Metode Non-invasif untuk Menentukan Pedigri Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) berdasarkan Penanda D-loop dan Mikrosatelit

METODE NON-INVASIF UNTUK MENENTUKAN PEDIGRI
HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae)
BERDASARKAN PENANDA D-LOOP DAN MIKROSATELIT

DESI SETIANINGSIH

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Metode Non-invasif
untuk Menentukan Pedigri Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)
berdasarkan Penanda D-loop dan Mikrosatelit adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Desi Setianingsih
NIM G34080086

ABSTRAK
DESI SETIANINGSIH. Metode Non-invasif untuk Menentukan Pedigri Harimau
Sumatera (Panthera tigris sumatrae) berdasarkan Penanda D-loop dan
Mikrosatelit. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan LIGAYA ITA
TUMBELAKA.
Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan subspesies
harimau asal Indonesia yang masih bertahan hidup, dan termasuk hewan langka
yang terancam punah. Hasil analisis karakteristik genetiknya dapat digunakan
untuk merancang program guna mencegah kepunahan. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis pedigri pada harimau sumatera berdasarkan karakteristik
genetik dengan menggunakan penanda genetik D-loop bagian HVS-I dan
mikrosatelit. DNA diekstraksi dari rambut harimau sumatera (terdiri atas satu
keluarga), yang diambil dari Kebun Binatang Bandung. DNA total hasil ekstraksi
dilanjutkan dengan proses amplifikasi dan sekuensing. Data hasil pembacaan

sekuen D-loop dianalisis menggunakan software MEGA 4.0. Hasil sekuensing
disejajarkan dengan harimau sumatera asal Aceh (kode sampel A1) sebagai
pembanding, dan didapat 208 nukleotida dari ketiga sampel yang diteliti (M1, W2,
dan Y4) yang berbeda dari sekuen acuan harimau A1. Lokus mikrosatelit FCA 96
hasil amplifikasi digunakan sebagai penanda untuk mengetahui hubungan silsilah
keturunan antar individu, sehingga dapat dianalisis karakteristik pedigrinya. Pita
yang dihasilkan pada ketiga individu sampel berupa pita sejajar dengan jumlah
yang sama sehingga terbukti adanya hubungan keluarga di antara ketiga individu
tersebut, dengan penurunan alel yang sama dari induk jantan maupun induk betina.
Kata kunci: D-loop, mikrosatelit, Panthera tigris sumatrae, pedigri

ABSTRACT
DESI SETIANINGSIH. Non-invasive Method for Determination of the Sumatran
Tiger (Panthera tigris sumatrae) Pedigree based on D-loop and Microsatellite.
Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN and LIGAYA ITA TUMBELAKA.
Sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae) is the only surviving Indonesian
tiger. It is an extinct species and categorized as critically endangered one.
Analysis on genetic characters is able to design program in preventing extinction.
This study was aimed at analyzing pedigree of Sumatran tiger based on genetic
characters using control region HVS-I and microsatellite markers. DNA was

extracted from hair of Sumatran tiger, consisting of one family. Hair samples were
collected from Bandung Zoological Garden. Intact DNA samples were then
amplied using method of Polymerase Chain Reaction (PCR), prior to sequencing.
Nucleotide sequence of control region marker was analyzed using MEGA IV
software. It was compared to Aceh’s Sumatran tiger (A1) using multiple
alignment. There were 208 nucleotide differences between study samples (M1,
W2, and Y4) and A1. Amplification product of microsatellite loci FCA 96 was
used as a marker to assess individual genealogical relationship. Amplification
product of the three study samples signified equal and parallel bands, therefore, it
can be concluded that those samples were originated from the same pedigree,
which was proved that the cub’s heterozygote alleles inherited from both parents.
Keywords: D-loop, microsatellite, Panthera tigris sumatrae, pedigree

METODE NON-INVASIF UNTUK MENENTUKAN PEDIGRI
HARIMAU SUMATERA (Panthera tigris sumatrae)
BERDASARKAN PENANDA D-LOOP DAN MIKROSATELIT

DESI SETIANINGSIH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Metode Non-invasif untuk Menentukan Pedigri Harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae) berdasarkan Penanda D-loop dan
Mikrosatelit
Nama
: Desi Setianingsih
NIM
: G34080086

Disetujui oleh


Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA
Pembimbing I

Dr drh Ligaya ITA Tumbelaka SpMP MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul Metode Non-invasif untuk Menentukan Pedigri Harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae) berdasarkan Penanda D-loop dan Mikrosatelit.
Penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada Dr Ir Dedy Duryadi Solihin

DEA dan Dr drh Ligaya ITA Tumbelaka SpMP. M.Sc, selaku pembimbing atas
bantuan, arahan dan saran yang diberikan sehingga penelitian ini dapat
diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr
Bambang Suryobroto selaku penguji skripsi. Terima kasih penulis sampaikan
kepada Ibu Dr N.A. Butet, Bapak Heri, Bapak Jusmaldi, atas segala bantuan dan
doa, terima kasih kepada seluruh staf Departemen Biologi. Di samping itu, penulis
ucapkan terimakasih kepada drh Effy Sofiyanty, Bapak Dede Dani, Bapak
Rukmana, Bapak Narman, Bapak Yayat, dan seluruh staf Kebun Binatang
Bandung atas segala bantuan dan informasi yang diberikan. Penulis haturkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua, Engkos Kosasih dan
Nining Karningsih, Rachmat Kurnia ST, Rima Rahmawati SPd, Widiastuti Eka
Wulan ST, Dudy Hamdani AMd, Alya Aprilyanti, Alifa, Azkia, Raziq, atas segala
doa, dukungan dan kasih sayangnya selama ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada para rekan seperjuangan
dan sahabat, Putri, Isna, Qila, Traya, Whendi, Mae, Ai, Wathri, Ammar, Gauz,
Kang Agus, Afnan, Nia, Fatni, Indah, Rei, Windy, Ayu, Nilam, Ana, Doraemon,
Kim Myungsoo, Choi Siwon, Oh Sehun, Gita, Vidar, dan seluruh keluarga besar
Biologi 45 atas kebersamaan dan kenangan indah selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2013

Desi Setianingsih

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Tujuan Penelitian


2

METODE

2

Bahan

2

Isolasi DNA

3

Amplifikasi dan Visualisasi Fragmen DNA

3

Perunutan Produk PCR (Sekuensing)


4

Pensejajaran Runutan Nukleotida (Alignment) dan Analisis Filogeni

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Hasil

4

Pembahasan

8

SIMPULAN DAN SARAN


10

Simpulan

10

Saran

10

DAFTAR PUSTAKA

11

LAMPIRAN

13

RIWAYAT HIDUP


18

DAFTAR TABEL
1 Hasil kemurnian DNA dengan uji NanoDrop
2 Matrik rata-rata perbedaan nukleotida berdasarkan metode pairwise
distance daerah D-loop bagian HVS-I pada harimau Sumatra M1, W2,
Y4, dan Aceh A1

5

7

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram pedigri ketiga sampel harimau sumatera (M1, W2, dan Y4)
2 Hasil amplifikasi daerah D-loop pada gel agarosa 1.2%
3 Pohon filogeni berdasarkan runutan nukleotida daerah D-loop bagian
HVS-I dengan metode Neighbor-Joining, bootstrapped 1000x, model
p-distance
4 Hasil amplifikasi daerah mikrosatelit pada gel akrilamid menggunakan
primer FCA96

5
6

7
8

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil BLAST-N gen sekuen D-loop
2 Pensejajaran berganda nukleotida (419 nt) pada gen D-loop sampel M1,
W2, Y4, dan A1
3 Tahapan dan komposisi pewarnaan perak (silver staining)
4 Gambar folikel rambut pada harimau sumatera

13
14
16
17

PENDAHULUAN
Harimau (Panthera tigris) adalah salah satu mamalia yang termasuk
keluarga kucing (Famili Felidae). Harimau merupakan spesies kucing besar yang
terbagi menjadi beberapa sub-spesies yaitu : harimau benggala (Panthera tigris
tigris), harimau kaspia (Panthera tigris virgata), harimau amur (Panthera tigris
altaicaa), harimau jawa (Panthera tigris sondaica), harimau china selatan
(Panthera tigris amoyensis), harimau bali (Panthera tigris balica), harimau
sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan harimau indo-china (Panthera tigris
corbetti) (Nowell dan Jackson 1996).
Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) ialah salah satu satwa langka
kebanggaan yang berasal dari Pulau Sumatera dan merupakan warisan kekayaan
alam Indonesia yang saat ini masih tersisa. Penurunan populasi terjadi akibat
perburuan liar, kerusakan habitat yang disengaja seperti pembukaan hutan dan
peladangan berpindah, pengurangan luas habitatnya maupun bencana alam. Hal
ini merupakan ancaman bagi satwa liar yang dapat menyebabkan kepunahan.
Status populasi harimau sumatera berada pada tingkat yang sangat
mengkhawatirkan (critically endangered) (IUCN 2008).
Survey populasi harimau sumatera dimulai pada tahun 1978 pada 26
kawasan terlindungi dengan jumlah populasi sekitar 1000 ekor. Pada tahun 1985
kembali dilakukan survey dengan jumlah populasi harimau di Sumatera sekitar
800 ekor di 26 kawasan yang sama. Menurut data terakhir diperkirakan jumlah
harimau sumatera hanya tinggal 400-650 ekor di lima Taman Nasional dan dua
Suaka Margasatwa yang ada di pulau Sumatera (Dirjen PHPA 1994).
Ancaman terhadap kelangsungan hidup suatu populasi harimau sumatera
bukan hanya berasal dari faktor eksternal (lingkungan) tetapi juga berasal dari
faktor internal (genetik). Semakin menurunnya jumlah populasi harimau sumatera
juga menyebabkan menurunnya keragaman genetik populasi. Keragaman genetik
rendah akan membahayakan kelestarian suatu spesies (Muazin et al. 2012).
Pengkajian keragaman genetik sangat bermanfaat karena selain mencerminkan
struktur genetik saat ini, juga dapat digunakan untuk menyusun langkah
penyelamatan populasi dan pertimbangan untuk menetapkan strategi konservasi.
Pengkajian keragaman genetik melalui penandaan molekuler menggunakan DNA,
baik pada DNA inti dan DNA mitokondria (mtDNA) akan didapatkan hasil yang
dapat mengungkapkan perbedaan genetik dengan lebih teliti. Perbedaan pada
tingkat intra dan interspesies ini menyangkut tentang struktur, komposisi, dan
organisasi genom pada tingkat DNA (Duryadi 1994).
Berdasarkan jenis gennya, genom mitokondria dibagi menjadi dua bagian,
yaitu daerah penyandi (coding region) dan daerah bukan penyandi (non coding
region) (Stansfield et al. 2006). Daerah penyandi terdiri atas 37 gen yaitu 13 gen
penyandi protein yang berperan penting di dalam transport elektron dan fosforilasi
oksidatif, dua gen penyandi ribosomal ribonucleic acid (rRNA), dan 22 gen
penyandi transfer RNA (tRNA). Daerah bukan penyandi genom mitokondria
hanya terdiri atas control region atau displacement loop (D-loop) (Reyes et al.
1998).
D-loop merupakan genom yang tidak membawa urutan informasi untuk
pembentukan protein maupun RNA, namun daerah ini merupakan situs replikasi

2
dari mtDNA secara umum. D-loop merupakan bagian dari mtDNA yang sangat
variatif dalam substitusi nukleotida, insersi atau delesi, dan memiliki variable
number tandem repeat (VNTRs) yang dinamis yang terletak pada bagian yang
hipervariatif dan domain yang khusus (Fumagalli et al. 1996). Daerah D-loop
dibagi menjadi tiga domain, yaitu hypervariable segment I (HVS-I), conserved
sequence block (CSB), dan hypervariable segment II (HVS-II). DNA mitokondria
terutama daerah D-loop, sangat baik digunakan untuk analisis hubungan
kekerabatan sampai tingkatan intraspesies karena memiliki mutasi yang tinggi
(Widayanti 2006).
Penanda genetik lain yang dapat digunakan untuk studi keragaman genetik
selain penanda mitokondria ialah penanda mikrosatelit. Mikrosatelit merupakan
rangkaian molekul DNA pendek yang susunan basanya berulang dalam bentuk
salinan berdampingan (tandem), dan terdapat melimpah dalam genom eukariot.
Mikrosatelit memiliki jumlah yang sangat banyak dan lokasinya tersebar di
hampir semua kromosom sehingga sangat ideal untuk menganalisis fenotipe
hewan. Mikrosatelit bersifat sangat polimorfisme sehingga sangat ideal untuk
analisis keterpautan. Keterpautan mikrosatelit dengan daerah penyandi genom
yang runutan DNA-nya cenderung conserved dapat dimanfaatkan untuk
perbandingan peta genetik antar spesies (Muladno 2000). Mikrosatelit mendeteksi
keragaman alel, memiliki tingkat variabilitas yang tinggi, dan mudah
diaplikasikan melalui teknik PCR sehingga menjadi penanda molekul yang paling
diminati oleh ahli genetika untuk mempelajari struktur genetik dan paternitas
suatu populasi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis pedigri berdasarkan karakterisasi
genetik menggunakan metode non-invasif pada harimau sumatera dengan marka
daerah D-loop dan mikrosatelit.

METODE
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler PPSHB IPB
dan Laboratorium Terpadu Departemen Biologi IPB, Bogor. Penelitian dimulai
pada bulan Juni 2012 hingga September 2013.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain rambut harimau
sumatera (Panthera tigris sumatrae) sebagai sumber DNA yang diperoleh dari
Kebun Binatang Bandung, diambil tiga sampel individu, yaitu induk jantan, betina
dan anak (backcrossing). Bahan ekstraksi dan purifikasi DNA yang digunakan
yaitu incubation buffer, DTT, proteinase K, lysis buffer (LA), etanol absolut,
buffer AW1, buffer AW2, dan elution buffer. Bahan yang digunakan untuk uji
kualitas DNA adalah agarosa, TBE 1x, dan etidium bromide (EtBr). Bahan untuk
PCR yaitu ddH2O, buffer, enhancer, dNTP, taq polimerase, primer forward, dan
primer reverse. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tabung
1.5 ml, pipet mikro dan tipnya, pinset, sentrifuse, vortex, mesin PCR, dan
perangkat elektroforesis.

3
Isolasi DNA
Rambut harimau sumatera sebanyak 10 helai dipotong-potong ± 0.5 – 1 cm
dan dimasukkan ke dalam tabung effendorf 1.5 mL. Kemudian ditambahkan
incubation buffer (+ 1µL DTT) sebanyak 100µL dan diinkubasi pada suhu 38 ºC
selama 2 jam. Setelah itu, ditambahkan incubation buffer lengkap (incubation
buffer, 1 µL DTT dan proteinase K) sebanyak 100 µl dan diinkubasi semalam
pada suhu 56 ºC.
Suspensi yang telah diinkubasi pada suhu 56 ºC selama semalam
ditambahkan 100 µL lysis buffer, kemudian dikocok manual pada suhu ruang
selama 30 menit. Setelah itu sampel diinkubasi selama 15 menit pada suhu 70 ºC
dan di swing menggunakan sentrifuse dengan kecepatan tinggi. Supernatan
dipindahkan ke tube baru, ditambahkan 500 µL etanol absolut, kemudian
disimpan di freezer selama 2 jam. Sampel dipindahkan ke tube baru yang
menggunakan saringan (spin column), dan disentrifugasi pada kecepatan 8000
rpm selama 1 menit kemudian cairannya dibuang. Sampel ditambahkan 500 µL
buffer AW1, dan disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 1 menit,
supernatan dibuang. Sampel ditambahkan 700 µL buffer AW2, dan disentrifugasi
pada kecepatan 8000 rpm selama 1 menit, supernatan dibuang. Kemudian sampel
disentrifugasi pada kecepetan 14000 rpm selama 3 menit untuk mengeringkan
membran. Spin column ditempatkan pada tube baru, ditambahkan 50 µ L elution
buffer, diinkubasi selama 15 menit, dan disentrifugasi pada kecepatan 14000 rpm
selama 1 menit. Sampel DNA disimpan dalam freezeer sampai akan digunakan
pada tahap selanjutnya.
Kualitas DNA dilihat dengan dimigrasikan pada gel agarosa 1.2%
menggunakan buffer 1xTAE. Pewarnaan gel agarosa dengan EtBr (0.8% g/mL)
diamati dibawah sinar ultra violet (λ= 200-400 nm). Kuantitas dan kemurnian
DNA dapat diukur melalui uji spektrofotometri atau dengan NanoDrop, dengan
rasio serapan pada panjang gelombang (λ) 260/280 nm.
Amplifikasi dan Visualisasi Fragmen DNA
Amplifikasi dilakukan melalui teknik PCR dengan menggunakan mesin
thermocycler (ESCO). Fragmen DNA yang diamplifikasi yaitu fragmen D-loop
pada harimau sumatera. Amplifikasi fragmen DNA daerah D-Loop dilakukan
dengan menggunakan primer DHF dengan urutan nukleotida 5’
TAGCCCCACCATCAGCACCCAAAGC 3’ dan primer DHR dengan urutan
nukleotida 5’ AATGGGCCCGGAGCGAGAAGAGGTA 3’.
Larutan pereaksi pada penelitian ini menggunakan Biolab Q5-HF. Total
campuran untuk tiap reaksi PCR adalah 25 µL dengan komposisi yang terdiri atas
5 µL DNA template, masing-masing 1 µL primer forward dan primer reverse
dengan konsentrasi 10 pmol, 6.8 µL ddH2O, 5 µl 5X buffer Q5, 5 µL 5X enhancer,
dan 1 µL dNTP. Kondisi reaksi PCR diawali dengan pre-denaturasi 94 ºC selama
3 menit. Siklus PCR dlakukan sebanyak 35 kali dengan kondisi denaturasi 94 ºC
selama 45 detik, penempelan primer (annealing) 54 ºC selama 1 menit 30 detik,
elongasi atau ekstensi 72 ºC selama 1 menit, dan diakhiri oleh post-elongasi 72 ºC
selama 7 menit. Produk PCR yang akan dihasilkan berukuran 553 pb. Kualitas
produk PCR pada D-Loop dilihat dengan dimigrasikan pada gel agarosa 1.2%

4
menggunakan buffer 1xTAE. Pewarnaan gel agarosa dengan EtBr (0.8% g/ml)
divisualisasi menggunakan UV Trans-Iluminator.
Proses PCR pada mikrosatelit sama seperti pada D-loop, yang berbeda
hanya pada primer yang digunakan. Amplifikasi fragmen DNA pada mikrosatelit
menggunakan pasangan primer FCA 96 (Moreno et al. 2006). Urutan nukleotida
primer FCA 96 (forward) 5’ CACGCCAAACTCTATGCTGA 3’ dan primer
FCA 96 (reverse) 3’ CAATGTGCCGTCCAAGAAAC 5’ dengan kondisi suhu
penempelan (annealing) 53 ºC. Hasil amplifikasi produk PCR mikrosatelit dilihat
dengan elektroforesis gel poliakrilamid 5% dengan komposisi yang terdiri atas 19
mL aquades, 10 x TBE 2.5 mL, akrilamid 3.5 mL, APS 110 µL, dan Temed
sebanyak 10 µL. Elektroforesis dilakukan dengan tegangan 85 volt selama 240
menit, kemudian dilanjutkan dengan pewarnaan perak (silver staining) untuk
melihat keberadaan pita (Lampiran 3).
Perunutan Produk PCR (Sekuensing)
Prinsip analisa sekuensing DNA berbasis pada metode Sanger (1977) dan
Maxam-Gilbert (Applied Biosystem 2012). DNA sekuensing menggunakan
metode PCR (Polymerase Chain Reaction) sebagai pijakannya. DNA hasil PCR
yang akan ditentukan urutan basanya (A,C,T,G) dijadikan sebagai cetakan
(template). Produk PCR D-Loop ini berupa pita tunggal yang berukuran 553 bp.
Proses amplifikasi menggunakan enzim dan bahan-bahan yang hampir sama
dengan reaksi PCR, namun ada penambahan beberapa pereaksi tertentu. Proses ini
dinamakan cycle sequencing.. Sekuensing dilakukan di PT Genetika Science.
Pensejajaran Runutan Nukleotida (Alignment) dan Analisis Filogeni
Pensejajaran runutan nukleotida dilakukan dengan menggunakan ClustalW
pada software MEGA 4.0. Hasil pensejajaran dicari homologinya dengan
database Genbank menggunakan program BLAST-N (www.ncbi.nlm.niv.gov).
Pohon filogeni dikonstruksi menggunakan program Neighbor-Joining Tree
Method dengan nilai bootstrap 1000X (Tamura et al. 2007). Sekuen Panthera
tigris sumatrae yang berasal dari Aceh (kode sampel: A1, koleksi Laboratorium
Biologi Molekuler PPSHB LPPM IPB) digunakan sebagai sekuen acuan untuk
membandingkan (multiple alignment) daerah D-loop parsial bagian HVS-I.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Informasi Pedigri Sampel Harimau Sumatera
Menurut data yang didapat dari tempat pengambilan sampel rambut harimau
sumatera, yaitu Kebun Binatang Bandung, individu Y4 (Yopi) dengan kode
studbook IN1066 lahir di Kebun Binatang Bandung pada tanggal 26 Mei 2011.
Y4 lahir dari induk jantan bernama Melino (M1) dengan kode studbook 1126 dan
induk betina bernama Wage (W2) dengan kode 953 (Gambar 1). Individu Y4
merupakan hasil perkawinan backcross (F1 dengan induk betinanya) (Tumbelaka
2012).

5

Gambar 1 Diagram pedigri ketiga sampel harimau sumatera (M1, W2, dan Y4)

Isolasi DNA Total
Kualitas DNA total dilihat dengan dimigrasikan pada gel agarose 1.2% dan
divisualisasikan dengan menggunakan UV Trans-Iluminator, dan uji NanoDrop
dengan rasio serapan pada λ 260/280 nm (Tabel 1).
Tabel 1 Hasil kemurnian dan kuantitas DNA dengan uji NanoDrop
Sampel
1
2
3

Kode
Sampel
M1 1126
W2 953
Y4 IN1066

ng/µl

260/280

26.3
23.4
11.9

1.656
1.621
1.714

Amplifikasi Daerah D-loop
Amplifikasi daerah D-loop mtDNA pada tiga sampel harimau sumatera
dengan primer DHF dan DHR menghasilkan pita tunggal berukuran 553 pb.
Produk PCR tersebut selanjutnya digunakan dalam proses sekuensing. Gambar 1
menunjukan hasil amplifikasi daerah D-loop setelah dimigrasikan pada gel
agarosa 1.2 % dan dilihat dengan UV transilluminator.

6

M1 W2 Y4

500 bp

553 bp

Gambar 2 Hasil amplifikasi daerah D-loop pada gel agarosa 1.2%
Sekuens dan Alignment DNA P. t. sumatrae daerah D-Loop
Hasil pensejajaran dicari homologinya dengan menggunakan program NBLAST. Hasil menunjukan bahwa fragmen tersebut benar merupakan control
region (D-loop) dari harimau sumatera dengan persentasi kedekatan sebesar 99%.
Produk PCR bagian parsial D-Loop harimau sumatera yang disekuen berada di
daerah HVS-I sepanjang 419 bp dari hasil sekuen utuh sepanjang 553 bp.
Hasil pensejajaran (alignment) sekuen D-loop HVS-I, didapat 208
nukleotida dari ketiga sampel yang diteliti (M1, W2, dan Y4) yang berbeda dari
sekuen acuan harimau sumatera dari Aceh (A1). Situs tersebut bersifat diagnostik
sehingga dapat digunakan sebagai penciri bagi keluarga tersebut. Situs-situs
tersebut di antaranya 2 delesi dan 24 insersi pada sekuens harimau sumatera. Situs
nukleotida yang sama di antara individu W2 dan Y4, namun berbeda dari individu
M1 maupun A1, terdapat 7 situs nukleotida. Kesamaan nukleotida antara individu
M1 dan W2, tetapi bebeda dengan individu Y4 maupun A1, berjumlah 10 situs
nukleotida.
Analisis Filogeni
Pohon filogeni dikonstruksi berdasarkan pairwise distance menggunakan
program Neighbor-Joining Tree Method dengan nilai bootstrap 1000× (Tamura et
al. 2007). Hubungan kekerabatan antara ke tiga individu sampel harimau sumatera
dalam penelitian ini dapat dibandingkan berdasarkan jarak genetik (Tabel 2).
Jarak genetik ketiga sampel berkisar antara 0.077-0.102. Individu M1 dengan W2,
Y4, dan A1, masing-masing memiliki jarak genetik sebesar 0.077 dengan 34 nt
berbeda, 0.102 dengan 44 nt berbeda, dan 0.555 dengan 244 nt berbeda. Individu
W2 dengan Y4 dan A1, memiliki jarak genetik masing-masing 0.092 dengan 39 nt
berbeda, dan 0.568 dengan 250 nt berbeda. Individu Y4 dengan A1 memiliki jarak
genetik 0.550 dengan 242 nt berbeda.

7
Tabel 2 Matrik rata-rata perbedaan nukleotida berdasarkan metode pairwise
distance daerah D-loop bagian HVS-I pada harimau sumatra M1, W2,
Y4, dan Aceh A1
Individu
M1
W2
Y4
Aceh A1

M1

W2

Y4

0.077
0.102
0.555

0.092
0.568

0.550

Aceh A1

Rekontruksi pohon filogeni untuk mengetahui hubungan kekerabatan antara
individu harimau sumatera berdasarkan jarak genetik (p-distance) dari basa-basa
daerah D-loop bagian HVS-I dapat dilihat pada Gambar 3. Individu M1 berada
satu kluster dengan W2. Hal ini menunjukan bahwa D-loop anaknya (M1) mirip
dengan D-loop induknya (W2). Ketiga individu W2, M1, dan Y4 berada dalam
satu kelompok dan berbeda dengan individu harimau Aceh A1 (berbeda > 50%).

81

M1
W2
Y4
Aceh A1

0.25

0.20

0.15

0.10

0.05

0.00

Gambar 3 Pohon filogeni berdasarkan runutan nukleotida daerah D-loop bagian
HVS-I dengan metode Neighbor-Joining, bootstrapped 1000x, model pdistance

Amplifikasi Gen Mikrosatelit
Amplifikasi daerah mikrosatelit dengan primer FCA 96 pada harimau
sumatera menghasilkan pita berukuran 173 bp dan 207 bp. Kedua pita tersebut
dimiliki oleh ketiga individu yang dibandingkan. Ibunya (W2) bergenotipe
heterozigot 207/173 dan demikian pula dengan anaknya pada generasi pertama
(F1) yaitu M1 yang bergenotipe 207/173 dan anaknya pada generasi kedua (F2)
hasil backcross dengan induknya (W2) yaitu Y4, bergenotipe 207/173.

8

Gambar 4 Hasil amplifikasi daerah mikrosatelit pada gel akrilamid menggunakan
primer FCA96
Pembahasan
Sampel rambut harimau yang telah diisolasi tidak menunjukan adanya pita
setelah dilakukan uji kualitas DNA dengan menggunakan elektroforesis dan
dilihat dengan UV Transilluminator. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh
sedikitnya konsentrasi pada DNA rambut harimau hasil ekstraksi sehingga tidak
dapat tervisualisasikan dan pita tidak muncul. Berbeda dengan sampel DNA yang
dipurifikasi dari darah atau otot, sampel dari rambut dapat teramplifikasi saat
proses PCR meskipun pita tidak muncul saat elektroforesis DNA total. Ketiga
sampel menghasilkan pita tunggal dengan ukuran 553 bp. Pengukuran kuantitas
DNA dilakukan dengan uji NanoDrop pada λ 260/280 nm. DNA dikatakan murni
apabila nilainya berkisar antara 1.8-2.0 (Muladno 2002). Hasil kemurnian ratarata ketiga sampel sebesar 1.664%, dapat dikatakan cukup murni meskipun masih
kurang dari kisaran ketetapannya. Keberhasilan amplifikasi gen D-loop pada
harimau sumatera ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kemurnian DNA
template hasil purifikasi, komposisi bahan pereaksi, dan kondisi pereaksi PCR
yang tepat terutama pada proses penempelan primer (annealing). Suhu optimum
penempelan primer saat amplifikasi sampel yaitu 54 ºC. Menurut Newton dan
Graham (1997), jika suhu penempelan saat PCR terlalu tinggi dari suhu optimum
maka primer tidak akan menempel dengan DNA template. Jika suhu penempelan
terlalu rendah, dapat menyebabkan primer menempel pada tempat yang tidak
seharusnya (mispriming) sehingga dihasilkan produk yang tidak spesifik. Oleh
karena itu, suhu penempelan yang optimum sangat penting dalam proses
amplifikasi, karena pada tahap ini memungkinkan primer forward dan reverse
akan menempel secara spesifik pada ujung DNA template.
Hambatan yang sering terjadi pada saat amplifikasi ini, yaitu pita yang

9
dihasilkan multiband atau banyak pita yang bukan target. Hasil amplifikasi
seringkali tidak konsisten, meskipun dengan komposisi dan kondisi yang sama.
Hambatan tersebut dapat diatasi dengan melakukan modifikasi pada komposisi
pereaksi dan kondisi PCR. Beberapa modifikasi di antaranya adalah
menambahkan volume DNA template, mengurangi volume MgCl2, menaikkan
suhu penempelan sehingga dapat lebih spesifik.
Produk PCR D-loop harimau sumatera yang disekuen berada di daerah
hypervariable segments I (HVS-I). Menurut Zhang et al (2006) diketahui bahwa
daerah HVS-I pada D-loop mitokondria mempunyai variasi basa-basa nukleotida
yang tinggi sehingga sangat cocok untuk membedakan antar individu baik dalam
satu keluarga maupun antar keluarga. Hasil sekuensing pada produk PCR daerah
D-loop bagian HVS-I pada ketiga sampel harimau sumatera dengan menggunakan
primer forward DHF dan reverse DHR diperoleh hasil sekuen utuh sepanjang 553
pb. Desain primer meliputi daerah tRNA Pro, maka untuk melihat sekuen D-Loop
saja daerah tRNA Pro harus dipotong sehingga panjang D-Loop utuhnya adalah
513 pb dan D-loop parsial bagian HVS-I adalah 419 bp.
Analisis keragaman basa-basa nukleotida daerah D-loop pada bagian HVS-I
dilakukan dengan menambahkan data sekuen harimau yang berasal dari Aceh,
yang merupakan data koleksi dari Laboratorium Biologi Molekuler PPSHB
LPPM IPB. Basa nukleotida yang dibandingkan ialah 419 nt. Hasil multiple
alignment tersebut didapat keragaman situs nukleotida di antara masing-masing
individu dengan runutan nukleotida harimau aceh sebagai pembanding. Hal ini
membuktikan bahwa D-loop bagian HVS-I merupakan daerah dengan basa
nukleotida yang sangat variatif dan dapat mendeteksi variasi nukelotida yang
lebih rendah pada individu dalam satu keluarga. Situs nukleotida yang bervariasi
tersebut disebabkan terjadinya mutasi pada basa nukleotidanya. Mutasi yang
terjadi di antaranya adalah mutasi substitusi transisi dan mutasi subtitusi
transversi. Selain itu juga terjadi insersi, yaitu mutasi akibat penambahan atau
adanya sisipan pasangan basa baru yang sebelumnya tidak ada, dan delesi yaitu
pengurangan pasangan basa yang sebelumnya ada menjadi tidak ada.
Hubungan kekerabatan antara individu-individu sampel harimau sumatera
dalam penelitian ini dapat dibandingkan berdasarkan matrik jarak genetik dari
basa-basa nukleotidanya (Tabel 2). Hasil perbandingan pada Tabel 2 menunjukan
individu-individu harimau sumatera yang berada dalam satu keluarga, memiliki
jarak genetik yang lebih rendah dibandingkan harimau sumatera yang berasal dari
Aceh (A1). Jarak genetik antara individu M1 dengan W2 ialah sebesar 0.077, M1
dengan Y4 memiliki jarak genetik 0.102, dan individu W2 dengan Y4 memiliki
jarak genetik sebesar 0.092. Jarak genetik antara ketiga sampel dengan A1 ialah
sebesar 0.550-0.568.
Hasil rekontruksi filogeni (Gambar 3) menunjukan ketiga sampel berada
pada satu cluster yang sama (ingroup), dan terpisah cluster dengan harimau
sumatera yang berasal dari Aceh (A1). Salah satu penyebab perbedaan cluster
pada hasil rekonstruksi filogeni tersebut, kemungkinan karena harimau aceh dan
harimau dari Kebun Binatang Bandung berasal dari daerah penyebaran geografi
yang berbeda, meskipun masih termasuk ke dalam subspesies yang sama.
Pada rekonstruksi pohon filogeni (Gambar 2) individu Y4 terpisah sendiri
dari W2 dan M1, yang merupakan induknya. Hal ini disebabkan Y4 lahir dari
perkawinan backcross (perkawinan silang dalam individu F1 dengan induknya).

10
Backcross menyebabkan runutan nukleotida pada individu Y4 menjadi kembali ke
awal, sebelum terjadinya mutasi pada basa-basa nukleotidanya (Frisch dan
Melchinger 2005).
Amplifikasi pada mikrosatelit menggunakan pasangan primer (forward dan
reverse) FCA 96, produk yang dihasilkan ialah pita berukuran 173 bp dan 207 bp.
Penanda mikrosatelit digunakan secara luas sebagai penanda genetik didalam
studi populasi dan verifikasi silsilah keturunan, terutama karena mikrosatelit
mengandung informasi polimorfisme yang tinggi, tersebar luas di dalam genom
eukariot (Tautz dan Renz 1984). Lokus-lokus pada mikrosatelit digunakan sebagai
penanda untuk mengetahui hubungan evolusi antar populasi dan hubungan silsilah
antar individu (Steven et al 2006).
Analisis gen mikrosatelit pada penelitian ini hanya sampai pada mengamati
pita hasil elektoforesis untuk dianalisis variasi dan ukuran alelnya sehingga bisa
dilihat alel yang diturunkan pada masing-masing individu. Satu pita yang muncul
menunjukan alel homozigot, dan dua pita menunjukan alel yang heterozigot. Pita
hasil pewarnaan (Gambar 3) menunjukan bahwa alel heterozigot yang ada pada
induk jantan (M1) diturunkan pada anaknya (Y4), dan begitu juga alel heterozigot
pada induk betina (W2) diturunkan kepada anaknya. Mengingat bahwa induk
jantan dan betina memiliki hubungan ibu dan anak secara langsung (backcross),
besar kemungkinan bahwa alel yang dimiliki induk jantan (M1) berasal juga dari
induk betina (W2). Pita target yang dihasilkan pada ketiga individu memiliki
ukuran yang sama, hal tersebut menunjukan bahwa individu M1, W2, Y4,
dipastikan satu keluarga dan semua alel dari induk diturunkan pada anaknya.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Karakterisasi genetik pedigri pada harimau sumatera dapat dianalisis dengan
metode non-invasif menggunakan rambut dengan marka genetik daerah D-loop
bagian HVS-I dan mikrosatelit. Berdasarkan analisis marka genetik daerah Dloop, terdapat 208 situs basa nukleotida yang berbeda dari harimau aceh (A1)
yang bersifat diagnostik atau penciri dari keluarga harimau yang diteliti. D-loop
daerah HVS-I cocok digunakan untuk membedakan antar individu dalam satu
keluarga maupun antar keluarga. Lokus-lokus pada mikrosatelit dapat digunakan
pula sebagai penanda hubungan silsilah antar individu, sehingga dapat dianalisis
karakteristik pedigrinya dengan melihat komposisi alel-alel pada hasil
amplifikasinya.
Saran
Perlu dilakukan optimasi suhu penempelan (annealing) pada saat
amplifikasi (PCR) pada mikrosatelit sehingga hasil lebih optimal. Perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai kajian gen D-loop dan mikrosatelit pada kasus
backcross lainnya dengan menambah lokasi pengambilan sampel dan penggunaan
penanda kromosom Y sebagai penurunan berdasarkan garis paternal sehingga
dapat memperoleh hasil yang signifikan.

11

DAFTAR PUSTAKA
Applied Biosystems. 2012. DNA sequencing and fragment analysis by capillary
electrophoresis. [internet]. [diunduh 2013 September 17]. Tersedia dari:
http://www.appliedbiosystems.com.
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan pelestarian Alam. 1994. Ketentuan
hukum tentang konservasi sumberdaya alam hayati. [internet]. [diunduh 2011
April 20]. Tersedia dari: http://www.dephut.go.id/files/PP13_1994.pdf.
Duryadi D. 1994. Peranan DNA mitokondria (mtDNA) dalam studi keragaman
genetik dan biologi populasi pada hewan. Hayati 1(1):1-4.
Frisch M, Melchinger AE. 2005. Selection theory for marker-assisted
backcrossing. Genetics 170:909-917. doi: 10.1534/genetics.104.035451.
Fumagalli L, Taberlet P, Favre L, Hausser J. 1996. Origin and evolution of
homologus repeated sequences in the mitochondrial DNA control region of
shrews. Mol Biol Evol 13:31-46.
[IUCN] International Union for Concervation of Nature and Natural Resources.
2008. Panthera tigris ssp. sumatrae. IUCN Red List. [internet]. [diunduh 2011
Oktober 30]. Tersedia dari: http://www.redlist.org.
Moreno V, Grisolia A, Campagnari F, Milazzottp M, Adania C, Garcia J, Souza
EB. 2006. Genetic variability of Herpailurus yagouaroundi, Puma concolor
and Panthera onca (Mammalia, Felidae) studied using Felis catus
microsatellites. Genet Mol Biol. 29(2):290-293. doi:10.1590/S141547572006000200017.
Muazin, Suastika P, Wandia IN. 2012. Polimorfisme lokus mikrosatelit DRB3
sapi bali di nusa dua penida. J Med Vet Indones. 1(5):621-635.
Muladno. 2000. Polimorfisme dan analisis keterpautan mikrosatelit pada genom
babi. Hayati. 7(1):11-15.
_______. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor (ID): Pustaka
Wirausaha Muda.
Newton CR, Graham A. 1997. PCR Introduction to Biotechnique. 2nd ed. Oxford
(GB): ‘Bios Scientific Publisher Ltd.
Nowell K, Jackson P. 1996. Status survey and concervation action plan wild cats
IUCN/SSC Cat Specialist Group. IUCN Gland. 54-65.
Reyes A, Gissi C, Pesole G, Saccone C. 1998. Asymmetrical directional mutation
pressure in the mitochondrial genome of mammals. Mol Biol Evol. 15(8):957966.
Sanger F, Nicklen S, Coulson AR. 1977. DNA sequencing with chain-terminating
inhibitors. Proc Natl Acad Sci USA. 74:5463-5467.
Stansfield W, Cano R, Colome J.2006. Biologi Molekuler dan Sel. Amalia Safitri,
editor. Terjemahan dari Molecular and Cell Biology. Jakarta (ID): Erlangga.
Steven TK, Taper ML. 2006. Maximum likelihood estimation of the frequency of
null
alleles
at
microsatellite
loci.
Conserv
Genetics.
1-5.
doi:10.1007/s10592.006.9134.9.
Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S. 2007. MEGA4: Molecular Evolutionary
Genetics Analysis (MEGA) software version 4.0. Advance Access published
May 7. Oxford University Press. Mol Biol Evol 10.1093/molbev/msm092.

12
Tautz D, Renz M. 1984. Simple sequences are ubiquitous components of
eukaryotics genomes. Nucleic Acids Res. 12(10):4127-4138.
Tumbelaka LITA. 2012. Studbook harimau sumatera regional Indonesia. Bogor
(ID): Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia.
Widayanti R. 2006. Kajian penanda genetik gen Cytochrome B dan daerah D-loop
pada Tarsius sp. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Zhang W. et al. 2006. Highly conserved D-loop-like nuclear mitochondrial
sequences (Numts) in tiger (Panthera tiger). J Genetics. 85:107-116.

13
Lampiran 1 Hasil BLAST-N gen sekuen D-loop
Kode Aksesi
JF357970.1

DQ151550.1

JQ040907.1

JQ040904.1

AY736629.1

Spesies
Panthera tigris sumatrae
isolate SUMATRA2
mitochondrion, complete
genom
Panthera tigris
mitochondrion, partial
genome
Panthera tigris voucher
CH003 control region,
partial sequence:
mitochondrial
Panthera tigris voucher
LA086 control region,
partial sequence:
mitochondrial
Panthera tigris haplotype
TIG6 control region,
partial sequence:
mitochondrial

Max
Score

Total
Score

evalue

Ident

994

1312

0.0

99%

963

1268

0.0

98%

276

276

1e-70

95%

276

276

1e-70

95%

267

267

8e-68

95%

14

Lampiran 2 Pensejajaran berganda nukleotida (419 nt) pada gen D-loop sampel
M1, W2, Y4, dan A1
#MEGA
!Title Alignment M1 W2 Y4 A1;
!Format
DataType=Nucleotide CodeTable=Standard
NSeqs=4 NSites=419
Identical=. Missing=? Indel=-;
!Domain=Data
[
[
123
#M1
GAA
#W2
A..
#Y4
AT.
#Aceh_A1 TTC

property=Coding
111 111
456 789 012 345
TTC CCT AAT TGA
... ... ... ...
.A. ..G T.C ..T
CA. ..A T.C .AC

CodonStart=1;
111 122 222 222
678 901 234 567
TAT TTT CCA GAA
... ... ... .T.
GC. .GC ... .T.
ACA A.. AA. ...

223
890
AGT
T..
T..
TA.

333
123
CCT
...
...
.T.

333
456
TAT
C..
C..
GGG

333 ]
789 ]
TCC
G..
C..
C.T

[
[
#M1
#W2
#Y4
#Aceh_A1

444
012
CCC
...
.A.
TTT

444
345
AAA
...
...
.GT

444
678
AAA
...
...
--.

455
901
TAA
...
...
CT.

555
234
GTG
...
...
..C

555
567
AAA
...
...
CT.

556
890
AAA
..T
...
.CC

666
123
TTC
...
.C.
C..

666
456
TCA
C..
...
AT.

666
789
AAA
...
.TC
CT.

777
012
CCC
AAA
...
.T.

777
345
GGT
A.C
.T.
.TC

777 ]
678 ]
AAT
..G
...
CT-

[
[
[
#M1
#W2
#Y4
#Aceh_A1

788
901
TGA
.C.
AC.
---

888
234
AAA
...
G..
--.

888
567
TCC
C..
CA.
.T.

889
890
TCA
...
A..
...

999
123
ACT
...
..A
--C

999
456
CGA
.CC
...
.AG

999
789
AAA
...
..T
.CC

111
000
012
AAC
.C.
...
T.T

111
000
345
CTT
.AA
..G
TAG

111
000
678
TTA
...
...
GGG

111
011
901
AAC
C..
.CT
.CA

111
111
234
ACC
...
...
T..

111 ]
111 ]
567 ]
GGA
...
...
T..

[
[
[
#M1
#W2
#Y4
#Aceh_A1

111
112
890
ACC
C..
C..
G.T

111
222
123
CCC
...
...
TAA

111
222
456
CCC
...
...
.TA

111
222
789
TCC
...
...
CAT

111
333
012
CCC
...
...
...

111
333
345
CGT
...
...
..C

111
333
678
TAA
...
...
C..

111
344
901
TAC
...
...
CC.

111
444
234
ATT
...
...
CC.

111
444
567
ACG
...
...
.AA

111
445
890
CCG
.A.
.A.
TAC

111
555
123
GGC
...
...
CC.

111 ]
555 ]
456 ]
ATA
...
...
TCC

[
[
[
#M1
#W2
#Y4
#Aceh_A1

111
555
789
CTA
...
...
.C.

111
666
012
TGT
...
...
.A.

111
666
345
ATA
...
...
.A.

111
666
678
TTG
...
.C.
---

111
677
901
TGC
...
...
-..

111
777
234
ATT
C..
...
?CG

111
777
567
AAT
...
...
...

111
778
890
CGC
...
...
G.T

111
888
123
CTG
...
...
A.-

111
888
456
TCC
...
...
.T.

111
888
789
CCA
...
...
.T.

111
999
012
TGA
...
...
.TG

111 ]
999 ]
345 ]
ATA
...
...
GC.

[
[
[
#M1
#W2
#Y4
#Aceh_A1

111
999
678
TTA
...
...
.AC

122
900
901
-AG
T..
-..
--.

222
000
234
CAT
...
...
..A

222
000
567
GTA
...
...
..C

222
001
890
CAG
...
...
.TC

222
111
123
TAG
...
...
CGA

222
111
456
TTT
...
...
.C.

222
111
789
ATA
...
...
..T

222
222
012
TAT
...
...
CCC

222
222
345
ATT
...
...
.A.

222
222
678
ACA
...
...
.A.

222
233
901
TAA
...
...
CT.

222 ]
333 ]
234 ]
GGC
...
...
..A

15
Lampiran 2 lanjutan
[
[
[
#M1
#W2
#Y4
#Aceh_A1

222
333
567
ATA
...
...
GG.

222
334
890
CTA
...
...
G.-

222
444
123
TGT
...
...
.C.

222
444
456
ATA
...
...
.GC

222
444
789
TCG
...
...
C.C

222
555
012
TGC
...
...
.AG

222
555
345
ATT
...
...
TC.

222
555
678
AAT
...
...
T..

222
566
901
CGC
...
...
.CA

222
666
234
TTG
...
...
.CT

222
666
567
TCC
...
...
.AA

222
667
890
CCA
...
...
T.T

222 ]
777 ]
123 ]
TGA
...
...
.AG

[
[
[
#M1
#W2
#Y4
#Aceh_A1

222
777
456
ATA
...
...
CC.

222
777
789
TTA
...
...
...

222
888
012
AGC
...
...
TC.

222
888
345
ATG
...
...
C..

222
888
678
TAC
...
...
CC.

222
899
901
AGT
...
...
.--

222
999
234
AGT
...
...
--.

222
999
567
TTA
...
...
CC.

223
990
890
TAT
...
...
C.C

333
000
123
ATA
...
...
..-

333
000
456
TTA
...
...
CC.

333
000
789
CAT
...
...
A.C

333 ]
111 ]
012 ]
AAG
...
...
..C

[
[
[
#M1
#W2
#Y4
#Aceh_A1

333
111
345
ACA
...
...
GAG

333
111
678
TAA
...
...
G..

333
122
901
TAG
...
...
..A

333
222
234
TGC
...
...
..T

333
222
567
TTA
...
...
..C

333
223
890
ATC
...
...
GG.

333
333
123
GTG
...
...
-C.

333
333
456
CAT
...
...
.TA

333
333
789
ATT
...
...
.GC

333
444
012
CAT
...
...
..A

333
444
345
GAT
...
...
TGC

333
444
678
TTA
...
...
...

333 ]
455 ]
901 ]
GAG
...
...
TTC

[
[
[
#M1
#W2
#Y4
#Aceh_A1

333
555
234
CAG
...
...
TGA

333
555
567
TTC
...
...
C..

333
556
890
TT......A

333
666
123
-TC
-..
-..
G.G

333
666
456
ATG
...
...
GC.

333
666
789
GAT
...
...
..C

333
777
012
CTC
...
...
..T

333
777
345
AAC
...
...
CTG

333
777
678
TGT
...
...
ACC

333
788
901
CCG
...
...
.T.

333
888
234
AAA
...
...
.C.

333
888
567
GAG
...
...
TGA

333 ]
889 ]
890 ]
CTT
...
...
A..

[
[
[
#M1
#W2
#Y4
#Aceh_A1

333
999
123
AAT
...
...
GG.

333
999
456
CAC
...
...
GG.

333
999
789
CTG
...
...
.-A

444
000
012
GCC
...
...
A..

444
000
345
TGG
.C.
.C.
..T

444
000
678
CGC
A.A
A.A
A.A

444
011
901
ATT
.AC
.AC
.CA

444
111
234
CCT
.AA
.AA
..C

444
111
567
CTT
.A.
.AA
...

44]
11]
89]
TC
C.
C.
.A

16
Lampiran 3 Tahapan dan komposisi pewarnaan perak (silver staining)
No
1
2
3
4
5
6
7

Komposisi larutan
0.2 gr CTAB
200 ml akuades
200 ml akuades
2.4 ml NH4OH (amoniak 25%)
200 ml akuades
0.4 gr AgNO3
12 µl NaOH 200 ml akuades
200 ml akuades
4 gr Na2CO3
100 µl Formaldehid
200 ml akuades
0.2 ml as asetat
200 ml akuades

Waktu Pewarnaan
20 menit
15 menit
20 menit
20 menit
15 menit
sampai muncul band
rendam semalam

17
Lampiran 4 Gambar folikel rambut pada harimau sumatera

Folikel rambut

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 20 Desember 1990 dari pasangan
Engkos Kosasih dan Nining Karningsih. Penulis merupakan anak ketiga dari
empat bersaudara. Penulis menjalani pendidikan resmi di SDN Situ Jaya 1 Garut
(1996-2002), SMPN 1 Garut (2002-2005), dan SMAN 12 Bandung (2005-2008).
Tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Pada tahun 2010, penulis melakukan Studi Lapang di Taman Wisata Alam
dan Cagar Alam Pangandaran Ciamis, Jawa Barat dengan judul Keberadaan
Parasit pada Saluran Pencernaan Sapi Bali. Pada tahun 2011, penulis melakukan
Praktik Lapang di Kebun Binatang Taman Sari Bandung dengan judul Konservasi
Ex-situ Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Kebun Binatang
Bandung.
Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam berbagai kegiatan
kemahasiswaan. Penulis menjadi staff divisi Paguyuban Mahasiswa Biologi
(Pamabi) Himpunan Mahasiswa Biologi (Himabio) pada tahun 2009-2010. Staff
Sains dan Teknologi (Sainstek) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FMIPA pada
tahun 2010-2011. Penulis juga aktif diberbagai kepanitiaan kegiatan kampus
seperti Pesta Sains Nasional pada tahun 2009-2011, Olimpiade Mahasiswa IPB
(OMI), IPB Art Contest (IAC), Pekan Ilmiah Mahasiswa FMIPA (PIPA), Biologi
Interaktif, Bina Desa FMIPA IPB, Masa Pengenalan Departemen Biologi, dan
Grand Biodiversity.
Pada tahun 2012, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi
Dasar Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB, Vertebrata, Pertumbuhan dan
Perkembangan Tanaman, dan Mikroteknik.