by Nutrition Unit and commercial
formula. Meals provided by Nutrition Unit gives availability of energy and
nutrients sufficiently, except vitamin E and folic acid. It means that if patients
consume it optimally, they would meet their nutrition requirement. Energy and
nutrients availability of commercial formula is lower than meals provided by
Nutrition Unit and it can not meet nutrition requirement. Combination of meals
and commercial formula gives availability of energy and nutritients sufficiently,
and more patients have excessive. But, energy and nutrients intake of hospital
meals in most patients is still low. Some patients not only consume energy and
nutrients from hospital meals, but also from non-hospital meals, parenteral
nutrition, and supplement. Pearson’s correlative test shows that there is no
significant correlation between age and Body Mass Index (BMI) (p = 0,537; r =
-0,117), age and energy requirement (p = 0,129; r = -0,283), and age and level of
energy intake from hospital meals (p = 0,574; r = 0,111). Spearman’s correlative
test shows that there is no significant correlation between amount of disease and
BMI (p = 0,466; r = -0,138).
Keywords: intake, nutritional status, elderly patients, hospital meals


RINGKASAN
ARINA MANASIK. Konsumsi Energi dan Zat Gizi serta Status Gizi Pasien Lansia
di Ruang Gayatri Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. (Dibimbing oleh Siti
Madanijah dan Vera Uripi)
Penyelenggaraan sarana bagi kegiatan dan layanan yang dikhususkan
bagi lansia merupakan usaha yang diharapkan dapat semakin meningkatkan
jaminan terhadap kesehatan lansia (Komnas Lansia 2008). Ruang Gayatri
Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi (RSMM) Bogor merupakan satu-satunya
ruang rawat inap kelas II plus khusus lansia dengan diagnosa minimal tiga jenis
penyakit yang tersedia di Kota Bogor. Penyelenggaraan makanan yang diberikan
kepada pasien di Ruang Gayatri masih dilakukan secara bersama dengan pasien
umum lainnya. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari
keragaan konsumsi energi dan zat gizi serta status gizi pasien lansia yang
dirawat di Ruang Gayatri RSMM. Tujuan khusus penelitian ini adalah (1)
Mengidentifikasi karakteristik pasien dan jenis penyakit, (2) Menganalisis status
gizi pasien, (3) Menganalisis kebutuhan energi dan zat gizi pasien, (4)
Menganalisis ketersediaan energi dan zat gizi dari makanan RS (makanan
olahan RS dan formula khusus), (5) Menganalisis konsumsi energi dan zat gizi
dari makanan RS dan makanan luar RS, (6) Menganalisis hubungan antara
variabel usia dengan status gizi (IMT), variabel status gizi (IMT) dengan jumlah

penyakit, variabel usia dengan kebutuhan energi, dan variabel usia dengan
tingkat konsumsi energi dari ketersediaan makanan RS.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, dilaksanakan
pada bulan Oktober hingga November 2010 berlokasi di Instalasi Gizi dan Ruang
Gayatri RSMM Bogor. Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien lansia di
Ruang Gayatri RSMM Bogor yang berada saat penelitian berlangsung.
Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling,
dengan kriteria inklusi yang terdiri dari (1) Bersedia diukur tinggi atau panjang
badan dan berat badan atau lingkar lengan atas, (2) Bersedia diwawancara atau
ada pihak keluarga yang dapat memberikan informasi mengenai pasien, (3)
Dirawat di Ruang Gayatri selama minimal tiga hari, dan (4) Tidak dalam keadaan
berpuasa sehingga dapat diamati konsumsi pangannya selama tiga hari .
Jumlah pasien yang sesuai dengan kriteria inklusi hingga batas waktu
penelitian sebanyak 30 orang. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan
sekunder. Data primer meliputi karakteristik pasien, jenis penyakit, status gizi,
kebutuhan, ketersediaan, serta konsumsi energi dan zat gizi dari makanan RS
dan makanan luar RS. Data sekunder meliputi gambaran umum RSMM, Ruang
Gayatri, dan Instalasi Gizi. Data diperoleh melalui pengamatan langsung dan
wawancara menggunakan kuesioner, serta informasi yang diperoleh dari rekam
medis dan dokumentasi RS. Pengolahan data meliputi perhitungan terhadap

kebutuhan energi dan zat gizi masing-masing pasien, ketersediaan energi dan
zat gizi dari makanan RS, konsumsi energi dan zat gizi pasien dari berbagai
sumber, dan status gizi menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS
versi 16.0 for windows. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara statistik
deskriptif serta analisis korelasi menggunakan Uji Pearson dan Uji Spearman.
Sebanyak 63,3% pasien berjenis kelamin wanita. Usia pasien berkisar
antara 60 hingga 100 tahun. Sebanyak 60% pasien termasuk dalam kategori
usia lanjut (elderly). Status pernikahan sebanyak 63,3% pasien adalah duda atau
janda. Sebanyak 60% pasien mendapat biaya perawatan RS dari keluarga. Jenis
penyakit yang diderita oleh paling banyak pasien adalah gangguan

kardiovaskuler. Selain itu, sebanyak 36,7% pasien menderita gangguan penyerta
berupa anemia, dan 60% berisiko low intake.
Makanan RS terdiri dari makanan olahan RS dan formula komersial.
Rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi dari makanan olahan RS adalah
energi sebanyak 117,5% dari kebutuhan energi pasien; protein sebanyak 1,8
g/kg BB; karbohidrat sebanyak 66,6% dari kebutuhan energi; lemak sebanyak
34,1% dari kebutuhan energi; serta vitamin dan mineral lebih dari sama dengan
77% AKG, kecuali vitamin E dan asam folat. Rata-rata ketersediaan energi dan
zat gizi dari formula komersial adalah energi sebanyak 65,1% dari kebutuhan

energi pasien; protein sebanyak 0,5 g/kg BB; karbohidrat sebanyak 43,7% dari
kebutuhan energi; lemak sebanyak 14,1% dari kebutuhan energi; serta vitamin
dan mineral lebih dari sama dengan 77% AKG, kecuali asam folat, vitamin B12,
mineral kalsium, dan besi. Rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi dari
makanan olahan RS dan formula komersial adalah energi sebanyak 141,2% dari
kebutuhan energi pasien; protein sebanyak 2,3 g/kg BB; karbohidrat sebanyak
66,6% dari kebutuhan energi; lemak sebanyak 40,1% dari kebutuhan energi;
serta vitamin dan mineral lebih dari sama dengan 77% AKG, kecuali vitamin E
dan asam folat.
Makanan RS merupakan sumber utama energi dan zat gizi ketika pasien
dirawat di RS. Secara umum konsumsi makanan pokok dan sayuran cenderung
rendah karena masih kurang dari konsumsi minimal yang disarankan dari
ketersediaan. Lauk hewani dan nabati cenderung dikonsumsi lebih dari sama
dengan batas konsumsi minimal yang disarankan dari ketersediaan. Rata-rata
konsumsi energi dan zat gizi total (makanan RS dan makanan luar RS) adalah
energi sebanyak 71,6% dari kebutuhan energi, protein sebanyak 1 g/kg BB,
lemak sebanyak 19,9% dari total kebutuhan energi, dan karbohidrat sebanyak
44% dari total kebutuhan energi. Rata-rata konsumsi vitamin dan mineral masih
kurang dari 77% AKG, kecuali vitamin A.
Hasil Uji Korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan

yang nyata antara variabel usia dengan IMT (p > 0,05) (p = 0,537; r = -0,117),
variabel usia dengan kebutuhan energi (p = 0,129; r = -0,283), dan variabel usia
dengan konsumsi energi dari makanan RS (p = 0,574; r = 0,111). Hasil Uji
Korelasi Spearman memperlihatkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata
antara variabel jumlah penyakit yang diderita dengan Indeks Massa Tubuh (p >
0,05) (p = 0,466; r = -0,138).
Faktor dari dalam diri pasien yang mempengaruhi konsumsi makanan RS
meliputi adanya penurunan kondisi fisik karena faktor usia dan penyakit serta
kondisi psikis yang mempengaruhi nafsu dan kemampuan makan pasien. Faktor
dari luar diri pasien meliputi konsistensi makanan yang tidak sesuai dengan
kemampuan makan pasien, rasa makanan, serta kegiatan konsultasi gizi yang
belum merata ke seluruh pasien lansia di Ruang Gayatri. Disarankan kepada
pihak RS untuk lebih memperhatikan pelayanan makanan, tekstur makanan,
porsi, frekuensi, serta rasa masakan sehingga pasien dapat mengkonsumsi
makanan RS dengan baik. Penelitian mengenai daya terima dan persepsi pasien
terhadap makanan RS disarankan untuk dilakukan sebagai masukan bagi
penyelenggaraan makanan selanjutnya. Pelayanan konsultasi gizi dengan dokter
atau ahli gizi supaya lebih ditingkatkan agar pasien dapat mengkonsumsi
makanan RS secara optimal melalui dorongan dari keluarga.


KONSUMSI ENERGI DAN ZAT GIZI SERTA
STATUS GIZI PASIEN LANSIA DI RUANG GAYATRI
RUMAH SAKIT DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR

ARINA MANASIK

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

LEMBAR PENGESAHAN

Judul
Nama

NRP

: Konsumsi Energi dan Zat Gizi, serta Status Gizi Pasien Lansia di
Ruang Gayatri Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor
: Arina Manasik
: I14060722

Menyetujui,
Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS
NIP: 19491130 197603 2 001

dr. Vera Uripi
NIP: 19511207 198803 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat


Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
NIP: 19621218 198703 1 001

Tanggal lulus:

PRAKATA
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh
SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Konsumsi Energi
dan Zat Gizi, serta Status Gizi Pasien Lansia di Ruang Gayatri RS. dr. H.
Marzoeki Mahdi Bogor” dapat diselesaikan. Atas selesainya skripsi ini, penulis
ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing skripsi I dan
dr. Vera Uripi selaku dosen pembimbing skripsi II, yang telah memberikan
arahan, nasehat, dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
2. Ir. Cesilia Meti Dwiriani, M. Sc selaku dosen pembimbing akademik, atas
bimbingan dan perhatian selama penulis melaksanakan studi.
3. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku dosen pemandu seminar dan penguji
skripsi yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik demi

kesempurnaan skripsi ini.
4. dr. Erry Dharma Irawan, SpKj selaku Direktur Utama RS. dr. H. Marzoeki
Mahdi Bogor yang memberi izin penulis melaksanakan penelitian di
Instalasi Gizi dan Ruang Gayatri RSMM.
5. dr. Anna Hoengdrayana Then, SpGk, M.Gizi selaku pembimbing lapang
yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian
berlangsung.
6. Ns. Aldi Andeksa, S.Kep selaku Kepala Ruang Gayatri, Hj. Hera Ganefi
TD, DCN, MARS selaku Kepala Instalasi Gizi, para perawat, dan tenaga
gizi yang telah membantu penulis dalam proses penelitian.
7. Bapak, Ibu, dan Adik-adik (Dila, Jamil, Riris) atas doa dan dukungan
selama ini yang tiada henti untuk penulis.
8. Teman-teman Gizi’ 43 (terutama Andris, Anne, Dini, Ghaida, dan Wulan),
serta seluruh penghuni Griya MBL (terutama Sofi, Lia, Nana, dan Vika)
atas kebersamaan selama ini Alhamdulillahi Jaza Kumullohu Khoiron.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Juni 2011

Arina Manasik


RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Arina Manasik dilahirkan di Jakarta pada
tanggal 24 Februari 1988, dari pasangan Bapak H. Nur Ali dan Ibu Hj. Winarni.
Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal
penulis dimulai dari TK Pertiwi IV dan SD Negeri 08 Pagi Cilandak Barat. Penulis
kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 85 Pondok Labu dan SMA
Negeri 46 Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Penulis diterima sebagai mahasiswa
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI, dan pada tahun
2007 penulis diterima pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat,
Institut Pertanian Bogor.
Selama menjalani masa perkuliahan penulis pernah mengikuti kegiatan
kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) periode 2008 –
2009. Beberapa kepanitian yang telah diikuti penulis antara lain Masa
Perkenalan Departemen dan Fakultas (2008) dan Nutrition Fair (2009). Penulis
pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan yang
didanai Dikti pada tahun 2009. Selain itu, penulis juga pernah melakukan Kuliah
Kerja Profesi pada tahun 2009 di Kelurahan Balumbang Jaya Bogor Barat, serta
Internship Bidang Dietetika di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita
Jakarta pada tahun 2010. Penulis juga pernah menjadi tenaga enumerator dalam
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) di Kota Bogor yang diselenggarakan oleh
Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………………..………..

x

DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………

xii

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………........

xiii

PENDAHULUAN …………………………………...…………………………........
Latar Belakang ………...………………………...…………………………
Tujuan Penelitian……...………………………………………...………….
Kegunaan …………………...………………………………………………

1
1
2
3

TINJAUAN PUSTAKA ….…………………………………………………….........
Masalah Kesehatan dan Gizi Lansia .....................................................
Makanan untuk Pasien Rawat Inap ......................................................
Perencanaan Menu ........................................................................
Pemilihan Bahan Makanan ............................................................
Pengolahan Bahan Makanan .........................................................
Standar Porsi dan Pendistribusian Makanan .................................
Kebutuhan Gizi pada Pasien Lansia .....................................................
Energi .............................................................................................
Protein ............................................................................................
Karbohidrat .....................................................................................
Lemak .............................................................................................
Vitamin dan Mineral ........................................................................
Status Gizi Lansia .................................................................................

4
4
6
6
7
7
8
8
9
10
10
11
12
14

KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................. 16
METODE PENELITIAN .....................................................................................
Desain, Tempat, dan Waktu ..................................................................
Cara Pengambilan Contoh ....................................................................
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ......................................................
Pengolahan dan Analisis Data ..............................................................
Pengolahan Data ............................................................................
Analisis Data ..................................................................................
Definisi Operasional ..............................................................................

19
19
19
20
22
22
27
28

HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................
Gambaran Umum RS dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dan R. Gayatri ....
Gambaran Umum Instalasi Gizi ............................................................
Perencanaan Menu ........................................................................
Bahan Makanan, Standar Porsi, Pengolahannya...........................
Pendistribusian ...............................................................................
Karakteristik Pasien ...............................................................................
Jenis Penyakit dan Status Gizi ..............................................................
Jenis Penyakit ................................................................................
Status Gizi ......................................................................................
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi .............................................................
Ketersediaan Energi dan Zat Gizi dari Makanan RS ............................
Makanan Olahan RS ......................................................................
Formula Komersial .........................................................................
Makanan Olahan RS dan Formula Komersial ...............................

30
30
31
32
33
34
35
36
36
39
39
40
41
45
47

Konsumsi Makanan RS .........................................................................
Konsumsi Makanan Pokok .............................................................
Konsumsi Lauk Hewani dan Nabati ...............................................
Konsumsi Sayuran dan Buah-buahan ...........................................
Konsumsi Makanan Selingan dan Formula Komersial ..................
Konsumsi Energi dan Zat Gizi dari Sumber Pangan ............................
Konsumsi Energi ............................................................................
Konsumsi Protein ...........................................................................
Konsumsi Karbohidrat dan Lemak .................................................
Konsumsi Vitamin dan Mineral .......................................................
Hubungan antar Variabel ......................................................................
Hubungan Jenis Kelamin dengan Usia dan Status Pernikahan .....
Hubungan Usia dengan Indeks Massa Tubuh ...............................
Hubungan Status Gizi dengan Jumlah Penyakit ............................
Hubungan Usia dengan Kebutuhan Energi ....................................
Hubungan Usia dengan Tingkat Konsumsi Energi Makanan
Olahan RS terhadap Ketersediaan .........................................

50
50
50
51
53
54
54
55
56
57
59
59
60
60
60
61

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 62
Kesimpulan ............................................................................................ 62
Saran ..................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 64
LAMPIRAN ........................................................................................................ 67

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Angka kecukupan vitamin dan mineral pada lansia .................................... 14
2 Cut off point IMT untuk populasi Asia menurut WHO tahun 2004............... 15
3 Variabel, cara, dan alat yang digunakan dalam pengumpulan data …....... 21
4 Pengkategorian variabel karakteristik individu …………………………....... 21
5 Faktor aktivitas ............................................................................................ 23
6 Faktor stress ……………………………………………………………….…..

23

7 Ketentuan kebutuhan energi dan zat gizi pada diet khusus ……………..... 24
8 Pengkategorian tingkat kecukupan energi dan zat gizi …………………..... 25
9 Status gizi berdasarkan IMT pada populasi Asia ………………………....... 27
10 Kerangka menu berdasarkan kelas perawatan ……………………………... 33
11 Standar porsi bahan makanan untuk pasien umum kelas II …………......... 34
12 Sebaran pasien berdasarkan karakteristik …………………………………... 36
13 Sebaran pasien berdasarkan jenis penyakit ................................................ 39
14 Sebaran pasien berdasarkan status gizi ………………………………...….. 39
15 Rata-rata kebutuhan energi dan zat gizi …………………………………….. 40
16 Sebaran pasien berdasarkan tingkat ketersediaan energi makanan
olahan RS terhadap kebutuhan .................................................................. 41
17 Sebaran pasien berdasarkan ketersediaan protein makanan olahan RS.... 42
18 Sebaran pasien berdasarkan ketersediaan karbohidrat makanan olahan
RS ............................................................................................................... 43
19 Sebaran pasien berdasarkan ketersediaan lemak makanan olahan RS .... 43
20 Rata-rata ketersediaan vitamin dan mineral dari makanan olahan RS
terhadap AKG ............................................................................................. 45
21 Rata-rata ketersediaan vitamin dan mineral dari formula komersial ........... 47
22 Sebaran pasien berdasarkan tingkat ketersediaan energi makanan
olahan RS dan formula komersial terhadap kebutuhan .............................. 47
23 Sebaran pasien berdasarkan ketersediaan karbohidrat makanan olahan
RS dan formula komersial ........................................................................... 48
24 Sebaran pasien berdasarkan ketersediaan lemak makanan olahan RS
dan formula komersial ................................................................................. 49
25 Rata-rata ketersediaan vitamin dan mineral dari makanan olahan RS dan
formula komersial terhadap AKG ..................................
49
26 Konsumsi setiap makanan pokok terhadap ketersediaan .......................... 50
27 Konsumsi setiap lauk hewani terhadap ketersediaan ................................. 51
28 Konsumsi setiap lauk nabati terhadap ketersediaan .................................. 51

29 Konsumsi sayuran terhadap ketersediaan .................................................. 52
30 Konsumsi buah-buahan terhadap ketersediaan ......................................... 52
31 Konsumsi makanan selingan dan formula komersial terhadap
Ketersediaan................................................................................................ 53
32 Sebaran pasien berdasarkan tingkat konsumsi energi terhadap
kebutuhan.................................................................................................... 55
33 Sebaran pasien berdasarkan konsumsi protein total .................................. 56
34 Sebaran pasien berdasarkan konsumsi karbohidrat total ........................... 56
35 Sebaran pasien berdasarkan konsumsi lemak total ................................... 57
36 Rata-rata konsumsi vitamin dan mineral total terhadap AKG ..................... 58
37 Sebaran pasien berdasarkan jenis kelamin dan usia ................................. 59
38 Sebaran pasien berdasarkan jenis kelamin dan status perkawinan ........... 59

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Analisis konsumsi energi dan zat gizi serta status gizi pasien lansia
rawat inap …………………………………....……………………………..

18

2

Cara penarikan contoh …………………….………………………………

19

3

Sebaran pasien berdasarkan tingkat konsumsi zat gizi mikro terhadap
AKG …………………………………………………………………………. 58

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Kuesioner penelitian ……………………………………………………

68

2

Struktur organisasi Ruang Gayatri ……………………………………

73

3

Keadaan Ruang Gayatri RSMM ………………………………………

74

4

Struktur organisasi Instalasi Gizi RSMM …………………………..…

75

5

Siklus menu pasien Ruang Gayatri dan pasien kelas II ..………...…

76

6

Keadaan Instalasi Gizi dan Pantry ...………………………………….

77

7

Data karakteristik pasien …..…………………………………………...

78

8

Perhitungan tingkat konsumsi minimal makanan RS ………………..

79

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini kemajuan tingkat kesehatan, sosial ekonomi, kemajuan ilmu
kedokteran, kebersihan lingkungan, keadaan gizi yang baik, dan kemajuan di
bidang teknologi pangan telah meningkatkan usia harapan hidup Indonesia.
Semakin meningkatnya usia harapan hidup, berarti jumlah manusia lanjut usia
praktis akan bertambah banyak (Astawan & Wahyuni 1988). Jumlah penduduk
lansia di Indonesia pada tahun 2003 sebesar 16,02 juta orang naik menjadi
sekitar 16,80 juta orang pada tahun 2005, dan naik lagi menjadi sekitar 18,96
juta orang pada tahun 2007 (BPS 2007). Jumlah lansia tahun 2010 diperkirakan
akan mencapai 23 juta jiwa, dan tahun 2020 menjadi 28 juta orang lebih
(Depkominfo 2009).
Memiliki usia panjang bukanlah tanpa masalah. Sebagian lansia ada
yang tergolong sehat, dan ada pula yang mengidap penyakit kronis (Arisman
2003). Berkurangnya fungsi imun selama proses penuaan juga mengakibatkan
mudahnya lansia terserang penyakit infeksi (Harris 2004). Angka kesakitan
penduduk lansia cenderung meningkat meskipun relatif kecil selama kurun waktu
tahun 2003 hingga 2007, yaitu sebesar 28,5% pada tahun 2003, meningkat
menjadi 30,0% pada tahun 2005, dan pada tahun 2007 meningkat menjadi
31,1% (BPS 2007).
Penyelenggaraan sarana bagi kegiatan dan layanan yang dikhususkan
bagi lansia merupakan usaha yang diharapkan dapat semakin meningkatkan
jaminan terhadap kesehatan lansia (Komnas Lansia 2008). Satu-satunya rumah
sakit di Kota Bogor yang menyediakan pelayanan ruang rawat inap akut bagi
pasien lansia yang memiliki minimal tiga macam gangguan kesehatan adalah
Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi. Darmojo dan Martono (2006) menjelaskan
bahwa bangsal geriatri akut adalah bangsal atau ruang rawat inap tempat
penderita geriatri dengan penyakit akut atau subakut dilakukan tindakan
penilaian, kuratif, dan rehabilitatif jalur cepat oleh tim geriatri. Perhimpunan
Gerontologi Medik Indonesia (PERGEMI) mendefinisikan penderita geriatri
sebagai mereka yang secara kronologis dan biologis telah berusia lanjut (berusia
60 tahun ke atas) dan menderita lebih dari dua macam penyakit yang secara
umum merupakan penyakit degeneratif.
Perawatan

di

rumah

sakit

berarti

memisahkan

penderita

dari

lingkungannya sehari-hari termasuk juga kebiasaan dalam makanannya, cara

makanan itu dihidangkan, tempat makan, waktu makan, dan sebagainya.
Perubahan lingkungan dan kebiasaan ini dapat merupakan beban mental bagi
penderita yang akan menghambat penyembuhan penyakitnya (Subandriyo &
Santoso 1995).
Hasil penelitian McWhirter dan Pennington (1994) menemukan bahwa
sebanyak 200 dari 500 pasien rumah sakit mengalami gizi kurang, 171 pasien
mengalami gizi lebih, dan hanya 129 pasien yang memiliki status gizi normal.
Berdasarkan Data Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta (2001) dalam Setiati (2006), menunjukkan bahwa di
ruang rawat akut Geriatri RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2001 didapatkan
masalah gizi (gizi kurang, gizi buruk, hipoalbuminemia, dan anemia) sebesar
28,8% dari seluruh masalah pasien geriatri yang dirawat.
Perhitungan energi atau analisis diet sering digunakan untuk menilai
asupan pangan dan zat gizi aktual pada pasien (Hammond 2004). Perhatian
pada hal-hal tersebut kemudian menjadi gagasan dari penelitian yang berjudul
“Konsumsi Energi dan Zat Gizi serta Status Gizi Pasien Lansia di Ruang Gayatri
Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor”. Peneliti berharap agar penelitian ini
dapat memberikan gambaran bagaimana keadaan konsumsi energi dan zat gizi
serta status gizi pasien lansia rawat inap tersebut.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keadaan konsumsi energi dan
zat gizi, serta status gizi pasien lansia yang dirawat di Ruang Gayatri Rumah
Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik pasien dan jenis penyakit.
2. Menganalisis status gizi pasien.
3. Menganalisis kebutuhan energi dan zat gizi pasien.
4. Menganalisis ketersediaan energi dan zat gizi dari makanan RS
(makanan olahan RS dan formula komersial).
5. Menganalisis konsumsi energi dan zat gizi dari makanan RS dan
makanan luar RS.
6. Menganalisis hubungan antara variabel usia dengan status gizi (IMT),
variabel status gizi (IMT) dengan jumlah penyakit, variabel usia dengan

kebutuhan energi, dan variabel usia dengan tingkat konsumsi energi dari
ketersediaan makanan RS.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna bagi peneliti untuk mengembangkan diri dan
memperluas pengetahuan serta wawasan. Diharapkan hasil penelitian ini dapat
memberikan gambaran mengenai konsumsi energi dan zat gizi, juga status gizi
pasien lansia yang dirawat di Rumah Sakit dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor.
Penelitian ini diharapkan pula dapat memberikan manfaat bagi rumah sakit
dalam upaya meningkatan pelayanan gizi bagi pasien lansia, sehingga dengan
dukungan gizi yang baik diharapkan lama rawat pasien akan lebih singkat.

TINJAUAN PUSTAKA
Masalah Kesehatan dan Gizi Lansia
Penuaan adalah proses normal yang dimulai sejak masa konsepsi
sampai dengan akhirnya mati (Harris 2004). Lanjut usia sesuai dengan undangundang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, adalah
seseorang yang telah mencapai lebih dari 60 tahun ke atas. Klasifikasi lansia
berdasarkan usia menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) yaitu usia lanjut
(elderly) (60 – 74 tahun), usia lanjut tua (old) (75 – 90 tahun), dan usia lanjut
sangat tua (very old) (di atas 90 tahun) (Komnas Lansia 2008).
Kemampuan fisiologis seseorang akan mengalami penurunan secara
bertahap dengan bertambahnya umur. Proses penuaan ditandai dengan
kehilangan massa otot tubuh sekitar 2 – 3% perdekade. Sarkopenia, kehilangan
massa otot yang berkaitan dengan usia, berkontribusi terhadap penurunan
kekuatan otot, perubahan pada gaya berjalan dan keseimbangan, kehilangan
fungsi

fisik,

dan

meningkatnya

risiko

penyakit

kronis.

Selama

masa

pertumbuhan, proses anabolisme lebih banyak terjadi daripada proses
katabolisme. Saat tubuh sampai pada masa kedewasaan, tingkat katabolisme
atau perubahan degeneratif menjadi lebih besar daripada regenerasi anabolik
(Harris 2004).
Stieglietz (1954) dalam Darmojo dan Martono (2006) menerangkan
bahwa penyakit pada populasi lansia berbeda perjalanan dan penampilannya
dengan yang terdapat pada populasi lain. Secara singkat dapat disimpulkan
bahwa penyakit pada usia lanjut bersifat multi patologis atau mengenai multi
organ atau sistem, degeneratif dan saling terkait, kronis dan cenderung
menyebabkan kecacatan lama sebelum terjadinya kematian, dan biasanya juga
mengandung psikologis dan sosial. Selain itu sering terjadi polifarmasi dan
iatrogenesis, yaitu menderita penyakit baru akibat penggunaan obat-obatan yang
berlebihan dibandingkan dengan diagnosa. Brocklehurst dan Allen (1987) dalam
Darmojo dan Martono (2006) menambahkan satu hal lagi yang penting yaitu usia
lanjut juga lebih sensitif terhadap penyakit akut.
Selama proses penuaan, pembuluh darah menjadi kurang elastis dan
meningkatnya resistensi periferal sehingga meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi. Peningkatan resistensi pembuluh darah dapat mengganggu aliran
darah ke jantung sehingga menyebabkan penyakit kardiovaskuler (Harris 2004).

Susunan makanan yang tidak memenuhi kebutuhan gizi tubuh, dapat
menciptakan dua kemungkinan, yaitu keadaan gizi kurang atau keadaan gizi
lebih (kegemukan). Keadaan obesitas ini banyak dipengaruhi oleh kegiatan yang
berlebihan dari kelenjar hipotalamus, banyaknya sel-sel lemak tubuh, umur para
lanjut usia, aktivitas jasmani yang kurang, faktor psikologis, faktor keturunan, dan
faktor endokrin. Keadaan ini sering pula menimbulkan gangguan dalam tubuh
secara mekanis, secara metabolik, traumata (kecelakaan), maupun gangguan
kardiovaskuler (Astawan & Wahyuni 1988).
Fungsi imunitas juga mengalami penurunan pada lansia, sehingga
kemampuan melawan infeksi berkurang dan meningkatnya kejadian penyakit
infeksi pada lansia. Fungsi ginjal dan kecepatan penyaringan glomerulus
mengalami penurunan sekitar 60% pada usia 30 sampai 80 tahun, terutama
jumlah nefron yang berkurang menyebabkan menurunnya aliran darah (Harris
2004). Pembuangan sisa-sisa metabolisme protein dan elektrolit yang harus
dilakukan ginjal akan merupakan beban tersendiri (Darmojo & Martono 2006).
Masalah gizi merupakan masalah paling penting dalam perawatan pasien
usia lanjut. Penurunan berat badan sebagai akibat kekurangan gizi merupakan
masalah utama yang seringkali dijumpai pada usia lanjut yang dirawat (Setiati
2006). Angka kematian yang berhubungan dengan underweight adalah sama
dengan angka kematian yang berhubungan dengan obesitas, terutama pada
lanjut usia (Harris 2004).
Salah gizi adalah keadaan gizi kurang atau gizi lebih karena asupan zat
gizi di bawah atau di atas kisaran yang dianjurkan dalam waktu yang lama
(Sandjaja et al. 2009). Kejadian salah gizi pada seorang pasien mempunyaki
efek negatif untuk mental maupun fisik pasien. Salah gizi pada seorang pasien
merupakan faktor yang memperpanjang masa rawat pasien, meningkatkan
kebutuhan untuk pelayanan yang dengan tingkat ketergantungan perawat yang
lebih tinggi, butuh perawatan intensif yang lebih tinggi, meningkatkan terjadinya
komplikasi dari penyakit yang diderita pasien dan tentunya akan meningkatkan
angka kematian baik karena penyakitnya atau komplikasi dari penyakitnya
(Daldiyono & Syam 2002).
Angka kejadian kekurangan energi dan protein pada pasien lansia yang
dirawat di rumah sakit berkisar antara 30% sampai dengan 65% (Fogt et al. 1995
dalam Setiati 2006). Suatu studi di Swedia mendapatkan 29% lansia mengalami
salah gizi ketika awal masuk rumah sakit (Thomas et al. 2000 dalam Setiati

2006). Studi lain di luar negeri mendapatkan sekitar 60% lansia yang di rawat di
rumah sakit mengalami kekurangan energi dan protein pada saat masuk rumah
sakit atau mengalami salah gizi ketika dirawat sampai sebelum keluar dari rumah
sakit (Sullivan et al. 1990 dalam Setiati 2006).
Makanan untuk Pasien Rawat Inap
Pengaturan makanan pada orang sakit sangat berperan dalam proses
penyembuhan penyakitnya, sama halnya dengan perawatan dan pengobatan
penyakit (Subandriyo & Santoso 1995). Pelayanan kesehatan paripurna seorang
pasien memerlukan tiga jenis asuhan yang terdiri atas asuhan medik, asuhan
keperawatan, dan asuhan gizi. Tujuan utama dari asuhan gizi adalah memenuhi
kebutuhan zat gizi pasien secara optimal baik berupa pemberian makanan pada
pasien yang dirawat maupun konseling gizi pada pasien rawat jalan. Kerjasama
tim dari unsur yang terkait untuk mewujudkan tujuan tersebut meliputi membuat
diagnosa masalah gizi, menentukan kebutuhan terapi gizi, memilih dan
mempersiapkan bahan atau makanan atau formula khusus (oral, enteral, dan
parenteral)

sesuai

kebutuhan,

melaksanakan

pemberian

makanan,

evaluasi/pengkajian gizi dan pemantauan (Depkes RI 2003).
Cara pemberian terapi gizi dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yaitu
secara oral, enteral, dan parenteral. Pemberian secara oral merupakan cara
yang paling aman, mudah, dan terbaik. Pemberian gizi secara suplementasi oral
dilakukan bila pasien tidak dapat mengkonsumsi makanan secara cukup,
sehingga diperlukan dukungan gizi untuk memenuhi kebutuhannya (Setiati
2006). Penentuan terapi gizi pasien perlu berpedoman pada tepat gizi (bahan
makanan), tepat formula, tepat bentuk, tepat cara pemberian, serta tepat dosis
dan waktu (Depkes RI 2003). Porsi makanan yang dikonsumsi hendaknya kecil,
tetapi frekuensinya lebih sering, supaya tidak memberi rasa jenuh, pengab atau
mual (Roedjito 1989).
Perencanaan Menu
Perencanaan

menu

merupakan

suatu

rangkaian

kegiatan

untuk

menyusun suatu hidangan dalam variasi yang serasi. Perencanaan menu harus
disesuaikan dengan anggaran yang ada dan mempertimbangkan kebutuhan gizi
dan aspek kepadatan makanan, kebiasaan makan penderita, variasi bahan
makan, kombinasi yang dapat diterima oleh penderita, persiapan dan
penampilan makanan, dan cara-cara pelayanan. Pola menu sehari yang
dianjurkan di Indonesia adalah gizi seimbang yang terdiri dari makanan sumber

zat tenaga, makanan sumber zat pembangun, dan makanan sumber zat
pengatur (Subandriyo & Santoso 1995).
Tujuan dari perencanaan menu adalah tersedianya siklus menu sesuai
klasifikasi pelayanan yang ada di rumah sakit. Siklus menu pada umumnya
direncanakan pada waktu tertentu misalnya 10 sampai dengan 15 hari (Depkes
RI 2003). Siklus menu satu sampai dua minggu cocok digunakan pada rumah
sakit dengan masa rawat pasien sekitar dua sampai empat hari. Siklus menu
selama tiga sampai empat minggu biasa digunakan pada masa rawat dalam
jangka waktu yang lama (Gregoire & Spears 2007).
Pemilihan Bahan Makanan
Kejelian memilih bahan pangan adalah merupakan langkah awal untuk
menentukan mutu akhir suatu hidangan. Pemilihan diusahakan bahan makanan
yang masih segar secara alami (Astawan & Wahyuni 1988). Konsumsi supaya
diutamakan pada makanan yang dapat mendukung penyembuhan penyakit dan
menghindari makanan yang malah akan memperburuk kondisi penyakit
(Wirakusumah 2001).
Pengolahan Bahan Makanan
Pengolahan makanan merupakan suatu kegiatan mengubah (memasak)
bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas, dan
aman untuk dikonsumsi (Depkes RI 2003). Tujuan dari pemasakan terdiri atas
meningkatkan nilai estetik bahan makanan dengan memaksimalkan kualitas
(warna, tekstur, dan cita rasa), membunuh organisme berbahaya sehingga
makanan yang akan dikonsumsi terjamin aman secara mikrobiologi, dan
meningkatkan daya cerna serta mempertahankan nilai gizi (Payhe-Palacio &
Theis 2009).
Proses pemasakan terdiri dari enam macam, yaitu pemasakan dengan
medium

udara,

pemasakan

dengan

medium

air,

pemasakan

dengan

menggunakan lemak, pemasakan langsung melalui dinding panci, pemasakan
dengan kombinasi, dan pemasakan dengan elektromagnetik (Depkes RI 2003).
Lansia yang kesulitan mengunyah sebaiknya dipilihkan makanan-makanan yang
lunak dan mudah dikunyah, seperti buah-buahan, sari buah, daging giling, susu,
ikan, telur, dan lain-lainnya. Beberapa alat dapat digunakan untuk membuat
makanan menjadi lebih mudah dikunyah seperti alat pencacah daging, mixer,
crusher, grinder, blender dan peralatan-peralatan lainnya perlu disediakan
(Astawan & Wahyuni 1988).

Standar Porsi dan Pendistribusian Makanan
Setelah mengalami proses pemasakan, makanan harus mengalami
proses pemorsian dan penyaluran dari dapur ke ruang perawatan. Makanan
diporsikan berdasarkan berat, ukuran, atau jumlah makanan. Standar porsi tidak
hanya diperlukan untuk kontrol biaya, namun juga untuk menciptakan dan
mempertahankan kepuasan konsumen (Payhe-Palacio & Theis 2009). Waktu
pemorsian makanan khusus harus dilakukan bersamaan dengan makanan biasa
sehingga penyajian pada satu ruangan dapat dilakukan secara serempak. Harus
ada tanda khusus untuk plato dengan makanan biasa dan plato dengan
makanan khusus (Subandriyo & Santoso 1995).
Pendistribusian makanan adalah serangkaian kegiatan penyaluran
makanan sesuai dengan jumlah porsi dan jenis makanan konsumen yang
dilayani (makanan biasa atau makanan khusus). Tujuannya adalah pasien
mendapat makanan sesuai diet dan ketentuan yang berlaku. Terdapat tiga
sistem penyaluran makanan yang biasa dilaksanakan di rumah sakit, yaitu
sistem

yang

dipusatkan

(sentralisasi),

sistem

yang

tidak

dipusatkan

(desentralisasi), dan kombinasi antara sentralisasi dan desentralisasi (Depkes RI
2003).
Pendistribusian makanan secara sentralisasi dilaksanakan dengan
ketentuan makanan pasien dibagi dan disajikan dalam alat makan di tempat
pengolahan makanan. Pendistribusian makanan secara desentralisasi yaitu
makanan pasien dibawa dari tempat pengolahan ke dapur ruang perawatan
pasien dalam jumlah besar, untuk selanjutnya disajikan dalam alat makan
masing-masing pasien sesuai dengan permintaan makanan. Pendistribusian
makanan kombinasi dilakukan dengan cara sebagian makanan ditempatkan
langsung ke dalam alat makanan pasien sejak dari tempat produksi (dapur), dan
sebagian

lagi

dimasukkan

ke

dalam

wadah

besar,

pendistribusiannya

dilaksanakan setelah sampai di ruang perawatan (Depkes RI 2003). Waktu
khusus bagi pasien untuk makan harus ditetapkan jika terdapat cukup staf. Alat
makan seperti sendok, garpu, pisau, barang tembikar, dan tatanan makanan
mungkin dibutuhkan (Watson 2003).
Kebutuhan Gizi pada Pasien Lansia
Masing-masing lansia memiliki kebutuhan gizi yang unik sehingga saran
diet seharusnya diberikan secara individu (Harris 2004). Faktor-faktor yang

terkait dengan kebutuhan gizi lansia terdiri dari aktivitas fisik, kemunduran
biologis, pengobatan, serta depresi dan kondisi mental (Wirakusumah 2001).
Kebutuhan gizi dalam keadaan sakit, selain tergantung pada faktor-faktor
yang mempengaruhi dalam keadaan sehat juga dipengaruhi oleh jenis dan berat
ringannya penyakit (Almatsier 2005). Lansia yang sedang sakit akut dihitung
kebutuhan energi dan zat gizinya berdasarkan peningkatan yang dibutuhkan
untuk merespon keadaan hiperkatabolik yang disebabkan oleh stres penyakit
(Arisman 2003). Menurut Depkes RI (2003), penentuan kebutuhan gizi diberikan
kepada pasien atas dasar status gizi, pemeriksaan klinis, dan data laboratorium.
Selain itu, perlu juga memperhatikan kebutuhan untuk penggantian zat gizi,
kebutuhan harian, kebutuhan tambahan karena kehilangan serta tambahan
untuk pemulihan jaringan atau organ yang sedang sakit.
Energi
Kebutuhan energi secara umum menurun seiring bertambahnya usia
karena terjadinya perubahan komposisi tubuh, penurunan angka metabolisme
basal, dan pengurangan aktivitas fisik. Kebutuhan energi seseorang dapat
diketahui dengan menghitung kebutuhan energi sehari, atau menghitung
persentase peningkatan dari kebutuhan energi untuk metabolisme basal (Frary &
Johnson 2004).
Berat badan ideal biasanya lebih sering digunakan dalam perhitungan
kebutuhan energi daripada berat badan aktual karena perhitungan menggunakan
berat badan aktual dapat menimbulkan kesalahan perhitungan kebutuhan pada
kasus gizi kurang atau gizi lebih. Perhitungan menggunakan berat badan aktual
untuk kasus salah gizi yang sangat ekstrim adalah sebuah pengecualian (Frary &
Johnson 2004).
Kebutuhan energi pada pasien gagal jantung kongestif tergantung pada
berat badan aktual, pembatasan aktivitas, dan tingkat keparahan. Pasien gagal
jantung parah yang kurang gizi kebutuhan energinya meningkat sebesar 30 –
50% di atas energi metabolisme basal, atau sebesar 35 kkal/kg BB (Krummel
2004). Asupan energi yang dianjurkan bagi pasien gagal ginjal kronik adalah
sebesar 30 – 35 kkal/kg BB/hari (Hartono 2006).
Optimalisasi asupan energi adalah prinsip utama dalam terapi gizi dalam
penyakit paru-paru. Keadaan overfeeding atau underfeeding seharusnya
dicegah. Secara umum kebutuhan energi pada pasien penyakit paru-paru adalah
sebesar 1,2 sampai 1,5 kali dari energi metabolisme basal (Heimburger &

Weinsler 1997). Faktor stres pada keadaan infeksi ringan hingga sedang ialah
sebesar 1,2 – 1,4 (Hartono 2006). Secara praktis, perhitungan kebutuhan energi
total dalam keadaan akut dapat menggunakan estimasi kebutuhan energi yaitu
25 – 35 kkal/kg BB/hari (PDGKI 2008).
Protein
Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darah,
matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein. Salah satu fungsi khas
protein adalah membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh
(Almatsier 2006).
Asupan protein sebanyak 1 sampai 1,25 g/kg berat badan umumnya
aman bagi lansia. Kebutuhan protein meningkat sehubungan dengan adanya
penyakit infeksi dan kronis. Stres fisik dan psikologis dapat merangsang keadaan
keseimbangan nitrogen negatif. Infeksi, penurunan fungsi saluran pencernaan,
dan perubahan metabolisme yang disebabkan karena penyakit kronis dapat
mengurangi efisiensi penggunaan nitrogen dari makanan dan meningkatkan
ekskresi nitrogen (Harris 2004).
Menurut Adult Treatment Panel (ATP) III, konsumsi protein yang
disarankan adalah 15% dari total kebutuhan energi (NCEP 2002). Perencanaan
makan bagi penyandang diabetes di Indonesia adalah hidangan dengan asupan
protein sekitar 10 – 15% dari total kebutuhan energi (PERKENI 2002 dalam
Hartono 2006). Asupan protein pada pasien paru-paru yang tidak mengalami
hypercapnia adalah sebesar 15 – 20% dari total kebutuhan energi (Heimburger &
Weinsler 1997). Dorfman (2004) menyatakan konsumsi protein sedang atau
sebesar 15 – 20% dari total kebutuhan energi dianjurkan bagi penderita asam
urat. Kebutuhan protein dalam situasi stres, seperti alcoholic hepatitis, sepsis,
infeksi, perdarahan pada gastrointestinal, dan asites yang parah dapat diberikan
minimal 1,5 g protein perkilogram berat badan perhari (Hasse & Matarese 2004).
Asupan protein sehari untuk pasien gagal ginjal yang belum mengalami dialisis
(predialisis) adalah 0,6 – 0,8 g/kg BB/hari (PDGKI 2008). Konsumsi diet tinggi
protein sebesar 1,5 g/kg BB/hari dalam keadaan anemia digunakan dalam
regenerasi sel darah dan menjaga fungsi hati (Stopler 2004).
Karbohidrat
Asupan karbohidrat diperlukan untuk mencegah penggunaan protein
sebagai sumber energi. Kontribusi karbohidrat terhadap kebutuhan energi total
pada lansia secara umum adalah sekitar 45% sampai 65% (Harris 2004).

Selain jumlah, kebutuhan karbohidrat dalam keadaan sakit sering
dinyatakan dalam bentuk karbohidrat yang dianjurkan. Contoh pada kasus
diabetes melitus dan dislipidemia dengan trigliserida darah tinggi, tidak
dianjurkan penggunaan gula sederhana (Almatsier 2005). Sumber karbohidrat
kompleks supaya ditingkatkan, seperti sayuran, serealia, kacang-kacangan, serta
buah-buahan yang mengandung serat, phytochemicals, vitamin, dan mineral
(Harris 2004).
Menurut ATP III, konsumsi karbohidrat yang disarankan adalah 50 – 60%
dari total kebutuhan energi (NCEP 2002). Persentase kontribusi karbohidrat
terhadap pemenuhan kebutuhan energi total pada pasien penyakit paru-paru
yang tidak mengalami hypercapnia adalah 50 – 60% (Heimburger & Weinsler
1997).
Lemak
Kontribusi lemak terhadap total kebutuhan energi yang disarankan adalah
sebesar 25% sampai 35%, serta meningkatkan asupan lemak tak jenuh ganda
dan tunggal, serta mengurangi asupan lemak jenuh (Harris 2004). Kebutuhan
lemak dalam keadaan sakit bergantung jenis penyakit. Penyakit tertentu seperti
dislipidemia membutuhkan modifikasi jenis lemak (Almatsier 2005). Pembatasan
asupan lemak pada makanan bermanfaat dalam mengontrol berat badan dan
pencegahan kanker. Pembatasan lemak sampai dengan kurang dari 20% total
kebutuhan energi dapat mempengaruhi kualitas diet dan memberikan efek yang
negatif dari segi cita rasa, rasa kenyang, dan asupan (Harris 2004).
Menurut ATP III, konsumsi lemak yang disarankan adalah 25 – 35% dari
total kebutuhan energi (NCEP 2002). Asupan lemak pada penderita asam urat
harus lebih sedikit, sedangkan asupan karbohidrat harus mengandung lebih
banyak untuk membantu pengeluaran asam urat yang lebih mudah larut dalam
urin yang alkalis (Hartono 2006). Perbandingan komposisi zat gizi makro dalam
menyumbang kebutuhan energi pada penderita asam urat ialah 50 – 55% dari
karbohidrat, dan lemak tidak lebih dari 30% (Dorfman 2004). Persentase
kontribusi lemak terhadap pemenuhan kebutuhan energi total pada pasien
penyakit paru-paru yang tidak mengalami hypercapnia adalah 20 – 30%
(Heimburger & Weinsler 1997).
Persentase pemenuhan kebutuhan energi total dalam diet rendah sisa
adalah 10 - 25% dari lemak, dan 60 - 80% dipenuhi dari karbohidrat. Diet rendah

sisa diberikan kepada pasien diare berat, peradangan saluran cerna akut, serta
pada pra dan pascabedah saluran cerna (Hartono 2005).
Vitamin dan Mineral
Meskipun tampak sehat, kekurangan sebagian vitamin dan mineral tetap
saja berlangsung pada lansia. Kebutuhan energi yang menurun tidak seiring
dengan penurunan kebutuhan vitamin dan mineral, bahkan kebutuhan vitamin
dan mineral cenderung sama atau meningkat. Rendahnya status mineral pada
lansia dapat terjadi karena asupan mineral yang tidak cukup, perubahan
fisiologis, dan pengobatan (Harris 2004).
Seiring berlangsungnya proses penuaan maka kepadatan zat gizi dalam
makanan menjadi lebih diperhatikan. Makanan seseorang harus menyediakan
cukup cairan, kalsium, serat, zat besi, protein, asam folat, dan vitamin A, B12, dan
C tanpa energi yang ekstra (Harris 2004). Vitamin A, C, dan E juga sebagai
antioksidan yang dapat mengurangi kerusakan sel akibat radikal bebas
(Wirakusumah 2001). Fungsi utama vitamin E adalah untuk mencegah oksidasi
PUFA pada membran sel. Karena kurangnya data yang mendukung, American
Heart Association (AHA) tidak merekomendasikan suplementasi vitamin E untuk
mencegah

penyakit

kardiovaskuler.

Suplementasi

β-karoten

juga

tidak

memberikan keuntungan pada pencegahan penyakit kardiovaskuler. Karena itu,
suplementasi vitamin E dan β-karoten tidak disarankan, sedangkan konsumsi
makanan yang kaya antioksidan disarankan (Krummel 2004).
Kandungan vitamin C serum pada lansia lebih rendah daripada orang
yang lebih muda. Dukungan melalui konsumsi pangan tinggi vitamin C lebih
efektif dalam meningkatkan status vitamin C pada lansia (Harris 2004).
Penyerapan zat besi dan pencegahan anemia gizi besi dapat dilaksanakan
dengan meningkatkan asupan pangan sumber zat besi, vitamin C, daging, ikan,
dan unggas setiap wakt

Dokumen yang terkait

Gambaran Konsumsi Zat Besi, Seng dan Status Gizi Pada Anak Sekolah Dasar di SDN NO.060813 Kelurahan Pasar Merah Barat Kecamatan Medan Kota Tahun 2014

5 83 108

Gambaran Status Gizi dan Pola Penyakit Lansia Yang Berobat Di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Tingkat II Kesehatan Daerah Militer I Bukit Barisan Medan Tahun 2002

0 48 60

Komunikasi antarpribadi perawat terhadap pasien skizofrenia dalam proses peningkatan kesadaran di rumah sakit jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

0 10 0

Penyelenggaraan Makanan, TIngkat Kecukupan dan Status Gizi Penderita Skizofrenia di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

0 15 88

Daya Terima Makanan dan Tingkat Konsumsi Energi-Protein Pasien Rawat Inap Penderita Penyakit Dalam di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi

0 13 60

Analisis Perubahan Organisasi Dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas Kerja Karyawan Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

0 20 89

Perancangan Taman sebagai Penunjang Aktivitas Rumah Sakit di R.S. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

1 23 230

Tingkat konsumsi energi dan zat gizi pasien penerima diet rendah garam yang disajikan di Rumah Sakit Royal Taruma Jakarta

5 24 157

ASUPAN ENERGI, ZAT GIZI MAKRO DAN STATUS GIZI PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS DI BANGSAL Asupan energi, Zat Gizi MAkro dan Status Gizi pada Pasien Sirosis Hepatis di Bangsal Melati RSUD DR. Moewari Surakarta.

0 2 14

PENDAHULUAN Asupan energi, Zat Gizi MAkro dan Status Gizi pada Pasien Sirosis Hepatis di Bangsal Melati RSUD DR. Moewari Surakarta.

0 2 5