1
Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan dan membina potensi sumber daya manusia  melalui  kegiatan  pembelajaran  yang  diselenggarakan  pada  semua  jenjang  pendidikan
tingkat dasar, menengah dan perguruan tinggi Kemendiknas, 2010. Pendidikan yang disediakan terbagi  dalam  beberapa  jalur  pendidikan,  yaitu  pandidikan  formal,  pendidikan  informal,  dan
pendidikan  non  formal.  Berbeda  halnya  dengan  keluarga  dan  masyarakat  yang  memberikan pendidikan  secara  informal,  sekolah  merupakan  lembaga  pendidikan  yang  memberikan
pengajaran  secara  formal.  Hasil  wawancara  dengan  Bapak  Kasi  dari  Kurikulum  dan  Sistem Pengujian  Kursijan,  dikatakan  bahwa  saat  ini  pendidikan  di  Indonesia  penekanannya  pada
penilaian akademik Jane Savitri, Februari 2015. Perkembangan anak usia sekolah dasar disebut juga perkembangan masa pertengahan dan
akhir  anak.  Permulaan  masa  pertengahan  dan  akhir  anak  ini  yang  ditandai  dengan  terjadinya perkembangan  fisik  motorik,  kognitif,  dan  psikis  anak,  selain  itu  kapasitas  intelektual,
penguasaan diri,  kompetensi  anak semakin meningkat.  Anak belajar tentang keterampilan dasar dan nilai-nilai yang ada di lingkungan sekitarnya, yang dapat meningkatkan keterlibatan anak di
lingkungan  sekolah  Newman    Newman,  2009.  Pada  masa  ini  anak  berada  pada  proses perkembangan yang pendek namun penting dalam kehidupannya, sehingga pada masa ini seluruh
potensi yang dimiliki anak perlu didorong agar berkembang secara maksimal. Keterampilan dan
Universitas Kristen Maranatha
sikap yang seharusnya sudah menjadi dasarpondasi pembentukan karakter di usia sekolah dasar www.edukasi.kompasiana.com.
Pentingnya pendidikan dasar membuat  peneliti tertarik  melakukan penelitian pada  siswa kelas IV-VI  yang dilakukan di SD
“X”. SD “X” Bandung merupakan salah satu sekolah swasta yang  mendapat  akreditasi  A  dari  pemerintah.
Di  SD  “X”,  guru  menilai  kualitas  siswa  melalui nilai ujian harian, ujian semester, selain itu sikap juga masuk kedalam kriteria penilaian. Sekolah
dapat  menjadikan  pengalaman  pendidikan  yang  dapat  memperluas  dunia  siswa,  yaitu  memiliki kebebasan bermain, dan bekerjasama dengan temannya. Di sekolah siswa harus belajar mengenai
peraturan dan harapan yang dituntut oleh sekolah dan temannya PotterPerry, 2005. Sekolah  Dasar  dapat  menjadi  sangat  terkait  dengan  langkah-langkah  jangka  panjang
keberhasilan siswa di sekolah seperti penyelesaian SMA Alexander et al., 1996 dalam Gruman, Harachi, Abbott, Catalano,  Fleming, 2008. Secara karakterisik, siswa kelas IV-VI SD sedang
mempersiapkan diri, baik secara fisik dan psikologis, untuk memasuki masa remaja. Periode ini merupakan  periode  kritis  menurut  para  pendidik  karena  merupakan  suatu  masa  dimana  siswa
membentuk  kebiasaan  yang  cenderung  menetap  sampai  dewasa.  Inisiatif  siswa  membawanya berhubungan  dengan  macam-macam  pengalaman  baru,  ketika  siswa  memasuki  masa  anak
pertengahan  dan  akhir,  mereka  mengarahkan  energinya  untuk  menguasai  pengetahuan  dan keterampilan  intelektual  Erikson,  1986.  Siswa  SD  kelas  IV-VI  dimana  siswa  sudah  harus
mempersiapkan diri untuk masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya. Pendidikan siswa dimulai dari pendidikan orang tua di rumah dan orang tua mempunyai
tanggung  jawab  terhadap  masa  depan  anak-anak.  Dukungan  melalui  parent  involvement  akan membuat  siswa  memiliki  energi  positif  terhadap  sekolah.  Menurut  penelitian  Nye,
TunerSchwartz  2006,  siswa  sekolah  dasar  mengalami  peningkatan  performa  dalam  kegiatan
Universitas Kristen Maranatha
membaca, matematika, dan juga performa akademik keseluruhan bila orang tuanya turut terlibat dalam kegiatan yang sifatnya memperkaya kemampuan akademik mereka, misalnya dengan cara
saat mengerjakan tugas atau membantu langsung saat kesulitan mengerjakannya. Menurut Grolnick  Slowiaczek 1994
parent involvement merujuk sebagai keterlibatan orang  tua  dalam  hal  dedikasi  sumber  daya  dari  orang  tua  terhadap  pendidikan  anaknya,
mencakup kegiatan partisipasi orang tua di sekolah school involvement, orang tua menunjukkan perhatian  dan  berinteraksi  dengan  siswa  untuk  membahas  hal  akademik  dan  kejadian  mengenai
kehidupan sosial  siswa di  sekolah personal involvement, dan  orang tua  menyediakan  aktivitas maupun  material  penunjang  kegiatan  belajar  anak  cognitive  involvement.  Berdasarkan  hasil
wawancara  dengan  guru  BP,  sebagian  besar  siswa  sekolah  d asar  “X”  berasal  dari  keluarga
menengah  ke  atas  yang  mana  kedua  orang  tuanya  bekerja,  sehingga  terkadang  ketika  guru  BP memanggil orang tua siswa untuk datang ke sekolah, ada beberapa orang tua yang pada akhirnya
tidak dapat datang ke sekolah dikarenakan sibuk. Hal tersebut dapat membuat anak merasa tidak tertarik  dengan  kegiatan  sekolah  Grolnick    Slowiaczek,  1994.  Dalam  proses  pembelajaran
yang berlangsung dari pukul 06.45 – 12.0013.00, sebagian besar waktu siswa berada di sekolah,
SD “X” berusaha melibatkan orang tua dalam kegiatan siswa. Berdasarkan hasil wawancara terhadap 26 siswa kelas IV-VI SD
“X” Bandung diperoleh data  sebanyak  12  siswa  46,15  menunjukan  school  involvement  bahwa  orang  tuanya
mengantar dan menjemput mereka di sekolah. Beberapa dari orang tua mereka juga menghadiri
kegiatan  yang  diadakan  sekolah,  serta  saat  pembagian  rapor  orang  tua  datang  mengambil  rapor anak-anak  mereka.  Sebanyak  8  siswa  30,77  menunjukan  personal  involvement  misalnya,
orang  tua  mengenal  teman  anaknya,    dan  memberikan  perhatian  terhadap  hasil  akademik  dan menolong  mereka  dalam  belajar,  seperti  menyediakan  waktu  untuk  membantu  mengerjakan
Universitas Kristen Maranatha
pekerjaan  rumah,  mengajarkan,  serta  menjelaskan  ketika  mengalami  kesulitan.  Beberapa  dari mereka juga terkadang bercerita tentang guru serta peristiwa yang terjadi di sekolah. Sebanyak 6
siswa 23,08 menunjukan cognitive involvement, yaitu mengajarkan cara  strategi belajar agar mudah  mengingat  pelajaran,  mengajak  anak-anak  mereka  pergi  ke  museum  dan  tempat  wisata
pendidikan, dan menyediakan buku-buku yang diperlukan siswa. Peran  orang  tua  dalam  pembelajaran  anak-anak  sering  dianggap  tidak  hanya  unik  tetapi
juga  penting  Furrer    Skinner,  2003;  Grolnick    Ryan,  1991.  Keterlibatan  aktif  orang  tua dalam  pendidikan  siswa  berpengaruh  terhadap  usaha,  konsentrasi,  dan  atensi  siswa  dalam
kegiatan  belajar. Behavior  dari  orang  tua  itu  dapat  mendorong  usaha  dan  engagement  siswa  di
sekolah Pomerantz, MoormanLitwack. Dari definisinya, engagement terkait dengan perilaku, penguasaan  pengetahuan  maupun  perasaan  siswa  di  sekolah.  Melalui  pengertian-pengertian
engagement  yang  telah  dijabarkan  adalah  tingkah  laku  yang  dicurahkan  dalam  proses pembelajaran  pada  kegiatan  akademik  dan  non  akademik  meliputi  behavior,  emotional,  dan
cognitive. Fredricks,  Blumenfeld,  dan  Paris  2004  mengidentifikasi  tiga  komponen  dalam  school
engagement,  yaitu  behavioral  engagement,  emotional  engagement,  dan  cognitive  engagement. Behavioral  engagement  mengacu  pada  gagasan  partisipasi  yang  meliputi  keterlibatan  dalam
kegiatan  akademik  dan  sosial  atau  ektrakurikuler  dan  hal  itu  dianggap  penting  untuk  mencapai hasil akademik yang positif serta mencegah drop out. Perilaku yang dapat diamati berupa tingkah
laku positif siswa, partisipasi dalam kegiatan akademik dan non-akademik di sekolah. SD “X” ini
memiliki peraturan yang cukup ketat, tuntutan sistem penilaian yang tinggi dan tingkat kelulusan seratus  persen.  SD
“X”  menerapkan sistem “Buku Kelalaian” kepada siswanya. Apabila siswa melanggar peraturan akan ditulis di buku tersebut dan diberi sanksi.
Universitas Kristen Maranatha
Emotional  engagement  merujuk  pada  reaksi  afektif  siswa  di  dalam  kelas,  termasuk ketertarikan,  kebosanan,  kesenangan,  kesedihan,  dan  kecemasan  Connell    Wellborn,  1991;
Skinner    Belmont,  1993  dalam  Fredricks  et  al,  2004.  Emotional  engagement  berfokus  pada reaksi  positif  dan  negatif  terhadap  guru,  teman  sekelas,  akademik,  dan  sekolah.  Emotional
engagement  dianggap  menciptakan  ikatan  siswa  dengan  sekolah  dan  memengaruhi  kemauan untuk  melakukan  tugas  sekolah.  Kebanyakan  dari  mereka  lebih  menyukai  pelajaran  yang  cara
gurunya  mengajar  menyenangkan.  Beberapa  anak  juga  merasa  senang  pergi  ke  sekolah  karena bertemu dengan teman-temannya, tetapi ada juga yang tidak senang karena ada teman yang suka
mengganggu. Cognitive  engagement  menekankan  pada  gagasan  mengenai  investasi
yang menggabungkan perhatian dan kemauan siswa untuk mengerahkan usaha yang diperlukan dalam
memahami  ide-ide  kompleks  dan  menguasai  keterampilan-keterampilan  yang  sulit.  Guru-guru SD  “X”  Bandung  memberikan  kesempatan  kepada  siswa-siswanya  untuk  mengerjakan  soal-
soalnya terlebih dahulu setelah itu membahasnya secara bersama-sama, sehingga dari hal tersebut mereka  dapat  mengerti  dan  menguasai  pengetahuan,  meningkatkan  kemampuan  dan
keterampilan.  Biasanya  mereka  membahas  pekerjaan  rumah  yang  telah  dikerjakan  secara bersama-sama, seperti maju ke depan untuk mengerjakan di papan tulis, dan sebagainya.
Berdasarkan  hasil  wawancara  dengan  guru  BP,  sebagian  besar  siswa  kelas  IV-VI mencapai nilai sesuai atau melebihi standar Kriteria Ketuntasan Minimal KKM yang ditetapkan
sekolah,  akan  tetapi  masih  ada  siswa  yang  dibantu  melalui  remedial,  serta  guru  juga  berusaha membantu  siswa  dengan  memberi  semangat  kepada  siswa.  Kegiatan  pembelajaran  juga  dapat
dilihat dalam pembelajaran ekstrakurikuler. Ekstrakurikuler merupakan kegiatan tambahan diluar struktur  program,  yang  dilaksanakan  diluar  jam  pelajaran  biasa  agar  dapat  memperkaya  serta
Universitas Kristen Maranatha
memperluas  wawasan  pengetahuan  dan  juga  kemampuan  dari  siswa  tersebut.  Ekstrakurikuler memiliki manfaat bagi pembentukan kepribadian siswa, diantaranya adalah dapat meningkatkan
kemampuan  siswa,  dapat  mengetahui  serta  membedakan  antara  satu  pelajaran  dengan  pelajaran yang lain, serta mampu mengembangkan bakat dan minat siswa dalam upaya pembinaan pribadi
menuju pembinaan manusia seutuhnya yang positif. Berbagai  macam  bentuk  ekstrakurikul
er  yang  dilaksanakan  di  SD  “X”  dalam pengembangan  bakat,  minat  serta  kemampuan  siswa  misalnya,  olahraga,  pramuka,  tari-tarian,
pidato, drama, publikasi sekolah koran sekolah, buku tahunan sekolah, band, paduan suara dan lain-lain.  SD
“X”  merupakan  salah  satu  sekolah  swasta  di  kota  Bandung,  dengan  arkreditas terakhir tahun 2009 adalah A. Beberapa siswa SD
“X’ ini berhasil mendapatkan juara pada lomba renang, melukis, fotografi, paduan suara, baca hitung tulis, dan lain-lain.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap 26 siswa kelas IV-VI SD “X” Bandung diperoleh
data  sebanyak  9  siswa  34,62  menunjukan  behavioral  engagement  seperti  memakai  seragam sesuai  peraturan,  aktif  bertanya  dan  menjawab,  penuh  perhatian  ketika  guru  menerangkan,
menaati  peraturan-peraturan  kelas,  serta  mengerjakan  setiap  tugas  yang  diberikan  baik  secara individu  maupun kelompok.  Siswa juga aktif mengikuti  kegiatan ekstrakulikuler lainnya seperti
futsal, volley, dan basket. Sebanyak 10 siswa 38,46 menunjukan emotional engagement, yaitu suka  dengan  guru-guru  di  sekolah,  semangat  pergi  ke  sekolah  dan  mengikuti  aktivitas  sekolah,
serta siswa tertarik dengan materi yang disampaikan guru. Siswa memiliki perasaan senang saat berada  di  lingkungan  sekolah  serta  bersosialisasi  dengan  guru  atau  teman.  Dukungan  dan
perhatian  dari  orang  tua  memberikan  dorongan  yang  kuat  bagi  siswa  untuk  dapat mempertahankan prestasi di sekolah atau di luar sekolah. Selain itu, sebanyak 7 siswa 26,92
memiliki  cognitive  engagement  yaitu  siswa  yang  menggunakan  strategi  belajar,  seperti  latihan
Universitas Kristen Maranatha
pelajaran  matematika,  merangkum  materi  pelajaran  dan  menghafal  ulangi  mata  pelajaran  di rumah. Siswa menyadari pelajaran yang sulit sehingga dia harus lebih banyak belajar.
Hasil  penelitian  dari  Jeynes  2005  menunjukan  bahwa  ada  hubungan  yang  signifikan antara parent involvement dan prestasi akademik. Hal senada juga ditemukan oleh Hill  Tyson
2009, yaitu adanya hubungan yang positif antara parent involvement secara umum dan prestasi di sekolah menengah. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan di atas, menunjukan bahwa
bagaimana parent involvement berpengaruh terhadap prestasi akademik anak. Parent involvement memberi  dampak  kepada  siswa  dengan  cara  mendorong  mereka  agar  lebih  engaged  dan
melakukan kegiatannya di sekolah dengan baik. Dalam  perkembangannya,  penelitian  mengenai  parent  involvement  hanya  terbatas  pada
hasil  penelitian  di  jenjang  SMA,  serta  sejauh  ini  penelitian  mengenai  pengaruh  parent involvement  terhadap  school  engagament  masih  sulit  ditemukan  di  Indonesia,  oleh  karena  itu
peneliti  tertarik  untuk  meneliti  pengaruh  parent  involvement  terhadap  school  engagament  pada siswa kelas IV-
VI SD “X” Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah