Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan)

(1)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

ASPEK HUKUM PERJANJIAN KREDIT USAHA KECIL

(KUK) BANK DENGAN JAMINAN FIDUSIA

(Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2 0 0 8

SISKA YOLANDA T

NIM : 040200192


(2)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

ASPEK HUKUM PERJANJIAN KREDIT USAHA KECIL (KUK) BANK BRI UNIT MELATI MEDAN DENGAN

JAMINAN FIDUSIA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Syarat – syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Universitas Sumatera Utara

Diketahui Oleh

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

(Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS) NIP 131 764 556

Pembimbing I Pembimbing II

(Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS) (M. Hayat, SH)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis haturkan Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan berkat yang dilimpahkannya sehingga penulis dapat memulai, menjalani dan mengakhiri masa serta dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Adapun skripsi ini berjudul “ASPEK HUKUM PERJANJIAN KREDIT USAHA KECIL (KUK) BANK BRI DENGAN JAMINAN FIDUSIA” yang merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

Bahwa penulis menyadiri skripsi ini sangat jauh dari sempurna, karena itu penulis dengan terbuka menerima saran dan kritik positif dari pembaca sehingga skripsi ini dapat lebih baik dan bermanfaat bagi yang membacanya.

Pada kesempatan ini, dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.MH, sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS, sebagai Ketua Departemen Hukum Keperdataan, sekaligus sebagai Pembimbing I yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak M. Hayat SH, M.Hum, sebagai Pembimbing II yang telah banyak memberi bimbingan dan nasehat dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen yang lainnya yang telah banyak berjasa dalam membimbing penulis selama perkuliahan.


(4)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

6. Segala hormat dan terima kasih khusus penulis ucapkan kepada Ayahanda Ir. M. Tarigan dan Ibunda S. Sembiring atas kasih sayang yang berlimpah, dukungan dan doanya yang tak pernah habisnya.

7. Terima kasih buat Suamiku yang telah sabar atas menemani dan mendukunganku serta doa dan kasih sayangnya.

8. Juga buat dukungan dan doa yang tulus dari Abang dan Adek-Adekku, Bang Martin, Adikku Roni dan Andi beserta seluruh keluarga Tarigan dan Sembiring.

9. Terima Kasih buat orang yang telah banyak membantu, menemani dan mendukungku dalam mengerjakan skripsi ini dan menungguiku pada saat meja hijauku, serta sahabat terbaikku Endame dan Deassy “Mamy” dan juga Bona.

10.Terima kasih buat teman-teman SMUku buat dukungan dan doanya. 11.Serta seluruh teman-teman di Fakultas Huku m USU Medan.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat dan berkatnya bagi kita semua.

Semoga skripsi ini bermanfaat. Terima Kasih.

Medan, Juli 2008 Penulis,


(5)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT USAHA KECIL ... 13

A. Pengertian Kredit Usaha Kecil ... 13

B. Dasar-Dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil ... 19

C. Tujuan Dan Fungsi Kredit Usaha Kecil ... 28

D. Prosedur Pemberian Dalam Kredit Usaha Kecil ... 38

BAB III : PERJANJIAN KREDIT DALAM JAMINAN FIDUSIA ... 45

A. Pengertian Jaminan Fidusia ... 45

B. Objek Jaminan Fidusia ... 48

C. Asas-Asas Dalam Jaminan Fidusia ... 50


(6)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

E. Pendaftaran Jaminan Fidusia ... 59

BAB IV : ASPEK HUKUM PERJANJIAN KREDIT USAHA KECIL (KUK) BANK BRI TENTANG UNIT MELATI MEDAN DENGAN JAMINAN FIDUSIA ... 64

A. Bagaimana Penyelesaian Kelalaian Debitur Mengenai Hak dan Kewajibannya dalam Kredit Usaha Kecil ... 64

B. Perlindungan Hukum terhadap Bank dalam Kedit Usaha kecil ... 72

C. Berakhirnya Perjanjian Kredit Usaha Kecil... 76

D. Penyelesaian kredit Macet pada kredit Usaha Kecil di Bank BRI Unit Melati Medan ... 79

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86 DAFTAR PUSTAKA


(7)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semakin majunya pertumbuhan ekonomi Nasional dilapisan masyarakat, Perlu adanya perhatian yang lebih terhadap usaha kecil untuk meningkatkan taraf hidup Masyarakat Kecil baik materiil maupun spiritual. Sehubung dengan itu, Garis Konsep Kerangka Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1998 yang disusun dengan sistematika sama dengan GBHN 1993 dalam amanatnya menyatakan bahwa adalah kemasmpuan dan peranan usaha kecil dan koperasi terus dikembangkan dengan menyediakan kemudahan dalam melakukan investasi, memperoleh permodalan dan sumber pembiayaan lainnya.

Untuk mewujudkan amanat yang disebutkan GBHN 1998. Pemerintah telah melaksanakan berbagai kebijaksanaan dalam upaya mendorong dan membantu usaha kecil menjadi usaha yang tangguh (kuat) dan mandiri, yaitu suatu usaha yang memiliki daya asing yang tinggi dan memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan bertumpu pada kepercayaan dan kemampuan sendiri.

Bank sebagai lembaga kepercayaaan adalah maksud dan tujuan, serta dasar dan sifat utama dari Lembaga Perbankan. Dalam Undang–Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan


(8)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan) pasal 1 ayat 2 menyatakan:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat.”

Dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi Bank dalam sistem hukum perbankan di Indonesia sebagai intermediary bagi masyarakat yang surplus dana dan masyarakat yang kekurangan dana. Penghimpunan dana masyarakat yang dilakukan oleh bank berdasarkan pasal tersebut dinamakan “simpanan”, sedangkan pemyalurannya kembali dari bank kepada masyarakat dinamakan “kredit”.

Pengertian kredit ini tertuang dalam Pasal 1 butir 12 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992, yang berbunyi :

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pin jam – meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.”

Pembinaan dan pengembangan usaha kecil sudah mulai dilakukan Pemerintah sejak masa Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT I). Dalam bidang permodalan, Pemerintah telah banyak memberi bantuan yang cukup berarti terutama dalam penyaluran berbagai jenis kredit yang khusus diberikan kepada pengusaha kecil di seluruh Indonesia. Dalam rangka mendukung pengembangan Usaha Kecil, maka sebagian kredit yang diberikan oleh stiap Bank disediakan bagi Usaha Kecil. Hal ini sesuai dengan amanat GBHN yang menyebutkan bahwa pembinaan terhadap Usaha Kecil dan koperasi


(9)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam setiap penetapan kebijaksanaan.

Dalam penyempurnaan program kearah terjaminnya penyediaan dana bagi Usaha Kecil dan kegiatan koperasi yang produktif, maka perlu didukung oleh semua Bank melalui penyediaan kredit sebesar 20% dari jumlah pemberian kredit setiap Bank yang dibiayai dari dana Bank tersebut. Pemberian kepada usaha kecil atau yang lebih sering disebut Kredit Usaha Kecil (KUK) akan diperhitungkan dalam penilaian tingkat kesehatan Bank yang bersangkutan, apabila terlaksana secara efektif.

Pengertian Usaha Kecil diatur dalam berbagai ketentuan, antara lain Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaka Kecil; Kepmen BUMN Nomor KEP – 236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, yang pada intinya sama; Kepmen Keuangan RI Nomor 40/KMK.06/2003 tentang Pendanaan Kredit Usaha mikro atau Kecil.

Kredit Usaha Kecil adalah kredit yang diberikan kepada usaha yang memenuhi kriteria usaha kecil.1

Kredit yang diberikan oleh Bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya Bank harus memperhatikan asas–asas perkreditan yang sehat diantaranya perjanjian kredit yang dilakukan dengan surat perjanjian tertulis. Untuk mengurangi resiko kerugian dalam pemberian kredit, maka diperlukan

1

Try Widiyono, S.H., M.H., Sp.N, Aspek HUkum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di


(10)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan diperjanjikan.

Sementara itu jaminan menurut Gatot Supramono adalah suatu perikatan antara kreditur dengan debitur, dimana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan hutang menurut ketentuan yang berlaku, apabila dalam jangka waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang si debitur.2

1. Dari sumber dapat dibedakan :

Dari pendapat di atas, dapat diartikan bahwa pemberian jaminan dari debitur kepada kreditur menimbulkan perikatan, dimana debitur memperjanjian sejumlah hartanya sebagai jaminan utang menurut Undang-Undang yang berlaku, apabila debitur wanprestasi dalam pembayaran utangnya. Hukum jaminan dibedakan atas :

a. Jaminan yang bersumber dari Undang-Undang.

b. Jaminan yang bersumber dari perjanjian, yaitu credietverband, gadai, fidusia, penanggungan.

2. Dari objeknya, dapat dibedakan :

a. Jaminan perorangan ( persoonlijke en zekerheid )

Jaminan Perorangan adalah jaminan seorang pihak ke – 3 yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban si Debitur. Oleh karena itu tuntutan Kreditur terhadap seorang penjamin tidak diberikan suatu “privilege” atau kedudukan istimewa dibandingkan atas tuntutan – tuntutan Kredutur lainnya maka

2

Gatot, Supramono, Perbankan Dan MAsalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta : Djambatan, 1995, hal 56.


(11)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

jaminan perorangan ini tidak banyak di praktekkan dalam dunia Perbankan.

b. Jaminan Kebendaan ( persoonlijke enzakelijke zakeenlijke ) Jaminan kebendaan adalah jaminan yang dilakukan untuk Kreditur dengan Debitur ataupun antara Kreditur dengan seseorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si debitur.

Jaminan kebendaan dapat dibedakan :

a) Jaminan benda bergerak seperti fidusia, gadai.

b) Jaminan benda tidak bergerak seperti hipotik,

credietverband.

Praktik jaminan pada perbankan Indonesia yang sering dipakai di tahun 1983 adalah jaminan kebendaan yang meliputi :

1. Hipotheek, yaitu suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak

untuk tidak mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan (pasal 1162 KUHP).

2. Fidusia (fiduciaire eigendoms overdracht) yaitu pemindahan hak milik secara kepercayaan.

Atas kebutuhan masyarakat akan kredit dengan jaminan benda bergerak, namun masih memerlukan benda-benda itu untuk dipakai sehari-hari dan dimanfaatkan dalam perusahaan yang telah berkembang adalah jaminan kredit fiduciaire yang dalam bahasa Indonesia ditulis fidusia. Fuducia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan sedangkan


(12)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

jaminan Fiducia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.

Jaminan fidusia telah digunakan di Indonesia sejak jaman penjajahan Belanda, peristiwa Jaminan Fidusia untuk pertama kali diputus oleh Mahkamah Agung dalam perkara bataafsche Petroleum Maatschappy v. Pedro

Clignett tanggal 18 Agustus 1932 dengan dengan objek fidusia adalah benda

bergerak (mobil). Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia sebagai pranata jaminan diakui berdasarkan Yurisprudensi.3

1. Bagaimana penyelesaian apabila terjadi Kredit Macet dalam Kredit Usaha Kecil ?

B. Perumusan Masalah

Adapun yang merupakan permasalah yang timbul dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

2. Bagaimana penyaluran Kredit Usaha Kecil di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati?

3. Bagaimana prosedur yang diterapkan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati dalam memberikan Kredit Usaha Kecil yang dikaitkan dengan Jaminan Fidusia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

3

Gunawan, Widjaja Dan Ahmad, Yani, Jaminan Fidusia, Bandung : Penerbit Raja Grafindo Persada, 2000, hal 5.


(13)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

1. Tujuan Penulisan

Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah :

a. Mengingat sebagian besar dari dunia usaha di Indonesia adalah usaha kecil, Kegunaan uang yang didapat dari Kredit Usaha Kecil secara teori adalah untuk menambah atau memeperlancar usaha dagang.

b. Untuk mengetahui peranan lembaga jaminan fidusia sebagai lembaga jaminan dalam pemberian Kredit Usaha Kecil.

c. Untuk mengetahui prosedur yang diterapkan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati dalam memberikan Kredit Usaha Kecil kepada nasabahnya.

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat Penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah: a. Secara Teoritis

Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan hukum perdata, khususnya mengenai aspek hukum perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) BRI Unit Melati Medan dengan jaminan fidusian.

b. Secara Praktis

1) Agar masyarakat mengetahui bagaimana prosedur perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK).

2) Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tambahan tentang bagaimana membuat perjanjian yang baik.


(14)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Adapun judul tulisan ini adalah Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kcil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia, judul kripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama khususnya di Bank Perkreditan Bank Rakyat Indonesia (BRI) di Kota Medan, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Jaminan Fidusia lahir dari suatu atau diberikanm dalam bentuk perjanjian. Namun demikian perjanjian ini tidak berdiri sendiri karena untuk timbulnya perjanjian pemberian jaminan Fidusia harus didahului oleh perjanjian dasar/perjanjian pokoknya yaitu perjanjian yang melahirkan utang piutang antar dibitur dan kreditur, yang mana utang tersebut kemudian dijaminkan pelunasannya dengan jaminan Fidusia tersebut.4

Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, maka menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Dengan demikian perjanjian pernjaminan fidusia hanya merupakan perjanjian assesoir. Biasanya dalam memberikan pinjaman uang, kreditur mencantumkan ketentuan bahwa debitur atau pihak lain yang disetujui oleh debitur dan kreditur secara bersama-sama, berkewajiban untuk menyerahkan barang-barang tertentu kepada kreditur (sebagai penerima fidusia), untuk menjamin perlunasan seluruh utang debitur tersebut.

4

Kartini Mulyadi & Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari Perjanjian, Raja Grafindo Persada, 2003, hal : 91


(15)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Usaha Kecil; Kepmen BUMN Nomor KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, yang pada intinya sama; Kepmen Keuangan RI Nomor 40/KMK.06/2003 tentang Pendanaan Kredit Usaha Kecil Mikro dan Kecil.

Dalam Undang–Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Pasal 8 dan penjelasannya dikatakan bahwa pemberian Kredit selalu mengandung resiko. Salah asatu resiko adalah menetapkan jaminan

(collateral) dalam analisis pemberian Kredit.

Lembaga jaminan sendiri ada beberapa macam yakni gadai, hipotik,

credietverband, dan fidusia. Jaminan fidusia sekarang telah diatur berdasarkan

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Undang-Undang Jaminan Fidusia. Berdasarkan Undang-Undang Jaminan Fidusia ini dinyatakan bahwa yang menjadi objek jaminan fidusia meliputi benda bergerak dan benda idak bergerak. Benda yang tidak bergerak yang dimaksudkan adalah bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan yaitu bangunan di atas tanah milik orang lain.

Dalam penyaluran kredit usaha kecil kepada pengusaha kecil, pihak bank sebagai kreditur menentukan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengusaha kecil sebagai debitur dan pada umumnya kebanyakan dari usaha kecil yang ada tidak memapu memenuhi persyaratan yang ditentukan. Hal ini mengakibatkan usaha kecil mendapat kesulitas dalam memperoleh fasilitas kredit usaha kecil dari pihak perbankan.


(16)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Selain itu, dalam proses pemberian kredit usaha kecil, pihak bank juga mensyaratkan adanya jaminan. Sebagai jaminan yang utama adalah nilai dan kelayakan usaha yang akan dibiayai dengan kredit yang dimohonkan. Apabila nilai dan kelayakan usaha bank kurang menjamin pengembalian kredit maka bank mensyaratakan harus menjamin pengembalian kredit yang berupa jaminan kebendaan.

F. Metode Penelitian

Dalam penguraian dan penulisan skripsi ini, penulis mengumpulkan data yang diperlikan dengan menggunakan metode sebagai berikut :

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Dalam hal ini berusaha mengumpulkan data-data melalui sarana kepustakaan, yakni dengan cara mempelajari dan menganalisa secara sistematik buku-buku, peraturan-peraturan dan bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penulisan lagsung mengadakan penelitian lapangan, yaitu dengan mengadakan penelitian ke salah satu Bank Perkreditan Rakyat yang ada di Medan yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI) di kota Medan dengan mengadakan wawacara, mengajukan sejumlah pertanyaan dan memperoleh data-data yang langsung berhubungan dengan judul skripsi ini.


(17)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II : Tinjauan umum tentang Kredit Usaha Kecil. Dalam bab ini

berisi tentang, Pengertian Kredit Usaha Kecil, Dasar-Dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil, Tujuan dan Fungsi Kredit Usaha Kecil, Prosedur Pemberian dalam Kredit Usaha Kecil.

BAB III : Perjanjian Kredit Dalam Jaminan Fidusia. Bab ini berisikan tentang, Pengertian Jaminan Fidusia, Objek Jaminan Fidusia, Asas-Asas dalam Jaminan Fidusia, Sifat Jaminan Fidusia, Pendaftaran Jaminan Fidusia.

BAB IV : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank BRI Unit Melati Medan Dengan Jaminan Fidusia. Bab ini berisi tentang, Masalah Yang Sering Terjadi Dalam Pemberian Kredit Usaha Kecil, Perlindungan Hukum Terhadap Bank dalam Kredit Usaha Kecil, Berakhirnya Perjanjian Kredit Usaha Kecil, Penyelesaian Kredit Usaha Kecil Bermasalah Pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan.


(18)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

BAB V : Kesimpulan dan Saran. Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang dilengkapi dengan saran-saran.


(19)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT USAHA KECIL

A. Pengertian Kredit Usaha Kecil

Dalam rangka perkembangan era globalisasi dewasa ini yang diikuti dengan percepatan arus teknologi dan informasi terutama di bidang ekonomi seperti dewasa ini masyarakat tidak akan maju bilamana tidak berhubungan dengan kredit. Kredit merupakan kesanggupan akan meminjam uang atau kesanggupan akan mengadakan transaksi dagang atau memperoleh penyerahan barang atau jasa, dengan perjanjian akan membayarnya kelak.5

Dengan demikian, sesungguhnya kata kredit sudah berkembang kemana-mana terutama dalam kehidupan sehari-hari masyarakat secara luas, akan tetapi dalam tahap apapun dan kemanapun arah perkembangannya, dalam

Elemen dari kredit adalah adanya dua pihak kesepakatan pinjam-meminjam, kepercayaan, prestasi, imbalan dan jangka waktu tertentu. Kredit dalam pengertian lain dapat berarti percaya atau kepercayaan. Tetapi dalam hukum kredit berlaku ketentuan bahwa untuk bisa percaya, sehingga kepadanya dapat diberikan kredit, maka terlebih dahulu calon debitur harus dicurigai setengah mati. Hal ini sangat beralasan, sebab kata kredit itu sendiri berasal dari bahasa latin “Creditus” yang merupakan bentuk past paticiple dari kata credere, yang berarti to trust. Kata trust itu sendiri berarti kepercayaan.

5

Munir Fuady, Hukum Perkreditan Komtemporer, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 5.


(20)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

setiap kata kredit tetap mengandung unsur “kepercayaan”. Walaupun sebenarnya kredit itu tidak hanya sekedar kepercayaan.

Dari pengertian kredit sebagaimana yang telah disebutkan diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dalam suatu eprjajian kredit terdapat beberapa unsur yang, antara lain :

1. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan debitur yang disebut sebagai perjanjian kredit.

2. Adanya pra pihak yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan pinjaman seprti bank dan pihak debitur yang merupakan pihak yang membutuhkan uang pinjaman/barang atau jasa.

3. Adanya unsur kepercayaan dan kredutr bahwa pihak debitur mau dan mampu membayar/cicilan kreditnya.

4. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak debitur. 5. Adanya pemberian sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak kreditur

kepada pihak debitur.

6. adanya pembayaran kembali sejumlah uang/barang atau jasa oleh pihak debitur kepada kreditur, disertai dengan pemberian imbalan/bunga atau pembagian keuntungan.

7. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan pengembalian kredit oleh debitur.

8. Adanya resiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi. Semakin jauh tenggang waktu pengembalian, semakin besar pula resiko tidak terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit.


(21)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Demikian kiranya pengertian kredit khususnya dalam kaitannya dengan dunia perbankan. Melihat sifatnya yang demikian, maka pemberian suatu kredit oleh bank kepada debitur dilakukan dalam suatu perjanjian, yang lazim perjanjian demikian disebut sebagai perjanjian kredit perbankan.

Sebagai lembaga pemberian kredit, maka kebijaksanaan yang ditempuh bank sangat erat kaitannya dengan line of business bank tersebut, bentuk dan sifat kredit yang dapat diberikan, pengaturan rencana kredit, pengorganisasian kredit, pengaturan tata cara dan prosedur pemberian kredit, pengaturan wewenang kredit.6

Pengertian Usaha Kecil diatur dalam berbagai ketentuan, antara lain Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil yang disahkan pada tanggal 26 Desember 1995; Kepmen BUMN Nomor

KEP-Fasilitas kredit kepada usaha kecil atau mikro, diatur dan dimiliki ketentuan serta prosedur yang berbeda, yang secara mudah dapat dilihat dari nama skim fasilitas kredit yang akan diberikan. Oleh karena itu, sekalipun fasilitas kredit diperuntukkan kepada usaha kecil dan atau mikro, tetapi prosedur dan tata cara pemberiannya berbeda antara kebijakan yang satu dengan yang lain.

Kredit yang diberikan oleh Bank Pemerintah atau bank swasta kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian kebutuhan permodalan dan atau kredit dari bank kepada individu untuk membiayai pembelian kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa.

6

Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, Edisi kedua, Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta, hal 210


(22)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, yang pada intinya sama; Kepmen Keuangan RI Nomor 40/KMK.06/2003 tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil. Pengertian usaha kecil dalam ketiga ketentuan tersebut adalah usaha yang memenuhi kriteria yang disebutkan dalam pasal 5 ayat 1 UU No, 9 tahun 1995, yang dinyatakan sebagai berikut :

“Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut :

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah);

b. Milik warga Negara Indonesia;

c. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar;

d. Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yangtidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.7

Yang dimaksud dengan kekayaan bersih adalah nilai jual dari kekayaan usaha yang dimiliki (asset) setelah dikurangi kewajibannya seperti hutang-hutang. Yang dimaksud dengan penjualan tahunan adalah hasil penjualan bersih yang berasal dari penjualan barang dan jasa usahanya dalam satu tahun.

Yang dimaksud dengan milik warga negara Indonesia adalah usaha kecil yang sepenuhnya milik warga negara Indonesia.

Yang dimaksud dengan usaha kecil yang dimiliki atau dikuasai oleh usaha menengah atau usaha besar adalah usaha kecil yang merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang sepenuhnya atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh usaha menengah atau usaha besar.

7


(23)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Yang dimaksud dengan usaha kecil yang berafiliasi adalah usaha kecil yang dikendalikan oleh usaha menengah ayau usaha besar.

Dari berbagai defenisi yang disebut diatas, usaha kecil yang berhak untuk memperoleh Kredit Usaha Kecil adalah usaha kecil yang memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/1/UKK/1993.

Dengan demikian, sesuai dengan kriteria diatas maka dapat pengertian Kredit Usaha Kecil.

Kredit Usaha kecil adalah kredit yang diberikan kepada usaha yang memenuhi kriteria usaha kecil. Dalam Praktik Perbankan, pengertian usaha kecil dapat berbeda dengan pengertian tersebut diatas.8

Kredit kecil ini dibutuhkan oleh petani, pengusaha, pedagang, toko-toko kecil, warung-warung nasi, kios-kios pinggir jalan atau pasar-pasar untuk dapat survive dalam hidup dalam kancah (struggle for life). Dengan kata lain bahwa Kredit Usaha Kecil ini diberikan kepada Masyarakat yang berekonomi

Artinya, bank melakukan suatu usaha kecil (judgement) terhadap pengertian usaha kecil tersebut lebih spesifik, misalnya hanya mengakui fasilitas kreditt untuk usaha kecil adalah usaha yang omsetnya sampai dengan Rp 200 juta. Oleh karena itu, mungkin saja terdapat perbedaan pengertian kredit kepada kepada usaha kecil ini pada bank yang berbeda atau pada produk yang berbeda pada bank yang sama.

8


(24)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Mikro, teori ekonomi mikro sering juga disebut sebagai teori harga (Price

Theory). “Mikro” berasal dari kata Yunani “Mikros” yang bearti “Kecil”.

Namun berarti bahwa teori harga itu “Kecil” atau tidak penting. Sesungguhnya, jumlah literatur ekonomi yang membahas masalah teori ekonomi mikro adalah jauh besar dibanding dengan jumlah literatur berkenaan dengan ekonomi makro. Teori ekonomi makro bearti pecahan atau disagregasi dari variabel ekonomi makro, seperti konsumsi, investasi, tabungan dan sebagainya dan menjelaskan masalah komposisi dan alokasi dari total produksi, sedangkan teori ekonomi makro menjelaskan tingkat produksi secara keseluruhan.

Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil telah memberikan pedoman dan rujukan mengenai masalah penjaminan yaitu pasal 1 angka 7, yang berbunyi ”penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Kecil oleh lembaga penjamin sebagai dukungan untuk memperbesar kesempatan memperoleh pembiayaan dalam rangka memperkuat kesempatan memperoleh pembiayaan dalam rangka memperkuat permodalan”. Dengan ketentuan ini diharapkan akan mengurangi kendala yang dihadapi UK untuk menyediakan jaminan dalam mengakses kredit perbankan.

Pada pasal 23 UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil disebutkan bahwa Usaha Kecil dapat dijamin oleh lembaga penjamin yang dimiliki pemerintah dan/atau swasta. Lembaga penjamin tersebut menjamin pembiayaan Usaha Kecil dalam bentuk :


(25)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

b) Penjaminan pembiayaan atas bagi hasil;

c) Penjaminan pembiayaan lainnya, seperti jaminan orang perseorangan, jaminan perusahaan (avalis).

B. Dasar-Dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil

Dalam membicarakan mengenai dasar hukum pemberian Kredit Usaha Kecil maka ada beberapa bidang hukum yang saling berkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Bidang hukum yang pokok yang menjadi dasar hukum pemberian Kredit Usaha Kecil adalah KUHPerdata khususnya buku III tentang perjanjian. Hal ini dikarenakan pemberian Kredit Usaha Kecil tidak dapat melepaskan diri dari aspek hukum perikatan/perjanjian, yaitu adanya dua pihak yang saling mengikatnya dirinya yakni pihak bank sebagai penerima kredit.

Dalam pemberian Kredit Usaha Kecil ini para pihak juga dikuasai oleh lapangan hukum perbankan yaitu UU No. 7 Tahun 1992. UU N0. 7 Tahun 1992 dan perubahannya yaitu UU No. 10 Tahun 1998 menjadi lebih tidak tegas dalam mengambilsikap terkait dengan kedudukan jaminan. Dalam Pasal 6 UU No. 7 Tahun 1992 disebutkan bahwa salah satu kegiatan usaha bank antara lain memberikan kredit.

Dasar hukum selanjutnya adalah SE BI No. 26/1/UKK/1993 perihal Kredit Usaha Kecil.

Dalam persetujuan membuka kredit, kedua belah pihak dikuasai oleh lapangan hukum perikatan sebagaimana diatur dlam KUHPerdata.

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu yang dapat melahirkan perikatan adalah perjanjian. Perumusan perjanjian tidak dijumpai dalam


(26)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Undang-undang yang ada hanyalah kata persetujuan yang disebutkan Pasal 1313 KUHPerdata.

Namun demikian, menurut R. Subekti, menyatakan bahwa kata persetujuan dan kata perjanjian adalah dua kata yang mempunyai makna yang sama.9 Prof. Mariam Darus B. Zaman secara implicit mengemukakan bahwa rumusan persetujuan dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah rumusan perjanjian.10

“Perjanjian adalah perbuatan hukum merupakan teori klasik, atau teori konvensional.”

Dengan demikian, berdasarkan kedua pendapat sarjana diatas maka pengertian perjanjian itu dapat dibaca dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang mempergunakan istilah persetujuan yang berbunyi :

“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu satu orang atau lebih.”

Umumnya perjanjian tidak terikat pada suatu bentuk tertentu, jadi dapat dibuat secara lisan dan andaikata dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat bukti. Dalam perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan hukum melainkan merupakan hubungan hukum (rechtsverhouding). Pandangan ini dikemukakan oleh van Dunne yang mengatakan bahwa :

11

Selama ini memahami arti perjanjian (Communis Opinio Doctorum) adalah satu perbuatan hukum yang bersisi dua (een tweezijdige

9

R. Subekti, Hukum perjanjian, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 1979, hal. 1 10

Mariam Darus B. Zaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya, Alumni, Bandung, Hal. 89

11


(27)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

rechtshandeling) yaitu perbuatan penawaran (aanbod, offer), dan penerimaan

(aanvaarding, acceptance). Seharusnya perjanjian adalah dua perbuatan hukum yang masing-masing bersisi satu (twee eenzijdige rechthandeling) yaitu penawaran dan penerimaan yang didasarkan kepada kata sepakat antara dua orang atau lebih yang saling berhubungan untuk menimbulkan akibat hukum (rechtsgevolg).

Konsep ini melahirkan arti perjanjian adalah hubungan hukum. Inilah alasan hukum (legal reasoning) yang dipergunakan mengapa esensi perjanjian yang dimaksudkan adalah sebagai hubungan hukum antara nasabah dengan debitur. Agar suatu perjanjian sah menurut hukum diperlukan 4 (empat) persyaratan sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu;

4. Dan suatu sebab yang halal.

Persyaratan yang demikian juga dikenal dalam setiap sistem hukum, misalnya Inggris, Perancis, dan Jerman. Syarat kedua adalah kecakapan para pihak yang membuat perjanjian. Kecakapan para pihak merupakan syarat umum untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang sah.

Jika hukum perbankan diartikan dengan Undang-Undang Perbankan, maka diperoleh batasan bahwa hukum perbankan adalah sekumpulan peraturan hukum yang mengatur segala hal yang menyangkut tentang bank, baik


(28)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan usaha bank. Namun jika dilihat dalam perspektif sistem sebagai entitas, maka hukum perbankan diartikan sebagai kumpulan peraturan hukum yang merupakan satu kesatuan yang masing-masing unsurnya berkaitan satu sama lain dan bekerja sama secara aktif untuk mencapai tujuan keseluruhan dari hukum perbankan. Unsur sistem hukum perbankan yang dimaksudkan adalah peraturan hukum (norma), asas-asas hukum, dan pengertian-pengertian hukum yang terdapat di dalamnya. Unsur hukum tersebut dibangun di atas tertib hukum, sehingga terdapat keharmonisan di dalam atau di luarnya, dan dapat dihindarkan adanya tumpang tindih (overlapping) di antara unsur-unsur yuridis tersebut. Kalau terjadi konflik mengenai persoalan perbankan, maka solusinya adalah melalui asas hukum yang terdapat dalam sistem hukum perbankan itu sendiri.

Kalau Undang-Undang Perbankan ingin diubah, maka pembangunan sistem hukum perbankan harus dilakukan dengan cara: pertama, membangun kesadaran publik; kedua, mempersiapkan subtansi hukum, ketiga, melakukan sosialisasi hukum kepada semua stakeholder; keempat, mempersiapkan aparatur hukum (struktur hukum); kelima, menyediakan sarana dan prasarana hukum; keenam, melaksanakan hukum; ketujuh, menciptakan kultur hukum;

kedelapan, melakukan kontrol hukum; dan kesembilan, melahirkan kristalisasi

hukum (nilai hukum).

Eksistensi Undang-Undang Perbankan harus dilihat sebagai subsistem dalam hukum yang lebih luas meliputi hukum publik (hukum pidana dan hukum administratif) dan hukum perdata.


(29)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Setiap perbuatan hukum selalu merupakan akibat hukum. Demikian juga halnya dengan perbuatan suatu perjanjian sebagai suatu perbuatan akan menimbulkan akibat. Akibat mana diatur oleh Hukum Perjanjian.

Menurut pasal 1338 KUHPerdata ayat 1 menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang – undang bagi mereka yang membuatnya.

Secara sah maksudnya berarti memenuhi syarat yang ditentukan Pasal 1320 KUHPerdata. Di dalam Pasal 1338 ayat 2 dikatakan persetujuan-persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang –undang dinayatakan cukup untuk itu, persetujuan-persetujuan dilaksanakan dengan itikad baik.

Dari bunyi Pasal tersebut dapat diambil beberapa ketentuan yang penting dalam hukum perjanjian, dan hal inilah yang merupakan akibat hukum dari suatu perjanjian yaitu:

a. Berlaku sebagai Undang – undang

Berlaku sebagai Undang – undang berarti ketentuan – ketentuan itulah yang mengatur hubungan antara kreditur dan debitur. Isi perjanjian ini dapat ditentukan sendiri dan atau oleh pihak ketiga untuk kepentingan debitur. Dengan demikian perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat yaitu mengikat para pihak yang membuatnya.

Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala hal/sesuatu yang menurut sifat persetujuan


(30)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau Undang – undang. Dalam hal ini maksudnya adalah bahwa para pihak tidak terlepas dari tanggungjawab atau akibat yang timbul dari suatu prestasi yang dipenuhi, juga para pihak juga harus memperhatikan undang undang.

Apabila terjadi perselisihan dan perselisihan itu sampai kehidupan hakim maka dalam mengadilinya hakim harus menyesuaikan isi perjanjian dengan ketentuan perundang-undangan, kebiasaan dan kepatutan.

b. Tidak dapat dibatalkan secara sepihak

Sesuai dengan asas konsensualitas, bahwa perjanjian dibuat atas persetujuan kedua belah pihak, sebaliknya bahwa untuk merubahkembali persetujuan harus ada ijin pihak lainnya. Namun demikian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak apabila ada alasan-alasan yang dibenarkan oleh Undang –undang yaitu pada Pasal 1814 KUHPerdata.

c. Pelaksanaan dengan itikad baik

Pelaksanaan itikad baik artinya kejujuran dari orang yang mengadakan perjanjian. Istilah itikad baik ada dua macam yaitu sebagai unsur subjektif dan sebagai unsur objektif untuk memulai pelaksanaan. Yang dimaksud baik dalam Pasal 1338 KUHPerdata, bukanlah dalam arti subjektif, melainkan pelaksanaan perjanjian itu harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan norma kesusilaan. Jadi yang dimaksud dengan


(31)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

itikad baik disini adalah ukuran objektif, perjanjian itu harus berjalan di atas jalur benar.

Syarat-syarat yang menyangkut pada objek perjanjian yakni suatu hal tertentu. Suatu hal tertentu adalah suatu yang diperjanjikan harus jelas bentuknya dan jenisnya, ringkasannya bahwa suatu perjanjian itu harus jelas/ tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan apa yang menjadi pokok perjanjian itu. Barang yang dijanjikan dalam perjanjian itu harus ditentukan jenisnya, baik yang sudah ada ataupun yang akan ada.

Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi maksudnya salah satu syarat dari subjektif itu apakah sepakat atau kecakapan tidak dipenuhi, maka perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya, artinya salah satu pihak dapat memintakannya supaya perjanjian itu dibatalkan.

Berdasarkan bangunan hukum dan moral tersebut, maka seorang nasabah debitor yang telah memperoleh pinjaman kredit dari bank pada hakikatnya bukan saja bertanggung jawab terhadap bank sebagai pemberi kredit, tetapi juga memiliki tanggung jawab moral terhadap nasabah penyimpan dana. Di sini terletak makna yang harus diinsyafi oleh para nasabah debitor sehingga penggunaan dana secara benar dan tepat dalam bentuk-bentuk yang produktif memiliki peran dan memberikan andil dalam pembangunan sektor ekonomi serta dapat meningkatkan taraf hidup rakyat. Kegagalan pengelolaan dana pinjaman kredit secara langsung dapat merugikan bank yang bersangkutan dan secara tidak langsung dapat pula merugikan kepentingan nasabah penyimpan.


(32)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Pentingnya jaminan dalam perjanjian kredit bank adalah sebagai salah satu sarana perlindungan hukum bagi keamanan bank dalam mengatasi risiko, yaitu agar terdapat suatu kepastian bahwa nasabah debitor akan melunasi pinjamannya. Dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitor untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank melakukan penilaian atas jaminan (collateral) sebelum memberikan kredit kepada nasabah debitor dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian. Ada masalah hukum yang harus dicermati yaitu, bagaimana kalau nasabah debitur tidak memberikan jaminan yang cukup.

Dalam hukum perjanjian dikenal beberapa sifat perjanjian, salah satunya adalah perjanjian konsensuil perjanjian riil. Suatu perjanjian dikatakan bersifat konsensuil apabila perjanjian itu sudah tercipta dengan kata sepakat saja, sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang menghendaki di samping kata sepakat masih diperlukan suatu perbuatan nyata yaitu penyerahan barang yang menjadi obyeknya.

Sifat hukum dari perjanjian pinjam meminjam atau pinjam mengganti adalah konsensuil dan riil. Hal ini dapat dibuktikan dengan rumusan pada awal kalimat “persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain”. Pada prinsipnya yang terjadi baru kesepakatan untuk memberikan


(33)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

sesuatu kepada pihak lain, sedangkan penyerahannya belum terjadi. Secara teoretis, antara terciptanya kesepakatan.

Sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 1388 ayat (1) KUH Perdata tersebut, maka seluruh pasal –pasal yang ada dalam suatu perjanjian kredit secara hukum mengikat kedua belah pihak, yakni pihak kreditur dan pihak debitur. Namun harus pula diingat, bahwa meskipun undang-undang menyebutkan bahwa perjanjian yang dibuat para pihak itu berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak, akan tetapi di dalam perjanjian itu sendiri harus dihindari ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan undang-undang pula. Artinya sepanjang isi perjanjian itu tidak bertentangan dengan undang-undang, maka perjanjian itu berlaku bagi para pihak. Sebaliknya jika di dalam perjanjian itu terdapat klausul yang justru bertentangan dengan undang-undang, maka dengan sendirinya perjanjian itu dapat batal karenanya.

Perjanjian yang demikian menjadi cacat dan akibatnya dapat dibatalkan (vernietigbaar, voidable).36 Persetujuan secara timbal balik terhadap bentuk dan isi perjanjian ditandai dengan adanya pembubuhan tanda tangan atau yang dapat dipersamakan dengan itu. Tanda tangan yang diberikan menjadi pengakuan kehendak yang sah terhadap isi perjanjian. Akibatnya perjanjian tersebut mengikat bagi kedua belah pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik (te geode trouw, in good faith).

Selain itu, dalam hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitur terdapat sejumlah asas-asas dalam bidang hukum jaminan. Secara garis besar,


(34)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

hukum jaminan terbagi dalam 2 (dua) kelompok yaitu hukum jaminan kebendaan (zakelijke zekerheidsrecht), dan hukum jaminan perorangan (persoonlijke zekerheidsrecht). Hukum jaminan kebendaan adalah sub sistem dari hukum benda yang mengandung sejumlah asas hak kebendaan (real

right), sedangkan hukum jaminan perorangan merupakan sub sistem dari

hukum perjanjian yang mengandung asas pribadi (personal right). Dengan demikian hukum jaminan yang obyeknya terdiri dari benda adalah sub sistem dari sistem hukum benda yang mengandung sejumlah asas hukum kebendaan yaitu asas absolut, droit de suite, asas assesor.

C. Tujuan Dan Fungsi Kredit Usaha Kecil

Dalam membicarakan tujuan pemberian fasilitas Kredit Usaha Kecil tentunya Kita berpegang pada tujuan dari pemberian kredit secara umum. Tujuan kredit secara umum didasarkan kepada usaha untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip ekonomi yang dianut oleh negara yang bersangkutan yaitu dengan pengorbanan sekecil-kecilnya untuk memperoleh manfaat (keuntungan) sebesar-besarnya.

Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga kredit didasarkan atas kepercayaan, sehingga demikian pemberian kredit merupakan pemberian kepercayaan. Ini bearti bahwa suatu lembaga kredit baru akan memberikan kredit kalau ia betul-betul yakin bahwa si penerima kredit akan mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Tanpa keyakinan


(35)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

tersebut, suatu lembaga kredit tidak akan meneruskan simpanan masyarakat yang diterimanya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa unsur yang terdapat didalam kredit adalah :12

d. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar- benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.

e. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.

f. Degree of risk, yaitu suatu tingkat resiko yang akan dihadapi dari akibat

adanya jangka waktu yang memisahkan antar pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima dikemudian hari semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat resikonya, karena sejauh kemampuan manusia untuk ketidak tentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Dengan adanya unsur resiko inilah maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit.

12

Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, Edisi Keempat, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal 14


(36)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

g. Prestasi, atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan modren.

Oleh karena pemberian kredit dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, maka bentuk Bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat nasabahnya dalam bentuk kredit. Jika Ia merasa betuk-betul yakin bahwa nasabah akan menerima kredit itu mamapu dan mau mengembalikan kredit yang telah diterimanya. Begitu juga dalam membicarakan fungsi kredit maka tidak terlepas dari tujuan kredit yang mencakup ruang lingkup yang luas. Dalam hal ini terdapat 2 (dua) fungsi pokok yang saling berkaitan dari kredit itu, yaitu :13

1. Keuntungan (Profitability)

Merupakan maksud dan tujuan untuk memperoleh hasil dari kredit berupa keuntungan yang didapat dari pungutan bunga.

2. Keamanan (Safety)

Yaitu prestasi yang diberikan dalam bentuk uang, barang, atau jasa itu benar-benar terjamin pengembaliannya sehingga keuntungan yang diharapkan itu akan menjadi kenyataan.

Pemberian Kredit Usaha Kecil ini merupakan wujud pembiayaan bagi usaha kecil yang disediakan oleh Pemerintah / dunia usaha, khususnya melalui kredit Perbankan sesuai dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Pemerintah melalui kebijaksaan tanggal 29 Januari 1990 (Pak.

13

Hasnanuddin Rahman, Prospek Perbankan Nasional Pasca Likuidasi Bank, Fakultas Ekonomi


(37)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Jan, 29 Tahun 1990) tentang pemyempurnaan sistem Perkreditan ini mewajibkan setiap Bank untuk menyalurkan 20% kreditnya kepada kegiatan usaha kecil dan kegiatan koperasi yang produktif yang dibiayai dari dana Bank tersebut.

Pemerintah melalui kebijaksaan tanggal 29 Tahun 1990 lebih lanjut menjelaskan bahwa untuk menyempurnakan program Kredit Usaha Kecil tersebut agar pelaksanaannya lebih mantap dan makin terarah serta didukung dan dilakukan secara lebih luas oleh semua Bank, maka pemberian kredit kepada usaha kecil tersebut akan memperhitungkan dalam penilaian tingkat kesehatan Bank yang bersangkutan.14

a. Memantapkan fungsi perbankan dan lembaga keuangan sebagai pengelolaan dan pelaksanaan sistem perkreditan nasional. Bank dan lembaga keuangan didorong untuk dapat mandiri dan mampu melaksanakan fungsi pengerahan dana masyarakat serta penyalurannya serta lebih mantap. Sejalan dengan ini peranan Bank Indonesia didudukan lebih tepat sebagai ” Lender Of Last Resort ” dan bukan sebagai ” Lender of frist resort ” seperti dalam mekanisme kredit likuiditas yang selama ini berlaku.

Dengan latar belakang tersebut, Pak. Hadiwidjadja dan Rivai 1990 juga mengambil langkah-langkah penyempurnaan sistem perkreditan termasuk penyempurnaan pemberian perkreditan untuk usaha kecil dengan tujuan sebagi berikut :

14


(38)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

b. Memantapkan peranan Bank Indonesia sebagai pemeliharaan keseimbangan moneter, sekaligus sebagai pembina dan pengawas perbankan agar Bank-Bank di Indonesia dapat berkembang makin sehat.

c. Menyehatkan sistem Perkreditan Nasional, sehingga dapat lebih meningkatkan efisensi dalam alokasi dana masyarakat serta mengurangi ketergantungan pada kredit likuiditas Bank Indonesia.

d. Menyempurnakan program kredit bagi usaha kecil agar pelaksanaannya lebih mantap dan makin terarah serta didukung dan dilakukan secara lebih luas oleh semua Bank.

Karena negara Indonesia memiliki Pancasila sebagai dasar falsafah negara, maka tujuan pemberian kredit Perbankan di Indonesia bukan semata-mata mencari keuntungan, melainkan disesuikan dengan tujuan negara, yaitu untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Dengan demikian, maka tujuan pemberian kredit oleh bank khususnya bank Indonesia yang mengemban tugas sebagai agent of development adalah untuk:

a. Turut mensukseskan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan.

b. Meningkatkan aktifitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhnya kebutuhan masyarakat.

c. Memperolah laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya.


(39)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Dari tujuan tersebut diatas tersimpul adanya kepentingan yang seimbang antara :

1. Kepentingan pemerintah.

2. Kepentingan masyarakat (rakyat).

3. Kepentingan pemilik modal (pengusaha).

Sedangkan untuk mengetahui tujuan Kredit Usaha Kecil secara khusus dilihat dalam SE No. 26/1/UKK/1993 yaitu :

1. Membiayai pembelian barang-barang modal dan jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi, modernisasi atau pendirian proyek baru dari suatu usaha kecil.

2. Membiayai kebutuhan modal kerja usaha atau modal kerja proyek. 3. Membiayai pengadaan perumahan yaitu pemilikan rumah tipe 70

kebawah, pemilikan lahan pertapakan untuk perumahan (kapling siapa bangun), perbaikan atau pemugaran rumah dan untuk pemilikan rumah toko oleh usaha kecil dengan luas tanah maksimum 200 m2 dan luas bangunan toko tidak lebih dari 70 m2.

Pemberian fasilitas kredit yang diberikan perbankan di Indonesia secara garis besar berfungsi untuk :

1. Meningkatkan daya guna uang.

2. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. 3. Meningkatkan daya guna dan peredaran uang. 4. Sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi. 5. Meningkatkan kegairahan berusaha.


(40)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

6. Meningkatkan pemerataan pendapatan.

7. Sarana guna meningkatkan hubunngan internasional.15

Fungsi kredit yang pada hakekatnya meningkatkan daya guna uang dapat dilakukan dalam hal para pemilik modal dapat secara langsung meminjamkan uang kepada para pengusaha yang memerlukan untuk meningkatkan produksi ataupun untuk meningkatkan usahanya. Atau pemilik modal juga dapat menyimpan uangnya pada lembaga-lembaga keuangan, yang kemudian uang tersebut oleh lembaga keuangan diberikan sebagai pinjaman kepada perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan usahanya.

Sebagai usaha untuk meningkatkan peredaran lalulintas uang, kredit yang diberikan pihak bank disalurkan dalam bentuk rekening giro sehingga dapat menciptakan pembayaran baru seperti cek, giro, bilyet dan wesel sehingga bentuk pembayran tersebut dapat meningkatkan peredaran uang giral. Disamping itu kredit perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan peredaran uang kartal, sehingga arus lalu lintas uang akan berkembang pula.

Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, dengan adanya pemberian kredit diarahkan pada usaha-usaha mengendalikan inflasi, meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan pokok rakyat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan dalam negeri agar bisa di ekspor.

15


(41)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Fasilitas kredit yag diberikan bank juga dapat meningkatkan kegairahan berusaha di Indonesi, hal ini disebabkan karena setiap orang selalu ingin berusaha meningkatkan usahanya namun ada kalanya dibatasi oleh kemampuan permodalan. Bantuan kredit yang diberikan oleh pihak Bank akan dapat mengatasi kekurangan kemampuan dibidang permodalan tersebut sehingga para pengusaha akan dapat meningkatkan usahanya.

Dengan adanya bantuan dari bank, para pengusaha akan dapat memperluas usahanya dan mendirikan proyek-proyek baru, yang tentunya akan membutuhkan tenega kerja untuk melaksanakan proyek-proyek tersebut. Dengan demikian tenaga kerja tersebut akan memperoleh pendapatan. Dengan tertempungnya tenaga kerja tersebut maka pemerataan pendapatan akan meningkat pula.

Pemberian kredit bank juga dapat dilakukan oleh bank-bank umum diluar negeri yang mempunyai jaringan usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan di Indonesia. Begitu pula dengan negara-negara yang telah maju yang mempunyai cadangan devisa dan tabungan yang tinggi dapat memberikan bantuan kredit kepada negara-negara yang sedang berkembang untuk membangun. Bantuan dalam bentuk kredit ini tidak saja dapat mempererat hubungan ekonomi antar negara yang bersangkutan, tetapi juga dapat meningkatkan hubungan Internasional.

Berdasarkan uraian tentang fungsi kredit yang disebutkan di atas, maka fungsi kredit usaha kecil secara khusus antara lain :


(42)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

1. Mengembangkan usaha kecil agar dapat tumbuh menjadi bagian dunia usaha yang mendorong perekonomian nasioanal khususnya dalam peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat serta penyerapan tenaga kerja.

2. Menyediakan dana bagi usaha kecil yang digunakan untuk kegiatan usaha agar usaha kecil dapat usaha kecil dapat tetap terjaga kelangsungan hidupnya didalam dunia usaha.

Kegunaan uang yang didapat dari kredit secara teori sudah diuruskan, yaitu untuk menambah/memperlancar usaha dagang, tetapi dalam praktek sukar dijajaki tentang kebenarannya. Pertama-tama dalam pengguna uang itu tersembunyi keperluan (cost of living) yang susah dipisahkan dalam perhitungannya.

Belum lagi keperluan konsumtif lainnya yang tentu tidak dapat dilihat dan ditangkap secara wajar. Faktor-faktor tersebut sudah harus a priori dihilangkan dari pemikiran dalam pertimbangan pemberian kredit kecil.

Adakalanya faktor cost of living ini sengaja dimasukkan dalam perhitungan karena secara mutlak sudah dapat diketahui lebih dahulu kebutuhan dari penerima kredit. Contoh ini dapat diikuti dan dapat dibenarkan dalam perkreditan-perkreditan yang bersifat dan bertujuan khusus, misalnya

supervised credit yang disponsori oleh pemerintah. Yang menjadi pedoman

pokok ialah adanya usaha feasible yang dipakai sebagai sumber pengalian nafkah untuk sumber pembayaran kembali kredit. pemerintah.16

16

R. Tjiptoadinugroho, Perbankan Masalah Perkreditan, Pradnya Paramita, Jakarta, hal 126

Adapun persyaratan lain hanya merupakan bahan-bahan lain yang dipakai untuk perlengkapan ukuran bomafitas sehingga secara teori faktor risiko dapat berkurang.


(43)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Dilihat dari segi jaminan yakni: a. Kredit dengan jaminan

Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan si calon debitur.

b. Kredit tanpa agunan

Merupakan krdit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha dan karakter serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama ini.17

Hukum jaminan yang dimaksudkan adalah hukum jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Pihak si berutang (debitor) bertanggung jawab atas benda bergerak atau benda tidak bergerak terhadap semua perikatan yang telah dibuatnya. Tanggung jawab hukum itu berlaku bukan saja untuk benda yang sudah ada tetapi juga untuk benda yang akan ada (toekomstige

zaken). Dalam KUH Perdata diatur 2 (dua) jenis lembaga jaminan kebendaan

yaitu jaminan gadai (pand) dan jaminan hipotek. Jaminan gadai diatur dalam Pasal 1150 KUH Perdata berbunyi: Gadai adalah suatu hak yang diperoleh Masalah jaminan dalam suatu perjanjian kredit merupakan masalah yang penting dan pada bank ketersediaan jaminan atas kredit sekaligus merupakan tolak ukur terjadinya perjanjian kredit atau tidak. Dengan kata lain jaminan merupakan hal yang harus ada dalam perjanjian kredit pada bank.

17

Johannes Ibrahim, Bank sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif, Penerbit CV. Utomo, Bandung, 2004, hal 98


(44)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.

D. Prosedur Pemberian Dalam Kredit Usaha Kecil

Pada pokok Bahasan ini akan dijelaskan ketentuan-ketentuan, syarat-sayarat atau petunjuk tindakan-tindakan yang harus dilaksanakan sejak diajukannya permohonan nasabah sampai dengan lunasnya suatu kredit yang diberikan oleh Bank salah satu alternatif bagi pengusaha untuk memperoleh dana bagi pembiayaan atau untuk memperluas usaha adalah dengan memperoleh fasilitas Kredit Usaha Kecil. Untuk memperoleh Kredit usaha Kecil harus dipenuhi persyaratan-persayaratan. Perkreditan ini diberikan bagi golongan ekonomi lemah atau pengusaha kecil. Salah satunya adalah memberikan kredit.

Jika seseorang ingin memperoleh fasiltas kredit kecil maka seseorang tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut, antara lain :

1. Mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP).

2. Mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), kecuali tidak dipersyaratkan harus mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sesuai yang diatur dalam SE No. 064/DIR/BPK-KI/SE/96.


(45)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

3. Pemohon harus menyediakan pembiayaan tersendiri sebesar minimum 20% dari proyek yang dibiayai dan apabila kredit tersebut digunakan untuk membeli/ pembangunan/ investasi harus disetorkan kepada Bank ke rekening hutang atas nama pemohon yag bersangkutan. Kecuali apabila pada proyek / bangunan psikis yang akan dibiayai telah tertanam dana sendiri termohon yang bersangkutan minimum 20% dari nilai proyek / bangunan psikis tersebut.

4. Bagi pemohon kredit dalam bentuk badan usaha / usaha perseorangan diwajibkan memiliki legalitas usaha (Surat Izin Usaha Perdagangan, Tanda Daftar Kredit, dan lainnya). Permohonan dinyatakan lengkap bila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk pengajuan permohonan menurut jenis kreditnya. Selama permohonan kredit sedang diproses, maka berkas permohonan harus dipelihara dalam berkas permohonan.

5. Kecuali perusahaan-perusahaan yang dibebaskan dari wajib siup, sesuai dengan surat keterangan Mentri Perdagangan No. 1458/Kp/XII/84 tanggal 19 Desember 1984 tentang Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), terdiri-dari :

a. Cabang perwakilan perusahaan yang dalam menjalankan kegiatan perdagangan mempergunakan SIUP kantor pusat perusahaan.

b. Perusahaan yang telah mendapat izin usaha dari Departemen Teknis berdasarka peraturan Perudang-Undangan yang berlaku dan tidak melakukan kegitan perdagangan.


(46)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

c. Perusahaan produksi yang didirikan dalam rangka Undang-Undang No. 6 tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negri.

d. Perusahaan Jawatan (PERJAN) dan Perusahaan Umum (PERUM).

e. Perusahaan kecil perorangan.

Dalam praktek pemberian kredit, sebelum calon nasabah mengajukan permohonan kredit maka calon nasabah diharuskan untuk membuka rekening giro. Syarat-syarat membuka rekening giro yaitu :

1. Perorangan.

a. Kartu Tanda Penduduk (KTP), b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), c. Pasphoto.

2. Badan Usaha.

a. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), b. Tanda Daftar Perusahaan (TDP), c. Surat Izin Tempat Usaha (SITU), d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), e. Kartu Tanda Penduduk (KTP), f. Pasphoto.

Setelah membuka rekening, maka tahap selannjutnya adalah pengajuan permohonan kredit secara tertulis dengan menggunakan Surat Keterangan Permohonan Pinjaman (SKPP). Dalam mengajukan permohonan kredit, calon


(47)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

nasabah harus melengkapi berkas permohonannya dengan melampirkan dokumen-dokumen lain yaitu :

1. Untuk perorangan.

a) Proposal dari kegiatan usaha yang kan dibiayai (kalau ada), b) Benda agunan yang dimiliki baik benda bergerak maupun benda

tidak bergerak, c) Izin Usaha,

d) Laporan Keuangan. 2. Untuk Badan Usaha.

a) Legalitas atau izin usaha seperti surat izin usaha perdagangan (SIUP), tanda daftar perusahaan (TDP), surat izin tempat usaha (SITU), dan nomor pokok wajib pajak (NPWP),

b) Benda agunan yang dimiliki, c) Proposal kegiatan Usaha kalau ada, d) Laporan keuangan perusahaan.

Setelah permohonan diajukan dan dokumen-dokumen yang diperlukan telah dilengkapi. Atas permohonan calon debitur, Customer Service (Deskman) melakukan pencatatan dalam register SKPP untuk kemudian dilanjutkan kepada Pejabat Kredit Lini (PKL) untuk di proses. Selanjutnya Pejabat Pemrakarsa melakukan pre screening (pencetakan PS dan KRD, DH BI/DH BRI) dan akan menghasilkan :

a. apabila atas permohonan Kupedes tersebut tidak lolos maka tidak dapat diproses lebih lanjut dan harus ditolak.


(48)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

b. Apabila permohonan KUPEDES tersebut lolos dan Pejabat Pemakarasa memutuskan untuk terus memproses permohonan Kupedes.

Kemudian bank akan memeriksa dokumen-dokumen tersebut secara administratif dan pemeriksaan lapangan berupa keabsahan surat izin usaha yang dilampirkan serta dengan wawancarai pemohon kredit. Untuk menghindari kekeliruan yang dapat menimbulkan masalah dikemudian hari maka atas setiap permohonan kredit diperiksa dengan teliti megenai kelengkapan, kebenaran, segi hukum dan data-data dan dokumen-dokumen yang diserahkan.

Setiap permohonan Kredit Usaha Kecil terdiri atas :

a. Surat permohonan nasabah yang ditanda tangani secara lengkap dan sah,

b. Pengumpulan data yang berhubungan dengan permohonan Kredit Usaha Kecil yang diajukan oleh nasabah, baik dari intern Bank yang harus lengkap diisi oleh calon nasabah, Setiap keputusan permohonan kredit harus memperhatikan penilaian syarta-syarat umum yang pada dasarnya tercantum dalam laporan pemeriksaan kredit dan analis kredit, bahan pertimbangan atau informasi lainnya yang diperoleh pejabat pengambil keputusan, harus dibubuhkan secara tertulis (disposisi).

c. Daftar lampiran lainnya yang diperlukan misalnya, perjanjian penyerahan jaminan dan pemberian kuasa.

Permohonan dinyatakan lengkap apabila telah memenuhi syarat-syarat yang diajukan dan selama permohonan Kredit Usaha Kecil dalam proses, maka


(49)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

berkas permohonan akan disimpan dan selanjutnya dilakukan penyidikan dan analisa pemberian kredit dengan menggunakan pendekatan Repayment Capacity (RPC) melalui wawancara dengan calon debitur dalam bentuk Neraca dan Rugi Laba sebagai dasar untuk menghitung kebutuhan Kupedes alon debitur. Dengan plafond s/d Rp. 5 juta mengunakan formulir 5-K, plafond lewat dari 5 juta s/d Rp 100 Juta menggunakan Model 70 Kupedes yang belaku saat ini dan Kupedes pertanian mengacu kepada Surat Edaran Direksi Nose : S.11-DIR/MKR/06/2001.

Yang dimaksud dengan penyidikan kredit (investasi) adalah pekerjaan yang meliputi :

a. Wawancara dengan pemohonan kredit,

b. Pengumpulan data yang berhubungan dengan permohonan Kredit Usaha Kecil yang diajukan oleh nasabah, baik dari intern Bank maupun data ekstern Bank,

c. Pemeriksaan atau penyidikan atas kebenaran dan kewajiban mengenai hal-hal yang dukemukakan nasabah dan informasi yang diperolehnya. d. Penyusunan laporan seperlunya mengenai hasil penyidikan yang telah

dilaksanakan.

Analisa merupakan pekerjaan yang meliputi :

1. Persiapan pekerjaan-pekerjaan dari segala aspek, baik keuangan maupun non keuangan, untuk mengetahui untuk dapat atau tidaknya dipertimbangkan suatu permohonan Kredit Usaha Kecil,


(50)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

2. Menyusun laporan analisa yang diperlukan yang berisi penguraian dan kesimpulan serta perjanjian alternatif sebagai pertimbangan untuk pengambilan keputusan oleh pimpinan dari permohonan Kredit Usaha Kecil.


(51)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

BAB III

PERJANJIAN KREDIT DALAM JAMINAN FIDUSIA

A. Pengertian Jaminan Fidusia

Lahirnya jaminan fidusia disebabkan oleh beberapa hal Pertama, karena pengaturan lembaga gadai dalam KUH Perdata terlalu sempit; kedua, pengaruh dari kehadiran Undang-Undang Pokok Agraria antara lain terdapatnya hak atas tanah yang tidak dapat dijaminkan melalui hak tanggungan; ketiga, adanya kebutuhan hukum masyarakat sendiri akan lembaga jaminan fidusia karena memberikan keuntungan dibandingkan dengan lembaga jaminan lainnya.18

Jaminan fidusia tidak diatur dalam KUH Perdata, melainkan dikenal di Indonesia melalui pengakuan yurisprudensi dan dalam perkembangannya dikukuhkan dalam hukum positif, yang pengaturannya masih bersifat parsial. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, eksistensi

Pemakaian lembaga jaminan fidusia dalam praktik bank semakin hari semakin populer di hati para nasabah debitur dan merupakan suatu kebutuhan yang didambakan sebagai jaminan utang baik dalam perjanjian kredit bank maupun dalam perjanjian pembiayaan.

18

Sumardi Mangunkusumo, Fiducia Bangun-Bangunan di Atas Tanah Hak Sewa, Allinpri Prima, Jakarta, 1998


(52)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

jaminan fidusia secara yuridis formal menjadi subsistem hukum jaminan kebendaan. Dalam undang-undang tersebut dibedakan secara tegas antara fidusia dengan jaminan fidusia.

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda, sedangkan jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.

Dalam undang-undang tersebut, terlihat terdapat perkembangan dari obyek jaminan fidusia yaitu bukan saja benda bergerak tetapi juga benda tidak bergerak berupa bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Bangunan atau rumah apabila hendak dijadikan jaminan utang kepada bank terlepas dari tanahnya, maka lembaga jaminan yang dipasang adalah jaminan fidusia.

Fidusia sebagai lembaga jaminan sudah lama dikenal dalam masyarakat, yang mulanya tumbuh dan hidup dalam hukum kebiasaan. Fidusia adalah lembaga yang berasal dari sistem hukum perdata barat yang eksistensi dan berkembangnya selalu dikaitkan dengan sistem civil law. Istilah Civil law


(53)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

berasal dari kata latin “jus civile” terdapat pula hukum yang mengatur warga Romawi dengan orang asing yang dikenal dengan “jus gentium”.

Jaminan Fidusia merupakan unsur pengamanan kredit bank, yang dilahirkan dengan didahului oleh perjanjian kredit bank. Jelas bagi kita bahwa Fidusia dibedakan dari jamina fidusia, dimana fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia. Ini berati paranata jaminan fidusia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 ini adalah pranata jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam fiducia cum creditore contracta.

Jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Fidusia adalah pengalihan hak kemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Kemudian jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan bangunan / rumah di atas tanah orang lain baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepeda penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.

Untuk pertama kalinya pengertian lembaga jaminan ini timbul dengan keluarnya peraturan perundang-undangan yaitu Undang-undang No. 16 Tahun 1985 (Pasal 1 angka 8) tentang rumah susun. Menurut Undang-undang ini,


(54)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

yang dimaksud dengan jaminan fidusia adalah suatu jaminan yang berupa penyerahan hak atas benda yang berdasarkan kepercayaan yang disepakati sebagai jaminan bagi pelunasan piutang kredit.

Penerima fidusia tidak menanggung kawajiban atas akibat tindakan atau kelalaian pemberi fidusia baik yang timbul dari hubungan kontrak atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

Beban itu dilimpahkan kepada pemberi fidusia. Hal ini karena pemberi fidusia tetap menguasai fisik benda yang menjadi obyek jaminan fidusia dan dia memakainya serta sepenuhnya memperoleh manfaat ekonomis dari pemakaian benda tersebut.

Jadi sudah sewajarnya pemberi fidusia yang bertanggung jawab atas semua akibat dan risiko yang timbul berkenaan dengan pemakaian dan keadaan benda tersebut. Ketentuan ini juga terdapat dalam perjanjian

“financial lease” yang mengatur bahwa “leasse” bertanggung jawab atas

semua risiko yang berkenaan dengan benda yang menjadi obyek perjanjian leasing karena memang leasse-lah yang menggunakan benda tersebut dan memperoleh manfaat ekonomisnya.

B. Objek Jaminan Fidusia

Jaminan fidusia merupakan salah satu bentuk dari jaminan kebendaan, yang merupakan perkembangan dari lembaga jaminan gadai. Pada ketentuan gadai mewajibkan kekuasaan atas benda yang dijaminkan harus pindah atau berada ditangan pemegang gadai. Hal tersebut mengakibatkan pemberi gadai


(1)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

J : Dasar hukumnya terdapat dalam KUH Perdata Pasal 1150, dalam hal ini Pasal 1150 KUHPerdata biasa digunakan untuk diberlakukan secara keseluruhan dalam perjanjian Kredit dio Bank Rakyat Indonesia (BRI).

9. T : Benda-benda apa saja yang dapat dibebani dengan jaminan fidusia pada PT. Bank Rakyat Indonesia ?

J : Kendaraan bermotor roda 2 atau lebih (mobil,truk,dll) dan tapi dibuat surat kuasa yang tidak perlu ke notaris dengan menggunakan BPKP. Tapi jaminan fidusia untuk SPBU pakai sertifikat hak milik terhadap kekayaan.

10. T : Apakah pengikatan jaminan fidusia dalam Kredit Usaha Kecil itu diharuskan akta Notaris oleh Bank Kredit Usaha Kecil ?

J : Bisa iya bisa juga tidak, asalkan adanya kesepakatan yang sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata.

11. T : Berapakah batas minimal dan maximal pemberian Kredit Usaha Kecil pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) ?

J : Dalam pemberian Kredit Usaha Kecil batas minimal kredit adalah 250 ribu dan maksimal 100 Juta Rupiah pada Bank Rakyat Indonesia (BRI).

12. T : Dalam bentuk apa Bank Rakyat Indonesia menyelesaikan masalah-masalah Kredit Usaha Kecil di Bank Rakyat Indoneisa (BRI) ?


(2)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

J : Menyelesaikan masalah-masalah Kredit Usaha Kecil di BRI diutamakan dalam bentuk kekeluargaan karena jalur hukum lebih rumit, tetapi apabila Kredit kreditur sebesar diatas 100 Juta Rupiah penyelesaian melalui hukum. Hal ini dilakukanapbila Kreditur tidak menunjukkkan etikad baik dalam menyelesaikan masalahnya.

13. T : Apa upaya-upaya Bank Rakyat Indonesia dalam menyelesaikan kelalaian debitur mengenai hak dan kewajibannya dalam Kredit Usaha Kecil?

J : dengan cara kekeluargaan atau secara jalan damai, hal ini dapat dilakukan apabila debitur menunjukkkan itikad baik untuk menyelesaikan kreditnya agar dalam jangka waktu tertentu.

14. T : Perlindungan hukum terhadap Bank Rakyat Indonesia dalam Kredit Usaha Kecil ?

J : Perlindungan hukum dalam Kredit Usaha Kecil di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Dengan diterapkannya kebijakkan umum Perkreditan (KUP) PT Bank RI (Persero), yang merupakan pelaksanaan dari surat Keputusan Direksi BI No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995, tentang kewajiban penyusunan dan pelaksanaan kebijaksanaan perkreditan Bank bagi Bank umum. Disimpulkan bisnis mikro dalam PPK-BM (Pedoman Pelaksanaan Kredit Bisnis Mikro) ini adalah slah satu segmen bisnis yang ada di BRI yang merupakan suatu sistem perbankan yang dilaksanakan oleh BRI Unit dalam menjalankan


(3)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

fungsinya sebagai financial Intermediary untuk pembiayaan usaha mikro.

15. T : Berakhirnya perjanjian Kredit Usaha Kecil ?

J : Suatu perjanjian pada umumnya dapat hapus atau berakhir disebabkan karena apa yang telah diperjanjian dalam (isi perjanjian). Berakhirnya perjanjian Kredit Usaha Kecil dikarenakan Habis kontrak.

16. T : Apa sajakah yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia dalam menyelesaikan kredit macet secara operasional ?

J : Menyelesaian kredit macet secara operasional bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu :

1) Penyelesaian secara damai.

Penyeleaian bermasalah secara damai, dapat dilakukan terhadap debitur yang beritikad baik untuk menyelesaikan kreditnya. Penyelesaian bermasalah secara damai, berupa tindakan-tindakan yang dijalankan agar daalm jangka waktu tertentu masalah tersebut dapat diselesaikan seluruhnya atau sebagian sesuai dengan ketentuan yang berlaku, antara lain melalui :

a) Pemberian asilitas keringanan bunga. b) Penjualan agunan dibawah tangan. 2) Penyelesaian melalui saluran hukum.

Apabila upaya restrukturisasi/penyelesaian secara damai sudah diupayakan secara maksimal dan belum memberikan hasil atau


(4)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

debitur tidak menunjukkan itikad baik (on will) dalam menyelesaikan Kupedesnya, maka penyelesaiannya dapat ditempuh melalui saluran hukum.

Penyelesaian melalui saluran hukum harus didasarkan pada keyakinan bahwa posisi BRI dari segi yuridis kuat dan beban biaya beracara (litigasi) yang ringan.


(5)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, dan Samsul Wahidin, beberapa Catatan tentang Hukum Jaminan Atas Tanah, Alumni, bandung, 1995.

Badrulzaman, Mariam Darus, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya, Alumni, Bandung, 1994.

Fuady, Munir, Hukum Perkreditan Komtemporer, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Hadiwidjadja dan wirasasmita, Rivai, Analis Kredit, Pionir Jaya, Bandung,1990.

Hoey Tiong Oey, Fidusia sebagai Jaminan unsur-unsur perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994.

Ibrahim, Johannes, Bank sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif, Penerbit CV. Utomo, Bandung, 2004.

Kamello, Tan, Hukum Jaminan Fidusia, Alumni, Bandung, 2004.

Rachman, Hasanuddin, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit perbankan di Indonesia, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 1991.

Sinungan, Muchdarsyah, Manajemen Dana Bank, Edisi kedua, Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta. 2000.

Sobroto, Thomas, Tanya Jawab hukum Jaminan Hipotek Fidusia Penanggunangan Dll, Dahara Prize, Semarang, 1995.

Soedewi, Sri Masjchoen. Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, Fakultas Hukum UGM Yogyakarta, 1990.


(6)

Siska Yolanda T. : Aspek Hukum Perjanjian Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Dengan Jaminan Fidusia (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Melati Medan), 2008.

USU Repository © 2009

Sumardi Mangunkusumo, Fiducia Bangun-Bangunan di Atas Tanah Hak Sewa, Penerbit Allinpri Prima, Jakarta, 1998.

Supramono, Gatot, Perbankan Dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta : Djambatan, 1995.

Suyatno, Thomas, Dasar-Dasar Perkreditan, Edisi Keempat, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,1991.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, Penerbit Ekojaya, Jakarta, 1996.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Undang-Undang Jaminan Fidusia.

Tjiptoadinugroho, R.., Perbankan Masalah Perkreditan, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, 1994.

Widiyono, Try, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2006.

Widjaja, Gunawan, & Yani, Ahmad, Jaminan Fidusia, Penerbit Raja Grafindo Persada, Bandung, 2000.


Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan (Studi Bank Sumut Pusat)

1 56 94

Aspek Hukum yang Harus Dipenuhi dalam Perjanjian Kredit Bank dengan Jaminan Hak Tanggungan Studi pada Bank Danamon Simpan Pinjam Unit Petisah)

1 79 123

Aspek Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil Dalam Prakteknya Di BRI Cabang Tarutung

0 37 127

Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan (Studi Kasus di Bank HSBC Wilayah Medan)

3 58 100

Analisis Peranan Kredit Bank Rakyat Indonesia (BRI) dalam Peningkatan Pendapatan Petani di Daerah Tingkat II Kabupaten Karo (Studi Kasus: Unit Bank Rakyat Indonesia Simpang Empat)

0 26 83

Eksekusi Barang Jaminan Fidusia Yang Lahir Dari Perjanjian Kredit Bank (Studi Pada Bank-Bank Di Kota Medan)

0 16 152

Tanggungjawab Kreditur (Bank) Dalam Mengembalikan Piutang Dengan Jaminan Fidusia (Studi Pada Bank Perkreditan Rakyat Mitra Dana Madani Medan)

2 73 113

Aspek Hukum Pembebanan Jaminan Fidusia Antara Perusahaan Pembiayaan Dengan Nasabah (Studi Pada PT. Dipo Star Finance Cabang Medan)

20 330 122

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN PERJANJIANKREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia (Studi Pada Bank Rakyat Indonesia Unit Sidodadi Cabang Sragen).

0 1 13

PENDAHULUAN Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Fidusia (Studi Pada Bank Rakyat Indonesia Unit Sidodadi Cabang Sragen).

0 2 13