Pengaruh Metode Permainan Reka Cerita Gambar Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa di Kelas III SD Negeri Serpong 3 Kota Tangerang Selatan

(1)

KOTA TANGERANG SELATAN Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Disusun oleh : FITRI RATNASARI

1111018300029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015


(2)

DI KELAS III SD NEGERI SERPONG 3 KOTA TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

FITRI RATNASARI 1111018300029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT., atas segala nikmat dan karunia yang telah tercurahkan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Dengan penuh rasa syukur, pada akhirnya skripsi ini telah dapat diselesaikan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, namun dengan adanya bimbingan dan arahan serta motivasi dari berbagai pihak, sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, Dengan ketulusan hati, dalam kesempatan ini melalui skripsi penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Khalimi, M.Ag Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Rosida Erowati, M.Hum, Dosen pembimbing yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, nasehat, motivasi, ilmu, kritik serta saran yang sangat berarti bagi penulis sehingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.

4. Sarijo, S.Pd, Kepala sekolah SD Negeri Serpong 3 Tangerang Selatan yang dengan ramah menerima dan membantu penulis dalam meneliti di SD Negeri Serpong 3 Tangerang Selatan.

5. Rosidah, S.Pd, Guru kelas III A di SD Negeri Serpong 3 Tangerang Selatan yang telah memberi izin dan membantu penulis selama penelitian di SD Negeri Serpong 3 Tangerang Selatan.

6. Samsiah, S.Pd, Guru kelas III B di SD Negeri Serpong 3 Tangerang Selatan yang telah memberi izin dan membantu penulis selama penelitian di SD Negeri Serpong 3 Tangerang Selatan.

7. Seluruh Dewan guru, staf dan siswa/i SD Negeri Serpong 3 Tangerang Selatan yang telah bersedia memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan.

8. Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta, Bapak (Alm. Achmad Syahri) dan mama (Enung Wartati) yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil, kasih sayang serta doa yang tak pernah putus yang tidak mungkin


(10)

9. Adikku tersayang Muhammad Ikhsan Latif yang sudah bersedia membantu untuk menyelesaikan skripsi ini dan selalu menemani mencari hiburan.

10. Teman Hatiku Muhammad Khairi Bantara yang selalu ada bersama penulis, memberikan semangat, doa, kasih saying, dan motivasi yang lebih sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini

11. Sahabat-sahabat terbaik, yaitu Ari Handiningsih, Riza Faraziah, Mia Adesti, Nita Anjarsari, Reza Risky Fahdarani, Saidatussaniyah, Nurazizah, Sri Yulianingsih dan Juli Ahsani yang selalu ada bersama penulis, memberikan semangat, doa dan selalu memotivasi satu sama lain.

12. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuannya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terima kasih atas semua kenangan yang pernah terjadi selama perkuliahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Skripsi ini adalah murni hasil karya penulis sendiri. Oleh karena itu penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan pelaksanaan penelitian mendatang.

Jakarta, 02 Desember 2015 Penulis


(11)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORI A. Metode Permainan Reka Cerita Gambar 1. Pengertian Metode Pembelajaran ... 7

2. Jenis-Jenis Metode Pembelajaran ... 9

3. Pengertian Metode Permainan Reka Cerita Gambar ... 17

4. Langkah-Langkah Metode Permainan Reka Cerita Gambar ... 21

B. Keterampilan Berbicara 1. Pengertian Keterampilan Berbicara ... 22

2. Tujuan Berbicara ... ... 23

3. Penilaian Pembelajaran Berbicara ... 26

C. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 29

D. Kerangka Berpikir ... 30

E. Hipotesis Tindakan ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

B. Metode Penelitian ... 33

C. Populasi dan Sampel ... 34


(12)

G. Teknik Analisis Data... 40

H. Hipotesis Statistika... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Sekolah ... 43

B. Deskripsi Data ... 46

C. Interpretasi Data ... 51

D. Hasil Analisis Data Pretest dan Posttest Keterampilan Berbicara ... 54

1) Pengujian Prasyarat Analisis ... 54

a. Hasil Uji Normalitas ... 54

b. Hasil Uji Homogenitas ... 56

2) Uji Hipotesis ... 58

E. Pembahasan Hasil Penelitian ... 59

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 63 DAFTAR PUSTAKA


(13)

Tabel 4.1 Keadaan Guru SD Negeri Serpong 3 Tabel 4.2 Keadaan Siswa SD Negeri Serpong 3

Tabel 4.3 Daftar Nilai Pretest Keterampilan Berbicara Siswa kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Tabel 4.4 Daftar Nilai Posttest Keterampilan Berbicara Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Tabel 4.5 Statistik Deskriptif Pretest Keterampilan Berbicara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Tabel 4.6 Statistik Deskriptif Posttest Keterampilan Berbicara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Pretest Berbicara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Posttest Berbicara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Tabel 4.9 Hasil Uji Homogenitas Pretest Berbicara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas Posttest Berbicara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Tabel 4.11 Hasil Uji Hipotesis


(14)

Lampiran 1 : Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen Lampiran 2 : Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol Lampiran 3 : Rubrik Penskoran

Lampiran 4 : Instrumen Lembar Observasi Lampiran 5 : Hasil Observasi

Lampiran 6 : Instrumen Lembar Respon Siswa Lampiran 7 : Hasil Respon Siswa

Lampiran 8 : Hasil Pretest Kelas Eksperimen Lampiran 9 : Hasil Pretest Kelas Kontrol Lampiran 10 : Hasil Posttest Kelas Eksperimen Lampiran 11 : Hasil Posttest Kelas Kontrol

Lampiran 12 : Distribusi Frekuensi Hasil Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Lampiran 13 : Distribusi Frekuensi Hasil Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Lampiran 14 : Perhitungan Uji Normalitas Hasil Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Lampiran 15 : Perhitungan Uji Normalitas Hasil Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Lampiran16 : Perhitungan Uji Homogenitas Hasil Pretest Lampiran 17 : Perhitungan Uji Homogenitas Hasil Posttest Lampiran18 : Perhitungan Uji Hipotesis Statistik


(15)

1

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pelajaran Bahasa Indonesia merupakan pelajaran yang penting dan perlu diberikan atau diajarkan kepada siswa di sekolah mulai dari sekolah dasar tingkat rendah hingga tingkat perguruan tinggi. Pelajaran bahasa Indonesia sangat berpengaruh dalam menjalani kehidupan sehari-hari bukan hanya di lingkungan sekolah tetapi juga di lingkungan rumah dan di lingkungan masyarakat luas. Bagi masyarakat Indonesia, bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi di dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Dengan adanya pembelajaran bahasa Indonesia yang di mulai dari tingkat sekolah dasar dapat mengajarkan anak untuk bersosialisasi dengan baik di lingkungan sekitarnya.

Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen,yaitu: keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Setiap keterampilan itu, berhubungan erat sekali dengan tiga keterampilan lainnya dengan cara yang beraneka ragam. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan jalan praktek dan banyak latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti pula melatih keterampilan berpikir.

Namun akhir-akhir ini menunjukkan kurangnya motivasi dan partisipasi siswa terhadap pelajaran bahasa indonesia khususnya pada aspek berbicara, hal ini mengakibatkan rendahnya tingkat daya serap siswa, terkadang siswa tidak berani mengungkapkan perasaan, ide, mengajukan pendapat maupun memberikan saran terhadap masalah yang dilihat maupun dihadapi. Hal ini terjadi karena rendahnya minat belajar siswa pada pelajaran Bahasa Indonesia dan kurangnya rasa percaya diri dalam mengungkapkan sesuatu.


(16)

Seperti pada pengamatan yang penulis lakukan di salah satu sekolah negeri di kota Tangerang Selatan. Hampir kebanyakan siswa tidak memiliki keberanian dalam mengungkapkan perasaan, ide, maupun mengajukan pendapat didepan kelas. Mereka hanya berani mengungkapkan pendapat atau sekedar bertanya di tempat duduknya masing-masing, namun apabila mereka diminta untuk mengungkapkan pendapatnya secara lisan di depan kelas atau di depan teman-temannya mereka tidak memiliki keberanian untuk melakukannya, dan apabila dipaksakan mereka hanya bisa berbicara pelan sekedar melaksanakan perintah dari gurunya.

Peristiwa tersebut terjadi dikarenakan cara penyampaian guru pada materi bahasa Indonesia di sekolah yang kurang menarik perhatian siswa dalam kegiatan belajar mengajar sehingga siswa menjadi tidak antusias, merasa bosan dan cenderung meremehkan pelajaran bahasa indonesia. Hal ini terjadi karena tidak adanya media sebagai alat pendukung proses pembelajaran dan kurangnya metode dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas sehingga tidak bisa menarik minat belajar pada siswa.

Pada hakikatnya berbicara untuk seseorang merupakan penyampaian kesan-kesan batinnya, seseorang dapat mengungkapkan kembali apa-apa yang didengar atau dibacanya. Seseorang yang berani dan membiasakan berlatih berbicara merupakan orang yang mempunyai kecakapan dalam berbicara, tetapi sebaliknya seseorang yang tidak mau berlatih dan hanya diam saja tidak berani menuangkan ide dan gagasan serta pendapatnya tidak akan mempunyai kemampuan berbicara. Dilihat dari pendapat tersebut bahwa berbicara harus dipraktikan dengan kebiasan dan bukan masalah hafalan.

Dengan demikian peran seorang guru dibutuhkan untuk menjadi penyimak dan pendengar yang baik apabila terdapat siswa yang ingin mengungkapkan perasaan, mengajukan pendapat dan gagasan serta pesan. Dalam hal ini karakteristik siswa berbeda-beda satu sama lain, ada siswa yang lebih berani, maka sebagai guru sebaiknya tidak sungkan


(17)

untuk memberikan pujian kepada siswa yang bersangkutan supaya merasa senang dan memiliki keberanian untuk berbicara lagi. Tetapi untuk siswa yang masih mengalami gangguan atau kesulitan berbicara, guru harus dapat memberikan motivasi dan dorongan agar siswa yang bersangkutan tidak merasa tertinggal dan terkucilkan.

Usia anak tingkat sekolah dasar pada umumnya berkisar 7-12 tahun atau masa dimana anak-anak masih memiliki rasa untuk bermain yang tinggi, mereka belum bisa untuk memfokuskan diri untuk belajar secara serius, belajar sambil bermain adalah metode yang cocok diterapkan untuk anak-anak tingkat sekolah dasar. Dalam dunia anak, bermain dan belajar tidak dapat dipisahkan, namun kenyataan ini masih sangat sulit diterima baik oleh kalangan pendidik maupun orangtua. Menurutnya belajar berarti mengejakan lembar kerja dibawah bimbingan serius guru atau orang tua, sedangkan bermain adalah kegiatan yang bisa dilepas begitu saja, tidak perlu ada pendampingan serius oleh orang dewasa.

Seperti di sekolah kecenderungan ini terlihat pada jadwal kegiatan yang dibagi menjadi waktu bermain dan waktu belajar. Pada saat waktu bermain, guru terlihat lebih santai dan di rumah orang tua seringkali memberikan mainan baru untuk anaknya jika mau mengerjakan lembar kerja yang sudah disiapkan. Padahal kenyataannya bermain adalah pekerjaan anak. Dengan permainan, menjadi banyak kesempatan untuk mengajarkan banyak hal yang ingin ditingkatkan pada anak, termasuk dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.1

Mengingat pentingnya pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai salah satu upaya meningkatkan keterampilan berbicara di tingkat Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah, sehingga penulis menggunakan metode pembelajaran yaitu metode permainan reka cerita gambar. Dengan metode ini tidak adanya tekanan terhadap diri anak untuk menghasilkan

1

Shoba Dewey Chugani, Anak yang Bermain, Anak yangCerdas, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009) hlm. 8-9


(18)

sesuatu yang ditentukan sebelumnya oleh orang lain. Anak bisa mengamati sendiri gambar-gambar yang disediakan oleh guru untuk diungkapkan di depan kelas di hadapan teman-temannya dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Dengan dipilihnya metode ini diharapkan mampu menarik minat dan motivasi belajar siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pada aspek berbicara

Berkaitan dengan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Metode Permainan Reka Cerita Gambar Terhadap Peningkatan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas 3 di SD Negeri Serpong 3 Tangerang Selatan” dalam sebuah tugas akademis sebagai syarat meraih gelar sarjana di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat diidentifikasi masalah yang timbul dilihat dari berbagai aspek, diantaranya:

1. Kurangnya motivasi dan partisipasi siswa terhadap pelajaran bahasa Indonesia khususnya pada aspek berbicara.

2. Kurangnya penggunaan metode dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.

3. Perolehan nilai keterampilan berbicara siswa pada pelajaran bahasa Indonesia masih rendah.

C. PEMBATASAN MASALAH

Agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus maka penulis membatasi masalah hanya berusaha meningkatkan keterampilan berbicara siswa melalui penerapan metode permainan reka cerita gambar pada mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas 3 SD Negeri Serpong 3 Tangerang Selatan.


(19)

D. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis membuat suatu rumusan masalah sebagai berikut:

1. Adakah pengaruh penerapan metode permainan reka cerita gambar terhadap keterampilan berbicara siswa di kelas III SD Negeri Serpong 3 Kota Tangerang Selatan?

2. Bagaimanakah perbedaan tingkat keterampilan berbicara siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol pada saat pretest dan posttest?

E. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Untuk mengetahui pengaruh penerapan metode permainan reka cerita gambar terhadap keterampilan berbicara siswa di kelas III SD Negeri Serpong 3 Kota Tangerang Selatan.

2. Untuk mengetahui perbedaan tingkat keterampilan berbicara siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol pada saat pretest dan posttest.

F. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoretis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi peneliti mengenai metode pembelajaran Bahasa Indonesia

2. Secara praktis

a Bagi peserta didik penelitian ini diharapkan dapat menigkatan keterampilan berbicara dan membuat lebih tertarik pada mata pelajaran Bahasa Indonesia karena dengan penerapan metode ini siswa bisa belajar sambil bermain.

b Bagi peneliti, penelitian ini merupakan pengalaman dalam menerapkan metode permainan reka cerita gambar pada mata


(20)

pelajaran Bahasa Indonesia sehingga dapat memperbaiki kinerja pembelajaran Bahasa Indonesia terutama mengenai keterampilan berbicara.

c Bagi sekolah bisa menjadi bahan dalam pengembangan dan perbaikan kurikum mengenai penerapan metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif.


(21)

7 BAB II KAJIAN TEORI

A. METODE PERMAINAN REKA CERITA GAMBAR 1. Pengertian Metode Pembelajaran

Metode secara harfiah berarti “cara”. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedr yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu.2 Dalam dunia pengajaran, metode adalah rencana penyajian bahan yang menyeluruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan approach tertentu. Pada hakikatnya, metode terdiri atas empat langkah, yaitu seleksi, gradasi, presentasi dan repetisi. Unsur seleksi dan gradasi materi pelajaran merupakan unsur yang tak terpisahkan dengan unsur presentasi dan repetisi dalam membentuk suatu metode mengajar.3

Metode merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan kata “pembelajaran” berarti segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik. Jadi, metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik dalam upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan.4

Dalam kegiatan belajar mengajar, metode sangat diperlukan oleh guru, dengan penggunaan yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Menguasai metode mengajar merupakan keniscayaan, sebab seorang guru tidak akan dapat mengajar dengan baik apabila ia tidak menguasai metode secara tepat. Namun pada prinsipnya tidak satu pun

2

Sobry Sutikno, Metode dan Model-Model Pembelajaran, (Lombok: Holistica, 2014) hlm.33

3

M.Subana dan Sunarti, Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011) hlm.20

4


(22)

metode pembelajaran yang dapat di pandang sempurna dan cocok dengan semua pokok bahasan yang ada dalam bidang studi. Oleh karena itu perlu diketahui adanya faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan metode pembelajaran, yaitu:5

1) Tujuan yang hendak dicapai

Tujuan merupakan sasaran yang harus dituju untuk mengetahui keberhasilan dari setiap proses pembelajaran. Dengan ditentukannya tujuan pembelajaran yang jelas maka akan memudahkan dalam pemilihan metode yang sesuai dalam membantu ketercapaian pembelajaran.

2) Materi pelajaran

Materi pelajaran ialah sejumlah bahan ajar yang akan disampaikan oleh guru kepada peserta didik untuk dipelajarinya.

3) Peserta didik

Pada hakikatnya peserta didik sebagai subyek belajar yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga akan berpengaruh terhadap pemilihan metode pembelajaran yang sesuai.

4) Situasi

Situasi kegiatan belajar merupakan hal yang bersifat dinamis. Guru harus teliti dalam melihat situasi dan dalam memilih metode yang tepat.

5) Fasilitas guru

Fasilitas dapat mempengaruhi pemilihan suatu metode pembelajaran. Oleh karena itu, ketidakadaannya fasilitas akan mengganggu dalam pemilihan metode.

6) Guru

Setiap guru memiliki kepribadian, kebiasaan dan pengalaman proses pembelajaran yang berbeda-beda. Guru yang berlatar belakang pendidikan keguruan biasanya lebih terampil dalam memilih metode

5


(23)

dan tepat dalam menerapkannya. Sedangkan guru yang berlatar belakang pendidikannya kurang relevan, sekalipun tepat dalam menentukan metode, namun seringkali mengalami hambatan dalam penerapannya.

Dalam pembelajaran bahasa, ada empat hal yang bersangkutan dengan metode. Pertama, filsafat, pandangan atau anggapan orang tentang bahasa, yaitu berkenaan dengan definisi bahasa. Kedua, pendekatan bahasa selalu menjawab pertanyaan mengenai bagaimana bahasa itu. Ketiga, metode, setelah mengetahui apa dan bagaimana timbullah pertanyaan mengenai metode dan cara mengajarkannya kepada siswa. Keempat, yaitu teknik penyajian, yang merupakan pelaksanaan metode. Teknik penyajian pelajaran bahasa bergantung pada metode dan situasi kelas yang dihadapi guru.6

2. Jenis-Jenis Metode Pembelajaran

Terdapat sejumlah metode yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar agar proses pembelajaran menjadi lebih efektif, diantaranya adalah:7

a Metode Ceramah

Metode ini merupakan cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama dilaksanakan oleh guru. Cara mengajar metode ini digunakan untuk menyampaikan informasi atau keterangan, atau uraian tentang suatu pokok masalah secara lisan.

b Metode Tanya Jawab

Metode ini adalah metode yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung antara guru dan siswa. Guru bertanya siswa menjawab atau siswa bertanya guru menjawab.

6

M.Subana dan Sunarti, ibid, hlm. 125

7

R.Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010) hlm. 106-107


(24)

c Metode Diskusi

Metode ini pada dasarnya adalah bertukar informasi, pendapat, dan unsur-unsur pengalaman secara teratur dengan tujuan untuk

mendapatkan pengertian bersama secara lebih jelas . d Metode Demonstrasi

Metode ini merupakan metode mengajar yang cukup efektif, sebab membantu para siswa untuk memperoleh jawaban dengan mengamati suatu proses atau peristiwa tertentu.

e Metode Eksperimen

Metode ini melibatkan langsung para siswa untuk melakukan percobaan untuk mencari jawaban terhadap permasalahan yang diajukan.

f Metode Pemberian Tugas

Metode ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa melakukan tugas/kegiatan yang berhubungan dengan pelajaran. g Metode Karyawisata

Melalui metode ini, siswa diajak mengunjungi tempat-tempat tertentu diluar kota. Tempat-tempat yang akan dikunjungi dan hal-hal yang perlu diamati telah direncanakan terlebih dahulu, dan setelah selesai siswa diminta untuk membuat laporan.

h Metode Sosiodrama

Metode ini merupakan metode yang yang sering digunakan dalam mengajarkan nilai-nilai dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapiny. Dalam pelaksanaannya, siswa-siswi diberi berbagai peran tertentu dan melaksanakan peran tersebut, serta mendiskusikannya di kelas.

Metode apapun yang digunakan oleh pendidik atau guru dalam proses pembelajaran, ada hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu:8

8

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009) hlm.136-137


(25)

pertama, berpusat kepada anak didik. Guru harus memandang bahwa setiap anak didik itu adalah sesuatu yang unik, tidak ada dua orang anak didik yang sama, sekalipun mereka kembar. Gaya belajar (learning style) setiap anak didik harus benar-benar diperhatikan.

Kedua, belajar dengan melakukan (learning by doing). Supaya proses belajar itu menyenangkan, guru harus memberikan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan apa yang telah dipelajarinya sehingga ia memperoleh pengalaman nyata.

Ketiga, mengembangkan kemampuan sosial. Proses pembelajaran dan pendidikan selain sebagai wahana untuk memperoleh pengetahuan, juga sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan, juga sebagai sarana untuk berinteraksi sosial (learning to live together).

Keempat, mengembangkan keingintahuan dan imajinasi. Proses pembelajaran dan pengetahuan harus dapat memancing rasa ingin tahu anak didik. Juga mampu memompa daya imajinatif anak didik untuk berpikir kritis dan kreatif.

Kelima, mengembangkan kreativitas dan keterampilan memecahkan masalah. Proses pembelajaran dan pendidikan yang

dilakukan oleh guru bagaimana merangsang kreativitas dan daya imajinasi anak untuk menemukan jawaban terhadap setiap masalah yang dihadapi anak didik.

Metode berfungsi sebagai sarana mewujudkan pengalaman belajar yang telah dirancang menjadi kenyataan dalam pelaksanaan pengajaran pokok bahasan tertentu. Hal yang sama berlaku juga bagi pengajaran berbicara. Guru harus menciptakan berbagai pengalaman belajar berbicara agar siswa dapat berlatih berbicara. Tanpa latihan tidak mungkin menguasai keterampilan berbicara.

Metode pengajaran berbicara yang baik selalu memenuhi berbagai kriteria. Kriteria itu berkaitan dengan tujuan, bahan, pembinaan keterampilan proses, dan pengalaman belajar. Kriteria yang harus dipenuhi oleh metode pengajaran berbicara, antara lain:


(26)

1) Relevan dengan tujuan pengajaran

2) Memudahkan siswa memahami materi pengajaran 3) Mengembangkan butir-butir keterampilan proses

4) Dapat mewujudkan pengalaman belajar yang telah dirancang 5) Merangsang siswa untuk belajar

6) Mengembangkan siswa untuk belajar 7) Mengembangkan kreativitas siswa 8) Tidak menuntut peralatan yang rumit 9) Mudah dilaksanakan

10) Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan9

Metode-metode pengajaran dalam keterampilan berbicara, antara lain:10

a Ulang Ucap

Metode ucapan adalah suara atau rekaman suara guru. Model ucapan yang diperdengarkan kepada siswa harus dipersiapkan dengan teliti. Materinya diambil dari pokok bahasan yang ada dalam Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Suara guru harus jelas, intonasi tepat, dan kecepatan berbicara normal. Model ucapan diperdengarkan di depan kelas, siswa mendengarkan dengan teliti lalu mengucapkannya kembali sesuai dengan model.

b Lihat Ucapkan

Guru memperlihatkan kepada siswa benda tertentu kemudian siswa menyebutkan nama benda tersebut. Benda-benda yang diperlihatkan dipilih dengan cermat oleh guru disesuaikan dengan lingkungan siswa.

9

Budinuryanta dkk, Pengajaran Keterampilan Berbahasa, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm.10.24

10


(27)

Jika benda tersebut tidak ada atau tidak memungkinkan dibawa ke dalam kelas, dapat digantikan dengan tiruannya atau gambarnya.

c Memerikan

Memerikan berarti menjelaskan, melukiskan atau mendeskripsikan sesuatu. Siswa disuruh memperhatikan suatu benda atau gambar benda, kesibukan lalu lintas, melihat pemandangan atau gambarnya dengan teliti kemudian siswa diminta menjelaskan atau memeriksa apa yang telah dilihatnya.

d Menjawab Pertanyaan

Siswa yang susah atau malu berbicara dapat dipancing dengan menjawab sejumlah pertanyaan mengenai dirinya, misalnya mengenai nama, usia, tempat tinggal, atau pekerjaan orang tua.

e Bertanya

Melalui pertanyaan, siswa dapat menyatakan keingintahuannya terhadap sesuatu. Tingkat atau jenjang pertanyaan yang diutarakan melambangkan tingkat kedewasaan siswa. Melalui pertanyaan-pertanyaan yang sistematis siswa dapat menemukan yang diinginkannya.

f Pertanyaan Menggali

Salah satu cara membuat siswa banyak berbicara ialah mengajukan pertanyaan menggali. Disamping memancing siswa berbicara, pertanyaan menggali juga digunakan untuk menilai kedalaman dan keluasan pemahaman siswa terhadap suatu masalah.11

11


(28)

g Melanjutkan

Dua, tiga,atau empat orang siswa bersama-sama menyusun cerita secara spontan. Kadang-kadang guru boleh juga terlibat dalam kegiatan ini, misalnya guru mengawali cerita dan cerita itu dilanjutkan siswa kedua, ketiga dan diakhiri oleh siswa berikutnya. Pada bagian akhir kegiatan guru memeriksa jalan cerita apakah sistematis, logis atau padu.

h Menceritakan Kembali

Guru mempersiapkan bahan bacaan. Siswa membaca bahan itu dengan saksama. Kemudian guru meminta siswa menceritakan kembali secara singkat dengan kata-kata sendiri. Ketika bahan itu dibacakan siswa diminta menyimaknya. Kemudian siswa diminta menceritakan isinya dengan kata-kata sendiri.

i Percakapan

Percakapan adalah pertukaran pikiran atau pendapat mengenai suatu topik antara dua atau lebih pembicara. Dalam percakapan ada dua kegiatan, yakni menyimak dan berbicara silih berganti. Suasana dalam percakapan biasanya akrab, spontan dan wajar. Topik pembicaraan adalah hal yang diminati bersama. Percakapan merupakan suasana pengembangan keterampilan berbicara.12

j Parafrase

Parafrase berarti alih bentuk, misalnya memprosakan puisi atau sebaliknya mempuisikan prosa. Di sekolah kegiatan memprosakan puisi sering dilakukan daripada mempuisikan prosa. Jika seorang siswa dapat memprosakan suatu puisi dengan baik, berarti siswa tersebut dapat mengapresiasikan isi puisi tersebut. Hasil mengapresiasikan itu dinyatakan secara lisan. Guru mempersiapkan sebuah puisi yang cocok

12


(29)

bagi kelas tertentu. Guru membacakan puisi itu dengan suara jelas, intonasi yang tepat, dan kecepatan normal. Siswa menyimak pembacaan puisi kemudian menceritakannya dengan kata-kata sendiri.

k Reka Cerita Gambar

Sebuah gambar atau rangkaian beberapa gambar merupakan sarana ampuh untuk memancing, mendorong, atau memotivasi seorang siswa berbicara. Penghayatan atau pemahaman terhadap suatu gambar atau seri gambar akan berbeda antara satu siswa dan siswa lainnya. Karena itu, wajar jika cerita yang mereka hasilkan akan berbeda pula. Guru harus menggunakan hal sebagai suatu kewajaran asal cerita yang siswa hasilkan masih relevan dengan gambar yang mereka perhatikan.

l Bercerita

Kegiatan bercerita menuntun siswa ke arah pembicaraan yang baik. Lancar bercerita berarti lancar berbicara. Dalam bercerita siswa dilatih berbicara jelas, intonasi yang tepat, urutan kata sistematis, menguasai massa pendengar, dan berperilaku menarik.

m Memberi Petunjuk

Memberi petunjuk, seperti petunjuk mengerjakan sesuatu, petunjuk mengenai arah atau letak suatu tempat menuntut sejumlah persyaratan. Petunjuk harus jelas, singkat, dan tepat. Hal ini akan tercapai jika orang yang memberikan petunjuk itu terampil menggunakan bahasa lisan, yakni berbicara. Siswa yang sering berlatih memberi petunjuk secara lisan akan mendapat keuntungan keterampilan berbicara.13

n Melaporkan

Melaporkan berarti menyampaikan gambaran, lukisan, atau peristiwa terjadinya sesuatu. Hal yang dilaporkan dapat berwujud macam-macam,

13


(30)

misalnya upacara kenegaraan, pertandingan olahraga, atau peresmian proyek. Kegiatan melaporkan juga dapat dilakukan dalam hal perjalanan,atau pembacaan buku. Bahasa laporan termasuk ragam bahasa jurnalistik yang harus singkat, jelas, sederhana, lancar, menarik dan baku.

o Bermain Peran

Dalam bermain peran, siswa bertindak, berlaku dan berbahasa seperti orang yang diperankannya. Dari segi bahasa, berarti siswa harus mengenal dan dapat menggunakan ragam-ragam bahasa.

p Wawancara

Wawancara atau interviu adalah percakapan dalam bentuk tanya jawab. Pewawancara biasanya wartawan atau penyiar radio atau televisi. Orang yang diwawancarai adalah orang berprestasi, ahli atau istimewa, misalnya pejabat, tokoh, pakar dalam bidang tertentu, atau jura. Melalui kegiatan latihan wawancara siswa dapat mengembangkan keterampilan berbicara.

q Diskusi

Diskusi ialah proses pelibatan dua atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan tatap muka, mengenai tujuan yang sudah tentu melalui cara tukar-menukar informasi untuk memecahkan masalah. Diskusi merupakan sarana yang ampuh bagi pengembangan keterampilan berbicara. Berlatih berdiskusi berarti berlatih berbicara.14

r Bertelepon

Bertelepon ialah percakapan antara dua pribadi dalam jarak jauh. Komunikasi ini sejenis kemonikasi lisan jarak jauh. Ciri khas bertelepon

14


(31)

yaitu berbicara jelas, singkat, dan lugas. Teknik bertelepon dapat digunakan sebagai teknik pengajaran berbicara.

s Dramatisasi

Dramatisasi atau bermain drama adalah mementaskan lakon atau cerita. Biasanya cerita yang dilakonkan sudah dalam bentuk drama. Guru dan siswa harus mempersiapkan naskah atau skenario, pelaku dan perlengkapan. Bermain drama lebih kompleks dari bermain peran. Melalui teknik dramatisasi siswa dilatih mengekspresikan perasaan dan pikirannya dalam bentuk bahasa lisan

3. Pengertian Metode Permainan Reka Cerita Gambar

Menurut pendidik dan ahli psikologi, bermain merupakan pekerjaan anak dan cermin pertumbuhan anak. Melalui bermain anak memperoleh pembatasan dan memahami kehidupan, bermain merupakan kegiatan yang memberikan kesenangan dan dilaksanakan untuk kegiatan itu sendiri yang lebih ditekankan pada proses daripada hasil yang diperoleh, kegiatan bermain dilaksanakan tidak serius dan fleksibel.15

Bermain merupakan salah satu fenomena yang paling alamiah dan luas dalam kehidupan anak. Bermain dapat dikembangkan menjadi semacam alat untuk mengaktualisasikan potensi-potensi kritis pada diri anak, mempersiapkan fungsi intelektual, dan aspek emosi dan sosialnya. Dengan demikian, bermain berkembang bukan hanya menjadi sarana yang dapat dinikmati dan menyenangkan saja tetapi juga bersifat mendidik.16

Permainan adalah alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak ia kenali sampai pada yang ia ketahui dan dari yang tidak dapat

15

Moeslichatoen, Metode Pengajaran, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004) hlm.24

16

Novi Resmini dan Dadan Juanda, Pendidikan Bahasa dan Sastra di Kelas Tinggi, (Bandung: Upi Press, 2007) hlm. 245


(32)

diperbuatnya sampai mampu melakukannya. Jadi, bermain mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari seorang anak.17

Permainan merupakan suatu aktivitas untuk memperoleh suatu keterampilan tertentu dengan cara yang menggembirakan. Apabila keterampilan yang di peroleh dalam permainan itu berupa keterampilan bahasa tertentu, permainan tersebut dinamakan permainan bahasa. Permainan bahasa mempunyai tujuan ganda, yaitu untuk memperoleh kegembiraan sebagai fungsi bermain, dan untuk melatih keterampilan berbahasa tertentu sebagai materi pelajaran.18

Dengan diterapkannya metode permainan dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat dan antusiasme. Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan serta serius tapi santai. Permainan digunakan untuk penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak, dan dari jenuh menjadi semangat.

Pemilihan metode permainan diarahkan agar tujuan belajar dapat dicapai secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun membahas hal-hal yang sulit atau berat. Sebaiknya, permainan digunakan sebagai bagian dari proses belajar, bukan hanya untuk mengisi waktu kosong atau sekedar permainan.19

Namun pada pelaksanaannya terdapat kelebihan dan kekurangan pada permainan bahasa. Kelebihan permainan bahasa ialah: (a) permainan bahasa sebagai metode pembelajaran dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar, (b) aktivitas yang dilakukan siswa bukan saja fisik tetapi juga mental, (c) dapat membangkitkan motivasi siswa

17

Conny R. Semiawan, Belajar dan Pembelajaran Prasekolah dan Sekolah Dasar, (PT Indeks, cet.ke-3, 2008) hlm.

18

Novi Resmini dan Dadan Juanda, ibid, hlm. 255

19

Sobry Sutikno, Metode dan Model-Model Pembelajaran, (Lombok: Holistica, 2014), hlm.44-45


(33)

dalam belajar, (d) dapat memupuk rasa solidaritas dan kerjasama, (e) dengan permainan materi lebih mengesankan sehingga sukar dilupakan.

Kekurangan permainan bahasa ialah: (a) bila jumlah siswa terlalu banyak akan sulit untuk melibatkan seluruh siswa dalam permainan, (b) tidak semua materi dapat dilaksanakan melalui permainan, (c) permainan banyak mengandung unsur spekulasi sehingga sulit untuk dijadikan ukuran yang terpercaya, (d) permainan biasanya menimbulkan suara gaduh, hal tersebut dapat mengganggu kelas yang berdekatan, dan (e) banyak yang menggunakan permainan bahasa hanya sebagai kegiatan untuk mengisi waktu kosong bukan sebagai teknik pembelajaran bahasa.

Sedangkan metode reka cerita gambar adalah sebuah metode yang menggunakan media gambar. Sebuah gambar atau rangkaian beberapa gambar merupakan sarana ampuh untuk memancing, mendorong, atau memotivasi seorang siswa berbicara. Penghayatan atau pemahaman terhadap suatu gambar atau seri gambar akan berbeda antara satu siswa dan siswa lainnya. Karena itu, wajar jika cerita yang mereka hasilkan akan berbeda pula. Guru harus menggunakan hal sebagai suatu kewajaran asal cerita yang siswa hasilkan masih relevan dengan gambar yang mereka perhatikan.

Gambar secara garis besar dapat dibagi pada tiga jenis, yaitu sketsa, lukisan dan photo. Pertama, sketsa atau biasa disebut sebagai gambar garis yaitu gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan bagian-bagian pokok suatu objek tanpa detail. Kedua, lukisan merupakan gambar hasil representasi simbolis dan artistik seseorang tentang suatu objek atau situasi. Ketiga, photo yaitu gambar hasil pemotretan atau photografi. Photo merupakan media visual gambar yang efektif karena


(34)

dapat memvisualisasikan objek dengan lebih konkrit, lebih realistis dan lebih akurat.20

Metode permainan reka cerita gambar pada penelitian ini digunakan oleh pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk membangkitkan keberaniannya dalam berbicara di depan umum dengan menceritakan sesuatu sesuai dengan gambar yang ada pada kartu yang telah diberikan oleh guru. Metode permainan ini dilakukan secara berkelompok, sehingga dapat menjadi sebuah cerita yang menarik yang terlebih dahulu harus disusun oleh masing-masing anggota kelompok untuk menentukan mana gambar yang pertama, kedua, dan seterusnya sesuai anggota kelompok.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih gambar yang baik sebagai berikut:21

1. Keaslian gambar, sumber yang digunakan hendaklah menunjukkan keaslian atas situasi yang sederhana.

2. Kesederhanaan, terutama dalam menentukan warna akan menimbulkan kesan tertentu, mempunyai nilai estetis secara murni dan mengandung nilai praktis. Usahakan supaya anak tertarik pada gambar yang dipergunakan.

3. Bentuk item, diusahakan agar anak memperoleh tanggapan yang tepat tentang objek-objek dalam gambar.

4. Gambar yang digunakan hendaklah menunjukkan hal yang sedang dibicarakan atau sedang dilakukan..

5. Harus diperhatikan nilai fotografinya. Biasanya anak-anak memusatkan perhatian pada sumber-sumber yang lebih menarik. 6. Segi artistik juga perlu diperhatikan. Penggunaannya harus

disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai.

20

Yudhi Munadi, Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru, (Jakarta: Gaung Persada (GP) Press, 2012) hlm.85-88

21

Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002) hlm.49-50


(35)

7. Gambar harus cukup populer, dimana gambar tersebut telah cukup dikenal oleh anak-anak secara sebagian atau keseluruhannya.

8. Gambar harus dinamis yaitu menunjukkan aktivitas tertentu.

9. Gambar harus membawa pesan yang cocok untuk tujuan pengajaran yang sedang dibahas.

Meskipun demikian, media gambar juga mempunyai kelebihan dan kekurangan.22

1. Kelebihan gambar

a Gambar cukup murah dan tersedia cukup banyak

b Detil gambar memungkinkan sesuatu yang tidak mungkin untuk dipelajari

c Gambar dapat menimbulkan stimulus untuk belajar lebih lanjut seperti membaca dan meneliti

d Gambar dapat membantu memfokuskan perhatian, dan mengembangkan daya kritis

e Gambar mudah dibuat dan diperagakan 2. Kekurangan gambar

a Ukuran dan jarak sering berubah

b Yang buram mengurangi ketepatan interpretasi c Siswa tidak selalu tahu bagaimana membaca gambar

4. Langkah-langkah Metode Permainan Reka Cerita Gambar

Berdasarkan penjelasan di atas, langkah-langkah yang akan diterapkan dengan metode permainan reka cerita gambar pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan beberapa kartu dan membuat beberapa gambar pada kartu tersebut yang saling berhubungan untuk menjadi sebuah

22

Dindin Ridwanuddin, Bahasa Indonesia, (Ciputat: UIN Press, 2015) hlm.139


(36)

cerita. Guru membuat cerita sesuai dengan kelompok yang akan dibuatnya, tiap cerita memiliki ciri khas warna kartu yang berbeda hal ini dimaksudkan agar pembentukan kelompok dapat dilakukan oleh siswa sendiri dengan melihat warna pada kartu yang di dapatnya.

2. Lalu guru membagikan satu buah kartu yang berisi gambar kepada semua siswa

3. Siswa membentuk kelompoknya sesuai dengan warna kartu yang di dapatnya

4. Kartu berisi gambar itu kemudian dipelajari bersama kelompoknya 5. Tiap kelompok menceritakan secara lisan di depan kelas secara

bergantian sesuai dengan urutan gambar yang di dapat masing-masing siswa pada kelompoknya.

Isi pesan yang ditulis atau disampaikan dalam cerita tersebut harus menyangkut kejadian-kejadian yang membuat siswa merasa tertarik dan berarti bagi siswa. Cerita atau isi pesan boleh berupa kejadian yang pernah dialami siswa (pengalaman siswa), ini diharapkan akan membuat siswa merasa senang dan termotivasi dalam belajar keterampilan berbicara.

B. KETERAMPILAN BERBICARA

1. Pengertian Keterampilan Berbicara

Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan bahasa setelah mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu untuk berbicara. Untuk dapat berbicara dalam suatu bahasa secara baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur, dan kosakata yang bersangkutan. Disamping itu


(37)

diperlukan juga penguasaan masalah dan atau gagasan yang akan disampaikan, serta kemampuan memahami bahasa lawan bicara.23

Seseorang yang memiliki kemampuan berbicara akan lebih mudah dalam menyampaikan ide atau gagasan kepada orang lain, keberhasilan menggunakan ide itu sehingga dapat diterima oleh orang yang mendengarkan atau yang diajak bicara. Sebaliknya seseorang yang kurang memiliki kemampuan berbicara akan mengalami kesulitan dalam menyampaikan ide gagasannya kepada orang lain.24

Linguis berkata bahwa “Speaking is language”. Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya di dahului oleh keterampilan menyimak, pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Berbicara sudah sudah tentu berhubungan erat dengan perkembangan kosa-kata yang diperoleh oleh sang anak, melalui kegiatan menyimak dan membaca.25

Berbicara merupakan aktivitas manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologi, neurologis, semantik, dan linguistik. Pada saat berbicara seseorang memanfaatkan faktor fisik yaitu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Faktor psikologis memberikan andil yang cukup besar terhadap kelancaran berbicara. Faktor neurologis yaitu jaringan saraf yang menghubungkan otak kecil dengan mulut, telinga dan organ tubuh lain yang ikut dalam aktivitas berbicara. Faktor semantik yang berhubungan dengan makna, dan faktor linguistik yang berkaitan dengan struktur bahasa selalu berperan dalam kegiatan berbicara.

23

Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa, (Yogyakarta: 2010) hlm. 399

24

Kundharu Saddhono dan St. Y. Slamet, Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia (Teori dan Aplikasi), (Bandung: CV Karya Putra Darwati, 2012) hlm. 34

25

Henry Guntur Tarigan, BERBICARA Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Percetakan Angkasa, Edisi revisi Tahun 2008) hlm.3


(38)

Dalam situasi yang normal, orang melakukan kegiatan berbicara dengan motivasi ingin mengemukakan sesuatu kepada orang lain, atau karena ingin memberikan reaksi terhadap sesuatu yang didengarnya. Pembicaraan dalam situasi yang demikian, kejelasan penuturan tidak semata-mata ditentukan oleh ketepatan bahasa (verbal) yang dipergunakan saja, melainkan amat dibantu oleh unsur-unsur paralinguistik seperti gerak-gerakan tertentu, ekspresi wajah, nada suara, dan sebagainya, suatu hal yang tidak ditemui dalam komunikasi tertulis.26 2. Tujuan Berbicara

Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasinya terhadap para pendengarnya dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.27

Tujuan umum berbicara dibagi menjadi beberapa golongan, antara lain:28

1) Menghibur

Berbicara untuk menghibur berarti pembicara menarik perhatian pendengar dengan berbagai cara, seperti humor,

spontanitas, kisah-kisah jenaka dan sebagainya untuk menimbulkan suasana gembira pada pendengarnya.

2) Menginformasikan

Berbicara untuk tujuan menginformasikan, untuk melaporkan, dilaksanakan bila seseorang ingin: (a) menjelaskan sesuatu, (b) menguraikan, menafsirkan atau menginterpretasikan sesuatu hal, (c)

26

Burhan Nurgiyantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa, (Yogyakarta: ), hlm. 400

27

Sri Wahyuni dan Abd. Syukur Ibrahim, Asesmen Pembelajaran Bahasa, (Malang: PT Refika Aditama, 2012) hlm. 31

28

Isah Cahyani dan Hodijah, Kemampuan Berbahasa Indonesia di SD, (Bandung: Upi Press, 2007), hlm. 60-61


(39)

memberi, menyebarkan, atau menanamkan pengetahuan, (d) menjelaskan kaitan.

3) Menstimulasi

Berbicara untuk menstimulasi pendengar jauh lebih kompleks dari tujuan berbicara lainnya, sebab berbicara itu harus pintar merayu, mempengaruhi, atau meyakinkan pendengarnya. Ini dapat tercapai jika pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, inspirasi, kebutuhan, dan cita-cita pendengarnya.

4) Menggerakkan

Dalam berbicara untuk menggerakkan diperlukan pembicara yang berwibawa, panutan atau tokoh idola masyarakat. Melalui kepintarannya dalam berbicara. Kecakapan memanfaatkan situasi, ditambah penguasaannya terhadap ilmu jiwa massa, pembicara dapat menggerakkan pendengarnya.

Untuk tingkat pemula, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat:29

1) Melafalkan bunyi-bunyi bahasa 2) Menyampaikan informasi

3) Menyatakan setuju atau tidak setuju 4) Menjelaskan identitas diri

5) Menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan 6) Menyatakan ungkapan rasa hormat

7) Bermain peran

Untuk tingkat menengah, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat:

1) Menyampaikan informasi 2) Berpartisipasi dalam percakapan

29

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar. Strategi Pembelajaran bahasa. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011) Cet. Ke-3. hlm. 286-287


(40)

3) Menjelaskan identitas diri

4) Menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan 5) Melakukan wawancara

6) Bermain peran

7) Menyampaikan gagasan dalam diskusi atau pidato

Untuk tingkat yang paling tinggi, yaitu tingkat lanjut, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat:

1) Menyampaikan informasi 2) Berpartisipasi dalam percakapan 3) Menjelaskan identitas diri

4) Menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan 5) Melakukan wawancara

6) Bermain peran

7) Menyampaikan gagasan dalam diskusi atau pidato

Untuk peserta didik kelas III sekolah dasar, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat:

1) Melafalkan bunyi-bunyi bahasa 2) Menyampaikan informasi

3) Menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan

3. Penilaian Pembelajaran Berbicara

Pada pelaksanaan penilaian dilaksanakan pada akhir proses belajar-mengajar berbicara. Dengan melaksanakan penilaian yang telah direncanakan, dapat diketahui prestasi belajar atau daya serap siswa terhadap materi yang telah diajarkan. Pertanyaan yang pantas diajukan sehubungan dengan penilaian pengajaran berbicara, antara lain: 30

30

Budinuryanta, Materi Pokok Pengajaran Keterampilan Berbahasa, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2008) hlm.10.61-10.62


(41)

1) Apakah pelaksanaan penilaian sesuai dengan yang direncanakan? 2) Apakah penilaian itu benar-benar mengukur pencapaian Tujuan

Intruksional Khusus?

3) Apakah penjenjangan sosial penilaian yang digunakan sudah benar? 4) Apakah bentuk dan jenis tes yang digunakan sesuai dengan

karakteristik?

Menilai keterampilan berbicara siswa bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Lee mengungkapkan bahwa alat penilaian itu harus dapat menilai kemampuan mengomunikasikan gagasan yang tentu saja mencakup kemampuan menggunakan kata, kalimat, dan wacana, yang sekaligus mencakup kemampuan kognitif dan psikomotorik kemampuan berbicara merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang cukup kompleks, karena tidak hanya mencakup intonasi saja, tetapi juga berbagai unsur berbahasa lainnya.31

Tes yang paling cocok untuk mengukur keterampilan berbicara adalah tes perbuatan (tes lisan). Tes lisan adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan atau perintah yang diberikan.32

Pada penggunaan tes berbicara, perlu diupayakan rincian terhadap keterampilan dalam bentuk identifikasi unsur-unsur yang merupakan bagian dari keterampilan berbicara. Tes keterampilan berbicara ini dikategorikan sebagai tes subjektif. Dengan urutan dan bobot yang mungkin dirinci secara berbeda oleh orang yang berbeda serta kebutuhan yang mungkin berbeda pula, sasaran tes berbicara yang meliputi (a) relevansi dan kejelasan isi pesan, masalah atau topik, (b) kejelasan dan kerapian pengorganisasian isi, (c) penggunaan bahasa yang baik dan

31

Kundharu Saddhono dan St. Y. Slamet, Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia (Teori dan Aplikasi), (Bandung: CV Karya Putra Darwati, 2012) hlm. 59

32

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009) hlm.148


(42)

benar serta sesuai dengan isi, tujuan wacana, keadaan nyata termasuk pendengar.33

Pedoman Penilaian Keterampilan Berbicara NO.

UNSUR KEMAMPUAN

BERBICARA

RINCIAN KEMAMPUAN NILAI

1. Isi yang relevan Isi sesuai dan relevan dengan topik yang dimaksudkan untuk dibahas.

3

Isi kurang sesuai dan relevan dengan topik yang dimaksudkan untuk dibahas.

2

Isi tidak sesuai dan relevan dengan topik yang dimaksudkan untuk dibahas.

1

2. Organisasi yang sistematis

Ide disampaikan dengan sistematis 3 Ide disampaikan dengan kurang sistematis

2

Ide disampaikan dengan tidak sistematis

1

3. Penggunaan

bahasa yang baik dan benar

a. Susunan kalimat yang gramatikal

Kalimat yang digunakan sesuai dengan gramatikal

3

Kalimat yang digunakan kurang sesuai dengan gramatikal

2

Kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan gramatikal

1

33

M. Soenardi Djiwandono, Tes Bahasa: Pegangan Bagi Pengajar Bahasa, (PT. Indeks, 2011) hlm.55


(43)

b. Pilihan kata yang tepat

Tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata

3

Kurang tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata

2

Tidak tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata

1

c. Pelafalan yang jelas

Tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan

3

Kurang tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan

2

Tidak tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan

1

d. Intonasi yang sesuai

Tepat dalam penggunaan intonasi 3 Kurang tepat dalam penggunaan intonasi

2

Tidak tepat dalam penggunaan intonasi

1

C. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN

Penelitian dengan judul peningkatan keterampilan berbicara sudah dilakukan beberapa kali penelitian dengan metode yang berbeda-beda oleh beberapa sekolah dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Diantaranya sebagai berikut:

1. Skripsi yang disusun oleh Awaluddin, Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah dengan judul “Pengaruh Media Audiovisual Terhadap Kemampuan Berbicara Pada Siswa kelas V Di MIS Taman Pendidikan Islam Babakansirna Sadeng Leuwisadeng Bogor Tahun Pelajaran 2012/2013”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan media audiovisual berpengaruh terhadap kemampuan berbicara siswa kelas V


(44)

MIS Taman Pendidikan Islam Babakansirna, hal ini dibuktikan dengan tes hasil keterampilan berbicara siswa kelas eksperimen diperoleh rata-rata skor posttest 81,2 dan pada kelas kontrol diperoleh rata-rata skor posttest 66,25.

2. Skripsi yang disusun oleh Diny Wulandari Putri, Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah dengan judul “Pengaruh Penggunaan Metode Role Playing Terhadap Keterampilan Berbicara Siswa Kelas V MI Al-Mursyidiyyah Pamulang Tangerang Selatan”. Pada penelitia ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode role playing berpengaruh terhadap keterampilan berbicara siswa kelas V MI Al-Mursyidiyyah Pamulang Tangerang Selatan, hal ini dibuktikan dengan tes hasil keterampilan berbicara siswa kelas eksperimen diperoleh rata-rata skor posttest 76,83 dan pada kelas kontrol diperoleh skor posttest 70,16.

3. Skripsi yang disusun oleh Sri Sugiyanti, Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah dengan judul “Peningkatan Kemampuan Berbicara Melalui Penerapan Teknik Cerita Berantai pada siswa kelas III MI At-Taubah Kapuk Jakarta Barat Tahun Pelajaran 2012/2013”. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan teknik cerita berantai aktivitas belajar siswa dapat meningkat baik kegiatan secara kelompok maupun kegiatan secara individu, terlihat dari hasil pengamatan aktivitas siswa bahwa pada siklus I respon siswa atau aktivitas siswa saat pembelajaran sebesar (25) dengan tingkat kriteria “cukup baik”. Sedangkan pada siklus II respon siswa atau aktivitas siswa saat pembelajaran sebesar (32) dengan tingkat kriteria “baik”.

Dari ketiga skripsi penelitian yang penulis dapatkan memiliki tujuan penelitian yang sama yaitu peningkatan dalam keterampilan berbicara, hanya saja ketiga penelitian tersebut memiliki cara atau metode yang berbeda-beda, pertama dengan teknik cerita berantai, yang kedua melalui metode SAS dan yang ketiga melalui muhadharah. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan penerapan metode permainan reka cerita gambar.


(45)

D. KERANGKA BERPIKIR

Metode merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode sangat diperlukan oleh guru, dengan penggunaan yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Menguasai metode mengajar merupakan keniscayaan, sebab seorang guru tidak akan dapat mengajar dengan baik apabila ia tidak menguasai metode secara tepat. Dengan diterapkannya metode permainan dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat dan antusiasme. Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan serta serius tapi santai. Permainan digunakan untuk penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak, dan dari jenuh menjadi semangat.

Usia anak tingkat sekolah dasar adalah masa dimana anak-anak masih memiliki rasa untuk bermain yang tinggi, mereka belum bisa untuk memfokuskan diri untuk belajar secara serius, belajar sambil bermain adalah metode yang cocok diterapkan untuk anak-anak tingkat sekolah dasar. Melalui bermain anak memperoleh pembatasan dan memahami kehidupan, bermain merupakan kegiatan yang memberikan kesenangan dan dilaksanakan untuk kegiatan itu sendiri yang lebih ditekankan pada proses daripada hasil yang diperoleh, kegiatan bermain dilaksanakan tidak serius dan fleksibel.

Keterampilan berbahasa mempunyai empat komponen,yaitu: keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca dan keterampilan menulis. Setiap keterampilan itu, berhubungan erat sekali dengan tiga keterampilan lainnya dengan cara yang beraneka ragam. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya.

Salah satu aspek keterampilan yaitu berbicara. Berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan bahasa setelah mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mampu untuk berbicara. Dalam situasi yang normal, orang melakukan kegiatan berbicara dengan motivasi ingin mengemukakan sesuatu kepada orang lain, atau karena ingin


(46)

memberikan reaksi terhadap sesuatu yang didengarnya. Dalam dunia pendidikan setiap pembelajaran harus diberikan metode-metode yang membuat siswa aktif di dalamnya.

Pada penelitian ini metode permainan diterapkan dengan reka cerita gambar, hal ini diharapkan dengan adanya media gambar sebagai media belajar dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk lebih berani dan lebih percaya diri untuk berbicara dan menyimak pembicaraan. Dengan penerapan metode permainan juga diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar bahasa Indonesia terutama dalam meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Metode ini dimulai dengan diberikannya kartu-kartu gambar kepada setiap siswa secara berkelompok untuk diamati isi dari cerita pada kartu-kartu tersebut. Setelah itu disampaikan secara lisan dihadapan teman-teman yang lain secara bergantian. Kegiatan ini diharapkan siswa saling berinteraksi dengan siswa lainnya, ataupun siswa dengan guru dan dapat mencapai ketuntasan belajar siswa khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia.

E. HIPOTESIS STATISTIKA

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan, maka dapat diajukan sebuah hipotesis tindakan sebagai berikut:

1. H1 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara metode permainan

skartu dan keterampilan berbicara atau H1 : ρ ≠ 0

2. H0 : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan antara metode

permainan kartu dan keterampilan berbicara atau H0 : ρ = 0


(47)

33 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Serpong 3 yang beralamat di Jl. Kantor Pos dan Giro Serpong, RT/RW 001/03 Kecamatan Serpong Kota Tangerang Selatan

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian. Penelitian ini diawali dengan pembuatan proposal pada bulan januari, lalu dilanjutkan dengan mengkaji teori dan menentukan instrumen, setelah itu

dilaksanakan penelitian pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015 di SD Negeri Serpong 3 Tangerang Selatan.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen, yaitu metode yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan secara penuh terhadap variable dan kondisi eksperimen.

Metode ini dipilih karena tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari suatu perlakuan (treatment), yaitu pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode permainan reka cerita gambar yang diterapkan pada kelompok eksperimen kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol yang melakukan

pembelajaran Bahasa Indonesia tanpa menggunakan metode permainan reka cerita gambar.

Design penelitian ini menggunakan Nonrandomized Pretest-Posttest Control Group Design. Desain penelitian ini melibatkan dua kelompok yang dibandingkan, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Sebelum proses belajar dimulai dua kelompok tersebut mendapatkan tes awal yang


(48)

sama. Setelah itu kelompok eksperimen mendapatkan perlakuan dengan menggunakan media gambar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia,

sedangkan kelompok kontrol menggunakan metode ceramah saja dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Setelah proses pembelajaran selesai masing-masing kelompok mendapatkan tes akhir yang sama.

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III SD Negeri Serpong 3 Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015.

Pada penelitian ini peneliti tidak menggunakan teknik pengambilan sampel, karena pada penelitian ini menggunakan penelitian populasi atau digunakannya semua populasi untuk diteliti. Dalam penelitian ini terdiri dari 2 kelompok, yaitu:

a Kelompok eksperimen, yaitu kelompok siswa yang mendapat pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode permainan reka cerita gambar.

b Kelompok kontrol, yaitu kelompok siswa yang mendapat pembelajaran Bahasa Indonesia tanpa menggunakan metode permainan reka cerita gambar.

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.

Dalam penelitian ini ada dua variabel yang terlibat, yaitu: 1. Variabel independen (variabel bebas)


(49)

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Variabel independen pada penelitian ini adalah kelompok eksperimen yang dalam proses pembelajaran mendapatkan perlakuan khusus dan kelompok kontrol yang dalam proses pembelajaran tidak mendapat perlakuan khusus.

2. Variabel dependen (variabel terikat)

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel independen. Variabel dependen pada penelitian ini adalah keterampilan berbicara siswa kelas III yang dinyatakan dalam bentuk skor hasil tes.

Desain Penelitian Eksperimen

kelas Treatment Tes

Eksperimen Metode Permainan (XE) Keterampilan Berbicara

Kontrol Konvensional (Xp) Keterampilan Berbicara

Keterangan:

XE : Kelas eksperimen

Kelas eksperimen adalah kelompok kelas yang mendapatkan perlakuan khusus dalam proses pembelajaran, yaitu dengan menggunakan metode permainan reka cerita gambar Xp : Kelas kontrol

Kelas kontrol adalah kelas yang dalam proses pembelajaran tidak mendapat perlakuan khusus, yaitu dengan menggunakan metode ceramah


(50)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah cara-cara memperoleh data yang dipergunakan untuk penelitian. Teknik pengumpulan data ini menggunakan instrumen tes dan non tes. Pengumpulan data dilakukan pada setiap aktivitas, situasi atau kejadian yang berkaitan dengan tindakan penelitian yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan penelitian.

1. Instrumen Tes

Tes merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan dalam rangka melaksanakan kegiatan pengukuran, yang di dalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik untuk mengukur aspek perilaku peserta didik.34 Sedangkan Adi Suryanto menyimpulkan bahwa tes merupakan alat ukur untuk memperoleh informasi hasil belajar siswa yang memerlukan jawaban benar atau salah.35

Adapun jenis tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes lisan, pemberian tes lisan dilakukan setelah proses pembelajaran berlangsung, tes lisan untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat mencapai tujuan program pembelajaran setelah mereka mengikuti program pembelajaran tersebut, atau untuk mengetahui hasil belajar setelah mereka mendapatkan perlakuan pembelajaran.

Kelebihan digunakannya tes lisan antara lain: (1) dapat mengetahui langsung kemampuan peserta didik dalam mengemukakan pendapatnya secara lisan (2) tidak perlu menyusun soal-soal secara terurai, tetapi cukup mencatat pokok-pokok permasalahannya saja (3) kemungkinan peserta didik akan menerka-nerka jawaban dan berspekulasi dapat

34

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.118

35

Adi Suryanto, Evaluasi Pembelajaran di SD, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), hlm.1.4


(51)

dihindari. Sedangkan kelemahannya adalah (1) memakan waktu yang cukup banyak, apalagi jika jumlah peserta didik banyak (2) sering muncul subjektivitas bilamana dalam suasana ujian lisan itu hanya ada seorang guru dan seorang peserta didik.36

Tes keterampilan berbicara ini dikategorikan sebagai tes subjektif. Dengan urutan dan bobot yang mungkin dirinci secara berbeda oleh orang yang berbeda serta kebutuhan yang mungkin berbeda pula, sasaran tes berbicara yang meliputi (a) relevansi dan kejelasan isi pesan, masalah atau topik, (b) kejelasan dan kerapian pengorganisasian isi, (c) penggunaan bahasa yang baik dan benar serta sesuai dengan isi, tujuan wacana, keadaan nyata termasuk pendengar.37

Pedoman Penilaian Keterampilan Berbicara NO.

UNSUR KEMAMPUAN

BERBICARA

RINCIAN KEMAMPUAN NILAI

1. Isi yang relevan Isi sesuai dan relevan dengan topik yang dimaksudkan untuk dibahas.

3

Isi kurang sesuai dan relevan dengan topik yang dimaksudkan untuk dibahas.

2

Isi tidak sesuai dan relevan dengan topik yang dimaksudkan untuk dibahas.

1

2. Organisasi yang sistematis

Ide disampaikan dengan sistematis 3 Ide disampaikan dengan kurang sistematis

2

Ide disampaikan dengan tidak 1

36

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009) hlm.149

37

M. Soenardi Djiwandono, Tes Bahasa: Pegangan Bagi Pengajar Bahasa, (PT. Indeks, 2011) hlm.55


(52)

sistematis 3. Penggunaan

bahasa yang baik dan benar

a. Susunan kalimat yang gramatikal

Kalimat yang digunakan sesuai dengan gramatikal

3

Kalimat yang digunakan kurang sesuai dengan gramatikal

2

Kalimat yang digunakan tidak sesuai dengan gramatikal

1

b. Pilihan kata yang tepat

Tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata

3

Kurang tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata

2

Tidak tepat dalam menggunakan diksi atau pilihan kata

1

c. Pelafalan yang jelas

Tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan

3

Kurang tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan

2

Tidak tepat dalam pelafalan diksi yang digunakan

1

d. Intonasi yang sesuai

Tepat dalam penggunaan intonasi 3 Kurang tepat dalam penggunaan intonasi

2

Tidak tepat dalam penggunaan intonasi

1

2. Instrumen Non Tes

Hasil belajar dapat berupa pengetahuan teoritis, keterampilan dan sikap. Pengetahuan teoritis dapat diukur dengan menggunakan teknik tes.


(53)

Keterampilan dapat diukur dengan menggunakan tes perbuatan, adapun perubahan sikap dan pertumbuhan anak dalam psikologi hanya dapat diukur dengan teknik non-tes.

Penelitian ini selain menggunakan instrumen tes juga menggunakan instrumen non tes, yaitu:

a Observasi

Observasi adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Nasution menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan.38 Pengolahan data hasil observasi sangat bergantung pada pedoman observasinya, terutama dalam mencatat hasil observasi. Observasi yang hasil pengamatannya diberi nilai atau disediakan skala nilai misalnya dengan huruf A, B, C, D, E atau dengan angka 4, 3, 2, 1 yang tersebut bermakna sebagai skala nilai.39

Observasi mempunyai beberapa karakteristik, antara lain (1) mempunyai arah dan tujuan yang jelas, hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan observasi tidak menyimpang dari permasalahan, (2) bersifat ilmiah, yaitu dilakukan secara sistematis, logis, kritis, objektif dan rasional, (3) terdapat berbagai aspek yang akan diobservasi dan (4) praktis penggunaannya.

b Dokumentasi

Dokumentasi dalam Kamus Bahasa Indonesia untuk Pendidikan Dasar adalah pengumpulan, pemilihan, pengolahan dan penyimpanan informasi atau pengumpulan bukti dan keterangan (seperti gambar, kutipan, guntingan koran dan bahan referensi

38

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012) hlm.310

39

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, cet. Ke-14, 2009) hlm. 132


(54)

lainnya).40 Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa LKS, dan daftar nilai siswa. Untuk memberikan gambaran secara konkrit mengenai kegiatan siswa dan menggambarkan suasana kelas ketika aktivitas belajar berlangsung digunakan dokumentasi foto.

F. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Sugiyono mengatakan jika instrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.41

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah tes berbicara. Berdasarkan hal itu maka validitas yang digunakan adalah pengujian validitas konstrak, sebuah tes dikatakan validitas konstruksi apabila butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang disebutkan dalam Tujuan Instruksional Khusus. Untuk menguji validitas berkonstruksi, dapat digunakan pendapat dari ahli (judgment exprets). Para ahli diminta pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun itu. Dalam hal ini, ahli yang diminta pendapatnya adalah dosen pembimbing penulisan skripsi yang telah ditentukan dari jurusan.

G. Teknik Analisis Data

Keabsahan suatu hasil penelitian sangat ditentukan oleh alat pengukur yang digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti, untuk itu alat pengukur perlu diuji. Pada penelitian ini, penulis akan menguji instrumen dengan menggunakan dua uji coba instrumen, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.

1. Uji Normalitas

40

Qonita Alya, Kamus Bahasa Indonesia untuk Pendidikan Dasar, (Jakarta: PT. Indah Jaya Adi Pratama,2011), hlm.168

41

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, cet. Ke-15, 2012) hlm.173


(55)

Uji normalitas adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya persebaran data yang akan dianalisis. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan rumus Kolmogorov Smirnov dan Shapiro Wilk yang dilakukan dengan kaidah Asymp Sig atau nilai p. Pada penelitian ini, uji normalitas dilakukan terhadap skor pretest dan posttest, baik pada kelompok eksperimen maupun pada kelompok kontrol. Proses perhitungan normalitas ini menggunakan bantuan komputer program SPSS. Interpretasi hasil uji normalitas dilakukan dengan melihat nilai sig. (2-tailed). Adapun interpretasi dari uji normalitasnya sebagai berikut:

− Jika nilai sig. (2-tailed) lebih besar dari tingkat alpha 5%

(sig.(2-tailed)>0,050), dapat disimpulkan bahwa data berasal dari populasi yang sebarannya berdistribusi normal.

− Jika nilai sig. (2-tailed) lebih kecil dari tingkat alpha 5%

(sig.(2-tailed)<0,050), dapat disimpulkan bahwa data tersebut menyimpang atau berdistribusi tidak normal.

2. Uji Homogenitas

Setelah kedua sampel penelitian dinyatakan berdistribusi normal, langkah selanjutnya adalah mencari nilai homogenitasnya. Uji homogenitasnya dimaksudkan untuk menguji terhadap kesamaan (homogenitas) beberapa bagian sampel, yakni seragam tidaknya varian sampel yang diambil dari populasi yang sama. Untuk menguji homogenitas varian tersebut perlu dilakukan uji statistik (test of homogeneity of variances) pada distribusi skor kelompok-kelompok yang bersangkutan. Uji homogenitas dilakukan pada skor hasil pretest dan posttest dengan ketentuan jika nilai signifikansi hitung lebih besar dari taraf signifikansi 0,05(5%) maka skor hasil tes tersebut tidak memiliki perbedaan varian atau homogen. Perhitungan homogenitas dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS dengan menggunakan uji ANOVA.


(56)

3. Pengujian Hipotesis

Setelah dilakukan pengujian populasi data dengan menggunakan uji normalitas data dan uji homogenitas, apabila data populasi

berdistribusi normal dan populasi data homogen, maka tahap selanjutnya adalah dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji-t. Uji-t ini digunakan untk menguji nilai rata-rata dari kedua kelompok tersebut memiliki perbedaan atau tidak. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan bantuan program SPSS untuk menghitung uji-t dengan uji

Independent Simples Test. Kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:

− Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima, artinya tidak terdapat

pengaruh yang signifikan antara keterampilan berbicara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

− Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak, terdapat pengaruh yang

signifikan antara keterampilan berbicara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

H. Hipotesis Statistika

Perumusan hipotesis merupakan langkah ketiga dalam penelitian, setelah peneliti mengemukakan landasan teori dan kerangka berpikir. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Adapun yang menjadi hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah: 3. H1 : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara metode permainan reka

cerita gambar dan keterampilan berbicara atau H1 : ρ≠ 0

4. H0 : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan antara metode

permainan reka cerita gambar dan keterampilan berbicara atau Ho : ρ = 0 ρ = nilai pengaruh dalam formulasi yang dihipotesiskan


(57)

43 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mencari pengaruh penggunaan metode permainan reka cerita gambar terhadap peningkatan keterampilan berbicara siswa kelas 3 SD Negeri Serpong 3 yang terletak di Jl. Kantor Pos dan Giro Serpong, RT/RW 001/03 Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini dilakukan pada dua kelas. Kelas IIIA berfungsi sebagai kelas eksperimen dan kelas IIIB berfungsi sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen merupakan kelas yang melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode permainan reka cerita gambar, sedangkan kelas kontrol adalah kelas yang melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional.

Penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali pertemuan. Adapun materi yang diberikan adalah pembelajaran dengan aspek berbicara. Dari hasil penelitian terlihat bahwa keterampilan berbicara siswa yang dilakukan dengan menggunakan metode permainan reka cerita gambar lebih meningkat dibandingkan dengan keterampilan berbicara siswa yang menggunakan metode konvensional.

Pada bab ini peneliti akan menjelaskan tentang hasil penelitian dan pengujian hipotesis. Namun sebelumnya peneliti akan menjelaskan gambaran singkat mengenai tempat penelitian, yaitu SD Negeri Sepong 3.

A. Profil Sekolah 1) Identitas Sekolah

Nama Sekolah : SD NEGERI SERPONG 3

Alamat Lengkap : Jl. Kantor Pos dan Giro Serpong, RT/RW 001/03 Kelurahan : Serpong

Kecamatan : Serpong

Kota : Tangerang Selatan Provinsi : Banten


(58)

2) Kepala Sekolah

Nama : Sarijo, S.Pd

NIP : 19570810 197804 1 002 Pangkat/Golongan : Pembina (IV/a)

Alamat : Jl. Roda Hias No. 82

Serpong – Tangerang Selatan RT/RW 008/02, Kecamatan Serpong Kota Tangerang Selatan

3) Keadaan Guru

Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, SD Negeri

Serpong 3 memiliki tenaga pengajar sebanyak enam belas orang guru dan satu kepala sekolah. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel

sebagai berikut:

Tabel 4.1

Keadaan Guru SD Negeri Serpong 3 Tahun Ajaran 2015/2016

No Nama L/P NIP Tugas

1 Sarijo, S.Pd L 195708101978041002 Kepala Sekolah 2 Juminem, S.Pd.SD P 196008031981092004 Guru Kelas 3 Darian, S.Pd.SD L 195804151981091003 Guru Kelas 4 M. Saepudin Hadijaya, S.Pd L 196411221988031001 Guru Penjas

5 Rosidah, S.Pd P - Guru Kelas

6 Siti Hindun P 196904252007012014 Guru Kelas 7 Lilis Zaetun Nisa, S.Pd P 197902222008012008 Guru Kelas 8 Latipah P 197207122008012008 Guru Kelas


(59)

9 Samsiah, S.Pd P 197809082011012001 Guru Kelas 10 Husniawati, S.Pd P 198802242014022001 Guru Kelas

11 Siti Nurlaela P - Guru Kelas

12 Japar Sidik L - Guru B.Inggris

13 Dinda Setiadi Rachman L - Guru Agama

14 Nia Kurniawati P - Guru Kelas

15 Annissofy Retia M P - Guru Kelas

16 Ayip Rughby L - TU

27 Saiman L - Guru BTQ

18 Umiyati P - Guru Kelas

19 Ahmad Fauzi L - IP.Kebersihan

20 Mardani L - Penjaga

4) Keadaan Siswa

Tabel 4.2

Keadaan Siswa SD Negeri Serpong 3 Tahun Pelajaran 2015/2016

KELAS LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH TOTAL

I A 24 16 40

78

I B 22 16 38

II A 19 27 46

87

II B 20 21 41

III A 11 16 27

57


(60)

IV A 23 19 42

83

IV B 20 21 41

V A 22 11 33

65

V B 18 14 32

VI A 19 14 33

65

VI B 20 12 32

TOTAL 233 202 435 435

5) Keadaan Sarana dan Prasarana

Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, SD Negeri Serpong 3 memiliki sarana dan prasarana sebagai berikut:

a) 8 unit ruang belajar

b) 1 unit rumah dinas Kepala Sekolah c) 1 unit ruang guru

d) 1 unit rumah penjaga e) 3 unit WC murid f) 2 unit WC guru

B. Deskripsi Data

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Serpong 3 kota Tangerang Selatan pada tahun ajaran 2015/2016, pada kelas III yaitu kelas A sebagai kelas eksperimen dan kelas B sebagai kelas kontrol. Pada kelas eksperimen mendapat perlakuan khusus yaitu pembelajaran dengan menggunakan metode permainan reka cerita gambar, sedangkan kelas kontrol mendapatkan pembelajaran dengan metode menceritakan kembali. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 54 orang, masing-masing kelas eksperimen dan kontrol berjumlah 27 siswa.

Materi pelajaran bahasa Indonesia yang diajarkan pada saat penelitian yaitu mengenai penilaian pada aspek berbicara. Peningkatan keterampilan berbicara siswa dapat diukur melalui tes akhir (posttest) yang telah dilakukan oleh


(61)

peneliti. Tes akhir (posttest) bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan metode permainan reka cerita gambar pada proses pembelajaran bahasa Indonesia di kelas 3 SD Negeri Serpong 3 Tangerang Selatan tahun ajaran 2015/2016. Hal-hal yang diperoleh dari penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Informasi Awal Kemampuan Siswa dalam Berbicara

Sebelum pelaksanaan tindakan dimulai, dilakukan pemberian pretest mengenai keterampilan berbicara siswa dalam bercerita. Khususnya bercerita pengalaman yang pernah dialami, dilihat dan didengar. Kegiatan pretest ini dilakukan pada tanggal 12 Agustus 2015. Data yang diperoleh adalah data keterampilan berbicara siswa dengan penyajian metode yang biasa diterapkan oleh guru yaitu metode menceritakan kembali.

Tabel 4.3

Daftar Nilai Pretest Keterampilan Berbicara Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

KELAS EKSPERIMEN KELAS KONTROL

No Nama Nilai Nama Nilai

1 X1 69 Y1 62

2 X2 69 Y2 50

3 X3 58 Y3 62

4 X4 50 Y4 50

5 X5 58 Y5 68

6 X6 50 Y6 58

7 X7 64 Y7 64

8 X8 69 Y8 68

9 X9 58 Y9 75

10 X10 69 Y10 58

11 X11 64 Y11 75


(62)

13 X13 69 Y13 64

14 X14 75 Y14 58

15 X15 58 Y15 64

16 X16 64 Y16 50

17 X17 75 Y17 58

18 X18 64 Y18 68

19 X19 58 Y19 64

20 X20 64 Y20 64

21 X21 58 Y21 58

22 X22 64 Y22 68

23 X23 82 Y23 64

24 X24 58 Y24 58

25 X25 75 Y25 75

26 X26 69 Y26 62

27 X27 58 Y27 50

Jumlah 1733 Jumlah 1673

Rata-rata 64,19 Rata-rata 61,96

Setelah didapat hasil pretest dari kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol maka peneliti mulai memberikan perlakuan (treatment)

yaitu pembelajaran dengan menggunakan metode permainan reka cerita gambar.

2. Informasi Kegiatan Siswa Setelah Diberikannya Perlakuan a Pembelajaran pada Kelas Kontrol

1) Pertemuan Ke-1

Pada pertemuan ke-1 yang dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 2015 di kelas kontrol peneliti masih menerapkan proses pembelajaran dengan metode yang biasa diterapkan oleh guru yaitu metode menceritakan kembali. Proses pembelajaran diawali dengan kegiatan awal


(63)

seperti mempersiapkan siswa untuk belajar, berdoa, mengabsen, memberikan motivasi dan menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini.

Setelah itu pada kegiatan inti peneliti memulai pembelajaran dengan mengajak siswa untuk membaca wacana mengenai petunjuk pembuatan sebuah benda yaitu pembuatan baling-baling bambu. Siswa diarahkan untuk memahami dengan jelas wacana yang telah dibacanya untuk diceritakan kembali didepan kelas. Dengan dilakukannya penerapan metode menceritakan kembali membuat siswa mengalami kesulitan untuk berbicara di depan kelas, yaitu siswa merasa gugup dan kesulitan untuk menjelaskannya tanpa bantuan media.

2) Pertemuan Ke-2

Pada pertemuan ke-2 yang dilaksanakan pada tanggal 21 Agustus 2015 di kelas kontrol peneliti masih menerapkan proses pembelajaran dengan metode yang biasa diterapkan oleh guru yaitu metode bercerita. Proses pembelajaran diawali dengan kegiatan awal seperti mempersiapkan siswa untuk belajar, berdoa, mengabsen, memberikan motivasi dan menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini.

Setelah itu pada kegiatan inti peneliti memulai pembelajaran dengan mengajak siswa untuk membaca wacana mengenai kegiatan sehari-hari. Setelah itu peneliti mengarahkan siswa untuk mengingat kegiatan sehari-hari yang pernah dilakukannya. Lalu menyiapkan diri untuk menceritakan hasilnya di depan kelas. Dengan metode bercerita ini siswa mengalami kebingungan untuk memulai ceritanya, dan mengalami kesulitan untuk menceritakan secara detail kegiatan sehari-hari yang pernah dilakukannya.

b Pembelajaran pada Kelas Eksperimen 1) Pertemuan Ke-1

Pada pertemuan ke-1 yang dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 2015 di kelas eksperimen peneliti mulai menerapkan proses pembelajaran dengan menggunakan metode permainan reka cerita gambar. Proses


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Peningkatan keterampilan menulis karangan dengan penerapan metode permainan susun gambar dalam pelajaran bahasa Indonesia siswa kelas III SD Muhammadiyah 12 Pamulang Tangerang Selatan

3 24 93

Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan dengan Penerapan Metode Permainan Susun Gambar Dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas III SD Muhammadiyah 12 Pamulang Tangerang Selatan

0 8 93

Pengaruh Metode Simulasi Terhadap Keterampilan Menulis Cerita Pendek Siswa Kelas VII MTs. Negeri Jakarta Selatan

1 6 89

PENERAPAN METODE CERITA BERANTAI DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA Penerapan Metode Cerita Berantai Dalam Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas Iv Sd Negeri Semawung I Tahun Pelajaran

0 2 15

PENGARUH METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) DAN TEKNIK REKA CERITA GAMBAR TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS PENGARUH METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) DAN TEKNIK REKA CERITA GAMBAR TERHADAP KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN KELAS III SDN GIRITIRTO II WONOGIRI.

0 0 15

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS IV MELALUI PERMAINAN CERITA BERANTAI DI SD NEGERI Upaya Peningkatan Kemampuan Berbicara Siswa Kelas IV Melalui Permainan Cerita Berantai di SD Negeri Brojol I Kecamaatan Miri Kabupaten Sragen.

0 0 15

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN REKA CERITA GAMBAR (Penelitian Tindakan Kelas pada siswa kelas III SD Negeri 03 Tunggulrejo Kecamatan Jumantono kabupaten Karanganyar Tahun Pelajaran 2010/2011).

0 0 15

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI TEKNIK CERITA BERANTAI SISWA KELAS IV SD NEGERI 3 KALIORI BANYUMAS.

18 87 198

LPSE Kota Tangerang Selatan Serpong

0 0 2

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA MENGGUNAKAN METODE LATIHAN BERBICARA DI KELAS III

0 0 7