Pengembangan Sensor Larutan Gula Berbasis Absorbsi Gelombang Evanescent pada Serat Optik

(1)

PENGEMBANGAN SENSOR LARUTAN GULA BERBASIS

ABSORBSI GELOMBANG

EVANESCENT

PADA SERAT

OPTIK

WELLY TANJUNG

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

WELLY TANJUNG. Pengembangan Sensor Larutan Gula Berbasis Absorbsi

Gelombang

Evanescent

pada Serat Optik.

Dibimbing oleh

: Dr.Ir. IRMANSYAH,

M.Si.

dan

Dr. AKHIRUDDIN MADDU, M.Si.

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan membuktikan hubungan nilai

medan

evanescent

pada antara muka inti serat optik dengan larutan gula. Perubahan

indeks bias (n

2

) pada larutan gula menyebabkan adanya perubahan intensitas medan

evanescent

, sehingga sebagian energi cahaya terserap oleh larutan gula keluar dari inti

secara eksponensial. Penyerapan cahaya yang disebabkan oleh perubahan indeks bias

cladding

berpengaruh terhadap besarnya intensitas cahaya yang ditransmitansikan.

Larutan gula (

cladding

) yang diuji dengan 10 nilai konsentrasi (molaritas) yang berbeda,

dari 0,1 M sampai dengan 1 M. Nilai panjang gelombang yang digunakan adalah 530 nm,

sudut bias terbesar sebagai batas untuk menghasilkan pemantulan

internal

total (

) adalah

90

0

dan indeks bias (n

1

)

core

1,492.

Kata kunci : serat optik

,core,cladding

, transmitansi, medan

evanescent

,

kedalaman penetrasi


(3)

PENGEMBANGAN SENSOR LARUTAN GULA BERBASIS

ABSORBSI GELOMBANG

EVANESCENT

PADA SERAT

OPTIK

WELLY TANJUNG

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(4)

Judul : Pengembangan

Sensor

Larutan

Gula

Berbasis

Absorbsi

Gelombang

Evanescent

pada Serat Optik

Nama : Welly Tanjung

NRP : G74060288

Menyetujui,

Tanggal lulus:

Pembimbing I

Dr. Ir. Irmansyah, M.Si

NIP. 196809161994031001

Pembimbing II

Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si.

NIP.196609071988021006

Mengetahui :

Kepala Departemen Fisika FMIPA IPB

Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si.

NIP.196609071988021006


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23April 1988

sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari ayahanda Yelvi

Nofri dan ibunda Erdayati. Riwayat pendidikan formal penulis

dimulai dari TK Asyiyah Pasar Minggu Jakarta Selatan, SDN 20

Batu Taba Kec.Batipuah Selatan, kemudian penulis melanjutkan

pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 (SMPN3)

Padangpanjang. Penulis lulus dari SMAN 1 Padangpanjang pada

tahun 2006 kemudian melanjutkan pendidikan ke Departemen Fisika Institut Pertanian

Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) 2006.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Fisika

Dasar. Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM

KM) IPB sebagai anggota departemen Budaya Olahraga dan Seni (BOS) tahun

2006-2007, Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) FMIPA SERUM-G sebagai anggota divisi

Relasi 2007-2008, ketua divisiRelasi 2009-2010,anggota Himpunan Mahasiswa Fisika

(HIMAFI) IPB, wakil ketua organisasi mahasiswa daerah Ikatan Mahasiswa Serambi

Mekah Pagaruyung (IMASERAMPAG). Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan

diantaranya CO.Divisi Humas of Sports on MIPA Faculty (COSMIC) 2008, Committee

of Kompetisi Fisika (KF)Pesta Sains Nasional 2008, dan Committee of International

Zakat Conference (IZC) 2011. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis pernah

mendapatkan beasiswa pemerintah daerah provinsi Sumatera Barat dan mendapatkan

prestasi juara 3 lomba MTQ (bidang fahmul Quran) se IPB.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas segala rahmat

dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan usulan penelitian dengan judul

Pengembangan Sensor Larutan Gula Berbasis Absorbsi Gelombang

Evanescent

pada Serat Optik

. Karya ilmiah ini merupakan penelitian penulis sebagai salah satu

syarat kelulusan program sarjana di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam

penyusunan usulan penelitian ini, diantaranya kepada :

1.

Bapak Dr. Ir. Irmansyah, M.Si dan Bapak Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.

2.

Ayahanda Yelvi Nofri, ibunda Erdayati, adik-adik ku Cholil Tanjung, Indah Puspita,

dan Rama Jenriko yang telah mendoakan dan memotivasi penulis

3.

Bapak Hanedi selaku

editor

dan bapak Firman yang telah membantu dalam hal

administrasi.

4.

Pak ca, pak ye, nenek ku zuraida yang selalu memotivasi penulis

5.

Teman-teman fisika, khususnya angkatan 43 yang telah banyak membantu dan

memotivasi penulis

6.

Teman-teman kost di Al Inayah yang sering memotivasi penulis

7.

Dewi Eriyanti Ranami yang telah banyak dan sangat membantu dalam teknis dan

penulisan skripsi ini, selalu memotivasi penulis.

8.

Wahyu PT, teman sekamar yang selalu mengingatkan penulis

Semoga usulan penelitian ini dapat bermanfaat.Saran dan kritik yang membangun

sangat penulis harapkan untuk hasil yang lebih baik.

Bogor, Desember 2012


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB IPENDAHULUAN ... 1

1.1

Latar Belakang ... 1

1.2

Rumusan Masalah ... 1

1.3

Tujuan Penelitian ... 1

1.4

Manfaat ... 1

1.5

Hipotesis ... 1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 1

2.1

Serat Optik ... 1

2.2

Single Mode

... 3

2.3

Multi Mode

... 3

2.4

Propagasi Cahaya pada Serat Optik ... 4

2.5

Sensor Serat Optik (

Optical Fiber Sensors

) ... 4

2.6

Sensor Serat Optik Ekstrinsik ... 5

2.7

Sensor Serat Optik Intrinsik ... 5

2.8

Gelombang

Evanescent

... 5

BAB IIIBAHAN DAN METODE ... 5

3.1

Waktu dan Tempat Penelitian ... 5

3.2

Bahan dan Alat ... 5

3.3

Metode ... 6

3.3.1 Pembuatan larutan gula ... 6

3.3.2 Pengukuran nilai %brix larutan gula ... 6

3.3.3 Pengukuran kinerja sensor ... 6

3.3.4 Hubungan kedalaman penetrasi dan indeks bias larutan ... 7

3.3.5 Hubungan medan

evanescent

(E

z

) terhadap panjang penjalaran sinar

gelombang (z) ... 7

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

4.1

Indeks Bias Larutan Gula ... 7

4.2

Kedalaman Penetrasi Gelombang

Evanescent

(dp) ... 8

4.3

Pengukuran Kinerja Sensor ... 10

4.4

Pengukuran Nilai Absorbansi dan Absortivitas (ln I/I0) ... 11

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN... 12

5.1

Kesimpulan ... 12

5.2

Saran ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 12

LAMPIRAN... ...14


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1.

Konsentrasi larutan gula ... 18

2.

Nilai %brix larutan gula pada masing-masing konsentrasi larutan gula ... 18

3.

Nilai indeks bias larutan gula untuk masing-masing %brix dan konsentrasi larutan

gula ... 18

4.

Hubungan konsentrasi larutan gula dan intensitas cahaya ... 18

5.

Nilai kedalaman penetrasi gelombang

evanescent

... 19

6.

Selisih nilai intensitas cahaya larutan gula ... 19

7.

Hubungan konsentrasi larutan gula dan absorbansi ... 19

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.

Sudut kritis ... 2

2.

Instrumen kabel serat optik ... 3

3.

Komponen kabel serat optik ... 3

4.

Single mode

serat optik ... 3

5.

Proses pembiasan dan pemantulan

internal

sempurna ... 3

6.

Serat

multimode graded index

... 4

7.

Serat

multimode step index

... 4

8.

Gelombang

evanescent

... 5

9.

Larutan gula dalam labu erlenmeyer ... 6

10.

Refraktrometer ... 6

11.

Science workshop 750 interface

... 6

12.

Intensitas cahaya ... 6

13.

Kabel serat optik yang dicelupkan ke dalam larutan gula ... 6

14.

Hubunganindeks bias larutan gula dankonsentrasilarutan gula

.

... 7

15.

Hubungan kedalaman penetrasi (d

p

) gelombang

evanescent

dan indeks bias

larutan gula ... 8

16.

Perbandingan nilai Ez terhadap nilai z untuk 10 indeks bias larutan gula ... 8

17.

Perbandingan nilaiEz terhadap nilai z untuk 10 indeks bias larutan

gula(hasilperbesaran Gambar 16) ... 9

18.

Perbandingan nilai E

z

terhadap nilai z untuk n

2

terkecil dan n

2

terbesar. ... 9

19.

Selisih nilai intensitas cahaya dalam selang waktu tertentu ... 10

20.

Hubungan nilai selisih intensitas cahaya dan konsentrasi larutan gula ... 10

21.

Hubungan nilai absorbansi dan konsentrasi larutan gula ... 11

22.

Hubungan nilai intensitas cahaya dalam larutan gula (I) dan konsentrasi larutan gula

... 11

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1.

Diagram alur penelitian ... 15

2.

Alat

alat yang digunakan pada penelitian... 16

3.

Tabel data penelitian ... 18


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Serat optik adalah salah satu media transmisi yang dapat menyalurkan informasi dengan kapasitas besar dengan keandalan yang tinggi.Berlainan dengan media transmisi lainnya, pada serat optik sinyal pembawanya bukan sinyal listrik, tetapi berupa gelombang optik (Shelly et al.2011). Serat optik tidak hanya digunakan sebagai kabel biasa tetapi bisa juga dimanfaatkan untuk membuat sensor yang dikenal dengan sensor serat optik. Sensor serat optik mempunyai banyak kelebihan diantaranya, ukurannya kecil, menghantarkan cahaya, tidak berinteferensi dengan gelombang elektromagnetik, mempunyai sensitivitas yang tinggi, tahan terhadap suhu tinggi, passive composition,

dan mempunyai bandwith yang besar.

Serat optik biasanya digunakan untuk menggantikan kabel konvensional dalam fungsinya sebagai kabel data atau kabel daya.Serat optik memiliki banyak kelebihan terutama jika yang dihantarkannya adalah sinar bukannya elektron sehingga tidak berbahaya dan relatif stabil terhadap kondisi medium yang ditempati atau dilaluinya. Aplikasi penting dari serat optik adalah pada telekomunikasi dan kedokteran. Serat ini digunakan untuk mentransmisikan percakapan telepon, sinyal video, dan data komputer (Giancoli & Douglas 2001).

Penggunaan yang canggih dari serat optik untuk mentransmisikan gambar dengan jelas sangat berguna di kedokteran seperti paru-paru pasien dapat diperiksa dengan memasukkan pipa ringan yang dikenal sebagai

bronchoscope melalui mulut dan ke dalam pembuluh tenggorokan. Cahaya dikirimkan melalui serat bagian luar untuk menerangi paru-paru. Cahaya pantulan kembali melalui kumpulan serat bagian dalam. Cahaya yang berada tepat di depan setiap serat akan melintasi serat tersebut. Di ujung yang lain, pengamat (dokter) melihat gambar paru-paru melalui layar (Giancoli & Douglas 2001).

Dalam perkembangannya sensor serat optik dapat digunakan untuk aplikasi berbagai macam pengukuran, antara lain pengukuran suhu, tekanan, kelembaban, maupun pengukuran kadar kandungan glukosa dalam suatu larutan gula.Dengan menggunakan sensor serat optik, dapat diketahui besarnya kandungan glukosa dalam suatu larutan gula.Hal ini sangat membantu peran dunia kedokteran untukmenentukan seberapa besar

kadar gula dalam minuman atau makanan yang boleh dikonsumsi oleh penderita diabetes.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam pengembangan sensor ini permasalahan yang akan dibahas yaitu bagaimanakah kinerja sensor serat optik untuk mendeteksi medan gelombang evanescentpada

cladding larutan gula, kemudian

bagaiamanakah nilai medan gelombang

evanescent pada masing-masing konsentrasi larutan gula, dan bagaimanakah hubungan modifikasi cladding dengan berbagai konsentrasi larutan gula terhadap pengembangan evanescent dalam perambatan pada serat optik.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur karakteristikkinerja sensor serat optik pada konsentrasi larutan gula yang berbeda, menentukan hubungan indeks bias larutan gula terhadap kedalaman penetrasi gelombang yang masuk ke dalam cladding, dan menentukan hubungan indeks bias larutan gula terhadap energi gelombang yang diserap (Ez).

1.4 Manfaat

Manfaat penelitian ini diharapkan menjadi dasar pengembangan instrumen pengukuran kadar gula.

1.5 Hipotesis

Semakin tinggi kadar gula semakin banyak energi yang diserap dan semakin berkurang intensitas cahaya yang diteruskan ke ujung serat optik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Serat Optik

Serat optik adalah pemandu gelombang optikal dalam tabung pejal yang sangat kecil yang dibuat menyerupai kabel, yang terdapat satu atau lebih tabung serat kaca yang digunakan untuk menghantarkan cahaya. Struktur serat optik mempunyai tiga bagian yaitu inti serat (core), kulit (cladding) dan mantel (coating/buffer) (Wahyudi 2011). Inti serat optik adalah sebuah batang silinder terbuat dari bahan dielektrik bahan silica (SiO2), biasanya diberi doping dengan

germanium oksida (GeO2) atau fosfor penta


(10)

biasnya. Pada serat optik, indeks bias inti (ninti) lebih besar (sekitar 1,523) dari pada

indeks bias cladding.

Cladding merupakan bahan yang menyelimuti inti serat dan mempunyai indeks bias (ncladding) yang lebih kecil, selain itu claddingberfungsi untuk mengurangi loss dari inti ke udara luar, mengurangi loss hamburan dari permukaan inti dan melindungi serat dari kontaminasi penyerapan permukaan serta menambah kekuatan mekanis (Wahyudi 2011). Cladding terbuat dari polimer atau bahan plastik.Buffer atau jacket pada serat optik digunakan untuk melindungi inti dan

claddingserat optik dari lingkungan yang dapat merusak bagian utama serat optik tersebut.Buffer terbuat dari bahan yang tahan terhadap faktor-faktor lingkungan yang dapat merusak serat optik seperti asam, basa, dsb.

Intiserat optik berfungsi sebagai media penjalaran gelombang optik (cahaya) melalui fenomena pemantulan internal total (total internal reflection) di dalam inti. Oleh karena itu, inti harus mempunyai indeks bias lebih besar dari indeks bias cladding, sehingga ketika gelombang optik memasuki inti pada sudut lebih besar dari sudut kritis, gelombang optik akan mengalami pemantulan total secara berulang-ulang di dalam inti serat. Salah satu parameter penting sebuah serat optik adalah

numerical aperture (NA).

Numerical aperture (NA)didefinisikan sebagai sinus sudut terbesar sebuah sinar datang (a) yang dapat mengalami pemantulan internal total di dalam inti serat optik, yaitu sinar yang dapat terpandu menjalar di dalam serat optik.NA merupakan ukuran kemampuan memandu cahaya dari sebuah serat optik. Nilai NA serat optik dapat

ditentukan dengan mengukur sudut divergens kerucut cahaya yang dapat memasuki inti serat optik, numerical aperture ditulis sebagai berikut:

NA = n0 sin (a)= (1)

Parameter lain sebuah serat optik adalah

Vnumberyaitu parameter frekuensi

ternormalisasi dituliskan sebagai:

V

number

=

(2)

Keterangan:

Vadalah parameter frekuensi ternormalisasi yang tak berdimensi

d adalah diameter inti (µm) π adalah 3.14

λ adalah panjang gelombang(µm)

Serat optik juga diklasifikasikan berdasarkan jumlah mode propagasi yang dihasilkan oleh serat optik , yaitu single modedan multimode.Propagasi sinar pada serat optik mengikuti kaedah hukum Snellius. Berdasarkan hukum Snellius tentang pembiasan sinar, sudut kritis berada diantara perbatasan core dan cladding dinotasikan dalam persamaan dan Gambar 1 berikut :

θ

c

= sin

-1

(n

2

/n

1

)

(3)

Keterangan:

θc= sudut kritis yang menghasilkan sudut bias

90o

n2= indeks biascladding

n1 = indeks bias core (inti)

Gambar 1Sudut kritis

Cladding

Core

Critical Angle


(11)

Gambar 2Instrumen kabel serat optik

Gambar 3Komponen kabel serat optik Dalam kasus pembiasan, ada dua hal yang mungkin terjadi, yaitu:

1) Cahaya datang dari bahan dengan indeks bias rendah ke bahan dengan indeks bias lebih tinggi

2) Cahaya datang dari bahan dengan indeks bias tinggi ke bahan dengan indeks bias lebih rendah

Untuk kasus ke dua sudut bias selalu lebih besar daripada sudut datang, sehingga jika sudut datang diperbesar, pada akhirnya sudut bias akan mencapai 900. Sudut datang yang menghasilkan sudut bias sebesar 900 disebut sudut kritis (θc) dimana cahaya

menjalar sepanjang perbatasan kedua medium.

2.2 Single Mode

Single mode merupakan tipe serat optik yang hanya bisa melewatkan satu moda gelombang cahaya atau hanya dapat memandu dengan sudut masuk tunggalyang mempunyai diameter inti serat optik sekitar 10 µm sampai dengan 20 µm. Kelebihan yang dimiliki serat optik single modeadalah sinyal keluaran lebih baik untuk jarak yang cukup jauh, sedangkan kelemahan yang terdapat pada serat optik

single mode hamburan cahaya sangat besar.

2.3 Multi Mode

Multi mode merupakan tipe serat optik yang dapat memandu mode propogasi lebih dari satu dalam satu waktu. Multi mode

mempunyai diameter inti serat optik 50 µm sampai dengan 100 µm, dalam industri telekomunikasi serat optik multi mode

memiliki diameter inti serat optik 62,5 µm dan

cladding 125 µm. Kelebihan serat optik multi

mode lebih mudah digunakan untuk

komunikasi optik. Kekurangan yang terdapat pada serat optik multi mode adalah melemahnya kualitas sinyal keluaran.

Serat optik menggunakan prinsip pemantulan internal total dalam fungsinya menjalarkan atau memandu gelombang elektromagnetik. Pemantulan internal

sempurna adalah pemantulan yang terjadi

Gambar 4Single modeserat optik

Gambar 5Proses pembiasan dan pemantulan internal sempurna

Cladding

Core

Buffer Coating


(12)

pada bidang batasdua zat bening yang berbeda kerapatan optiknya seperti halnya pemantulan yang terjadi pada cermin. Cahaya datang yang berasal dari air (medium optik lebih rapat) menuju ke udara(medium optik kurang rapat) dibiaskan menjauhi garis normal (berkas cahaya J pada Gambar 5).Pada sudut datang tertentu, maka sudut biasnya akan 90o dan dalam hal ini berkasbias akan berimpit dengan bidang batas berkas K pada Gambar 5. Sudut kritis adalah sudut datang yang mempunyai sudut bias 90o atau yangmempunyai cahaya bias berimpit dengan bidang batas.

Apabila sudut datang yang telah menjadi sudut kritis diperbesar lagi, maka cahayabiasnya tidak lagi menuju ke udara, tetapi seluruhnya dikembalikan ke dalam air(dipantulkan). Peristiwa inilah yang dinamakan pemantulan internal sempurna, sehingga syarat terjadinya pemantulan

internal sempurna adalah cahaya datang berasal dari zat yang lebih rapat menuju ke zat yang lebihrenggangdan sudut datang lebih besar() dari sudut kritisc. Beberapa

peristiwa pemantulan sempurna dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari diantaranya terjadinya fatamorgana, intan dan berlian tampak berkilauan, teropong prisma, periskop prisma, dan serat optik, (Halliday 1985).

2.4 Propagasi Cahaya pada Serat Optik Core dan claddingadalah media terjadinya fenomena pantulan internal total. Agar terjadi fenomena pantulan internal total di dalam serat optik maka haruslah dirancang dengan indeks bias claddinglebih kecil dan sudut datang yang lebih besar dari sudut kritisnya yaitu:

n

cladding

< n

core

dan

i

>

c

Ada 2 jenis serat berdasarkan sebaran indeks bias core :

Serat optik graded index(GRIN)

Serat optik graded index mempunyai indeks bias yang bervariasi secara parabolik dalam core. Penjalaran sinarnya tidak lurus tapi melengkung karena refraksi yang terjadi pada setiap lapisan dalam core yang indeks biasnya bervariasi parabolik seperti pada Gambar 6.

Serat optikstep index

Serat optik step index mempunyai indeks bias yang konstan di semua bagian dalam core

.

Penjalaran sinarnya lurus karena tidak ada variasi indeks bias dalam core

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7. Sensor serat optik terdiri atas kabel serat optik dan interface sensor. Kabel serat optik dihubungkan pada interface sensor, yang terdiri atas sumber cahaya, penerima cahaya, amplifier juga sebagai pengkonversi cahaya menjadi sinyal-sinyal listrik. Sinyal-sinyal listrik ini bisa berupa tegangan atau arus tersebut bisa dikonversikan menjadi sinyal digital dengan ADC (Analog to digital convertion ) dan ditampilkan pada display.

2.5 Sensor Serat Optik (Optical Fiber Sensors)

Sensor adalah alat yang sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang terukur, seperti temperatur, konsentrasi kimia, dll.Ada dua jenis sensor yaitu sensor fisika dan sensor kimia.Sensor fisika mendeteksisuatu besaran berdasarkan hukum-hukum fisika. Contoh sensor fisikaadalah sensor cahaya, sensorsuara, sensor gaya, sensor kecepatan, sensor

Gambar 6Serat

multimode graded index


(13)

percepatan, dan sensor suhu. Sedangkan sensor kimia mendeteksi jumlah suatu zat kimia dengan cara mengubah besaran kimia menjadi besaran listrik. Biasanya melibatkan beberapa reaksi kimia.Contohnya adalah sensor pH, sensor oksigen, sensorledakan, dan sensor gas.

Teknologi sensor serat optik mulai berkembang tahun 1960 ketika laser dan serat optik dikenal. Setelah itu, dilakukan banyak penelitian secara khusus mengenai hal tersebut karena adanya beberapa kelebihan sensor serat optik dibandingkan dengan sensor biasa. Sensor serat optik dikategorikan menjadi tiga bagian: sensor intensitas, sensor polarimetrik, dan sensor interferometrik.Sensor serat optik adalah alat yang dapat mengukur perubahan modulasi cahaya yang terpandukan akibat adanya gangguan-gangguan, baik dari dalam (intrinsik) maupun dari luar (ekstrinsik).

2.6 Sensor Serat Optik Ekstrinsik

Sensor yang dapat mengukur perubahan penjalaran gelombang yang disebabkan oleh lingkungan seperti cahaya yang masuk ke dalam serat selain sumber cahaya.

2.7 Sensor Serat Optik Intrinsik

Sensor yang dapat mengukur perubahan penjalarandari dalam serat, seperti perubahan indeks bias (nilai n) pada cladding.

2.8 Gelombang Evanescent

Sinar dalam serat optik menjalar dengan prinsip pemantulan internal total, tetapi terdapat sedikit radiasi elektromagnetik yang memasuki cladding pada jarak yang kecil dan membentuk medan elektromagnetik yang disebut gelombang evanescent. Saat berkas cahaya berpropagasi sepanjang serat optik, medan elektromagnetik tidak mendadak ke nol pada bidang batas core-cladding, tetapi sebagian kecil menembus cladding dan meluruh cepat dalam arah tegak lurus bidang

batas. Medan ini dikenal dengan medanevanescent.Intensitas medan evanescent

akan meluruh secara eksponensial dari batas antara core dan cladding yang dirumuskan sebagai berikut :

Iz =I0exp (-z/dp) (3)

Keterangan :

Iz adalah intensitas medan evanescent(W/m2) zadalah jarak penjalaran sinar (µm)

I0adalah intensitas mula-mula (W/m2) dpadalahpenetration depth/ kedalaman

penetrasi gelombang (µm) Kedalaman penetrasi (dp) medan evanescent

berhubungan dengan panjang gelombang radiasi λ, sudut datang θ pada bidang batas, dan n adalah n2 dibagi dengan n1. Hal ini

ditunjukkan pada persamaan:

dp=

(4)

Gelombang cahaya yang memasuki

claddingsepanjang dp akan berkurang secara

eksponensial.

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksananakan mulai bulan September 2010 hingga bulan Juni 2012 di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika Kampus IPB Dramaga,Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelititan ini adalahgulapasirputih, akuades, kabel serat optik, dan etanol 90%. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah refraktometer, neraca analitik, labu ukur 100 mL, gelas piala, labu Erlenmeyer, pipet tetes, tisu, serat optic toolkit, dan baterai 9 V.


(14)

3.3 Metode

3.3.1 Pembuatan larutan gula

Gulapasir putihditimbang di neraca analitik sesuai dengan konsentrasi gula yang diinginkan. Gula dengan beberapa konsentrasi dilarutkan dengan akuades di gelas piala. Larutan gula kemudian di tera di labu ukur 100 mL. Larutan gula kemudian dihomogenkan dengan cara dikocok kemudian dipindahkan ke labu erlenmeyer. Larutan gula ini diteteskan ke alat refraktometer untuk mengukur nilai %brix, seperti pada Gambar 9.

3.3.2 Pengukuran nilai %brix larutan gula

Refraktometer dikalibrasi terlebih dahulu ke 0 dengan meneteskan 2 hingga 3 tetes aquades ke permukaan kaca optik.Tekan tombol “meas” sehingga angka %brix nya menunjukkan 0.Kemudian cairan aquades tadi dibersihkan menggunakan tisu tanpa menekan permukaan kaca optik.

Larutan gula diteteskan ke permukaan kaca optik 2 hingga 3 tetes, lalu ditutup agar tidak terkena cahaya dari luar. Tekan tombol “meas” untuk melihat nilai %brix larutan gula tersebut. Untuk menguji nilai %brix konsentrasi larutan gula berikutnya, maka cairan larutan gula sebelumnya dibersihkan menggunakan tisu.Refraktometer dikalibrasi kembali seperti pada langkah di awal dengan menggunakan akuades,begitu seterusnya.Masing-masing konsentrasi larutan gula dilakukan 3kali pengulangan pengukuran %brix untuk mendapatkan nilai atau data yang benar, seperti pada Gambar 10.

Gambar 9Larutan gula dalam labu erlenmeyer

Gambar 10Refraktrometer

3.3.3 Pengukuran kinerja sensor

Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran intensitas cahaya pada masing-masing 7 konsentrasi larutan gula : 0%, 2%, 5%, 10%, 15%, 20%, & 30%. Sensor seratoptik dihubungkan dengan sumber cahayaocean optic tungsten halogen lamp ke alat science workshop 750 interface seperti yang ditunjukkanpada Gambar11. Nilai intensitas cahaya ditangkap oleh detektor, selanjutnya diolah dengan menggunakan program softwaredata studio di komputer, dan hasil pengolahandapat ditampilkan dalam bentuk grafik dan tabel intensitas cahaya, seperti pada Gambar 12.

Ujung kabel serat optik dengan kondisi yang telah dikelupas cladding nya sepanjang 2 cm, dicelupkan ke dalam larutan gula yang bertindak sebagai pengganti cladding, seperti pada Gambar 13.

Gambar 11

Science workshop 750 interface

Gambar 12Intensitas cahaya

Gambar 13Kabel serat optik yang dicelupkan ke dalam larutan gula


(15)

3.3.4 Hubungan kedalaman penetrasi dan indeks bias larutan

Kedalaman penetrasi gelombangevanescentpada larutan gula dengan nilai indeks bias bervariasi (10 nilai indeks bias) ditentukan dengan persamaan :

dp=

(5)

Keterangan :

dp = kedalaman penetrasi (µm)

λ = panjang gelombang 530 nm π = 3,14

n =indeks bias inti/indeks bias cladding

(n1/n2)

n1 = 1,492 dan n2adalah indeks bias larutan

gula

θ = sudut bias terbesar (90o)

3.3.5 Hubungan medanevanescent(Ez)

terhadap panjang penjalaran sinar gelombang (z)

Medan gelombang evanescent ditetapkan dengan persamaan:

Ez =E0exp (-z/dp) (6)

Keterangan:

Ez = medan evanescent(N/m2)

E0 = medan awal (N/m2)

z = konstanta (µm)

dp =kedalaman penetrasi(µm)

nilai E0 diasumsikan = 2, dan nilai konstanta z

juga diasumsikan dengan bervariasi (0, 0.1, 0.2, 0.3, 0.5, 0.7, 0.9, 1.0) sedangkan nilai

dpjuga bervariasi sesuai dengan indeks bias

masing-masing larutan gula.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Indeks Bias Larutan Gula

Penelitian ini menggunakan 10 jenis konsentrasi (molaritas) larutan gula yang bahan pelarutnya adalah akuades, terdiri dari 0.1, 0.2, 0.3, 0.4, 0.5, 0.6, 0.7, 0.8, 0.9, dan 1.0 molar (M). Nilai konsentrasi gula diperoleh dengan menggunakan persamaan:

M larutan =

(7)

Sepuluh konsentrasi larutan gula, masing-masing ditentukanoleh nilai %brix nya diukur menggunakan alat refraktometer.Semakin besar nilai konsentrasi larutan gula, maka nilai %brix yang diperoleh semakin besar.

Nilai indeks bias masing-masing konsentrasi larutan gula (n2) ditentukan dari

nilai % brix terhadap nilai indeks bias yang telah ditetapkan

Gambar 14menunjukkan bahwa semakin besar nilai konsentrasi larutan gula, maka semakin besar nilai indeks bias nya (n2)

dengan nilai regresinya R = 0.996. Nilai indeks bias larutan gula untuk masing-masing nilai konsentrasi pada selang0.1 s/d 1 M dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan liniery = 0.024x + 1.332. Adanya variasi indeks bias larutan gula bisa digunakan untuk memvariasikan indeks bias cladding dalam sensor serat optik.

Gambar 14Hubunganindeks bias larutan gula dankonsentrasilarutan gula.

y = 0.0248x + 1.3321 R² = 0.9962

1.33 1.335 1.34 1.345 1.35 1.355 1.36

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

In d e ks b ias cl ad ding (l ar u tan g u la) (n2 ) Konsentrasi (M)


(16)

4.2 Kedalaman Penetrasi Gelombang Evanescent (dp)

Pada saat sinar menjalar pada serat optik, maka akan masuk sedikit gelombang ke dalam cladding dengan kedalaman penetrasi yang salah satunya ditentukan oleh indeks bias cladding. Gelombang yang masuk ke dalam cladding disebut dengan gelombang

evanescent. Pada penelitian ini larutan gula berfungsi sebagai cladding. Nilai kedalaman penetrasi untuk masing-masing konsentrasi larutan gula ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 15 menunjukkan semakin besar nilai indeks bias larutan gula (n2) maka

nilai kedalaman penetrasi (dp) gelombang

evanescent nya semakin besar. Dalam penelitian ini, nilai panjang gelombang cahaya (λ=530 nm), besar sudut (θ=90o), dan indeks bias inti (n1=1,492).

Pada saat penjalaran sinar masuk ke dalam cladding terjadi kehilangan energi gelombang secara eksponensial. Pada penelitian ini hubungan antara energi yang terserap oleh cladding terhadap jarak penjalaran pada masing-masing kedalaman penetrasi ditunjukkan pada Gambar 16.

Gambar 16 dan 17 diatas menunjukkan hubungan nilai z (panjang penjalaran sinar)

Gambar 15Hubungan kedalaman penetrasi (dp) gelombang evanescent dan indeks bias larutan gula

Gambar 16Perbandingan nilai Ez terhadap nilai z untuk 10 indeks bias larutan gula

y = 0.6812x - 0.7406 R² = 0.9934

0.166 0.168 0.17 0.172 0.174 0.176 0.178 0.18 0.182 0.184 0.186

1.33 1.335 1.34 1.345 1.35 1.355 1.36

Ke d alam an p e n e tr as i ( dp ) ( µ m )

Indeks bias larutan gula (n2)

0 0.5 1 1.5 2 2.5

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4

E n e rg i m e d an ev an es cen t ( E z) (v/m 2)


(17)

terhadap nilai Ez(medan evanescent) adalah

bersifat eksponensial untuk nilai kedalaman penetrasi (dp) yang berbeda. Semakin besar

nilai zuntuk satu nilai dp, maka semakin kecil

nilai medan evanescent (Ez),sesuaipersamaan:

Ez = E0 exp (-z/dp) (8)

Nilai medanevanescent (Ez)antara

masing-masing dp tidak jauh berbeda,

sehingga grafik eksponensial pada Gambar 16 berhimpitan satu sama lainnya. Hasil ini diperoleh karena nilai indeks bias larutan gula (n2) yang juga selisihnya sangat dekat,

sehingga mempengaruhi nilai kedalaman penetrasinya (dp).Gambar 16 merupakan

grafik perbandingan nilai z terhadap nilai Ez

untuk nilai indeks bias larutan gula yang paling kecil dan yang paling besar.

Gambar 17Perbandingan nilaiEz terhadap nilai z untuk 10 indeks bias larutan gula (hasil perbesaran Gambar 16)

Gambar 18Perbandingan nilai Ezterhadap nilai z untuk n2 terkecil dan n2terbesar.

0.1 0.15 0.2 0.25 0.3

0.3 0.35 0.4 0.45 0.5

E n e rgi me d an e va n e sc e n t ( E z) (v /m 2)

jarak penjalaran sinar (z) (μm)

dp1 DP2 DP3 DP4 DP5 dp6 dp7 dp8 dp9 dp10 0.05 0.15 0.25 0.35 0.45 0.55 0.65 0.75 0.85 0.95 1.05

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

E n e rg i m e d an ev an es cen t ( E z) (v/m 2)

Jarak penjalaran sinar (z) (μm)

dp1 dp10


(18)

4.3 Pengukuran Kinerja Sensor

Selisih intensitas cahaya pada udara sebelum dicelupkan ke dalam larutan gula dan setelah dicelupkan ke dalam larutan gula,ditunjukkan pada Gambar 19.

Gambar 19menunjukkan adanya penurunan intensitas cahaya pada masing-masing grafik, yang menunjukkan selisih nilai intensitas cahaya pada saat kabel serat optik sebelum dicelupkan (masih di udara) dan pada saat dicelupkan ke dalam larutan gula.Penurunan intensitas cahaya setelah melewati larutan gula terlihat berbanding

lurus dengan konsentrasi larutan gula.Semakin tinggi konsentrasi gula maka semakin kecil intensitas cahaya yang diteruskan.

Gambar 20 menunjukkan semakin besar nilai konsentrasi larutan gula maka semakin besar nilai selisih intensitas cahaya pada udara dan intensitas cahaya larutan gula.Jadi kepekatan suatu konsentrasi larutan gula mempengaruhi nilai intensitas cahaya yang dihasilkan.Nilai selisih intensitas yang semakin besar menunjukkan energi gelombang evanescent yang diserap oleh larutan gula semakin besar.

Gambar 19Selisih nilai intensitas cahaya dalam selang waktu tertentu

Gambar 20Hubungan nilai selisih intensitas cahaya dan konsentrasi larutan gula

15 30 45

2 4 6

In te n si tas cah ay a (W/m 2)

Waktu pencelupan (sekon)

0% 2% 5% 10% 15% 20% 30% 4 5 6 7 8 9 10

2 6 10 14 18 22 26 30 34

S e li si h i n e n si tas cah ay a d i u d ar a d an d i d al am lar u tan g u la (W/m 2)


(19)

4.4 Pengukuran Nilai Absorbansi dan Absortivitas (ln I/I0)

Nilai absorbansi merupakan fraksi radiasi datang yang diserap oleh zat penyerap, dan dinyatakan dengan persamaan :

A = log I/T = log I0/I = -log T (9)

Gambar 21 menunjukkan hubungan nilai konsentrasi masing-masing larutan gula dan nilai absorbansi masing-masing larutan gula yang telah dihitung berdasarkan persamaan 9.Semakin besar nilai konsentrasi larutan gula, maka nilai absorbansi semakin besar.Jadi konsentrasi (kepekatan) suatu

larutan gula sangat mempengaruhi daya serap (absorbansi) terhadap intensitas cahaya.

Gambar 22 menunjukkan semakin besar nilai konsentrasi suatu larutan gula maka nilai intensitas cahaya yang dilewati dalam larutan semakin kecil, karena dipengaruhi oleh kepekatan larutan gula. Pada saat pengukuran intensitas cahaya dalam larutan gula dengan menggunakan seperangkat alat kabel serat optik dan Science Workshop 750 Interface, menunjukkan adanya perubahan (penurunan) grafik dari larutan gula berkonsentrasi rendah ke larutan gula berkonsentrasi tinggi.

Gambar 21Hubungan nilai absorbansi dan konsentrasi larutan gula

Gambar 22Hubungan nilai intensitas cahaya dalam larutan gula (I) dan konsentrasi larutan gula

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

2 6 10 14 18 22 26 30 34

Ab

so

rb

an

si

Konsentrasi larutan gula (% b/v)

31 31.5 32 32.5 33 33.5 34 34.5 35 35.5 36

0 10 20 30 40

In te n si tas c ah ay a d al am lar u tan gu la (W/m 2)


(20)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Nilai indeks bias larutan gula dengan indeks bias yang bervariasi, sangat berpengaruh terhadapnilai medan gelombang evanescentdalam sensor serat optik. Semakin besar indeks bias larutan gula (n2) semakin besar medan gelombang

evanescent (Ez). Nilai indeks bias larutan

gula bergantung pada konsentrasi (molaritas) nya. Semakin besar konsentrasi larutan gula, semakin besar indeks bias larutan gula, sehingga menghasilkan kurva regresi yang hampir linier.

Ada 10 larutan gula pada konsentrasi yang berbeda, sehingga memiliki nilai indeks bias yang berbeda. Nilai medan gelombang didapat setelah diperoleh nilai kedalaman penetrasi (dp).Kedalaman penetrasi ditentukan dari nilai indeks bias masing-masing larutan gula. Jadi, diperoleh hasil bahwa semakin besar nilai konsentrasi larutan gula,semakin besar nilai % brix nya dan semakin besar pula nilai kedalaman penetrasi gelombang evanescent pada sensor serat optik dengan pengganti cladding larutan gula.

Untuk hubungan konsentrasi gula terhadap nilai absorbansi dan intensitas cahaya, semakin besar nilai konsentrasi larutan gula maka semakin nilai absorbansi nya dan nilai intensitas cahaya semakin kecil. Nilai medan gelombang evanescent

mejadi besar dan bersifat eksponensial terhadap panjang penjalaran sinar cahaya (z).

5.2 Saran

Untuk pengembangan penelitian ini selanjutnya perlu dilakukan beberapa hal: 1. Penelitian ini diharapkan dapat

dikembangkan dengan menggunakan metode yang sama, yaitu cladding

termodifikasi dengan menggunakan berbagai macam larutan, seperti larutan garam dan larutan kimia lainnya yang memiliki konsentrasi atau pH yang berbeda-beda.

2. Diharapkan nantinya dapat membuat suatu alat yang yang dapat mengukur dan mengetahui secara otomatis nilai medan gelombang evanescent suatu larutan gula dengan meneteskan jumlah larutan gula pada konsentrasi tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Adithya Didit. 2006. Pembuatan probe sensor serat optik untuk mengukur derajat keasaman (pH) menggunakan methyl violetsebagai dye indikator [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Bansal Lalitkumar. 2004. Development of a serat optic chemical sensor for detection of toxic vapors

[tesis].Drexel University

Donlagic Denis. 2000.Fiber Optic Sensors:An Introduction and Overview.University ofMaribor. Giancoli DC. 2001. Fisika Ed. Ke-5. Hanum

Y, Arifin I, penerjemah; Hardani HW,Simarmata SL, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physics Fifth Ed.

Halliday D, Resnick R. 1985. Fisika Ed. Ke-3.Silaban P, Sucipto E, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahandari: Physics3rd edition.

Keiser, Gerd. 2000. Optical Serat Communications. Mc Graw Hill International Edition.

Kolimbris, Harold. 2004. Serat Optics

Communications. New Jersey:

Prentice Hall.

Lee,S.T, Jet al. 2001. A Sensitive fibre optic pH sensor using multi sol gel coating.J.Opt,3. 355-359.

Maddu et al. 2006. Pengembangan probe sensor kelembaban serat optik dengan claddinggelatin. Makara Teknologi. 10:45-50.

Maddu et al. 2006. Pengaruh kelembaban terhadap sifat optik film gelatin.

Makara Teknologi. 10:30-34. Rayss, Jan, Sudolski G. 2002. Ion absorption

in the poros sol-gel silica layerin the serat optic pH sensor.Sensor and Actuator B 87: 397-405.


(21)

Sistem Komunikasi Serat Optik. Elektron nomor 5 tahun I, April 2000.Elektro Online.

www.elektroindonesia.com/elektro/ el0400b.html. (23 Maret 2012). Shelly, Cashman, Vermaat. 2011.

Discovering Computer, Menjelajah Dunia Komputer Fundamental Ed-ke 3. Jakarta: Salemba Infotek. Wahyudi M. 2011. Mengenal Teknologi

Kabel Serat Optik (Fiber Optic).

Jakarta: Bina Sarana Informatika. Fuadi N. 2010. Sensor serat optik untuk

deteksi uap etanol pada proses fermentasi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,Institut Pertanian Bogor.


(22)

(23)

Lampiran 1Diagram alur penelitian

Penelusuran literatur

Persiapan bahan dan alat

Pengujian larutan gula pada

air aquadest

Pembuatan

probe

sensor

(pengelupasan

cladding

)

Pengambilan data dan

analisis data

Penyusunan laporan

Mulai


(24)

Lampiran 2Alat-alat yang digunakan pada penelitian

Neraca analitik

Refraktometer


(25)

(26)

Lampiran 3Tabel data penelitian

Tabel 1Konsentrasi larutan gula

Konsentrasi larutan gula (M) Massa gula (gram)

0.1 1.8

0.2 3.6

0.3 5.4

0.4 7.2

0.5 8.9

0.6 11.0

0.7 13.0

0.8 14.0

0.9 16.0

1.0 18.0

Tabel 2Nilai %brix larutan gula pada masing-masing konsentrasi larutan gula

Konsentrasi larutan gula (M) %brix

0.1 1.2

0.2 2.9

0.3 4.4

0.4 6.3

0.5 7.9

0.6 9.2

0.7 11.0

0.8 12.0

0.9 15.0

1.0 16.0

Tabel 3Nilai indeks bias larutan gula untuk masing-masing %brix dan konsentrasi larutan gula

Indeks biascladding (n2)

Konsentrasi larutan

gula (M) %brix

1.33461 0.1 1.2

1.33719 0.2 2.9

1.33948 0.3 4.4

1.34237 0.4 6.3

1.34481 0.5 7.9

1.34679 0.6 9.2

1.34923 0.7 11.0

1.35091 0.8 12.0

1.35502 0.9 15.0

1.35731 1.0 16.0

Tabel 4Hubungan konsentrasi larutan gula dan intensitas cahaya

Konsentrasi larutan gula(%b/v) Intensitas (W/m2)

0 36

2 34

5 34

10 33

15 32

20 32


(27)

Lanjutan Lampiran 3

Tabel 5Nilai kedalaman penetrasi gelombang evanescent

Panjang gelombang

(λ)(nm)

Sudut bias (θ)(derajat)

Indeks bias core

(n1)

Indeks bias

cladding (n2)

Kedalaman penetrasi (dp)

(µm)

530 90 1.492

1.33461 0.169 1.33719 0.171 1.33948 0.172 1.34237 0.174 1.34481 0.175 1.34679 0.177 1.34923 0.179 1.35091 0.179 1.35502 0.183 1.35731 0.184

Tabel 6Selisih nilai intensitas cahaya larutan gula

Konsentrasi larutan gula (%)

Intensitas cahaya dalam larutan gula

(I

akhir

) (W/m

2

)

Selisih nilai intensitas cahaya di udara dan

dalamlarutan gula (Iawal-Iakhir)(W/m2)

0 36 4.5

2 34 5.9

5 34 6.5

10 33 7.1

15 32 7.6

20 32 8.1

30 31 8.7

Keterangan: Intensitas cahaya di udara (Iawal) = 40 W/m2

Tabel 7Hubungan konsentrasi larutan gula dan absorbansi

Konsentrasi larutan gula(%b/v) Absorbansi

0 5.18 x 10-2

2 6.93 x 10-2

5 7.71 x 10-2

10 8.35 x 10-2

15 9.15 x 10-2

20 9.69 x 10-2


(1)

(2)

Lampiran 1Diagram alur penelitian

Penelusuran literatur

Persiapan bahan dan alat

Pengujian larutan gula pada

air aquadest

Pembuatan probe sensor

(pengelupasan cladding)

Pengambilan data dan

analisis data

Penyusunan laporan

Mulai


(3)

Lampiran 2Alat-alat yang digunakan pada penelitian

Neraca analitik

Refraktometer


(4)

(5)

Lampiran 3Tabel data penelitian

Tabel 1Konsentrasi larutan gula

Konsentrasi larutan gula (M) Massa gula (gram)

0.1 1.8

0.2 3.6

0.3 5.4

0.4 7.2

0.5 8.9

0.6 11.0

0.7 13.0

0.8 14.0

0.9 16.0

1.0 18.0

Tabel 2Nilai %brix larutan gula pada masing-masing konsentrasi larutan gula

Konsentrasi larutan gula (M) %brix

0.1 1.2

0.2 2.9

0.3 4.4

0.4 6.3

0.5 7.9

0.6 9.2

0.7 11.0

0.8 12.0

0.9 15.0

1.0 16.0

Tabel 3Nilai indeks bias larutan gula untuk masing-masing %brix dan konsentrasi larutan gula

Indeks biascladding (n2)

Konsentrasi larutan

gula (M) %brix

1.33461 0.1 1.2

1.33719 0.2 2.9

1.33948 0.3 4.4

1.34237 0.4 6.3

1.34481 0.5 7.9

1.34679 0.6 9.2

1.34923 0.7 11.0

1.35091 0.8 12.0

1.35502 0.9 15.0

1.35731 1.0 16.0

Tabel 4Hubungan konsentrasi larutan gula dan intensitas cahaya

Konsentrasi larutan gula(%b/v) Intensitas (W/m2)

0 36

2 34

5 34

10 33

15 32

20 32


(6)

Lanjutan Lampiran 3

Tabel 5Nilai kedalaman penetrasi gelombang evanescent

Panjang gelombang

(λ)(nm)

Sudut bias

(θ)(derajat)

Indeks bias core

(n1)

Indeks bias

cladding (n2)

Kedalaman penetrasi (dp)

(µm)

530 90 1.492

1.33461 0.169

1.33719 0.171

1.33948 0.172

1.34237 0.174

1.34481 0.175

1.34679 0.177

1.34923 0.179

1.35091 0.179

1.35502 0.183

1.35731 0.184

Tabel 6Selisih nilai intensitas cahaya larutan gula

Konsentrasi larutan gula (%)

Intensitas cahaya dalam larutan gula

(I

akhir

) (W/m

2

)

Selisih nilai intensitas cahaya di udara dan

dalamlarutan gula (Iawal-Iakhir)(W/m2)

0 36 4.5

2 34 5.9

5 34 6.5

10 33 7.1

15 32 7.6

20 32 8.1

30 31 8.7

Keterangan: Intensitas cahaya di udara (Iawal) = 40 W/m2 Tabel 7Hubungan konsentrasi larutan gula dan absorbansi

Konsentrasi larutan gula(%b/v) Absorbansi

0 5.18 x 10-2

2 6.93 x 10-2

5 7.71 x 10-2

10 8.35 x 10-2

15 9.15 x 10-2

20 9.69 x 10-2