PENDAHULUAN TANGGUNGJAWAB PERUSAHAAN JASA PENGANGKUTAN DALAM PENGIRIMAN BARANG Tanggungjawab Perusahaan Jasa Pengangkutan Dalam Pengiriman Barang (Studi Di Surakarta).
5 Penelitian ini membutuhkan dua jenis data yang berasal dari dua sumber
yang berbeda, yaitu: a Data Primer, yaitu data-data yang berupa keterangan- keterangan yang berasal dari pihak-pihak yang terlibat dengan obyek yang diteliti,
yang dimaksudkan untuk dapat lebih memahami maksud dan arti dari data sekunder yang ada. Data juga berasal dari referensi buku yang berkaitan dengan
penelitian ini; dan b Data Sekunder, yakni data yang berasal dari bahan-bahan pustaka, yang meliputi: 1 Pasal 16,27,30,31 Undang-undang Nomor 38 Tahun
2009; 2 Kitab Undang-undang Hukum Dagang KUHD; 3 Kitab Undang- undang Hukum Perdata KUHPerdata; dan 4 Undang-undang RI Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Sedangkan metode pengumpulan data dengan studi kepustakaan dan wawancara.
Data yang telah terkumpul dan telah diolah akan dibahas dengan menggunakan metode normatif kualitatif, yakni suatu pembahasan yang
dilakukan dengan cara menafsirkan dan mendiskusikan data-data yang telah diperoleh dan diolah, berdasarkan dengan norma-norma hukum, doktrin-
doktrin hukum dan teori hukum yang ada. 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1.
Hubungan Hukum Pengirim dengan Perusahaan Jasa Pengangkutan Barang
Pada umumnya, suatu perjanjian dinamakan juga sebagai suatu persetujuan, oleh karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat
dikatakan bahwa antara perjanjian dan persetujuan itu adalah sama artinya. Dimana persetujuan atau yang dinamakan Overeenkomsten
yaitu “suatu kata sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai harta benda kekayaan mereka, yang
bertujuan mengikat kedua belah pihak”.
2
Pasal 1313 KUHPerdata dikemukakan bahwa “suatu persetujuan adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Begitu juga kegiatan pengriman barangpaket yang dilakukan oleh P.T.Pos Indonesia, JNE maupun Lion Cargo melibatkan beberapa pihak yang terlibat,
yaitu : Pihak PT. Pos Indonesia, JNE dan Lion Cargo sendiri sebagai Perusahaan Jasanya, Pihak Pengirim Barang, Pihak Pengangkut dan Pihak Asuransi. Dalam
kegiatan pengiriman barangpaket ini PT. Pos, JNE dan Lion Cargo mengadakan hubungan hukum yang berupa perjanjian dengan pihak-pihak
2
Wirjono Prodjodikoro,1981. Hukum Perdata tentang Persetujuan Tertentu, Bandung: Sumur, hal. 11.
6 tersebut. Perjanjian-perjanjian tersebut meliputi PT.Pos, JNE dan Lion Cargo
dengan Pihak Pengirim BarangPaket. Hubungan hukum antara Pengirim BarangPaket dengan PT Pos
Indonesia, JNE dan Lion Cargo merupakan hubungan hukum perjanjian dan mulai berlaku pada saat barangpaket diterima oleh karyawan PT. Pos, JNE dan
Lion Cargo dan pengirim barang telah menanda tangani blangkoresi yang sudah disediakan oleh pihak perusahaan jasa pengangkutan serta telah membayar
ongkos kirim barang . Dengan peristiwa inilah Pihak P.T. Pos, JNE maupun Lion Crago mengikatkan diri untuk mengantarkan barangpaket milik pihak
pengirim, sedangkan pihak pengirim mengikatkan diri dengan membayar ongkos yang disebut dengan tarif yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Purwo
Sutjipto, 1995: 84. Perjanjian antara Pengirim barangpaket dengan PT Pos Indonesia, JNE serta Lion Cargo adalah merupakan Perjanjian Timbal Balik
yang bentuknya Baku dikarenakan isi perjanjian tersebut telah ditulis didalam blankoresi. Sedangkan besar kecilnya tarif adalah berdasarkan pada jenis
angkutan yang dipilih dari produk jasa yang ditawarkan, jarak serta berat barang paket yang dikirim tersebut.
Selain itu, Perjanjian antara Pihak Pengirim Barang dengan Pihak PT.Pos Indonesia, JNE maupun Lion Cargo bersifat Hukum Rangkap, yaitu pelayanan
berkala sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1601 KUHPerdata dimana hubungan hukum antara Pengirim barangpaket dengan PT.Pos Indonesia, JNE
maupun Lion Cargo tidak bersifat tetap, tetapi berkala saja yaitu apabila pihak pengirim membutuhkan jasa untuk mengirimkan barangpaket maka dia akan
datang ke kantor Pos,JNE maupun Lion Cargo untuk mengadakan perjanjian dengan P.T.Pos Indonesia, JNE maupun Lion Cargo.
Dapatlah dikonstruksikan bahwa antara Pengirim Barang dan P.T. Pos Indonesia, JNE dan Lion Cargo merupakan suatu perjanjian Pemberian Kuasa
yang diatur dalam Pasal 1792 dan Pasal 1795 KUHPerdata yang mengatur perjanjian pemberian kuasa,dimana pihak pengirim barangpaket memberikan
kuasa kepada P.T.Pos Indonesia, JNE maupun Lion Cargo untuk menyediakan jasanya agar barangpaket yang dikirim tersebut bisa sampai ketempat tujuan
dengan baik. Disimpulkan bahwa kedudukan PT Pos Indonesia, JNE dalam prakteknya
juga sebagai penerima kuasa dari pihak pengirim barang untuk mengadakan perjanjian pertanggungan dengan perusahaan asuransi. Pendapat penulis
sehubungan dengan adanya Perjanjian BakuPerjanjian Timbal Balik ditulis di
7 blanko atau resi pengiriman. Menurut penulis bahwa dalam perjanjian timbal
balik tersebut sebenarnya pihak pengirim barang kedudukannya lebih lemah, hal tersebut dikarenakan walaupun didalam blanko tersebut telah memuat klausule
tentang hak dan kewajiban para pihak. Namun pihak pengirim barang tidak bisa menolak apa yang telah tertulis didalam klausule tersebut. Pihak pengirim barang
tinggal menyetujui saja apa yang terdapat didalam blankoresi tanpa bisa komplin atas klausule tersebut, walaupun hal tersebut bukan bertentangan
dengan peraturan perjanjian dikarenakan pihak pengirim barang sudah menyatakan sepakat dengan ditanda tanganinya blankoresi sebagai bukti
pengiriman tersebut. Lain dari pada itu pihak pengirim barang jarang yang memperhatikan apa yang diperjanjikan yang tertulis dalam blanko tersebut.
Pada perjanjian antara P.T. Pos Indonesia, JNE dan Lion Cargo dengan Maka hubungan hukum antara Pihak Pengirim Barang dan Pihak Perusahaan
Jasa Pengangkutan merupakan suatu Hubungan Hukum Perjanjian dan didalam kenyataannya melibatkan beberapa pihak yaitu: a Perjanjian antara Pengirim
Barang dengan PT Pos Indonesia, JNE maupun Lion Cargo; b Perjanjian antara P.T. Pos Indonesia, JNE, Lion Cargo dengan Pihak Pengangkut; dan
c Perjanjian antara PT Pos dengan, JNE, dengan pihak Perusahaan Asuransi. Sebagai contoh pembahasan mengenai isu dominasi jalur pengiriman,
mengambil perdagangan Timur Jauh – Afrika Selatan. Dimana penelitian
tersebut memiliki dua tujuan: pertama, mengumpulkan tarif pengangkutan laut untuk perdagangan dalam kaitannya dengan Afrika Selatan SA untuk
memahami kecenderungan umum penetapan harga oleh jalur pelayaran dan kapasitas kapal pada rute SA; dan 2 Untuk memeriksa apakah bukti dapat
ditemukan pada dominasi potensial jalur pelayaran pada rute perdagangan SA dari Timur Jauh FE. Untuk mencapai dua tujuan ini, penelitian ini
mengumpulkan tingkat pengangkutan dari jalur pelayaran utama yang melayani rute pelabuhan utama Asia ke pelabuhan SA dan membandingkan biaya operasi
antara jalur pelayaran yang berbeda dengan cara menganalisis kapasitas dan jenis kapal kontainer yang ditempatkan pada FE-SA rute perdagangan.
3
Sementara itu, di Korea Selatan dan seluruh dunia, peran pengirim barang semakin penting karena terkait dalam simpul transportasi. Manajemen yang
efektif penting bagi pengirim ini dan harus ditargetkan untuk membeli negosiasi dengan operator. Penelitian ini memberikan sejumlah kontribusi teoritis untuk
3
Chen Tao and Paul Tae- Woo Lee. 2013. “Shipping Line Dominance and Fright Rate
Practices on Trade Routes: The Case of the Far East- South Africa Tarade”. Journal of Shipping and
Transport Logistics . Vol. 5. No. 2.