dan sebagai salah satu syarat untuk menyalesaikan program studi S1 di fakultas
Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta. 1.5. Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya
1.5.1 Telaah Pustaka
Irigasi secara umum didefinisikan sebagai : penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Meskipun
demikian, suatu definisi yang lebih umum dan termasuk sebagai irigasi adalah penggunaan air pada tanah untuk keperluan sebagai berikut:
1. Menambah air kedalam tanah untuk menyediakan cairan yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.
2. Untuk menyediakan jaminan panen pada saat musim kemarau yang pendek. 3. Untuk mendinginkan tanah dan atmosfer, sehingga menimbulkan
lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman. 4. Untuk mengurangi bahaya pembekuan.
5. Mencuci dan mengurangi garam dalam tanah. 6. Mengurangi bahaya erosi tanah.
7. Melunakkan pembajakaan tanah dan gumpalan tanah. 8. Memperlambat pembekuan tunas dengan pendinginan karena penguapan.
Endang Pipin Tacchyan, 1992 Dalam irigasi analisis fisik menyangkut ketersediaan air merupakan hal penting.
Ketersediaan air dari bendung merupakan rangkaian nilai yang bersifat probabilistik. Akibat data aliran yang terbatas maka diperlukan analisis probabilistik aliran secara
tidak langsung yaitu berdasarkan data hujan Sudjarwadi, 1987. Perhitungan kebutuhan air irigasi menurut Arsyad 1989, menetapkan
berdasarkan keseimbangan air pada petak sawah. Langkah pertama adalah penetapan besarnya evapotranpirasi pemakain air konsumtif dari jenis tanaman, kemudian
ditetapkan curah hujan efektif dari curah hujan daerah setempat. Untuk menentukan besarnya air irigasi yang dimasukkan ke petak sawah harus ditentukan dalamnya
penggenangan yang akan diberikan dan besarnya perkolasi. Sedangkan pada saat pengolahan sawah harus dihitung besarnya air yang diperlukan untuk
penjenuhanpelumpuran tanah. Konsultan dari MEDECO menyarankan, kebutuhan air untuk pengolahan tanah adalah 200 mmh, sedangkan kebutuhan air untuk
pertumbuhan apabila dipandang dari segi efisiensi penggunan air maka penggenangan 2,5 cm adalah yang terbaik namun mengingat topografi dan fluktuasi debit yang
berbeda-beda maka untuk menghindari adanya keadaan kekeringan karena adanya giliran pemberian air akibat penurunan, maka penggenangan 5 cm dan 7,5 cm lebih
banyak disarankan untuk pengairan Prosida, 1976 dalam Sumbul S. Depari, 1978. Pada hakekatnya penggunaan air yang berlebihan pada suatu areal irigasi akan
mengakibatkan kekurangan air di areal yang lain pada satu daerah irigasi pada saat yang sama. Luas areal yang dapat dilayani tergantung pada faktor efisiensi irigasi.
Efisiensi akan berkurang dengan adanya kehilangan air. Kehilangan air tersebut dapat berupa penguapan air di saluran, rembesan bahkan diambil orang untuk kepeluan
rumah tangga. Apabila kehilangan air cukup besar, nilai efisiensi menjadi rendah. Hal lainnya adalah terjadi kesalahan operasi. Ini berarti pembagian air tidak merata
sehingga luas areal yang nyata terlayani tidak sesuai dengan rencana\hitungan Sudjarwadi, 1990.
Pada daerah irigasi yang tanaman padi merupakan tanaman pertanian utama, pada umumnya pemberian air terus-menerus dari suatu debit air, misalnya 1,5 liter per
detik per ha antar tanggal-tanggal tertentu. Pergiliran adalah usaha langsung untuk mendistribusikan air secara merata untuk seluruh areal disepanjang suatu saluran.
Karena air yang tersedia dalam suatu daerah irigasi bendungan jarang mencukupi untuk mengairi seluruh areal irigasi, maka tiap tahun ditetapkan prioritas dalam
penggunaan air Pasandaran, 1984 Abdul Sobur 1984 Dalam tulisannya yang berjudul “Beberapa Masalah
Hidrologi di Daerah Pesisir” yang disampaikan pada seminar hidrologi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada mengungkapkan tentang problema umum yang
dihadapi dalam masalah hidrologi di daerah pesisir Indonesia salah satu masalah tersebut berupa penyusupan air laut. Penyusupan air laut ini pada daerah pesisir
dengan daerah aliran sungai yang luas akan membentuk taji salt wedge pada dasar sungai. Hal ini terjadi karena debit sungai cukup kuat mengimbangi arus pasang surut
dimuara sungai. Dalam kajian kualitas air, tidak dapat dilepaskan pembicaraan tentang
karakteristik air yang meliputi : 1. Sifat fisik air.
Karakteristik air dikenal dalam tiga fase yaitu : fase gas, fase cair, fase padat. Dari sifat fisik air tersebut dapat dikemukakan seperti: suhu, rasa dan bau, warna,
kekeruhan, solid, konduktifitas. 2. Sifat kimia air.
Sifat kimia yang penting untuk menentukan kualitas air irigasi adalah : a. keseluruhan jumlah kadar garam larut.
b. perbandingan sodium dengan unsur lainnya. c. kadar ion beracun khusus seperti borax, dan dalam kondsi yang sama,
konsentrasi bikarbonat dalam hubungannya dengan konsentrasi kalsium plus magnesium U.N Mahida,1986.
Cara air asin dapat bercampur dengan air permukaan di daerah pantai menurut Soemarto 1987, yaitu :
1. Rembesan air tanah payau ke daerah rendah. Di daerah delta pembentukan tanah dasarnya ditandai oleh lapisan tiris yang
terdiri atas pasir dan kerikil, sebagian besar termasuk plistocene. Lapisan tersebut ditutupi dengan formasi semi impervios yang terdiri atas lempung, loam atau gambut.
Lapisan tirisnya berada di atas dasar impervious yang terdiri atas batuan dasar atau lempung padat. Kadang-kadang dalam akuifer ditemukan interkalasi lapisan semi
impervious. Adanya perbedaan tinggi muka air menyebabkan aliran muka air tanah. Karena
air tanah tersebut payau atau bahkan asin, maka terdapat sejumlah garam yang terbawa ke permukaan tanah. Air tanah payau tersebut berasal dari periode waktu
trasgresinya laut ke daratan selama terjadinya endapan plistocene. 2.Difusi garam pada tanah asin saline soil
Jika air tawar dengan konsentrasi
c
, berada diatas tanah asin yang mengandung air pori berkonsentrasi
, maka ion-ionnya akan bergerak ke atas karena pengaruh gradient konsentrasi.
o
c
1
3. Kadar garam dalam air sungai. Beberapa sungai mengalirkan garam jumlah yang cukup besar yang disebabkan
oleh : 1. Salinitas alami komponen air tanah dari aliran sungai.
2. Aliran balik dari daerah irigasi di sebelah hulu. 3. Pembuangan sisa rumah tangga.
4. Pembuangan sisa air industri. Menurut U.N Mahida 1986, kecocokan air untuk irigasi tergantung pada kadar
endapan dan unsur-unsur garam didalamnya. Sifat fisik endapan serta kadar kimia zat- zat yang terdapat di dalam endapan, akan mempengaruhi tanah pertanian dan dapat
menghambat pertumbuhan tanaman. Hal ini tergantung pada ciri khas tanah yang akan diberi air irigasi, misalnya pada tanah yang mengandung pasir dengan kapasitas
menahan air yang rendah dan kadar penyuburan yang rendah akan mengalami penimbunan yang lambat, begitu pula sebaliknya pada tanah yang mempunyai
kapasitas menahan air yang tinggi akan mengalami penimbunan endapan yang tinggi. Hal ini akan membahayakan karena penimbunan dapat mengurangi daya serap tanah
terhadap air. Proses standar untuk menilai kadar garam dalam air irigasi digunakan metode
penggunaan daya hantar listrik dari sampel air yang diambil, karena penilaian tentang akibat dari salinitas berdasarkan ukuran daya hantar listrik memberikan perkiraan
yang lebih baik mengenai tekanan osmotik yang dihasilkan oleh kadar garam yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman akibat berkurangnya jumlah air yang
diserap oleh akar tanaman, sebagaimana seperti tabel 1 berikut : Tabel 1.1. Kecocokan air irigasi sehubungan daya hantar listrik
Kelas Daya konduksi
Kecocokan untuk irigasi 1
Di bawah 250 Seluruhnya aman.
2 250 – 750
μ mho bergaram sedang
Secara praktis aman di bawah semua kondisi.
3 750 – 2250
μ mho salinitas medium sampai
tinggi Aman dengan tanah yang
dapat menyerap air dan pelepasan garam saecara
moderat.
4 2250 – 4000
μ mho salinitas tinggi
Dipergunakan pada tanah yang mempunyai daya serap
air yang baik dengan pelepasan secara khusus untuk
tanaman yang toleran terhadap garam.
5 4000 – 6000
μ mho salinitas cukup tinggi
Di pergunakan hanya pada tanah yang berdaya serap air
tinggi sekali dengan pelepasan garam yang sering untuk
tanaman yang sangat tolera
terhadap garam. 6
Di atas 6000 μ mho
salinitas berlebihan Airnya tidak cocok sama
sekali untuk irigasi. sumber : U.N Mahida, 1986
Dari tabel I dapat disimpulkan bahwa air dengan daya konduksi dibawah 250 μ
mhocm merupakan air yang sangat baik untuk irigasi. Air dalam batas antara 250 sampai 750
μ mhocm baik untuk pertumbuhan tanaman pada semua jenis tanah. Air dalam batas antara 750 sampai 2250
μ mhocm apabila digunakan pada tanah dengan penyerapan yang baik dan pelepasan garam secara moderat dapat memberikan
pertumbuhan tanaman yang memuaskan, hampir semua air irigasi yang digunakan mempunyai daya konduksi dibawah 2250
μ mhocm. Air dalam batas antara 2250 sampai 4000
μ mhocm merupakan air dengan salinitas tinggi, air ini dapat digunakan pada tanah dengan daya srap air yang baik dengan pelepasan garam secara khusus dan
tanaman yang tahan terhadap garam. Air dalam batas 4000 sampai 6000 μmhocm
merupakan air dengan salinitas sangat tinggi, dipergunakan pada tanah yang mempunyai daya serap air yang sangat tinggi dengan pelepasan garam sesering
mungkin dan pada tanaman yang sangat tahan terhadap garam. Air diatas 6000 μmhocm tidak cocok apabila digunakan untuk irigasi U.N Mahida, 1986.
1.5.2 Penelitian Sebelumnya