Sensor Beban Berbasis Serat Optik Dengan Prinsip Mikrobending

(1)

SENSOR BEBAN BERBASIS SERAT OPTIK DENGAN

PRINSIP MIKROBENDING

SKRIPSI

CINDY AL KINDI

090801012

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

SENSOR BEBAN BERBASIS SERAT OPTIK DENGAN

PRINSIP MIKROBENDING

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

CINDY AL KINDI

090801012

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul : SENSOR BEBAN BERBASIS SERAT OPTIK

DENGAN PRINSIP MIKROBENDING

Kategori : SKRIPSI

Nama : CINDY AL KINDI

NIM : 090801012

Program Studi : SARJANA (S-1) FISIKA Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juli 2013

Pembimbing II, Pembimbing I,

Dwi Hanto, M.Si Dr. Marhaposan Situmorang

NIP. 198404252008121003 NIP. 195510301980031003

Deketahui/Disetujui oleh

Departemen Fisika FMIPA USU Ketua,

Dr. Marhaposan Situmorang NIP. 195510301980031003


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang serta karunia-Nya kepada penulis hingga skripsi yang berjudul “Sensor Beban Berbasis Serat Optik dengan Prinsip Mikrobending” berhasil diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktu yang telah ditetapkan.

Ucapan terima kasih terbesar penulis sampaikan kepada Ibunda tercinta Nurdiana dan Ayahanda tercinta Syaiful Yusmainur Saragih atas kasih sayang dan

do’a yang selalu dihadiahkan kepada penulis serta dukungan secara moril maupun

materi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu :

1. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang selaku ketua jurusan Departemen Fisika dan dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan panduan, bantuan, perhatian serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Dwi Hanto M.Si selaku dosen pembimbing dari Pusat Penelitian

Fisika LIPI yang telah bersedia memberikan panduan, bantuan, serta segenap perhatian dan dorongan kepada penulis dalam melakukan penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Bambang Widiyatmoko, M.Eng selaku kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI yang telah memberikan izin penelitian, dan selaku penguji pada saat seminar hasil di P2F yang telah memberikan arahan dan dukungannya kepada penulis.

4. Bapak Ir. Thomas Budi Waluyo M.Eng.Sc. selaku penguji pada saat seminar hasil yang telah memberikan arahan dan dukungan kepada penulis. 5. Bapak Andi Setiono, Bapak Sigit, Mas Hendra Adinanta dari P2F LIPI

yang sudah memberikan arahan dan dukungan kepada penulis.

6. Bapak Prof. Perdamean Sebayang M.Si dari Pusat Penelitian Fisika LIPI yang sudah sangat baik memberikan arahan dan dukungan serta semangatnya kepada penulis sampai penulis menyelesaikan penelitian untuk tugas akhir.

7. Seluruh Staf Pusat Penelitian Fisika LIPI yang belum disebutkan saya mohon maaf dan mengucapkan terima kasih.


(5)

8. Bapak Drs. Syahrul Humaidi, M.Sc, seketaris departeman Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam Universitas Sumatra Utara

9. Seluruh staf dosen departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

10.Kak Yuspa, Kak Tini, dan Bang Jo yang selalu mempermudah segala urusan di departemen Fisika

11.Keluarga dan para saudara yang banyak mendukung secara langsung maupun tidak langsung terima kasih atas dukungannya .

12.Adik-adikku Jundi, Badar, Tata dan Batros yang menjadi semangatku. 13.Para sahabat tersayang Desy Hervina, Seri Dermayu Siregar, Sally Irvina,

Tian Havwini, Kharismayanti, Hilda Ayu Marlina, Fitri Hidayati yang selalu memberikan motivasi, semangat, bantuan, pengertian, dan masih banyak lagi yang tidak mampu diungkapkan.

14.Sahabat terkasih Nurkhasanah, T Masykur Al Qaedy, Bang Khalid Lubis terima kasih atas dukungan dan semangatnya.

15.Pak Lukman, Bang Maulana (Nana), Irmawan Oktavianto terima kasih atas dukungan dan bantuannya kepada penulis.

16.Staf LIDA terkhusus pada Ibu Ratna Simatupang dan Bapak Nasruddin dan Asisten LIDA (kak Masthura, kak Mora, bang Ikhsan, bang Hilman, kak Pepi, adik-adik dan kepala laboratorium LIDA) terima kasih atas dukungannya selama ini.

17.Buat Ibunda Neneng dan kak Lina, terima kasih banyak karena telah menjadi keluarga yang baik ketika penulis melakukan penelitian di LIPI. 18.Kak Cici, kak Farida, kak Ratika terima kasih atas dukungannya.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang diberikan kepada penulis oleh semua pihak-pihak tersebut. Aamiin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas apa yang dikehendaki-Nya.


(6)

PERNYATAAN

SENSOR BEBAN BERBASIS SERAT OPTIK DENGAN PRINSIP MIKROBENDING

SKRIPSI

Saya mengetahui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2013

CINDY AL KINDI 090801012


(7)

SENSOR BEBAN BERBASIS SERAT OPTIK DENGAN PRINSIP

MIKROBENDING

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai sensor beban berbasis serat optik dengan prinsip mikrobending. Penelitian ini meliputi beberapa pengujian yaitu kesetabilan laser, pengaruh mikrobending, validitas dan reliabilitas sensor untuk mengetahui rancangan yang tepat serta tingkat respon sensor pada saat beban diletakkan diatas sensor agar dapat diaplikasikan pada sensor beban kendaraan. Pengujian tersebut menggunakan sumber laser dengan panjang gelombang 1310 nm, serat optik ragam banyak, lapisan karet, beban, kawat stainless, sensor modifikasi (buatan Pusat Penelitian Fisika), photodetektor, Data Translation DAQ, dan software Weight in Motion buatan Pusat Penelitian Fisika LIPI. Dari penelitian diperoleh beberapa hasil yaitu kesetabilan laser terpenuhi dengan uji T statistik, pengaruh mikrobending berpengaruh secara signifikan pada respon sensor beban dengan ANOVA pada tingkat signifikansi 0.05, histerisis sensor dengan error < 5 % dan validasi sensor dengan persamaan polinomial serta reliabilitas sensor terpenuhi dengan uji T statistik.


(8)

LOAD SENSORS BASED ON OPTICAL FIBER WITH MICROBENDING PRINCIPLE

ABSTRACT

Has done research on fiber-optic-based load sensor with microbending principle. This study includes some stability testing of the laser, the influence microbending, validity and reliability of the sensors to find the right design and the level of the sensor response when the load placed on the sensor so that the sensor can be applied to the vehicle load. The test uses a laser source with a wavelength of 1310 nm, many kinds of optical fiber, rubber lining, load, steel wire, modified sensor (artificial Physics Research Center), a photodetector, Data Translation DAQ, and software Weight in Motion made LIPI Physics Research Center. Obtained some results of studies that met the laser stability test statistic T, the influence microbending significant influence on the response of the load sensor with ANOVA at the 0.05 level, with the sensor hysteresis error < 5%, the sensor validation by polynomial equations and reliability of the sensor satisfied by T test statistics.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Gambar x

Daftar Tabel xii

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Batasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 5

1.7 Tempat Penelitian 5

1.8 Sistematika Penulisan 5

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.1 Teori Cahaya dan Hukum Snellius 7

2.2 Serat Optik 10

2.3 Prinsip dan Tipe Sensor Optik 12

2.4 Konektor Serat Optik 15

2.5 Sensor 16

2.6 Photodetektor 17


(10)

Pada Serat 19 2.8 Sensor Beban dengan Serat Optik Mikrobending 22

2.9 Pengolahan Data-data Statistik 24

Bab 3 Metodologi Penelitian

3.1 Tahapan Penelitian 25

3.2 Pengujian Kesetabilan Laser 27

3.3 Pengujian Pengaruh Diameter dan Jarak Kawat

Terhadap Respon Sensor Beban 29

3.4 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Sensor Beban 32

Bab 4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Kesetabilan Laser 34

4.2 Pengujian Variasi Diameter dan Jarak Kawat terhadap

Respon Sensor Beban 36

4.3 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Sensor Beban 39

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 45

5.2 Saran 45

Daftar Pustaka 46


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Hukum Snellius 9

Gambar 2.2 Pemantulan Dinding Serat Optik 10

Gambar 2.3 Bagian-bagian Serat Optik 11

Gambar 2.4 Karakteristik Serat Optik MultimodeStep Index 13 Gambar 2.5 Karakteristik Serat Optik Multimode Graded Index 14 Gambar 2.6 Karakteristik Serat Optik Single Mode Step Index 14 Gambar 2.7 Pembengkokan Sinar di Dalam Inti Serat Optik 19 Gambar 2.8 Peristiwa Rugi-rugi akibat Pembengkokan Mikro 20

Gambar 2.9 Sensor Intrinsik Serat Optik 21

Gambar 2.10 Skematik Sensor Mikrobending 21

Gambar 2.11 Skematik Sensor dengan Pelat Bergerigi 23

Gambar 3.1 Rancangan Sensor Beban 26

Gambar 3.2 Diagram Blok Penelitian 26

Gambar 3.3 Software Weight In Motion Based Optical Fiber 27 Gambar 3.4 Flowchart Pengujian Kesetabilan Laser 28 Gambar 3.5 Beban Uji yang diletakkan Terpusat di atas Sensor Beban 29 Gambar 3.6 Software Weight In Motion Based Optical Fiber 30 Gambar 3.7 Flowchart Pengujian Variasi Diameter dan Jarak Kawat 31 Gambar 3.8 Sensor Untuk Pengujian Validitas dan Reliabilitas 33

Gambar 4.1 Grafik Kesetabilan Laser 34

Gambar 4.2 Grafik Kesetabilan Fluktuasi Laser 35

Gambar 4.3 Grafik Pengujian Mikrobending 37


(12)

Gambar 4.5 Grafik Validasi Sensor 42

Gambar 4.6 Grafik Validasi Beban 43


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Uji T untuk Kesetabilan Laser 35

Tabel 4.2. Uji Normalitas Data 37

Tabel 4.3. Uji Homogenitas 38

Tabel 4.4. Uji ANOVA 38

Tabel 4.5. Error Histerisis 41


(14)

SENSOR BEBAN BERBASIS SERAT OPTIK DENGAN PRINSIP

MIKROBENDING

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai sensor beban berbasis serat optik dengan prinsip mikrobending. Penelitian ini meliputi beberapa pengujian yaitu kesetabilan laser, pengaruh mikrobending, validitas dan reliabilitas sensor untuk mengetahui rancangan yang tepat serta tingkat respon sensor pada saat beban diletakkan diatas sensor agar dapat diaplikasikan pada sensor beban kendaraan. Pengujian tersebut menggunakan sumber laser dengan panjang gelombang 1310 nm, serat optik ragam banyak, lapisan karet, beban, kawat stainless, sensor modifikasi (buatan Pusat Penelitian Fisika), photodetektor, Data Translation DAQ, dan software Weight in Motion buatan Pusat Penelitian Fisika LIPI. Dari penelitian diperoleh beberapa hasil yaitu kesetabilan laser terpenuhi dengan uji T statistik, pengaruh mikrobending berpengaruh secara signifikan pada respon sensor beban dengan ANOVA pada tingkat signifikansi 0.05, histerisis sensor dengan error < 5 % dan validasi sensor dengan persamaan polinomial serta reliabilitas sensor terpenuhi dengan uji T statistik.


(15)

LOAD SENSORS BASED ON OPTICAL FIBER WITH MICROBENDING PRINCIPLE

ABSTRACT

Has done research on fiber-optic-based load sensor with microbending principle. This study includes some stability testing of the laser, the influence microbending, validity and reliability of the sensors to find the right design and the level of the sensor response when the load placed on the sensor so that the sensor can be applied to the vehicle load. The test uses a laser source with a wavelength of 1310 nm, many kinds of optical fiber, rubber lining, load, steel wire, modified sensor (artificial Physics Research Center), a photodetector, Data Translation DAQ, and software Weight in Motion made LIPI Physics Research Center. Obtained some results of studies that met the laser stability test statistic T, the influence microbending significant influence on the response of the load sensor with ANOVA at the 0.05 level, with the sensor hysteresis error < 5%, the sensor validation by polynomial equations and reliability of the sensor satisfied by T test statistics.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejak diperkenalkan oleh Kao dan Hockham bahwa serat optik dapat digunakan pada sistem komunikasi, metode modulasi cahaya pada serat optik telah banyak diinvestigasi. Bentuk metode modulasi ini merupakan dasar dari sensor serat optik. Pada tahun 1970- an, eksperimen pertama dilakukan dengan menggunakan serat optik dengan loss rendah. Divais semacam ini disebut Optical Fiber Sensors (OFSs). Hal ini hanya berhubungan dengan aplikasi dalam bidang telekomunikasi. Pada penelitian kali ini serat optik dikembangkan menjadi lebih baik dari segi aplikasi, bukan dalam bidang telekomunikasi melainkan dalam bidang sensor. Dari kelemahan serat optik sebagai kabel transmisi data di bidang telekomunikasi yaitu memiliki loss atau rugi optik yang mengakibatkan data dapat hilang, maka muncul aplikasi dalam serat optik bahwa kelemahan serat optik tersebut dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi gaya. Pada penelitian ini akan dikembangkan sensor beban berbasis serat optik dengan prinsip mikrobending. Dengan prinsip ini maka serat optik akan dapat mengalami rugi-rugi daya optik sehingga serat optik dapat mendeteksi berapa besar gaya yang diterima oleh serat optik sehingga sinyal cahaya yang mengalami rugi optik atau pelemahan akan ditransmisikan untuk dikonversi menjadi parameter yang dibutuhkan dan dalam hal ini yaitu besar beban terukur. Sehingga diharapkan dengan prinsip dan teknik mikrobending ini pula serat optik dapat dimanfaatkan sebagai sensor beban yang nantinya diharapkan dapat diaplikasikan pada alat timbang yang masih menggunakan sensor konvensional (analog).

Latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan juga karena terdapatnya beban berlebih pada jalan disebabkan penyelewengan pengawasan pada jembatan timbang terhadap beban kendaraan yang melintasi jalan. Dampak nyata yang ditimbulkan oleh muatan berlebih (overloading) adalah kerusakan jalan. Untuk dapat mengatasi hal tersebut, diperlukan alat timbang beban kendaraan. Saat ini


(17)

alat timbang yang ada masih menggunakan sensor konvensional (analog) sehingga masih dapat mengalami gangguan elektromagnetik.

Terdapat beberapa teknik untuk mengukur beban yang sekarang digunakan ini yaitu piezoelektrik, lempeng kapasitif, hidrolik dan pelat beban yang dibengkokkan, akan tetapi metode tersebut memiliki beberapa kelemahan yaitu mudah korosi, jangkauan kecepatan kecil, mudah mengalami gangguan elektromagnetik, akurasi rendah, pembuatan dan instalasi yang sulit, ukuran besar dan harga tinggi. Perkembangan teknologi sensor serat optik yang memiliki keuntungan diantaranya sensitivitas tinggi, tahan terhadap gangguan elektromagnetik, suhu tinggi dan korosi dibandingkan dengan sensor sebelumnya dapat menjadi alternatif untuk mengukur beban.

Sensor serat optik merupakan basis teknologi yang dapat diterapkan untuk banyak aplikasi penginderaan. Sensor serat optik mempunyai banyak keuntungan dibandingkan dengan sensor elektronik konvensional, keuntungan-keuntungan itu antara lain adalah (1) mudah diintegrasikan dengan jaringan serat optik yang ada, (2) tidak mengalirkan arus listrik, (3) tahan terhadap interferensi elektromagnetik dan interferensi frekuensi radio, (4) ringan, (5) tahan terhadap lingkungan yang korosif dan basah, (6) sensitivitas tinggi, (7) mempunyai kemampuan yang tinggi untuk membentuk jaringan sensing, (8) kemampuan sensing multifungsi seperti regangan, tekanan, korosi, temperatur dan sinyal akustik. Perkembangan teknologi komputer saat ini yang berkembang pesat juga mempunyai dampak terhadap perkembangan teknologi serat optik. Hal ini karena kepraktisan dari peralatan tersebut sehingga sangat mudah untuk dikembangkan lebih lanjut.

Sensor Microbend adalah salah satu sensor serat optik awal dikembangkan dan telah digunakan oleh beberapa peneliti selama lebih dari tiga puluh tahun. Sensor microbend Serat optik telah digunakan dalam beberapa aplikasi industri seperti pengukuran tekanan dalam sistem peralatan antarmuka [1], suhu dan pengukuran tekanan dalam tangki bahan bakar pesawat [2], investigasi karakteristik berbagai bidang [3], sensor pH [4], akustik dan sensor perpindahan [5].

Prinsip kerja dari sensor serat optik berdasarkan pada pemanfaatan rugi-rugi akibat pembengkokan mikro (microbending) pada serat optik yang


(18)

mengakibatkan perubahan intensitas cahaya yang ditransmisikan oleh serat optik. Sehingga serat optik dapat digunakan dalam pengukuran parameter-parameter fisis diantaranya tegangan, tekanan, strain dan temperatur.

Sensor serat optik yang didasarkan pada prinsip kerugian daya optik yang disebabkan oleh pembengkokan mikro (mikrobending) juga memiliki bentuk padat yang baik, struktur sederhana, biaya rendah dan lainya. Dengan demikian studi sensor serat optik dengan mikrobending menjadi sangat penting.

Dalam decade terakhir, sensor berat berbasis serat optik, didasarkan pada perubahan pada parameter sinyal optik karena regangan serat optik akibat berat kendaraan yang lewat, telah mendapat perhatian. Sensor ini lebih tahan lama, relatif murah dalam pembuatan dan operasi. Namun, serat optik terutama digunakan sebagai detektor untuk kendaraan karena akurasi rendah pada pengukur berat (khususnya penimbang beban bergerak) dan ketergantungan tinggi terhadap kondisi cuaca.

Pada 1990-an , muncul sensor gaya berbasis serat optik untuk penimbang dan kontrol sistem gerak pada kendaraan atau transportasi. Penggunaan serat optik disetujui karena biaya rendah, kemudahan instalasi di jalan-jalan dengan lalu lintas yang padat. Kabel serat optik ditempatkan dalam alur sempit di seberang jalan yang dilapisi dengan karet yang tahan, dan transmisi tekanan ban kendaraan pada kabel serat optik. Arus lalu lintas tidak boleh terganggu untuk waktu yang lama, sehingga kemudahan dan kecepatan instalasi sensor melebihi kekurangan sensor yaitu akurasi pengukuran rendah.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana merancang sensor beban berbasis serat optik dengan prinsip mikrobending sehingga penggunaan serat optik valid sebagai sensor beban. Dengan demikian dapat mengikuti perkembangan sensor dan dapat diaplikasikan pada alat timbang seperti alat timbang kendaraan atau lainnya yang masih menggunakan sensor konvensional (analog).


(19)

1.3 Batasan Masalah

Ruang lingkup penelitaian ini akan dibatasi pada :

1. Perancangan sensor beban menggunakan serat optik mikrobending sehingga terdapat beberapa kombinasi

2. Pengujian kesetabilan laser sebagai sumber cahaya pada sensor

3. Analisa pengaruh diameter dan jarak kawat terhadap mikrobending pada serat optik dengan Anova pada signifikansi 0.05

4. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Sensor Beban berbasis Serat Optik

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kestabilan laser yang digunakan sebagai sumber cahaya pada sensor

2. Untuk mengetahui pengaruh jarak dan diameter kawat terhadap respon sensor beban menggunakan serat optik dengan prinsip mikrobending

3. Untuk mengetahui validitas dan reliabilitas sensor beban berbasis serat optik

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu :

1. Dapat membuat rancangan atau kombinasi sensor beban berbasis serat optik dengan prinsip mikrobending dengan tingkat respon yang berbeda-beda

2. Diharapkan dapat diaplikasikan untuk sensor alat timbang kendaraan yang masih menggunakan sensor konvesional (analog).

3. Dapat diaplikasikan sebagai sensor alat timbang untuk berbagai macam kebutuhan.


(20)

1.6. Metodologi Penelitian

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam menyusun dan menganalisa tugas akhir ini adalah:

1. Studi literatur yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan sensor serat optik dengan prinsip mikrobending

2. Perencanaan dan pembuatan sensor serat optik dengan prinsip mikrobending yang akan diuji

3. Pengujian pengaruh diameter dan jarak kawat terhadap mikrobending 4. Pengujian validitas dan reliabilitas sensor serat optik dengan prinsip

mikrobending

5. Analisa data-data penelitian untuk keperluan informasi mengenai sensor serat optik dengan prinsip mikrobending

6. Penarikan kesimpulan

1.7. Tempat Penelitian

Laboratorium Fiber Optik, Pusat Penelitian Fisika (PPF), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

1.8. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Berisi latar belakang penelitian, permasalahan, batasan masalah, tujuan pembahasan, manfaat penelitian, metodologi pelaksanaan penelitian, dan sistematika penulisan laporan penelitian.

BAB II : Landasan Teori

Membahas tentang teori Cahaya, sensor dan transduser, serat optik beserta prinsip mikrobending.


(21)

BAB III : Metodologi Penelitian

Membahas tentang perencanaan, pembuatan dan pengujian sensor secara keseluruhan.

BAB IV : Hasil Dan Pembahasan

Berisi tentang hasil pengujian sensor berupa kesetabilan laser, pengaruh diameter dan jarak kawat terhadap mikrobending pada serat optik, kurva histerisis, validitas dan reliabilitas sensor beban serat optik.

BAB V : Kesimpulan Dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari bab sebelumnya yaitu hasil dan pembahasan terkait tujuan dari penelitian. Dan juga saran yang diberikan untuk kajian lebih lanjut dari skripsi ini


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Teori Cahaya dan Hukum Snellius

Penggunaan cahaya sebagai pembawa informasi sebenarnya sudah banyak digunakan sejak zaman dahulu, baru sekitar tahun 1930-an para ilmuwan Jerman mengawali eksperimen untuk mentransmisikan cahaya melalui bahan yang bernama serat optik. Percobaan ini juga masih tergolong cukup primitif karena hasil yang dicapai tidak bisa langsung dimanfaatkan, namun harus melalui perkembangan dan penyempurnaan lebih lanjut lagi. Perkembangan selanjutnya adalah ketika para ilmuwan Inggris pada tahun 1958 mengusulkan prototipe serat optik yang sampai sekarang dipakai yaitu yang terdiri atas gelas inti yang dibungkus oleh gelas lainnya. Sekitar awal tahun 1960-an perubahan fantastis terjadi di Asia yaitu ketika para ilmuwan Jepang berhasil membuat jenis serat optik yang mampu mentransmisikan gambar.

Di lain pihak para ilmuwan selain mencoba untuk memandu cahaya

melewati gelas (serat optik) namun juga mencoba untuk ”menjinakkan” cahaya.

Kerja keras itupun berhasil ketika sekitar 1959 laser ditemukan. Laser beroperasi pada daerah frekuensi tampak sekitar 1014 Hertz - 15 Hertz atau ratusan ribu kali frekuensi gelombang mikro.

Laser adalah merupakan sebuah peranti yang mengeluarkan cahaya melalui satu proses dipanggil pemancaran terangsang. Laser adalah akronim kepada LASER (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation - Pembesaran Cahaya oleh Pancaran Sinaran yang Terangsang). Cahaya laser adalah gelombang elektromagnet nampak yang berada di dalam julat tertentu.

Laser adalah sumber optik yang memancarkan foton dalam pancaran koheren. Cahaya laser biasanya hampir-monokromatik, contohnya, mengandungi panjang gelombang tunggal atau warna, dan dipancarkan dalam pancaran halus. Ini berbeza dengan sumber cahaya biasa, seperti mentol, yang memancarkan


(23)

photon yang dapat dilihat kesemua arah, biasanya mencangkupi jarak gelombang spektrum elektromagnetik yang luas. Aksi laser dapat difahami melalui penggunaan teori mekanik kuantum dan termodinamik.

Salah satu jenis laser yaitu Laser diode yang menghasilkan panjang gelombang dari 405 nm sehingga 1550 nm. Laser diode berkuasa rendah digunakan dalam penunjuk laser, pencetak laser, dan pemain CD/DVD. Kebanyakan laser diode lebih berkuasa biasanya digunakan bagi mengepam secara optik laser lain dengan berkesan. Laser diode skala industri paling berkuasa, dengan kuasa sehingga 10 kW, digunakan dalam pengilangan bagi memotong dan mengimpal.

Pada awalnya peralatan penghasil sinar laser masih serba besar dan merepotkan. Selain tidak efisien, ia baru dapat berfungsi pada suhu sangat rendah. Laser juga belum terpancar lurus. Pada kondisi cahaya sangat cerah pun, pancarannya gampang meliuk-liuk mengikuti kepadatan atmosfer. Waktu itu, sebuah pancaran laser dalam jarak 1 km, bisa tiba di tujuan akhir pada banyak titik dengan simpangan jarak hingga hitungan meternya sangat tinggi, kurang dari 1 bagian dalam sejuta. Dalam bahasa sehari-hari artinya serat yang sangat bening dan tidak menghantar listrik ini sedemikian murninya, sehingga konon, seandainya air laut itu semurni serat optik, dengan pencahayaan cukup mata normal akan dapat menonton lalu-lalangnya penghuni dasar Samudera Pasifik.

Seperti halnya laser, serat optik pun harus melalui tahap-tahap pengembangan awal. Sebagaimana medium transmisi cahaya, ia sangat tidak efisien. Hingga tahun 1968 atau berselang dua tahun setelah serat optik pertama kali diramalkan akan menjadi pemandu cahaya, tingkat atenuasi (kehilangan)-nya masih 20 dB/km. Melalui pengembangan dalam teknologi material, serat optik mengalami pemurnian, dehidran dan lain-lain. Secara perlahan tapi pasti atenuasinya mencapai tingkat di bawah 1 dB/km.

Hukum Snellius sangat kita pahami bersama dengan mudah karena memang rumusannya yang sangat mudah dimengerti. Hukum Snellius adalah rumus matematika yang memberikan hubungan antara sudut datang dan sudut bias pada cahaya atau gelombang lainnya yang melalui batas antara dua medium isotropik berbeda, seperti udara dan gelas. Hukum ini menyebabkan bahwa


(24)

“nisbah sinus sudut datang dan sudut bias adalah konstan, yang tergantung pada medium (indeks bias medium)”.

Perumusan lain yang ekivalen dalam nisbah sudut datang dan sudut bias sama dengan nisbah kecepatan cahaya pada kedua medium yang sama dengan kebalikan nisbah indeks bias.

Gambar 2.1 Hukum Snellius

Perumusan matematis hukum Snellius adalah :

=

=

(2.1)

Atau

= (2.2)

Atau

(2.3)

Lambang merujuk pada sudut datang dan sudut bias, pada kecepatan cahaya sinar datang dan sinar bias. Lambang menunjuk pada indeks bias medium yang dilalui sinar datang, sedangkan adalah indeks bias medium yang dilalui sinar bias.

Saat sudut datang > sudut kritis maka akan terjadi pemantulan sempurna. Hal inilah yang terjadi dalam serat optik, dimana gelombang cahaya menjalar dengan mengalami pemantulan-pemantulan sempurna dari dinding seratnya (cladding) yang indeks refraksinya lebih kecil daripada indeks refraksi inti seratnya (core).


(25)

Gambar 2.2 Pemantulan Dinding Serat Optik

Dari gambar 2.1 sebenarnya terlihat bahwa tanpa diberi cladding pun (artinya n2 = 1 ) akan terjadi pemantulan-pemantulan yang sempurna. Tetapi hal ini dihindarkan karena justru harga n1 dan n2 harus berbeda hanya sedikit agar pengiriman dapat terlaksana untuk band yang lebar dan jarak yang jauh tanpa terjadi distorsi.

2. 2. Serat Optik

Serat optik adalah saluran transmisi atau sejenis kabel yang terbuat dari kaca atau plastik yang sangat halus dan lebih kecil dari sehelai rambut, dan dapat digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Sumber cahaya yang digunakan biasanya adalah laser atau LED. Kabel ini berdiameter lebih kurang 120 mikrometer. Cahaya yang ada di dalam serat optik tidak keluar karena indeks bias dari kaca lebih besar daripada indeks bias dari udara, karena laser mempunyai spektrum yang sangat sempit.

Efisiensi dari serat optik ditentukan oleh kemurnian dari bahan penyusun gelas/kaca. Semakin murni bahan gelas, semakin sedikit cahaya yang diserap oleh serat optik.

Serat optik dibuat dari silikon dan germanium bereaksi dengan oksigen membentuk SiO2 dan GeO2. SiO2 dan GeO2 menyatu dan membentuk kaca serat


(26)

1. Core adalah kaca tipis yang merupakan bagian inti dari serat atau inti fisik yang mengirim sinyal data optik dari sumber cahaya ke alat penerima yang berupa untai tunggal kontinyu dari kaca atau plastik. Semakin besar core maka semakin banyak cahaya yang dapat dilewatkan dalam kabel.

2. Cladding adalah materi yang mengelilingi inti yang berfungsi memantulkan sinar kembali ke dalam inti(core), atau layer/lapisan serat yang berfungsi sebagai pembatas energi elektromagnetik yang terlalu besar, gelombang cahaya dan penyebab pembiasan pada struktur inti. Pembuatan cladding yang cukup tebal memungkinkan medan serat tidak dipengaruhi oleh perambatan disekitar bahan sehingga bentuk fisik serat tidak cacat.

3. Buffer Coating adalah plastik pelapis yang melindungi serat dari kerusakan. lapisan plastik disekitar core dan cladding ini juga berfungsi memperkuat inti serat, membantu penyerapan dan sebagai pelindung ekstra pada pembengkokan kabel.

Gambar 2.3 Bagian-bagian Serat Optik

Jenis serat optik berdasarkan indeks bias core pada serat optik multimode dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu serat optik multimode step index (indeks bias core homogen), dan serat optik multimode gradded index (indeks bias core semakin mendekat ke arah cladding semakin kecil. Jadi pada gradded indeks, pusat core memiliki nilai indeks bias yang paling besar).

Dalam penggunaan serat optik ini, terdapat beberapa keuntungan antara lain: 1. Lebar jalur besar dan kemampuan dalam membawa banyak data, dapat


(27)

mencapai gigabit-per detik dan menghantarkan informasi jarak jauh tanpa pengulangan

2. Biaya pemasangan dan pengoperasian yang rendah serta tingkat keamanan yang lebih tinggi

3. Ukuran kecil dan ringan, sehingga hemat pemakaian ruang

4. Imun, kekebalan terhadap gangguan elektromagnetik dan gangguan gelombang radio

5. Non-Penghantar, tidak ada tenaga listrik dan percikan api 6. Tidak berkarat

2. 3. Prinsip dan Tipe Sensor Optik

Sensor serat optik adalah jenis sensor optik yang menggunakan serat optik dalam mekanisme penginderaan atau pendeteksian, baik sebagai komponen aktif sensor maupun sekedar sebagai pemandu gelombang (optik) saja. Sistem sensor optik dilengkapi dengan paling tidak tiga komponen utama, yaitu komponen optoelektronik, link optik dan probe. Komponen optoelektronika meliputi sumber cahaya, detektor optik dan pengolah sinyal. Link optik berupa gelombang serat optik yang berfungsi memandu cahaya ke atau dari bagian penginderaan (sensing region). Sedangkan probe adalah bagian sensing atau transducing, baik pada bagian dalam maupun luar serat optik, yang bertindak sebagai transduser dan berinteraksi langsung dengan obyek atau besaran yang diukur. Sensor serat optik didasarkan pada mekanisme modulasi gelombang optic (cahaya) dari suatu sumber seperti LED, diode laser, atau yang lainnya. Kuantitas optik yang dimodulasi dapat berupa intensitas atau amplitudo, panjang gelombang, fase gelombang dan polarisasi gelombang optik tersebut. Modulasi ini dapat terjadi di luar maupun di dalam serat optik.

Sampai saat ini ada 3 jenis fiber yang digunakan pada umumnya yaitu :

• Step index, multimode • Graded index, multimode • Step index, singlemode

2.3.1 Step Index Multimode

Fiber optic step index (multimode) dibuat dari core yang relatif besar, dengan diselimuti cladding. Corenya mempunyai diameter antara 50 sampai


(28)

dengan 200 μm, dimana cladding sangat tipis seperti pada gambar 2.3. Core dan cladding mempunyai index bias yang berbeda. Serat tersebut mudah dibuat, oleh karena itu serat optik ini pertama kali di pasarkan. Keuntungan lain dari serat step index multimode adalah corenya yang tebal sehingga mudah dalam penyambungan ujung dua serat dan dalam segi biaya lebih efektif. Biasanya ukuran NA yang terdapat di dalam kabel Multi mode pada umumnya adalah berkisar antara 0,20 hingga 0,29. Kerugian utama dari serat ini adalah terjadinya tiga tipe dispersi dan adanya rugi-rugi daya yang besar. Oleh karena itu, serat step index multimode digunakan untuk jarak yang pendek dengan bit rate yang relative rendah. Kabel ini cocok untuk transmisi medium. Redaman dari serat step index multimode antara 2 sampai dengan 30 dB/Km, dan bandwith antara 10 sampai dengan 100 Mhz.[13]. Panjang gelombang core-nya sebesar 850 atau 1300nm.

Gambar 2.4 Karakteristik Serat Optik Multimode Step Index

2.3.2 Graded index Multimode

Kabel ini terdiri dari core yang mempunyai indeks bias berkurang sedikit demi sedikit secara step by step dari pusat core sampai batas antara core dengan cladding. Core tersebut terdiri dari lapisan-lapisan gelas, masing-masing lapisan mempunyai index bias yang berbeda. Umumnya diameter core 50 μm dan untuk

claddingnya 125 μm seperti pada gambar 2.4. Berkas cahaya yang merambat

melalui kabel ini dibelokkan sampai propagasi sejajar dengan sumbu serat. Di tempat titik pantul tersbut propagasi diarahkan kearah axis serat.

Propagasi gelombang cahaya melalui lapisan bagian luar berjalan lebih jauh dari pada berkas yang hanya melalui lapisan bagian dalam. Tetapi indeks bias dari lapisan luar adalah lebih kecil, berarti bahwa kecepatan propagasi cahaya bagian luar lebih cepat dari pada bagian dalam. Oleh karena itu, semua berkas


(29)

cahaya (mode-mode) menggambarkan pulsa-pulsa yang datang pada waktu yang bersamaan. Dengan cara ini dispersi multipath dapat diusahakan seminim mungkin.

Fiber Graded Index Multimode mempunyai redaman mulai dari 2 sampai dengan 10 dB/Km dan bandwith 1Ghz. Meskipun mempunyai banyak keuntungan, fiber ini sukar dalam pembuatannya dan harganya lebih mahal dari pada step index multimode.

Gambar 2.5Karakteristik Serat Optik MultimodeGradded Index

2.3.3 Step Index Single Mode

Segera setelah perkembangan kedua jenis tipe fiber tersebut di atas, kebutuhan akan bandwith lebih besar lagi. Dapat kita lihat bahwa semakin rendah jumlah mode, semakin tinggi bandwithnya. Idealnya cahaya berpropagasi melalui hanya satu mode saja, yang paralel dengan sumber fiber.

Gambar 2.6Karakteristik Serat Optik Single Mode Step Index

Seperti yang terlihat pada gambar 2.5, core mempunyai diameter antara 8

sampai dengan 12μm, dan cladding telah distandarisasi pada 125 μm. Readaman

step index singlemode adalah 0,2 sampai 0,4 dB/Km, dan dengan bandwith 50 Ghz. Teknologi ini membutuhkan sumber cahaya dengan lebar spektral yang sangat kecil pula dan ini berarti sebuah sistem yang mahal. Singlemode dapat


(30)

membawa data dengan lebih cepat dan 50 kali lebih jauh dibandingkan dengan serat optik multimode.

2. 4. Konektor Serat Optik

Konektor fiber digunakan untuk menyambungkan dua ujung fiber optik, yang digunakan pada titik - titik di mana fiber berakhir pada pemancar dan penerima. Pada kabel serat optik, sambungan ujung terminal atau disebut juga konektor, biasanya memiliki tipe standar seperti berikut:

1. FC (Fiber Connector): digunakan untuk kabel single mode dengan akurasi yang sangat tinggi dalam menghubungkan kabel dengan transmitter maupun receiver. Konektor ini menggunakan sistem drat ulir dengan posisi yang dapat diatur, sehingga ketika dipasangkan ke perangkat lain, akurasinya tidak akan mudah berubah.

2. SC (Subsciber Connector) : digunakan untuk kabel single mode, dengan sistem dicabut-pasang. Konektor ini tidak terlalu mahal, simpel, dan dapat diatur secara manual serta akurasinya baik bila dipasangkan ke perangkat lain.

3. ST (Straight Tip): bentuknya seperti bayonet berkunci hampir mirip dengan konektor BNC. Sangat umum digunakan baik untuk kabel multi mode maupun single mode. Sangat mudah digunakan baik dipasang maupun dicabut.

4. Biconic: Salah satu konektor yang kali pertama muncul dalam komunikasi fiber optik. Saat ini sangat jarang digunakan.

5. D4 konektor ini hampir mirip dengan FC hanya berbeda ukurannya saja. Perbedaannya sekitar 2 mm pada bagian ferrule-nya.

6. SMA: konektor ini merupakan pendahulu dari konektor ST yang sama-sama menggunakan penutup dan pelindung. Namun seiring dengan berkembangnya ST konektor, maka konektor ini sudah tidak berkembang lagi penggunaannya.


(31)

2. 5. Sensor `

Sensor adalah elemen sistem yang secara efektif berhubungan dengan proses di mana suatu variabel sedang diukur dan menghasilkan suatu keluaran dalam bentuk tertentu tergantung pada variabel masukannya, dan dapat digunakan oleh bagian sistem pengukuran yang lain untuk mengenali nilai variabel tersebut. Dari beberapa referensi didapatkan pengertian dari sensor seperti dibawah ini :

1. Sensor adalah suatu divais (alat) yang dapat mengukur besaran fisika dan mengubahnya ke sinyal yang dapat dibaca oleh observer atau sebuah instrumen.

2. Ada 6 macam sinyal, mekanik, termal, magnetik, elektrik, kimia, dan radiasi. Dan alat yang mengubah suatu jenis sinyal ke sinyal lain disebut transducer. Sinyal yang dihasilkan dapat bermanfaat dalam bentuk yang lain. Sedangkan peralatan yang menawarkan keluaran elektrik disebut sebagai sensor.

3. Sensor adalah alat (divais) yang mengubah fenomena fisis ke sinyal elektrik. Dengan demikian sensor merepresentasikan bagian dari interface antara dunia fisis dengan dunia peralatan elektrik.

Istilah yang biasa digunakan untuk mendefinisikan unjuk kerja (performa) sensor yaitu histerisis, validitas dan reliabilitas. Histerisis berguna untuk mengetahui apakah nilai pengukuran dengan arah yang berlawanan memiliki nilai yang sama dan error yang kecil. Error histerisis digunakan untuk menyatakan selisih keluaran yang diperoleh dari nilai besaran yang sama, yang sedang diukur berkenaan dengan apakah nilainya dicapai melalui perubahan kontinu naik atau turun.

Validitas dalam penelitian kuantitatif yaitu bagaimana sebuah penelitian benar-benar mengukur apa yang akan diukur dan bagaimana kebenaran dari hasil penelitian tersebut. Dengan kata lain, validitas menunjukkan ketepatan instrument penelitian untuk mencapai sasaran penelitian tersebut . Tiga validitas dalam penelitian kualitatif adalah validitas deskriptif (descriptive validity), validitas interpretatif (interpretative validity) serta validitas teoritikal (theoretical validity). Validitas deskriptif mengacu pada akurasi berdasarkan fakta-fakta yang


(32)

sesungguhnya yang dilaporkan peneliti. Validitas interpretatifdidapatkan berdasar sudut pandang, pemikiran, tujuan dan pengalaman yang dipahami dan dilaporkan oleh peneliti. Validitas teoritikal didasarkan pada seberapa besar sebuah teori atau penjelasan teoritikal yang diperoleh melalui penelitian sehingga dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan.

Reliabilitas (keandalan) adalah persyaratan penting yang harus dimiliki oleh suatu sistem pengukuran. Hal ini berguna untuk mengetahui apakah sistem pengukuran dapat menghasilkan nilai yang sama terhadap perubahan waktu, misalnya akibat meregangya pegas.

2. 6. Photodetektor

Photodetektor atau detektor cahaya adalah sebagai alat penerima komunikasi optik. Fotodetektor mengubah sinyal optik menjadi sinyal elektrik. Keluaran dari penerima adalah sinyal elektrik yang memenuhi spesifikasi dari pengguna kekuatan sinyal, level impedansi, bandwidth, dan parameter lainnya.

Bentuk sistem fotodetektor termasuk dalam alat penerima yang sesuai, biasanya adalah semikonduktor photodioda yang berasal dari komponen optik gelombang cahaya ke alat fotodetektor.

Optoelektronika membuat secara luas mengenai penggunaan energi tranducer. Dalam tranducer, seperti dalam mata kita, cahaya diubah menjadi arus listrik oleh phodetektor (photosensor). Prinsip kerja photodetektor adalah mendeteksi sinyal cahaya yang datang dan mengubahnya menjadi isyarat listrik yang berisi isyarat informasi yang dikirim. Arus listrik tersebut kemudian diperkuat untuk selanjutnya diolah sehingga dapat ditampilkan atau dikeluarkan pada rangkaian elektronika.

Detector cahaya, secara khusus photodiode, dapat dipandang sebagai inverse dari light emitting diode (LED). Disini madukan ke peranti adalah daya optic dan keluaran dari peranti berupa sinyal listrik. Prinsip operasi dari photodiode ini merupakan fenomena fisika sebagaimana yang terjadi pada LED. Detektor cahaya menyerap photon cahaya dan menghasilkan electron, yaitu electron yang dapat menghasilkan arus listrik.


(33)

Untuk mendapatkan hasil yang optimum penggunaan photodiode sebagai transducer, secara khusus untukaplikasi system komunikasi optic, maka detector cahaya harus memiliki fitur fitur sebagai berikut:

1. Sensitivitas, kepekaan terhadap cahaya yang datang. Peranti detector cahaya harus sangat sensitive. Arus listrik yang dihasilkan harus sebesar mungkin dalam merespon daya optic masukan. Karena detector cahaya ini selektif terhadap panjang gelombang (responnya terbatasi oleh rentang panjang gelombang), maka sensitifitas ini harus bernilai besar pda daerah panjang gelombang operasi.

2. Responsitivitas, merupakan perbandingan arus keluar dengan cahaya masuk. Waktu respon terhadap Sinyal optic masukan harus cepat. Detektor cahaya harus mampu menghasilkan arus listrik meski pulsa optic masukan berlangsung dalam waktu yang cepat. Hal ini akan memungkinkan untuk menerima data dengan laju bit tinggi.

3. Untuk system penerimaan data analog, detector cahaya harus memiliki hubungan masukan-keluaran yang linier. Hal ini diperlukan untuk menghindari distorsi Sinyal keluaran.

4. Derau dalam (internal noise) yang dibangkitkan oleh peranti harus sekecil mungkin agar peranti dapat mendeteksi Sinyal optic masukan sekecil mungkin. 5. Effisiensi, merupakan perbandingan jumlah lubang elektron yang terjadi terhadap foton yang masuk. Bila jumlah lubang elektron yang terjadi mendekati banyaknya jumlah foton yang masuk maka lebih baik.

6. Respon time atau rise time, merupakan kecepatan yang dibutuhkan untuk menghasilkan arus terhadap cahaya yang masuk.

7. Bandwidth, berpengaruh terhadap respon time.

Beberapa karakteristik penting lainnya, misalnya keandalan, stabilitas, dan kekebalan terhadap pengaruh lingkungan.

2. 7. Rugi – rugi Daya pada Serat Optik akibat Pembengkokan Pada Serat Energi atau daya yang dibawa oleh cahaya akan mengalami pelemahan (rugi-rugi/loss) akibat terjadinya kebocoran atau karena kurangnya kejernihan bahan serat optik. Besaran pelemahan energi sinyal informasi dari serat optik yang biasa


(34)

dinyatakan perbandingan antara daya pancaran awal terhadap daya yang diterima dinyatakan dalam deci-Bell (dB) disebabkan oleh 3 faktor utama yaitu absorpsi, hamburan (scattering) dan lekukan (bending losses). Dengan susunan bahan yang tepat maka akan didapatkan attenuasi (pelemahan) yang kecil. Attenuasi adalah pelemahan energi sehingga amplitudo gelombang yang sampai pada penerima menjadi lebih kecil dari pada amplitudo yang dikirimkan oleh pemancar.

Bending yaitu pembengkokan serat optik yang menyebabkan cahaya yang merambat pada serat optik berbelok dari arah transmisi dan hilang. Sebagai contoh, pada serat optik yang mendapat tekanan cukup keras dapat menyebabkan ukuran diameter serat optik menjadi berbeda dari diameter semula, sehingga mempengaruhi sifat transmisi cahaya di dalamnya. Rugi-rugi akibat pelengkungan serat optik dibedakan menjadi dua macam yaitu:

1) Macro bending/pembengkokan makro

Rugi-rugi macro bending terjadi ketika sinar atau cahaya melalui serat optik yang dilengkungkan dengan jari-jari lebih lebar dibandingkan dengan diameter serat optik, sehingga menyebabkan rugi-rugi seperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2.7.Pembengkokan Sinar Di Dalam Inti Serat Optik Dengan Variasi Sudut Datang

Berdasarkan prinsip pemantulan dan pembiasan cahaya, jika sudut datang lebih kecil dari sudut kritis, maka mode cahaya tidak dipantulkan secara sempurna melainkan lebih banyak dibiaskan keluar dari inti serat optik. Sedangkan untuk sinar yang membentuk sudut datang lebih besar dari sudut kritis, sebagian besar mode cahaya akan dipantulkan kembali masuk ke dalam selubung seperti halnya prinsip pemantulan total. Kondisi ini mengakibatkan perubahan mode. Jumlah


(35)

radiasi optik dari lengkungan serat tergantung kekuatan medan dan kelengkungan jari-jari.

2) Micro bending / pembengkokan mikro

Pembengkokan mikro terjadi karena ketidakrataan pada permukaan batas antara teras dan selongsong secara acak atau random pada serat optik karena proses pengkabelan ataupun ketika proses penarikan saat instalasi seperti terlihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.8.Peristiwa Rugi-Rugi Akibat Pembengkokan Mikro

2. 8. Sensor Beban dengan Serat Optik Mikrobending

Sensor yang berbasis intensitas membutuhkan lebih banyak cahaya dan karena itu biasanya menggunakan serat multimode dengan inti yang lebar. Ada berbagai mekanisme seperti rugi daya optik akibat mikrobending, redaman, dan bidang lepas yang dapat menghasilkan perubahan hasil ukur yang diinduksi dalam intensitas optik yang disebarkan oleh serat optik. Keuntungan dari sensor ini adalah kesederhanaan implementasi, biaya rendah, kemungkinan menjadi multiplexing, dan kemampuan untuk tampil sebagai sensor yang didistribusikan secara nyata. Salah satu sensor berbasis intensitas adalah sensor mikrobend, yang didasarkan pada prinsip bahwa mekanik tikungan mikro yang periodik dapat menyebabkan energi dari mode dipandu untuk digabungkan dengan mode radiasi dan akibatnya menghasilkan redaman cahaya yang ditransmisikan. Seperti yang terlihat pada Gambar.2.9, sensor terdiri dari dua pelat beralur dan di antara kedua pelat terdapat serat optik. Pelat atas dapat bergerak sebagai respon terhadap tekanan. Ketika radius tikungan serat melebihi sudut kritis yang diperlukan untuk


(36)

membatasi cahaya ke area inti, cahaya mulai bocor ke cladding mengakibatkan modulasi intensitas.

Gambar 2.9.Sensor Intrinsik Serat Optik

Adapun penjelasan yang signifikan yaitu ketika serat terkena tikungan kecil atau gangguan, suatu bagian tertentu dari propagasi cahaya dalam inti serat digabungkan dalam mode radiasi dan hilang. Mode penggabungan dapat dicapai dengan menggunakan pelat bergelombang yang merubah bentuk serat menjadi serangkaian tikungan. Oleh karena itu, mikrobending menyebabkan intensitas cahaya menurun. Dengan memantau dan menghubungkan hilangnya intensitas cahaya, berbagai jenis sensor mikrobend dapat dirancang. Wilayah penginderaan sensor mikrobend terdiri dari dua pelat bergelombang, disebut lempeng deformer. Serat optik ditekan dengan memberi gaya ke bawah karena lipatan atau lekukan lempeng seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9.


(37)

Sensor mikrobending serat optik adalah jenis sensor serat berdasarkan prinsip tekukan yang terstruktur yang dapat menyebabkan hilangnya intensitas cahaya, yang terdiri dari susunan lekukan termodulasi dan serat optik. Kinerja sensor mikrobending serat optik ditentukan oleh susunan lekukan (bending), maka metode modulasi lekukan (bending) digunakan untuk menghasilkan periodik lekukan (bending) pada serat optik.

Desain sensor yang dibuat yaitu plat bergerigi atau bergelombang pada sisi atas dan bawah, dan diantara plat diberi sensor serat optik yang mengalami gangguan mikrobending dan mengarahkan pancaran (mentransmisikan) gangguan tersebut. Cahaya yang keluar dan menembus pembungkus (jacket) menyebabkan intensitas cahaya output berkurang atau disebut pelemahan (attenuasi). Besarnya gangguan dapat diperoleh dengan mendeteksi variasi intensitas cahaya, dan tekanan pada sensor mikrobending serat optik dapat diperoleh.

Dari gambar 2.10 deformer dalam menanggapi perubahan gaya ΔF terhadap pembengkokan serat menyebabkan amplitudo deformasi serat X untuk berubah dengan jumlah Ax. Koefisien transmisi T, untuk cahaya yang merambat melalui serat yang bengkok pada gilirannya diubah oleh jumlah ΔT sehingga:

(2.4)

di mana ΔT / Δx adalah sensitivitas, Seperti daerah, ls adalah ketebalan deformer, Ys adalah modulus Young, dan kf adalah konstanta pegas efektif dari serat optik. Konstanta pegas efektif pada gilirannya dapat dinyatakan sebagai berikut:

(2.5)

Dari Persamaan (2.4) dan (2.5), dapat dilihat bahwa jika kekuatan diterapkan pada sensor microbend (ΔF), intensitas cahaya pada output serat akan berubah. Selain itu, parameter geometris deformer seperti periodisitas mekanik, luas penampang deformer, deformasi jarak dan jumlah lipatan akan mempengaruhi intensitas keluaran cahaya. Karena sensor microbend jatuh ke


(38)

dalam kelompok sensor serat optik intrinsik, sifat serat seperti modulus Young dan diameter serat akan mempengaruhi intensitas keluaran juga.

Menurut teori gelombang optik, koefisien attenuasi dapat disimpulkan sebagai berikut :

α = K D2 (t) L [

2

, (2.6)

dengan k merupakan konstanta pembanding (rasio), D(t), L & q secara berurutan yaitu besarnya mikrobending, panjang serat optik dan frekwensi jarak lekukan

atau gerigi. Δβ merupakan perbedaan konstanta propagasi yang berdekatan. D(t)

didominasi dari ukuran, L panjang serat antara pelat gerigi, q periode jarak gerigi.

Ketika q = Δβ, kerugian mikrobending sangat besar dan modulasi mudah terganggu, siklus sesuai Λo adalah siklus mikrobending yang optimal.

Gambar 2.11.Skematik Sensor dengan Pelat Bergerigi

Periodisitas mekanik dapat diberikan seperti gambar 2.11 :

Λo =

= (1 +

)

1/2

(2.7) ξ konstanta tergantung pada profil indeks bias, untuk graded index ξ = 2 dan untuk serat optik step index ξ = , M adalah jumlah mode dan m adalah jumlah modus. Dalam serat optik multimode, mode orde yang lebih tinggi adalah mode yang paling mudah digabungkan dari serat di lekukan-lekukan kecil. Kemudian diasumsikan M = m dan periodisitas kritis adalah Λo = π a / Δ ½ (untuk serat optik step index) dan Λo = / Δ ½ (untuk serat optik graded index), dimana


(39)

a radius serat, Δ perbedaan normal indeks antara core dan cladding, Δ = (n1– n2) /

n2.

Dalam studi ini, menggunakan serat optik multimode step index 62,5 μm /

125 μm dan perbedaan normal indeks adalah 0.01. Kemudian periodisitas

mekanik kritis dapat dihitung dan desain jarak gerigi atau lekukan dengan rumus untuk serat optik step index akan meningkatkan sensitivitas sensor secara efektif.

Dengan menempelkan serat optik pada material yang berdaya tahan tinggi dan elastis serta mengatur tingkat bending degan benar, maka respon sensitive terhadap tekanan luar dapat ditingkatkan dan dapat melindungi serat optik secara efektif sehingga daya tahan sensor lebih lama.

2. 9. Pengolahan Data-Data dengan Statistik

Dalam berbagai penelitian tentunya menghasilkan data-data yang akan digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Data-data tersebut dapat diolah dengan statistik misalnya untuk mengetahui apakah suatu variabel berpengaruh terhadap variabel lainnya secara signifikan. Adapun beberapa cara pengujian data dengan statistic salah satunya ANOVA (Analysis of Varians). Analisis variansi adalah suatu prosedur untuk uji perbedaan mean beberapa populasi. Konsep analisis variansi didasarkan pada konsep distribusi F dan biasanya dapat diaplikasikan untuk berbagai macam kasus maupun dalam analisis hubungan antara berbagai varabel yang diamati. Untuk dapat menguji data-data menggunakan ANOVA ada beberapa syarat yaitu data berasal dari sampel yang berbeda, data tersebut harus diuji homogenitasnya, uji normalaitas.Uji normalitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menguji normalitas data, antara lain uji chi-kuadrat, uji lilliefors, dan uji kolmogorov-smirnov. Uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama.


(40)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3. 1. Tahapan Penelitian

Tahap penelitian yang dilakukan terdiri dari beberapa bagian, yaitu :

Perancangan sensor beban menggunakan serat optik ragam banyak (multimode) tanpa bagian pembungkus (jacket) sehingga bagian terluarnya adalah cladding. Serat optik ini diletakkan di atas karet dengan ukuran 25 x 25 cm dan di

Mulai

Perancangan Sensor

Pengujian Kesetabilan Laser

Pengujian variasi diameter dan jarak kawat

Pengujian Validitas dan Reliabilitas Sensor

Pengolahan Data dan Analisa Statistik

Penarikan Kesimpulan


(41)

atasnya melintang kawat stainless dengan panjang 20 cm disusun secara periodik dan di atasnya ditutup lagi dengan karet seperti pada gambar 3.1. Pada sensor beban ini dibuat variasi diameter 1,6 mm dan 2,4 mm serta variasi jarak antar kawat 0,5 cm; 1,0 cm; 1,5 cm; dan 2,0 cm. Sehingga dari perancangan ini terdapat 8 kombinasi rancangan sensor beban.

Gambar 3.1. Rancangan Sensor Beban

Sensor beban dengan 8 kombinasi tersebut akan diuji untuk mengetahui pengaruh variasi diameter dan jarak kawat serta pengaruh interaksi diameter dan jarak terhadap respon sensor tersebut. Sebelumnya akan dilakukan pengujian kesetabilan laser karena hal ini berkaitan dengan respon sensor yang nantinya akan diuji.

Sistem instrumentasi pada penelitian ini seperti pada gambar 3.2 yaitu rangkaian laser yang dihubungkan dengan serat optik yang sudah dirancang menjadi sensor beban kemudian dihubungkan dengan transduser berupa photodetektor yang akan mendeteksi sinyal optik dan terhubung dengan modul DAQ (Data Acquisition) dengan resolusi 16-bit serta PC sebagai perangkat akuisisi data.

Gambar 3.2. Diagram Blok Penelitian


(42)

Pada penelitian ini lebih menekankan pada perancangan sensor beban berbasis serat optik dengan prinsip mikrobending yang kemudian didukung dengan beberapa pengujian untuk mendapatkan karakteristik dari sensor beban tersebut. Setelah perancangan sensor selesai maka dilakukan beberapa pengujian yaitu sebagai berikut :

3. 2. Pengujian Kesetabilan Laser

Pada pengujian ini digunakan laser dioda dengan panjang gelombang 1310 nm. Sumber optik tersebut dilewatkan pada sensor beban yang sudah dirancang sebelumnya tanpa diletakkan beban diatasnya. Sensor beban terhubung dengan photodetektor yang merupakan transducer untuk mengubah sinyal optik menjadi sinyal dalam bentuk beda tegangan listrik dengan satuan (Volt) yang akan diubah dalam bentuk sinyal digital dengan menggunakan antarmuka modul Data Translation DAQ (DT9816). Tegangan yang terukur ditampilkan dalam bentuk grafik, seperti pada tampilan PC dengan software Weight In Motion Based Optical Fiber buatan Pusat Penelitian Fisika LIPI, yang terlihat pada pada gambar 3.3. Setiap 30 detik data akan direkam dan indikator status akan menyala, dan pengujian dilakukan selama 17 jam.


(43)

Secara umum diagram alir pengujian setelah mengaktifkan software, yaitu :

Gambar 3.4. Flowchart Pengujian Kesetabilan Laser

Keterangan gambar 3.4 :

1. Input data merupakan sinyal optik yaitu laser yang dilewatkan melalui serat optik yang kemudian sinyal optik ini dideteksi oleh photodetektor

Mulai

Tampilan tegangan (V)

pada grafik

Pengaturan Waktu (t)

t = 30 detik

data tersimpan dalam Format .xls

Tidak

Ya

Selesai Input data

Aktifkan tombol Stop


(44)

yang mengubah sinyal optik menjadi sinyal listrik yang kemudian diubah oleh modul DAQ menjadi sinyal digital.

2. Tampilan tegangan dalam bentuk grafik merupakan hasil dari modul DAQ dan tampilan tersebut seperti Gambar 3.3.

3. Data disimpan setiap 30 detik dan setiap 30 detik indikator status akan menyala menandakan data sudah tersimpan dan akan mengulangi proses penyimpanan kembali setiap 30 detik

4. Setelah mengaktifkan tombol Stop maka penyimpanan data akan selesai dan pengujian tersebut dilakukan selama 17 jam.

3. 3. Pengujian Pengaruh Diameter dan Jarak kawat terhadap Respon Sensor Beban

Pada penelitian ini dilihat pengaruh variasi ukuran diameter yaitu 1,6 mm dan 2,4 mm serta jarak antar kawat 0,5 cm; 1,0 cm; 1,5 cm; dan 2,0 cm setiap diberikan beban yang diletakkan di atasnya terhadap daya optik yang diterima photodetektor yang telah dikonversi menjadi beda tegangan listrik dengan satuan volt (V). Beban uji yang digunakan adalah sebesar 10 kg. Beban uji ini diletakkan terpusat diatas sensor beban seperti yang terlihat pada gambar 3.3. Beban uji berfungsi sebagai sumber gaya berupa tekanan yang akan ditransmisikan pada kawat melalui lapisan karet sehingga menyebabkan bending atau lekukan dalam hal ini mikrobending atau lekukan mikro yang terjadi pada serat optik.


(45)

Mikrobending dapat mengubah arah transmisi sinyal optik pada serat optik menjadi berubah atau terjadinya pelemahan daya optik yang sering disebut sebagai rugi-rugi optik akibat mikrobending. Perubahan sinyal optik yang keluar dari sensor beban akan dideteksi oleh photodetektor dan kemudian diubah dalam bentuk beda tegangan listrik dengan satuan (Volt) yang akan diubah dalam bentuk sinyal digital dengan menggunakan antarmuka modul Data Translation DAQ (DT9816). Data pengukuran ditampilkan pada PC dengan software Weight In Motion Based Optical Fiber buatan Pusat Penelitian Fisika LIPI, seperti pada gambar 3.3. Untuk setiap data pengukuran dilakukan penyimpanan data (record data) dengan menekan tombol Get data pada software pada saat tegangan stabil.

Gambar 3.6. Software Weight In Motion Based Optical Fiber

Pada percobaan yang dilakukan ini terdapat 8 pengamatan yang merupakan kombinasi diameter dan jarak antar kawat dan setiap pengamatan dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah variasi diameter dan jarak kawat berpengaruh secara signifikan terhadap respon sensor beban tersebut.


(46)

Secara umum diagram alir pengujian setelah mengaktifkan software, yaitu :

Gambar 3.7. Flowchart Pengujian Variasi Diameter Dan Jarak Kawat Mulai

Tampilan tegangan (V)

pada grafik

Atur Skala Grafik

V = Stabil

Aktifkan tombol

Get Data

Tidak

Ya

Simpan data dalam Format .xls

Non aktifkan tombol Get Data

Selesai Input data


(47)

Keterangan gambar 3.7 :

1. Input data merupakan sinyal keluaran sensor beban yang sudah diproses oleh photodetektor dan modul DAQ

2. Tampilan tegangan dalam bentuk grafik pada gambar 3.6 merupakan selisih dari tegangan input seperti yang tampil pada PC pada gambar 3.3 dengan hasil dari pembacaan modul DAQ yang berasal dari photodetektor.

3. Atur skala grafik untuk melihat kesetabilan tegangannya.

4. Jika tegangan yang terlihat tidak stabil maka ulangi dengan mengangkat beban uji kemudian tunggu sampai tegangan kembali 0 Volt lalu letakkan kembali beban uji di atas sensor. Diamati kenaikan tegangan akibat tekanan dari beban uji.

5. Jika tegangan terlihat stabil maka aktifkan tombol Get Data seperti pada Gambar 3.1 kemudian data akan tersimpan dalam format .xls.

6. Non-aktifkan tombol Get Data untuk menyelesaikan penyimpanan data.

Pengujian di atas dilakukan beberapa kali untuk mengetahui keseragaman respon dari sensor beban yang diuji atau keseragaman output yang keluar dari sensor (repeatability).

3. 4. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Sensor Beban

Validitas merupakan proses kalibrasi dari suatu sistem pengukuran. Dalam hal ini pengujian validitas diperlukan untuk mengetahui apakah sensor dapat mendeteksi beban dengan baik atau tidak. Sedangkan reliabilitas merupakan proses dimana sistem pengukuran dapat digunakan dalam waktu yang berbeda dengan nilai pengukuran yang sama. Sehingga dari hasil pengujian validitas dan reliabilitas sensor dapat diketahui karakteristik dari sensor tersebut untuk mendukung performa sensor tersebut.

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan peralatan serta prosedur yang sama seperti pada pengujian variasi diameter dan jarak kawat terhadap Respon Sensor Beban pada pengujian sebelumnya. Alat yang dibedakan yaitu sensor, sensor yang digunakan pada pengujian ini adalah sensor yang sudah dimodifikasi


(48)

yaitu sensor beban berbasis serat optik dengan prinsip mikrobending yang dibuat oleh Pusat Penelitian Fisika dengan menggunakan papan PVC ukuran 50 cm x 10 cm x 1 cm dan diberi kawat 2.4 mm dengan panjang 10 cm yang disusun secara periodik dengan jarak 0,5 cm, setelah itu diletakkan diatas serat optik yang diletakkan pada lapisan karet seperti gambar 3.8.

Gambar 3.8. Sensor untuk Pengujian Validitas dan Reliabilitas

Pengujian validitas sensor juga menggunakan laser stabil 1310 nm yang dilewatkan pada sensor. Pada sensor diletakkan beban dengan variasi 20 sampai 80 kg dengan interval 20 kg sebagai beban uji yang menyebabkan perubahan intensitas cahaya yang dideteksi oleh photodetektor dan diubah dalam bentuk beda tegangan dalam satuan Volt dan dengan menggunakan antarmuka modul Data Translation DAQ (DT9816) ditampilkan pada PC dengan software Weight In Motion Based Optical Fiber buatan Pusat Penelitian Fisika LIPI, seperti gambar 3.6 pada pengujian sebelumnya.

Untuk setiap data pengukuran dilakukan penyimpanan data (record data) dengan menekan tombol Get data pada software pada saat tegangan stabil. Setelah melakukan pengujian validitas sensor maka dilakukan reliabilitas sensor menggunakan variabel beban 20 kg dan 60 kg dengan pengulangan sebanyak 20 kali. Setelah melakukan penelitian maka data-data pengujian dianalisis dengan statistik menggunakan ANOVA.


(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. Kesetabilan Laser

Kestabilan laser merupakan kunci yang harus diperhatikan ketika laser tersebut digunakan sebagai sumber cahaya dalam sebuah sensor maupun instrument optik karena stabilitas laser sangat mempengaruh kepekaan terhadap beberapa parameter sensor yang menggunakan laser sebagai komponen utamanya. Dari hasil pengujian didapat hasil seperti gambar 4.1 kesetabilan laser dapat terlihat dari tegangan terukur yang diambil selama kurang lebih 17 jam yang dikeluarkan oleh photodetektor.

Gambar 4.1. Grafik Kesetabilan Laser

Dari trend grafik terlihat bahwa tegangan sama dari setiap data menunjukkan kesetabilan, hal ini dapat dibuktikan secara signifikan dengan uji T menggunakan software statistik. Hasil tersebut ditunjukkan pada tabel 4.1. Dari Hasil Uji T, didapat korelasi data atau seluruh data tegangan memiliki hubungan yang erat

4.5 4.55 4.6 4.65 4.7 4.75 4.8 4.85 4.9 4.95 5

-800 200 1200 2200 3200 4200 5200 6200

Tegan

g

an

(

Vo

lt)


(50)

ditandai dari hasil signifikan 0.000 < α = 0.05, dari hasil ini menunjukkan bahwa laser dalam keadaan stabil.

Tabel 4.1. Uji T untuk Kesetabilan Laser

Tegangan t df Sig.(2-tailed) Mean Difference

4.594E5 49142 0.000 4.678797010

Gambar 4.2.Grafik Kesetabilan Fluktuasi Laser

Dari gambar 4.2. terlihat dari tren grafik tegangan yang keluar dari photodetektor tetap mengalami fluktuasi yaitu naik turunnya tegangan akibat adanya noise atau gangguan dan dapat direpresentasikan secara matematis, yaitu :

Fluktuasi = nilai maksimum – nilai minimum

Nilai maksimum tegangan sebesar 4.68811 Volt dan nilai minimum sebesar 4.667664 Volt maka fluktuasi sebesar 0.020446 Volt. Untuk mengetahui kesetabilan laser, perlu diketahui persentase fluktuasi terhadap tegangan rata-rata yang secara matematis didapatkan dari rumus :

Didapatkan hasil persentase fluktuasi adalah 0.44 % dari nilai rata-rata yang besarnya 4.678797. Hasil ini sesuai standart yang tidak melebihi 2 % maka laser memenuhi kesetabilan untuk digunakan sebagai sumber cahaya pada sensor beban serat optik. 4.67 4.672 4.674 4.676 4.678 4.68 4.682 4.684 4.686 4.688 4.69

-800 200 1200 2200 3200 4200 5200 6200

Tegan g an ( Vo lt) Jumlah Data


(51)

4. 2. Pengujian Variasi Diameter dan Jarak Kawat terhadap Respon Sensor Beban

Prinsip mikrobending (pembengkokan mikro) dapat dimanfaatkan untuk membuat rancangan sensor beban terutama aplikasi sensor beban kendaraan yang dalam hal ini dibuktikan dari hasil pengujian pengaruh variasi dimater dan jarak kawat yang disusun secara periodik diatas serat optik. Dengan prinsip ini diketahui bahwa sensor serat optik memberikan respon akibat lekukan-lekukan periodik karena lekukan-lekukan tersebut membuat intensitas cahaya yang ditrasmisikan di dalam serat berkurang sehingga sinyal optik yang diterima photodetektor berubah sesuai dengan besar dan susunan lekukan pada serat optik. Hal ini ditandai dari perubahan tegangan yaitu setiap kenaikan tegangan dari 0 Volt mengindikasikan semakin berkurang intesitas cahaya atau semakin besar daya optik yang hilang akibat lekukan tersebut seperti yang terlihat dari hasil pengujian pada Gambar 4.3 yang juga merupakan hasil pengamatan pengaruh mikrobending serat optik akibat variasi diameter dan jarak antar kawat pada serat optik. Dari hasil percobaan perubahan diameter dan jarak antar kawat memiliki respon yang berbeda terhadap beda tegangan yang diterima oleh photodetektor.

Dari tren grafik terlihat bahwa kawat berdiameter 2.4 mm menyebabkan sensor memberikan respon yang lebih besar dibandingkan kawat berdiameter 1.6 mm. Hal ini disebabkan oleh perubahan diameter bending akibat tekanan dari kawat berdiameter 2.4 mm lebih besar dibandingkan kawat berdiameter 1.6 mm. Dari hasil tersebut juga dapat diketahui bahwa dengan variasi kawat berdiameter 2.4 mm dan jarak 1 cm menyebabkan sensor memberikan respon yang lebih besar dibandingkan variasi lainnya dan hasil ini juga terjadi pada variasi kawat berdiameter 1.6 mm dan jarak 2 cm. Setiap variasi diameter dan jarak kawat berpengaruh terhadap tingkat respon sensor. Maka dari itu hasil penelitian ini akan dimanfaatkan untuk pengembangan desain sensor beban kendaraan yang akan dipasang dibadan jalan.


(52)

Gambar 4.3. Grafik Pengujian Mikrobending

Untuk melihat seberapa signifikan pengaruh perbedaan dari variabel diameter dan jarak antar kawat pembending, data pengamatan dianalisa dengan ANOVA (Analysis of Variance). Sebelum dilakukan uji ANOVA terlebih dahulu dilakukan uji asumsi diantaranya tes normalitas dan tes homogenitas.

Dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa data hasil pengamatan terdistribusi normal ditandai dari hasil signifikan lebih besar dari 0.05, baik uji normalitas Kolmogorov-Smirnov maupun Shapiro-Wilk.

Tabel 4.2. Uji Normalitas Data

Diameter (mm)

Jarak (cm)

Signifikansi

Kolmogorov-Smirnof Shapiro-Wilk

1.6

0.5 0.200 0.470

1 0.200 0.660

1.5 0.200 0.840

2 0.200 0.440

2.4

0.5 0.200 0.236

1 0.200 0.475

1.5 0.200 0.765

2 0.128 0.090

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

0 0.5 1 1.5 2 2.5

T egan gan (V olt) Jarak (cm) 1.6 mm 2.4 mm


(53)

Adapun tabel 4.3 merupakan hasil tes homogenitas masing-masing pengamatan dengan menggunakan uji Levene. Berdasarkan hasil uji homogenitas tersebut maka data masing-masing pengamatan meliliki varian yang homogen karena memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0,05.

Tabel 4.3. Uji Homogenitas Varians

Tegangan Levene Statistic df1 df2 Sig.

Based on Mean 1.840 1 78 0.179

Based on Median 0.714 1 78 0.401

Based on Median and with adjusted df

0.714 1 55.154 0.402

Based on trimmed mean

1.698 1 78 0.196

Dari hasil uji normalitas dan homogenitas pada masing-masing pengamatan menunjukkan bahwa data yang akan memenuhi asumsi-asumsi maka data-data tersebut valid untuk analisa ANOVA. Keperluan uji ANOVA ini adalah untuk mengetahui apakah perbedaan diameter kawat, perbedaan jarak antar kawat, serta interaksi diameter dan jarak antar kawat berpengaruh signifikan terhadap daya optik.

Dari Tabel 4.4 terlihat bahwa signifikansi pada kolom diameter, jarak, dan Diameter*Jarak yaitu lebih kecil dari 0.05, artinnya terdapat pengaruh perubahan daya optik ketika variabel diameter, jarak, dan juga interaksi antara diameter-jarak pada tingkat signifikansi 0,05.

Tabel 4.4. Uji ANOVA

Source Type III Sum of

Square df

Mean

Square F Sig

Corrected model 0.035 7 0.05 295.701 0.000


(54)

Diameter 0.012 1 0.012 720.686 0.000

Jarak 0.018 3 0.006 355.246 0.000

Diameter*Jarak 0.005 3 0.002 94.495 0.000

Error 0.001 72 1.688E-5

Total 0.390 80

Corrected total 0.036 79

Dari uji ANOVA ini memberikan informasi yang sangat menarik terhadap bagaimana rancangan sensor beban dengan menggunakan serat optik terutama dengan menggunakan prinsip mikrobending. Pada penelitian ini mikrobending diwakili dengan variabel diameter kawat dan jarak antar kawat yang difungsikan sebagai penyebab mikrobending pada serat optik yang akan dijadikan sebagai sensor.

Diameter kawat 1,6 mm memiliki respon yang berbeda dengan kawat yang berdiameter 2,4 mm. Apabila jarak antar kawat divariasikan dari 0,5 ; 1,0 ; 1,5 dan 2 cm untuk masing-masing jenis diameter kawat juga memberikan respon daya optik yang berbeda demikian juga ketika merubah dimeter dan jarak kawat juga memberikan respon yang berbeda. Dengan demikian terdapat 8 kombinasi rancangan sensor menurut percobaan ini yang dapat digunakan untuk diperoleh karakteristik sensor yang berbeda.

4. 3. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Sensor Beban

Sebelum membahas hasil validasi dan reliabilitas sensor, diperlukan pembahasan error histerisis sensor. Error histerisis digunakan untuk menyatakan selisih keluaran yang diperoleh dari nilai besaran yang sama, yang sedang diukur berkenaan dengan apakah nilainya dicapai melalui perubahan kontinu naik atau turun. Selain hal itu juga perlu diketahui stabilitas dan sensitivitas dari sensor untuk memenuhi kaidah dari pembuatan sensor.


(55)

Gambar 4.4. Kurva Histerisis Sensor

Dari hasil penelitian didapat histerisis sensor yang ditunjukkan gambar 4.4 menghasilkan perubahan kontinu naik dan turun. Dari kurva tersebut juga terlihat lengkung histerisis yang menunjukkan pengukuran dengan arah naik dan turun menandakan bahwa sensor memberikan respon pada saat beban ditambah atau dikurang. Pengukuran tersebut juga menimbulkan error histerisis yang mempengaruhi kinerja sensor, dan error histerisis ditunjukkan pada tabel 4.4.

Histerisis juga diperlukan untuk mengetahui stabilitas dari sensor beban tersebut dengan mengamati Gambar 4.4. Dapat terlihat bahwa nilai tegangan tidak tepat berhimpit antara titik satu dengan lainnya. Hal ini menandakan adanya nilai perbandingan yang tidak sesuai saat penekanan dinaikkan dan diturunkan. Namun, tren kenaikan dan penurunan tegangan sebanding dengan variasi penekanan yang diberikan, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sensor serat optik yang dibuat relatif memenuhi kaidah stabilitas sebuah sensor. Hal ini juga dibuktikan dari % error histerisis sensor pada Tabel 4.5.

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

0 20 40 60 80 100

T

egan

gan

(V

olt)


(56)

Tabel 4.5. Error Histerisis Beban (Kg) % Error Histerisis

0 0.5091

20 1.6714

40 3.3609

60 3.3417

80 3.5266

Dari tabel 4.4. terlihat bahwa error histerisis yang terjadi pada sensor tidak melebihi 5 % artinya histerisis sensor masih cukup baik, yang dalam hal ini menandakan sensor dapat merespon beban pada saat beban ditambah ataupun dikurang, sehingga sensor layak untuk diuji validitasnya. Error histerisis yang masih belum dapat mencapai nilai yang lebih baik lagi disebabkan oleh mekanisme dari sensor yaitu pada sistem suspensi atau elastisitas dari lapisan karet yang masih butuh penelitian lebih lanjut agar didapat hasil yang lebih optimal.

Selanjutnya pembahasan mengenai validitas sensor. Validasi sensor adalah proses pembuktian bahwa suatu sensor layak digunakan untuk mendeteksi suatu parameter tertentu sehingga dapat diketahui berapa perubahan yang terjadi agar dapat dikonversi menjadi besaran yang diinginkan. Validasi perlu dilakukan agar dapat diketahui apakah sensor beban tersebut dapat digunakan untuk mengukur beban dengan valid atau tidak.


(57)

Gambar 4.5. Grafik Validasi Sensor

Hasil validasi sensor ditunjukkan grafik pada gambar 4.5. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tegangan keluaran sensor berbanding lurus dengan variasi beban, artinya semakin besar beban yang diberikan, maka tegangan akan semakin besar. Persamaan yang diperoleh dari grafik tersebut adalah persamaan Polynomial orde 3 yaitu y = 23040 x3 – 11934 x2 + 2023 x – 32.49, dimana y adalah variasi beban dan x adalah tegangan yang diukur. Persamaan ini yang digunakan untuk melakukan validasi beban sehingga dapat diketahui perbandingan antara beban terukur dengan beban sebenarnya. Persamaan ini juga dapat digunakan sebagai perumusan untuk aplikasi pada alat timbang sehingga dapat mengukur beban dan selanjutnya dapat dibandingkan nilai terukur dengan nilai sebenarnya.

Sensitivitas sensor juga perlu diketahui untuk mengetahui performa dari sensor beban ini. Sensitifitas merupakan perbandingan antara masukan sensor

y = 23040x3 - 11934x2 + 2023.x - 32.49

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 0.05 0.1 0.15 0.2

B

eb

an

(K

g)


(58)

dengan keluaran sensor atau juga merupakan linearitas keluaran sensor, yang secara matematis dapat dicari dari

dari data grafik pada Gambar 4.5. Telah

didapatkan nilai sensitivitas sensor sebesar 1.80645 mV/Kg, artinya sensor dapat mengukur tegangan terkecil sebesar 1.80645 mV setiap penambahan beban 1 Kg.

Gambar 4.6. Grafik Validasi Beban

Hasil validasi beban yaitu beban terukur dengan beban sebenarnya ditunjukkan grafik pada gambar 4.6. Dari tren grafik terlihat linier ditandai juga dari nilai R2 = 0.997 yang hampir mendekati 1 menunjukkan bahwa data tersebut akurat maka dapat dikatakan sensor beban tersebut sensitif terhadap parameter yang diukur. Dan dari hasil tersebut juga dapat diketahui bahwa sensor beban berbasis serat optik dengan prinsip mikrobending dapat digunakan dengan baik dalam pegukuran beban.

R² = 0.997

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 20 40 60 80 100

B eb an T er u k u r (K g)


(59)

Gambar 4.7. Grafik Reliabilitas Sensor

Reliabilitas sensor juga diperlukan untuk mengetahui performa sensor. Hasil pengujian reliabilitas sensor ditunjukkan grafik pada gambar 4.7, dari tren grafik terlihat bahwa tegangan tetap stabil sampai pengulangan 20 kali, hal ini dapat dibuktikan secara signifikan dengan uji T statistik. Dari hasil uji T seperti yang terlihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6. Uji T Reliabilitas Sensor

Beban (Kg) N Std. Deviation Std Error Mean

20 20 0.003418344 0.000764365

60 20 0.002009812 0.000449408

Beban (Kg) t df Sig.(2-tailed) Mean

Difference

20 57.299 19 0.000 0.043743800

60 145.529 19 0.000 0.065402000

Diketahui bahwa nilai signifikan 0.000 < α = 0.05, menunjukkan bahwa

seluruh data memiliki korelasi atau hubungan yang erat sehingga mengindikasikan bahwa reliabilitas sensor terpenuhi dan besarnya standar deviasi antara 0.2 % sampai 0.35 % menandakan juga bahwa penyimpangan data tegangan sangatlah kecil maka dapat dikatakan sensor tersebut akurat dan reliabilitasnya teruji.

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

T egan gan (V olt) Rata-rata data 60 kg 20 kg


(60)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1. Kesimpulan

1. Dari hasil pengujian kesetabilan laser diketahui bahwa laser yang digunakan pada saat penelitian yaitu stabil dengan uji T statistik dengan

signifikansi 0.000 < α = 0.05 dan nilai fluktuasi 0.44 % dari nilai rata-rata sehingga laser dapat dikatakan stabil.

2. Dari hasil pengujian pengaruh variasi diameter, jarak, dan interaksi diameter serta jarak kawat berpengaruh signifikan terhadap keluaran daya optik serat optik pada tingkat signifikansi 0,05. Dengan demikian untuk merancang sensor beban yang disesuaikan dengan kapasitas dan tingkat resolusi dapat memilih diameter dan kawat yang sesuai karena masing-masing variabel maupun interaksi kedua variabel tersebut memiliki respon yang berbeda.

3. Dari hasil pengujian validitas diketahui bahwa sensor dapat mengukur beban sehingga serat optik valid digunakan sebagai sensor beban dengan prinsip mikrobending. Reliabilitas sensor terpenuhi dengan uji T statistik

pada signifikansi 0,000 < α = 0.05.

4. Hasil penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk perkembangan desain sensor beban kendaraan serta aplikasi sensor beban lainnya.

5. 2. Saran

1. Diharapkan dapat memilih diameter dan jarak kawat yang tepat untuk diaplikasikan pada sensor beban berbasis serat optik

2. Diharapkan dapat mengetahui pemilihan material yang tepat untuk desain sensor beban berbasis serat optik.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ananto, Bayu, Simulasi Perambatan Cahaya Pada Serat Optik, Teknik Elektro FT Universitas Diponegoro, Semarang.

Ayuni, Chetie Rinda, Deteksi Dini Keretakan Struktur Beton dengan Menggunakan Fiber Optik Plastik. Fisika FMIPA ITS, Surabaya.

Batenko, Anatoly, et.al, Weight-In-Motion (Wim) Measurements By Fiber Optic Sensor: Problems And Solutions, 2011, Transport and Telecommunication Institute, Lomonosova 1, Riga, LV-1019, Latvia. Bin, Ma and Xinguo, Zou., Study of Vehicle Weight-In-motion System Based on

Fiber-optic Microbend Sensor, 2010. International Conference on Intelligent Computation Technology and Automation.

Bolton, W. Sistem Instrumentasi dan Sistem Kontrol, 2006, Jakarta : Erlangga. Efendioglu, H. S., T. Yildirim, and K.Fidanboyl, Use of Artificial Neura Networks

for Improving Fiber Optic Microbend Sensor Performance, 2010, IEEE Efendioglu, H.S., T. Yildirim, and K.Fidanboyl, Prediction of Force

Measurements of a Microbend Sensor Based on an Artificial Neural Network, 2009, Journal Sensors

Gao, J Z, et al, Design and performance characterization of a fibre optical sensor for liquid level monitoring, 2005, 7th International Symposium on Measurement Technology and Intelligent Instruments.

K, Fidanboylu and H.S, Efendioglu, Fiber Optic Sensors and Their Applications, 2009. 5th International Advanced Technologies Symposium (IATS’09). Pardosi, Rinto, Studi Pengaruh Beban Belebih (Overload) Terhadap Pengurangan

Umur Rencana Perkerasan Jalan, 2010, Universitas Sumatera Utara, Skripsi.

Phanias, Ethelbert Davitson, 2011, “Transmisi Cahaya Melalui Serat Optis”, Makalah Osn-Pertamina Bidang Fisika, Universitas Palangkaraya.

Permana, Hafid Erya dan Agus Muhamad Hatta, Pengembangan Metode Pangukuran Strain Menggunakan Serat Optik Berstruktur


(2)

Multimode-Singlemode Dan Optical Time Domain Reflectometer, ITS, Paper.

Setiono, Andi dan Bambang Widiyatmoko, Desain Sensor Beban Kendaraan Menggunakan Teknik Mikrobending Serat Optik,2012, TELAAH Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Yunianto, Mohtar, dkk, Desain Alat Ukur Rugi-Rugi Akibat Macrobending pada

Multi-Mode Optical Fiber Berbasis Personal Computer, 2012, Indonesian Journal of Applied Physics, Vol.2 No.2 halaman 138

digilib.ump.ac.id/files/disk1/9/jhptump-a-riyanto-410-2-8.babii.pdf Kuliah_fpp.umm.ac.id/pluginfile.php/67/mod_folder/content/1/SPSS/SPSS_2.pdf ?forcedownload=1 http://id.wikipedia.org/wiki/Serat_optik http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10612-Paper.pdf http://eprints.uny.ac.id/8110/3/bab%202%20-%20%2008306144018.pdf http://journal.uii.ac.id/index.php/Teknoin/article/viewFile/2150/1958 http://medicine.uii.ac.id/upload/klinik/elearning/ikm/penelitian-kualitatif-fkuii-titik.pdf http://eprints.undip.ac.id/25571/1/ML2F303466.pdf http://ms.wikipedia.org/wiki/Laser http://lecturer.eepis-its.edu/~huda/OPTIK/Kuliah_5_6.doc


(3)

LAMPIRAN

Hasil uji Statistik dengan Tampilan yang Sebenarnya

Lampiran I : Tabel 4.1. Uji T untuk Kesetabilan Laser

Lampiran II : Tabel 4.1. Uji Normalitas Data

Lampiran III : Tabel 4.2. Tes Homogenitas Varians


(4)

Lampiran IV : Tabel 4.3. Uji ANOVA


(5)

KABEL SERAT OPTIK

MODUL DAQ


(6)

RANGKAIAN ALAT SECARA KESELURUHAN

Photodetektor Laser Modul DAQ