Studi Penggunaan Tulangan Pengekang Tidak Standar Dengan Perkuatan Pen-Binder Pada Kolom Berbentuk Persegi Dengan Aplikasi ANSYS

(1)

DAFTAR PUSTAKA .

Dipohusodo, I., “ Struktur Beton Bertulang”, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996

Kusuma, G. dan Andriono, T. “Desain Struktur Rangka Beton Bertulang di Daerah Rawan Gempa Berdasarkan SKSNI T-15-1991-03”. Penerbit Erlangga, Jakarta, 1993

Kristianto, A., Imran, I., dan Suarjana M., 2010, Pengembangan Sistem Elemen Pengikat untuk Mening-katkan Efektivitas Kekangan Kolom Bangunan Tahan Gempa, Jurnal Teknik Sipil Vol.6 No.1, April.

Kristianto, A., Imran, I., dan Suarjana M., 2011, Studi Eksperimental Penggunaan Tulangan Pengekang Tidak Standar yang Dimodifikasi pada Kolom Persegi Beton Bertulang, Jurnal Teknik Sipil Vol. 18 No. 3, Desember.

McCormac, J. “Desain Beton Bertulang”. Penerbit Erlangga, Jakarta,2003.

Nawy, Edward. “Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar”. PT. Refika Aditama, Bandung, 2008

Tjaronge, M.W., Akkas, A.M., dan Insani, ST.N., 2010, Studi Pengaruh Pemberian Variasi Jarak Sengkang Terhadap Kuat Tekan Kolom SSC, Jurnal Teknik Sipil Vol.6 No.1, April.

Wight.J.K dan MacGregor.J.G. “Reinforced Concrete Mechanics and Design”. Pearson Prentice Hall, New Jersey,2009.


(2)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Umum

Penelitian ini merupakan percobaan eksperimental terhadap beberapa tulangan kolom beton bertulang, yang dilengkapi tulangan pengekang dengan bentuk yang berbeda satu dan lainnya dengan bantuan aplikasi (ANSYS), yang mana memiliki tujuan untuk mendapatkan perilaku, kapasitas beban, dan tegangan yang terjadi pada masing-masing tulangan akibat pemberian beban.

Pada percobaan ini, dilakukan pengujian tulangan dengan pemberian beban sentris terhadap sumbu kolom. Pembebanan dilakukan secara bertahap dengan interval tertentu, setelah itu dilakukan pencatatan terhadap kapasitas tekan tulangan tersebut.,

Benda uji yang direncanakan dalam percobaan ini adalah berupa 3 jenis tulangan kolom dengan tulangan longitudinal yang digunakan berdiameter 12 mm, sementara untuk tulangan sengkangnya berdiameter 6 mm dengan . Berikut masing-masing karakteristik dari tulangan sengkang yang digunakan:

Tabel 3.1 Karekteristik Tulangan Sengkang yang Dipakai No Jenis Tulangan Transversal (Sengkang)

1 Tulangan sengkang dengan kait standar (1350)

2 Tulangan Sengkang dengan kait tidak standar (900)

3 Tulangan sengkang dengan kait tidak standar yang diberi perkuatan pen-binder


(3)

Spesifikasi dari tulangan baja yang digunakan sebagai tulangan longitudinal maupun transversal dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.2 Spesifikasi Tulangan Baja yang Digunakan

No Keterangan BJ 24

1 Tegangan Leleh Minimum (fy) 235 Mpa

2 Tegangan Putus Minimum (fu) 250 Mpa

3 Peregangan Minimum 20 %

4 Kuat Tarik Minimum (fsu) 380 Mpa

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental yang dilakukan dengan bantuan aplikasi pemodelan struktur yaitu ANSYS 12.1, meliputi :

a. Perencanaan benda uji (manual).

b. Pembuatan model atau pemodelan benda uji. c. Pengujian kuat tekan.


(4)

Diagram Alir Percobaan

Gambar 3.1 Diagram Alir Percobaan Mulai

Mencari Kebutuhan demi Merancang Tulangan Kolom

Beton Bertulang

Pendefinisian Beban Kolom Beton Bertulang

Geometri Tulangan Kolom

Pemodelan Desain Tulangan dengan CAD

Import Geometri ke Aplikasi Struktural Analisis

Pendefinisian Material dan Asseembly Komponen

Simulasi Pembebanan

Finite Element Analisys

Tegangan, Regangan, dan Deformasi Tulangan

Pengambilan Data

Dokumentasi Teknik

Selesai

Tidak


(5)

3.2 Perencanaan Benda Uji

Analisa perhitungan untuk menentukan dimensi tulangan longitudinal dan tulangan transversal pada kolom dilakukan berdasarkan SNI 03-6827-2002.

C1= 0,85 f’c (bh-Ast)

C1= 0,85 f’c (Ag-Ast)

C2= fy.A1

C3= fy.A2

Po= C1 + C2 +C3 A1

b A2

Ast = A1 + A2

h

P0

C1 C2 C3


(6)

Direncanakan suatu kolom beton bertulang berpenampang persegi dengan data sebagai berikut :

b = 15 cm

h = 15 cm

Ag = 15 cm x 15 cm = 225 cm2 = 0,0225 m2

t = 100 cm

selimut beton = 4,5 cm

mutu beton K-225 (f’c = 19,76 MPa)

mutu tulangan baja BJTP 24 (fy = 240 Mpa)

 Pemilihan Tulangan Longitudinal 1. Penentuan nilai Pu

Pu = 1,4 D Yang mana,

D = Ag x t x 2400 kN/m3 = 27 kN

Maka,

Pu = (1,4 x 27) + (1,6 x 100) = 197,8 kN ~ 225 kN 2. Penentuan dimensi tulangan

Berdasarkan ACI pasal 10.3.5, sehubungan dengan perilaku beban normal, lentur, dll, kekuatan elemen beton yang digunakan pada perencanaan (kuat rencana ) adalah hasil kekuatan nominal dengan suatu faktor reduksi Ø.


(7)

Untuk kolom beton bertulang dengan pengikat sengkang, digunakan faktor reduksi Ø = 0,65.

Maka,

Pu = 0,65.0,8 [{ 0,85.19,76(22500-Ast)}+(240.Ast)]

225 x103 = 0,52 [ {16,796 ( 22500-Ast)} + 240Ast]

225x103 = 0,52 [37791-16,796Ast+240Ast]

225 x103 = 175713 + 116,06Ast

Ast = x 3 − ,

Ast = 424,66827 mm2 (minimum)

Digunakan 4 tulangan baja polos berdiameter 12 mm

Ast = 452, 16 mm2

3. Kontrol rasio tulangan longitudinal

ρg = ���

ρg = ,

ρg = 0,02

Syarat rasio penulangan = (0,01<ρg<0,08)


(8)

 Desain Sengkang

Direncanakan sengkang dengan d = 6 mm Jarak sengkang tidak boleh lebih dari :

1. 16 x diameter tulangan memanjang = 16x12 =192 mm 2. 48 x diameter sengkang = 48x 6 = 288 mm 3. Dimensi kolom terkecil = 150 mm

Digunakan jarak antar sengkang = 125 mm.

 Pengaruh Kelangsingan Kolom

Untuk komponen struktur tekan tanpa pengaku lateral, atau tidak disokong untuk tertahan ke arah samping, efek kelangsingan dapat diabaikan apabila memenuhi :

. < Dimana, lu= Tinggi kolom

R = 0,3 x lebar kolom

Untuk struktur kolom bangunan (kedua ujung jepit), k = 0,5

Maka, . < , �

, � < < <


(9)

3.3 Aplikasi yang Digunakan

Dalam percobaan ini, terdapat dua aplikasi yang digunakan, yaitu sebagai berikut :

1. Aplikasi Pemodelan atau Aplikasi CAD ( Computer Aided Design ).

Aplikasi yang digunakan untuk menggambar (3D) model tulangan untuk penelitian ini adalah SolidWorks. SolidWorks memakai 3 area kerja, Parts, Assembly dan Drawing yang saling berkaitan, ketika salah satu design diubah maka gambar yang lain akan ikut menyesuaikan sehingga tidak perlu melakukan editing pada design yang lain.

Gambar 3.2 Aplikasi CAD yang digunakan

2. Aplikasi Analisis Struktural

Aplikasi yang digunakan untuk menganalisis model pada penelitian ini adalah ANSYS 12.1. ANSYS merupakan program yang memiliki kemampuan untuk, memodelkan,menghitung mensimulasikan suatu benda akibat dari dorongan (gaya, panas, ledakan, aliran, dsb ) baik akibat dari benda model tersebut maupun pengaruh dari luar.


(10)

Secara umum program ini di peruntukan bagi profesional yang mendalami finite element method (metode elemen hingga). yaitu suatu metode perhitungan (numerik) dengan tujuan mendapatkan pendekatan yang sama dengan kondisi sebenarnya. dengan membagi benda ke dalam elemen-elemen kecil (meshing).


(11)

3.4 Pembuatan Model (Pemodelan)

Pada penelitian ini digunakan tiga jenis tulangan kolom bersengkang yang dibuat modelnya dengan menggunakan aplikasi CAD yaitu SolidWorks. Adapun tiga jenis tulangan tersebut adalah sebagai berikut :

I. Tulangan Kolom dengan Sengkang Berkait 900


(12)

II. Tulangan Kolom dengan Sengkang Berkait 1350


(13)

III. Tulangan Kolom dengan Sengkang Berkait 900 dengan Pen-Binder


(14)

3.5 Pengujian Model dengan Aplikasi ANSYS 12.1

Setelah melakukan proses menggambar model tulangan pada aplikasi CAD, maka dilakukanlah pengujian pada model. Dalam ANSYS Workbench 12, ada tiga tahapan utama dalam proses simulasi, yaitu preprocessing, solution dan postprocessing, yang mana tahap-tahapnya adalah sebagai berikut :

I. PREPROCESSING

Preprocessing adalah tahapan awal dalam proses simulasi pada ANSYS. Pada tahapan ini dilakukan pengaturan awal terhadap geometri yang akan dianalisis, pengaturan tersebut antara lain, pemilihan bentuk elemen, pengaturan ukuran elemen, pengaturan kontak antar komponen pada geometri, dan pemberian data material pada model yang akan dianalisis.

Ada beberapa pekerjaan yang dilakukan pada preprocessing, yaitu: 1. Memasukkan Informasi atau Data Material pada Software Analisa

Untuk mengawali proses simulasi pembebanan tulangan, terlebih yang harus dilakukan adalah memberikan informasi atau data material yang dipakai pada model kedalam software analisa.


(15)

Untuk melakukan hal ini, setelah membuka software analisa, yaitu ANSYS Workbench 12, pilih pada toolbox analysis system static structural, kemudian klik dua kali pada Engineering Data. Pada jendela Engineering Data, masukkan nama material yang dipakai pada Tabel 2. Outline Schematic, yaitu Baja fy 240 Mpa .

Gambar 3.8 Perintah Memasukkan Nama Material


(16)

Setelah pemberian nama, pada toolbox disebelah kiri, pilih physical properties lalu klik dua kali pada Density, akan muncul tabel baru pada sisi kanan jendela, yaitu Table of Properties Row, yang mana masukkan data berat jenis material pada suhu yang ditentukan pada tabel tersebut.

Gambar 3.10 Pengisian Data Density

Lalu, pada toolbox linear elastic klik dua kali pada Isotropic Elastic, akan muncul tabel baru yang berjudul Properties of Outline Row 3: Baja fy 240 Mpa. Pada tabel tersebut dapat dimasukkan informasi penting lainnya mengenai material yang akan digunakan tadi, yaitu Modulus Young dan Potion Ratio material pada temperatur yang ditentukan.


(17)

Kemudian, pada toolbox pada Strengh klik dua kali pada bagian informasi yang ingin dimasukkan, apakah tensile yield ataupun tensile ultimate dari baja tadi, untuk nantinya dapat mempermudah sistem dalam analisa pengujian.

Gambar 3.12 Pengisiian Data Strengh Material


(18)

Setelah memberikan informasi material yang diketahui, klik toolbox Return to Project di kanan atas untuk kembali pada jendela utama.

2. Import model CAD pada Software Analisa

Setelah pemberian informasi material, model yang telah dibuat didalam software CAD di-import kedalam software analisa. Untuk melakukan hal ini, klik dua kali pada geometry , akan muncul jendela kerja baru yaitu Design Modeler. Pada menu file di sudut kiri atas klik Import External Geometry File. Pilih file model CAD yang sebelumnya sudah diubah formatnya menjadi .igs dan tekan toolbox Generate. Setalah itu kembali pada jendela utama dengan menekan tombol merah pada sudut kanan atas.


(19)

Sebelumnya, atur satuan dengan melalui menu units. Untuk mengatur satuan menu units > pilih Metric.


(20)

3. Pengaturan Kontak antar Komponen pada Model

Setelah mengimport model pada ANSYS, yang harus dilakukan adalah mengatur kontak antar komponen model atau biasa disebut dengan meshing.

Klik Model pada jendela utama, maka akan terbuka jendela baru Mechanical [Ansys Multiphysic]. Sebelum melakukan meshing, terlebih dahulu kita mengatur jenis material yang dipakai pada masing-masing komponen model.

Pada menu outline, klik tombol + pada Geometry, ubah satu satu jenis material pada masing-masing elemen pada model sesuai material yang direncanakan diawal tadi, dengan mengklik satu-satu elemen pada solid kemudian mengubah Assigntment pada menu Material di jendela yang muncul di kiri bawah.


(21)

Gambar 3.17 Perintah Meshing

Setelah pengaturan material bahan, kita lakukan meshing yaitu dengan mengklik kanan pada Mesh, kemudian klik Generate Mesh.


(22)

II. SOLUTION

Pada tahap ini, hal pertama yang harus dilakukan adalah memberikan constrain dan beban-beban yang akan diberikan pada tulangan, dengan cara mengklik menu Setup pada jendela utama ANSYS Workbench

Tentukan komponen model yang akan menjadi area constrain, pemberian constrain pada tapak tulangan agar tulangan berdiri dan tidak bergerak kearah yang tidak seharusnya ketika pemberian beban dilakukan, dengan perintah berupa : Static Structural > Support> Fixed Support. Pilih komponen tapak dari model yang akan menjadi area constrain kemudian tekan Apply pada jendela di kiri bawah.


(23)

Gambar 3.20 Jendela Mechanical [Ansys Multiphysic] untuk Pemberian Constraint dan Load

Setelah itu, beban berupa gaya diberikan pada bagian atas tulangan dengan perintah berupa : Static Structural > Load > Force, pilih komponen model yang akan menjadi area pembebanan kemudian tekan Apply pada jendela di kiri bawah. Tentukan gaya yang akan diberikan dengan merubah Define by ; Vector > Component , kemudian masukkan besaran gaya pada Y Component ; - N , pemberian tanda minus bertujuan untuk menunjukkan arah dari gaya yaitu kebawah, perintah-perintah tadi ada di kiri bawah pada jendela kerja.


(24)

Gambar 3.21 Pemberian Support pada Model


(25)

III. POSTPROCESSING

Pada tahap postprocessing ini dapat dipilih hasil analisa apa yang ingin ditampilkan. Dalam tahap ini, yang ingin diketahui adalah data tegangan, regangan, deformasi dan analisa kestabilan yang terjadi terhadap masing-masing jenis tulangan.

Perintah: solution > insert > stress > pilih equivalent stress (Von-mises) untuk menampilkan hasil analisa berupa data tegangan.

Gambar 3.22 Hasil simulasi berupa tegangan von mises

Pada Gambar 3.24 terlihat animasi hasil analisa, terlihat pula distribusi tegangan akibat dari pembebanan pada struktur tulangan. Data berupa tegangan pada semua bagian struktur tersebut dapat dilihat, sehingga dapat diketahui bagian yang kritis karena terdapat konsentrasi tegangan berlebih.


(26)

Perintah: solution > insert > strain > pilih equivalent strain (Von-mises) untuk menampilkan hasil analisa berupa data regangan.

Gambar 3.23 Hasil simulasi berupa regangan von mises

Perintah: solution > insert > deformation > pilih total untuk menampilkan hasil analisa berupa data deformasi total.


(27)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pendahuluan

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil percobaan yang didapatkan berdasarkan data hasil keluaran dari aplikasi ANSYS 12.1, dimana hasilnya akan berkaitan dengan kinerja tulangan kolom yang diberi perkuatan pen-binder pada sengkangnya dan analisis terhadap efek dari perkuatan pada tulangan sengkang dengan penggunaan pen-binder tersebut.

4.2 Perhitungan Kapasitas Beban Aksial Ultimate Kolom

Kolom berpenampang persegi memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut :  Dimensi kolom : 150 x150

 Tinggi kolom : 1000 mm

 Kuat Tekan (f’c) : 19,76 Mpa (K-225)

 Diameter tulangan longitudinal : 12 mm  Diameter tulangan sengkang : 6 mm  Jumlah tulangan longitudinal : 4 buah  Fy tulangan longitudinal : 240 Mpa  Fyh tulangan sengkang : 240 Mpa  Luas penampang (Ag) : 22500 mm2

 Es : 2 x 105 Mpa


(28)

Beban aksial yang dapat ditampung kolom dapat ditentukan sebagai berikut : Pn = 0,8 { 0.85 f’c (Ag- Ast) + Fy. Ast }

= 0,8 { 0,85 (19,76) (22500 – 452, 16) + (240. 452,16) = 0,8 { 370315,5 + 108518,4 }

= 383067 N =383,067 kN

Maka, berpatokan dengan hasil beban aksial kolom diatas, pembebanan pada benda uji tulangan di hentikan pada 400 kN dengan rentang pembebanan 10 kN - 400 kN.


(29)

4.3 Data Hasil Percobaan

Berikut data hasil percobaan untuk masing-masing jenis tulangan kolom.

I. Model 1 (Tulangan dengan sengkang berkait 900)

Tabel 4.1 Data Hasil Keluaran (Model 1)

Gaya (N) Teg. Sengkang (Pa) (10^8) Reg. Sengkang (mm/mm) Def. Sengkang (mm) Teg. Tulangan (Pa) (10^8) Reg. Tulangan (mm/mm) Def. Tulangan (mm)

-10000 0.51 0.0001 0.1 2.05 0.0010 0.1

-20000 1.03 0.0005 0.2 4.11 0.0021 0.2

-30000 1.54 0.0008 0.3 6.16 0.0031 0.3

-40000 2.05 0.0010 0.4 8.21 0.0041 0.4

-50000 2.57 0.0013 0.5 10.26 0.0051 0.5

-60000 3.08 0.0015 0.7 12.32 0.0054 0.7

-70000 3.59 0.0018 0.8 14.37 0.0072 0.8

-80000 4.11 0.0021 0.9 16.42 0.0082 0.9

-90000 4.62 0.0023 1.0 18.47 0.0092 1.0

-100000 5.13 0.0025 1.1 20.53 0.0100 1.1

-110000 5.65 0.0028 1.2 22.58 0.0110 1.2

-120000 6.16 0.0030 1.3 24.63 0.0120 1.3

-130000 6.67 0.0033 1.4 26.68 0.0130 1.4

-140000 7.19 0.0036 1.5 28.74 0.0140 1.5

-150000 7.70 0.0039 1.6 30.70 0.0150 1.6

-160000 8.21 0.0040 1.8 32.84 0.0160 1.8

-170000 8.73 0.0044 1.9 34.89 0.0170 1.9

-180000 9.24 0.0046 2.0 36.95 0.0185 2.0

-190000 9.75 0.0049 2.1 39.00 0.0195 2.1

-200000 10.26 0.0050 2.2 41.06 0.0210 2.2

-210000 10.78 0.0054 2.3 43.10 0.0220 2.3

-220000 11.30 0.0056 2.4 45.16 0.0230 2.4

-230000 11.80 0.0059 2.5 47.20 0.0236 2.5

-240000 12.30 0.0062 2.6 49.30 0.0246 2.6

-250000 12.80 0.0064 2.7 51.30 0.0256 2.7

-260000 13.34 0.0067 2.8 53.40 0.0267 2.8

-270000 13.86 0.0069 2.9 55.42 0.0277 2.9

-280000 14.37 0.0070 3.0 57.47 0.0287 3.0

-290000 14.89 0.0074 3.1 59.53 0.0297 3.1

-300000 15.40 0.0077 3.2 61.58 0.0307 3.2

-310000 15.91 0.0080 3.4 63.63 0.0318 3.4

-320000 16.43 0.0082 3.5 65.69 0.0328 3.5

-330000 16.94 0.0085 3.6 67.74 0.0339 3.6

-340000 17.45 0.0087 3.7 69.79 0.0349 3.7

-350000 17.97 0.0090 3.8 71.85 0.0359 3.8

-360000 18.48 0.0092 3.9 73.90 0.0369 3.9

-370000 18.99 0.0095 4.1 75.95 0.0380 4.1

-380000 19.51 0.0098 4.2 78.00 0.0390 4.2

-390000 20.02 0.0100 4.3 80.01 0.0400 4.3

-400000 20.53 0.0103 4.4 82.11 0.0411 4.4


(30)

II. Model 2 (Tulangan dengan sengkang berkait 1350) Tabel 4.2 Data Hasil Keluaran (Model 2)

Gaya (N) Teg. Sengkang (Pa) (10^8) Reg. Sengkang (mm/mm) Def. Sengkang (mm) Teg. Tulangan (Pa) (10^8) Reg. Tulangan (mm/mm) Def. Tulangan (mm)

-10000 0.50 0.0002 0.1 1.99 0.0010 0.1

-20000 1.00 0.0005 0.2 3.99 0.0020 0.2

-30000 1.50 0.0007 0.3 5.98 0.0029 0.4

-40000 1.99 0.0010 0.4 7.97 0.0004 0.2

-50000 2.49 0.0012 0.5 9.97 0.0050 0.6

-60000 2.99 0.0015 0.6 11.20 0.0060 0.7

-70000 3.49 0.0017 0.7 13.95 0.0070 0.8

-80000 3.99 0.0020 0.8 15.95 0.0080 0.9

-90000 4.49 0.0022 0.9 17.94 0.0090 1.1

-100000 4.98 0.0025 0.9 19.93 0.0100 1.2

-110000 5.48 0.0027 0.1 21.93 0.0109 1.3

-120000 5.98 0.0030 1.1 23.92 0.0120 1.4

-130000 6.48 0.0032 1.2 25.91 0.0130 1.5

-140000 6.98 0.0035 1.3 27.91 0.0135 1.6

-150000 7.48 0.0037 1.4 29.90 0.0149 1.8

-160000 7.97 0.0040 1.5 31.89 0.0159 1.9

-170000 8.47 0.0042 1.6 33.89 0.0169 2.0

-180000 8.97 0.0045 1.7 35.88 0.0179 2.1

-190000 9.47 0.0047 1.8 37.87 0.0189 2.2

-200000 9.97 0.0050 1.9 39.86 0.0199 2.4

-210000 10.47 0.0052 2.0 41.86 0.0209 2.5

-220000 10.96 0.0055 2.1 43.85 0.0219 2.6

-230000 11.46 0.0057 2.2 45.84 0.0229 2.7

-240000 11.96 0.0060 2.3 47.84 0.0239 2.8

-250000 12.46 0.0062 2.4 49.83 0.0249 3.0

-260000 12.96 0.0065 2.5 51.82 0.0251 3.1

-270000 13.46 0.0067 2.6 53.82 0.0269 3.2

-280000 13.95 0.0070 2.7 55.81 0.0279 3.3

-290000 14.45 0.0072 2.7 57.80 0.0289 3.4

-300000 14.95 0.0075 2.8 59.80 0.0290 3.5

-310000 15.45 0.0077 2.9 61.79 0.0309 3.7

-320000 15.95 0.0080 3.0 63.78 0.0319 3.8

-330000 16.45 0.0082 3.1 65.78 0.0329 3.9

-340000 16.94 0.0008 3.2 67.77 0.0339 4.0

-350000 17.44 0.0087 3.3 69.76 0.0349 4.1

-360000 17.94 0.0090 3.4 71.76 0.0359 4.3

-370000 18.44 0.0092 3.5 73.75 0.0369 4.4

-380000 18.94 0.0095 3.6 75.74 0.0379 4.5

-390000 19.44 0.0097 3.7 77.74 0.0389 4.6

-400000 19.93 0.0100 3.8 79.73 0.0399 4.7


(31)

III. Model 3 ( Tulangan dengan sengkang 900 + pen binder)

Tabel 4.3 Data Hasil Keluaran (Model 3)

Gaya (N) Teg. Sengkang (Pa) (10^8) Reg. Sengkang (mm/mm) Def. Sengkang (mm) Teg. Tulangan (Pa) (10^8) Reg. Tulangan (mm/mm) Def. Tulangan (mm)

-10000 0.47 0.0002 0.1 1.89 0.0009 0.1

-20000 0.94 0.0005 0.2 3.77 0.0019 0.2

-30000 1.42 0.0007 0.3 5.66 0.0028 0.3

-40000 1.89 0.0009 0.3 7.55 0.0037 0.4

-50000 2.36 0.0012 0.4 9.44 0.0047 0.6

-60000 2.83 0.0014 0.5 11.32 0.0057 0.7

-70000 3.30 0.0017 0.6 13.21 0.0066 0.8

-80000 3.78 0.0019 0.7 15.10 0.0075 0.9

-90000 4.25 0.0021 0.8 16.99 0.0085 1.0

-100000 4.72 0.0023 0.8 18.87 0.0094 1.1

-110000 5.19 0.0026 0.9 20.76 0.0104 1.2

-120000 5.66 0.0028 1.0 22.65 0.0113 1.3

-130000 6.14 0.0030 1.1 24.53 0.0122 1.4

-140000 6.61 0.0033 1.2 26.42 0.0132 1.6

-150000 7.08 0.0035 1.3 28.31 0.0141 1.7

-160000 7.55 0.0037 1.3 30.20 0.0150 1.8

-170000 8.02 0.0040 1.4 32.09 0.0160 1.9

-180000 8.50 0.0042 1.5 33.97 0.0169 2.0

-190000 8.97 0.0045 1.6 35.86 0.0179 2.1

-200000 9.44 0.0047 1.7 37.75 0.0189 2.2

-210000 9.91 0.0049 1.8 39.34 0.0198 2.3

-220000 10.30 0.0052 1.8 41.52 0.0207 2.4

-230000 10.90 0.0054 1.9 43.09 0.0217 2.6

-240000 11.33 0.0056 2.0 45.30 0.0226 2.7

-250000 11.80 0.0059 2.1 47.18 0.0235 2.8

-260000 12.27 0.0060 2.2 49.07 0.0245 2.9

-270000 12.27 0.0063 2.3 50.96 0.0254 3.0

-280000 13.22 0.0066 2.3 52.85 0.0264 3.1

-290000 13.69 0.0068 2.4 54.73 0.0273 3.2

-300000 14.16 0.0071 2.5 56.62 0.0283 3.3

-310000 14.63 0.0073 2.6 58.51 0.0293 3.5

-320000 15.11 0.0076 2.7 60.40 0.0302 3.6

-330000 15.58 0.0078 2.8 62.28 0.0311 3.7

-340000 16.05 0.0080 2.8 64.17 0.0321 3.8

-350000 16.52 0.0083 2.9 66.06 0.0330 3.9

-360000 16.99 0.0085 3.0 67.94 0.0340 4.0

-370000 17.47 0.0087 3.1 69.83 0.0349 4.1

-380000 17.94 0.0090 3.2 71.72 0.0359 4.2

-390000 18.41 0.0092 3.3 73.61 0.0368 4.4

-400000 18.88 0.0094 3.3 75.49 0.0377 4.5


(32)

4.4 Analisa Perilaku Tulangan

Pada tahap ini, data hasil keluaran diatas akan dianalisa satu persatu guna melihat perilaku antar model tulangan.

4.4.1 Analisa Tegangan yang Terjadi pada Sengkang.

Berikut tabel yang berisi data tegangan yang terjadi akibat pembebanan pada masing- masing model tulangan.

Tabel 4.4 Data Tegangan Sengkang

Model I Model II Model III

10000 0.51 0.50 0.47

20000 1.03 1.00 0.94

30000 1.54 1.50 1.42

40000 2.05 1.99 1.89

50000 2.57 2.49 2.36

60000 3.08 2.99 2.83

70000 3.59 3.49 3.30

80000 4.11 3.99 3.78

90000 4.62 4.49 4.25

100000 5.13 4.98 4.72

110000 5.65 5.48 5.19

120000 6.16 5.98 5.66

130000 6.67 6.48 6.14

140000 7.19 6.98 6.61

150000 7.70 7.48 7.08

160000 8.21 7.97 7.55

170000 8.73 8.47 8.02

180000 9.24 8.97 8.50

190000 9.75 9.47 8.97

200000 10.26 9.97 9.44

210000 10.78 10.47 9.91

220000 11.30 10.96 10.30

230000 11.80 11.46 10.90

240000 12.30 11.96 11.33

250000 12.80 12.46 11.80

260000 13.34 12.96 12.27

270000 13.86 13.46 12.27

280000 14.37 13.95 13.22

290000 14.89 14.45 13.69

300000 15.40 14.95 14.16

310000 15.91 15.45 14.63

320000 16.43 15.95 15.11

330000 16.94 16.45 15.58

340000 17.45 16.94 16.05

350000 17.97 17.44 16.52

360000 18.48 17.94 16.99

Tegangan Sengkang (Pa) (10^8) Gaya (N)


(33)

Dari data diatas, dapat diperoleh grafik yang menggambarkan perbedaan tegangan yang terjadi pada masing-masing tulangan di area sengkang akibat pemberian beban. Yang mana, model 1 adalah tulangan dengan sengkang 900, model 2 adalah tulangan dengan sengkang 1350, dan model 3 adalah tulangan dengan sengkang 900 + pen binder.


(34)

Tegangan akibat pembebanan 400 kN. Model 1 = 20.53 * 10 8 Pa

Model 2 = 19.93 * 108 Pa ; (2,92 % lebih rendah dari pada model 1) Model 3 = 18.88 * 108 Pa ; (8,05 % lebih rendah dari pada model 1)

Dari grafik dapat kita lihat bahwa, pada awal pembebanan atau saat pemberian beban yang rendah, tidak terjadi perbedaan yang signifikan terhadap tegangan yang terjadi pada area sengkang. Namun, semakin tinggi pemberian beban pada benda uji, semakin terlihat pula perbedaan tegangan yang terjadi.


(35)

4.4.2 Analisa Regangan yang Terjadi pada Sengkang.

Berikut tabel yang berisi data regangan yang terjadi akibat pembebanan pada masing- masing model tulangan.

Tabel 4.5 Data Regangan Sengkang

Dari data diatas, dapat diperoleh grafik yang menggambarkan perbedaan regangan yang terjadi pada masing-masing tulangan di area sengkang akibat pemberian beban.

Model I Model II Model III

10000 0.0001 0.0002 0.0002

20000 0.0005 0.0005 0.0005

30000 0.0008 0.0007 0.0007

40000 0.0010 0.0010 0.0009

50000 0.0013 0.0012 0.0012

60000 0.0015 0.0015 0.0014

70000 0.0018 0.0017 0.0017

80000 0.0021 0.0020 0.0019

90000 0.0023 0.0022 0.0021

100000 0.0025 0.0025 0.0023

110000 0.0028 0.0027 0.0026

120000 0.0030 0.0030 0.0028

130000 0.0033 0.0032 0.0030

140000 0.0036 0.0035 0.0033

150000 0.0039 0.0037 0.0035

160000 0.0040 0.0040 0.0037

170000 0.0044 0.0042 0.0040

180000 0.0046 0.0045 0.0042

190000 0.0049 0.0047 0.0045

200000 0.0050 0.0050 0.0047

210000 0.0054 0.0052 0.0049

220000 0.0056 0.0055 0.0052

230000 0.0059 0.0057 0.0054

240000 0.0062 0.0060 0.0056

250000 0.0064 0.0062 0.0059

260000 0.0067 0.0065 0.0060

270000 0.0069 0.0067 0.0063

280000 0.0070 0.0070 0.0066

290000 0.0074 0.0072 0.0068

300000 0.0077 0.0075 0.0071

310000 0.0080 0.0077 0.0073

320000 0.0082 0.0080 0.0076

330000 0.0085 0.0082 0.0078

340000 0.0087 0.0085 0.0080

350000 0.0090 0.0087 0.0083

360000 0.0092 0.0090 0.0085

370000 0.0095 0.0092 0.0087

380000 0.0098 0.0095 0.0090

390000 0.0100 0.0097 0.0092

400000 0.0103 0.0100 0.0094


(36)

Gambar 4.2 Grafik Regangan pada Sengkang Akibat Pembebanan Regangan akibat pembebanan 400 kN.

Model 1 = 0.0103

Model 2 = 0.0100 ; (2.924905% lebih rendah dari pada model 1) Model 3 = 0.0094 ; (8.049089% lebih rendah dari pada model 1)

Dari grafik dapat kita lihat bahwa, pada awal pembebanan atau saat pemberian beban yang rendah, tidak terjadi perbedaan yang signifikan terhadap regangan yang terjadi pada area sengkang. Namun, semakin tinggi pemberian beban pada benda uji, semakin terlihat pula perbedaan regangan yang terjadi.


(37)

4.4.3 Analisa Defleksi yang Terjadi pada Sengkang.

Berikut tabel yang berisi data defleksi yang terjadi akibat pembebanan pada masing- masing model tulangan.

Tabel 4.6 Data Defleksi Sengkang

Dari data diatas, dapat diperoleh grafik yang menggambarkan perbedaan defleksi yang terjadi pada masing-masing tulangan di area sengkang akibat pemberian beban.

Model I Model II Model III

10000 0.1 0.1 0.1

20000 0.2 0.2 0.2

30000 0.3 0.3 0.3

40000 0.4 0.4 0.3

50000 0.5 0.5 0.4

60000 0.7 0.6 0.5

70000 0.8 0.7 0.6

80000 0.9 0.8 0.7

90000 1.0 0.9 0.8

100000 1.1 0.9 0.8

110000 1.2 1.0 0.9

120000 1.3 1.1 1.0

130000 1.4 1.2 1.1

140000 1.5 1.3 1.2

150000 1.6 1.4 1.3

160000 1.8 1.5 1.3

170000 1.9 1.6 1.4

180000 2.0 1.7 1.5

190000 2.1 1.8 1.6

200000 2.2 1.9 1.7

210000 2.3 2.0 1.8

220000 2.4 2.1 1.8

230000 2.5 2.2 1.9

240000 2.6 2.3 2.0

250000 2.7 2.4 2.1

260000 2.8 2.5 2.2

270000 2.9 2.6 2.3

280000 3.0 2.7 2.3

290000 3.1 2.7 2.4

300000 3.2 2.8 2.5

310000 3.4 2.9 2.6

320000 3.5 3.0 2.7

330000 3.6 3.1 2.8

340000 3.7 3.2 2.8

350000 3.8 3.3 2.9

360000 3.9 3.4 3.0

370000 4.1 3.5 3.1

380000 4.2 3.6 3.2

390000 4.3 3.7 3.3

400000 4.4 3.8 3.3


(38)

Gambar 4.3 Grafik Defleksi pada Sengkang Akibat Pembebanan

Defleksi akibat pembebanan 400 kN. Model 1 = 4.4 mm

Model 2 = 3.8 mm ; (13.54799 % lebih rendah dari pada model 1) Model 3 = 3.3 mm ; (23.64109 % lebih rendah dari pada model 1)

Dari grafik dapat kita lihat bahwa, pada awal pembebanan atau saat pemberian beban yang rendah, sudah mulai terlihat perbedaan yang signifikan terhadap defleksi yang terjadi pada area sengkang. Namun, semakin tinggi pemberian beban pada benda uji, semakin tinggi pula perbedaan defleksi yang terjadi.


(39)

4.4.4 Analisa Tegangan yang Terjadi pada Tulangan Pokok.

Berikut tabel yang berisi data tegangan yang terjadi akibat pembebanan pada masing- masing model tulangan.

Tabel 4.7 Data Tegangan Tulangan Pokok

Dari data diatas, dapat diperoleh grafik yang menggambarkan perbedaan tegangan yang terjadi pada masing-masing tulangan di area tulangan pokok akibat pemberian beban.

Model I Model II Model III

10000 2.05 1.99 1.89

20000 4.11 3.99 3.77

30000 6.16 5.98 5.66

40000 8.21 7.97 7.55

50000 10.26 9.97 9.44

60000 12.32 11.20 11.32

70000 14.37 13.95 13.21

80000 16.42 15.95 15.10

90000 18.47 17.94 16.99

100000 20.53 19.93 18.87

110000 22.58 21.93 20.76

120000 24.63 23.92 22.65

130000 26.68 25.91 24.53

140000 28.74 27.91 26.42

150000 30.70 29.90 28.31

160000 32.84 31.89 30.20

170000 34.89 33.89 32.09

180000 36.95 35.88 33.97

190000 39.00 37.87 35.86

200000 41.06 39.86 37.75

210000 43.10 41.86 39.34

220000 45.16 43.85 41.52

230000 47.20 45.84 43.09

240000 49.30 47.84 45.30

250000 51.30 49.83 47.18

260000 53.40 51.82 49.07

270000 55.42 53.82 50.96

280000 57.47 55.81 52.85

290000 59.53 57.80 54.73

300000 61.58 59.80 56.62

310000 63.63 61.79 58.51

320000 65.69 63.78 60.40

330000 67.74 65.78 62.28

340000 69.79 67.77 64.17

350000 71.85 69.76 66.06

360000 73.90 71.76 67.94

370000 75.95 73.75 69.83

380000 78.00 75.74 71.72

390000 80.01 77.74 73.61

400000 82.11 79.73 75.49


(40)

Gambar 4.4 Grafik Tegangan pada Tulangan Akibat Pembebanan

Tegangan akibat pembebanan 400 kN. Model 1 = 82.11* 10 8 Pa

Model 2 = 79.73* 108 Pa ; (2.898621% lebih rendah dari pada model 1) Model 3 = 75.49* 108 Pa ; (8.056462% lebih rendah dari pada model 1)

Dari grafik dapat kita lihat bahwa, pada awal pembebanan atau saat pemberian beban yang rendah, tidak terjadi perbedaan yang signifikan terhadap tegangan yang terjadi pada area tulangan pokok. Namun, semakin tinggi pemberian beban pada benda uji, semakin terlihat pula perbedaan tegangan yang terjadi.


(41)

4.4.5 Analisa Regangan yang Terjadi pada Tulangan Pokok.

Berikut tabel yang berisi data regangan yang terjadi akibat pembebanan pada masing- masing model tulangan.

Tabel 4.8 Data Regangan Tulangan Pokok

Dari data diatas, dapat diperoleh grafik yang menggambarkan perbedaan regangan yang terjadi pada masing-masing tulangan di area tulangan pokok akibat pemberian beban.

Model I Model II Model III

10000 0.0010 0.0010 0.0009

20000 0.0021 0.0020 0.0019

30000 0.0031 0.0029 0.0028

40000 0.0041 0.0039 0.0037

50000 0.0051 0.0050 0.0047

60000 0.0054 0.0060 0.0057

70000 0.0072 0.0070 0.0066

80000 0.0082 0.0080 0.0075

90000 0.0092 0.0090 0.0085

100000 0.0100 0.0100 0.0094

110000 0.0110 0.0109 0.0104

120000 0.0120 0.0120 0.0113

130000 0.0130 0.0130 0.0122

140000 0.0140 0.0135 0.0132

150000 0.0150 0.0149 0.0141

160000 0.0160 0.0159 0.0150

170000 0.0170 0.0169 0.0160

180000 0.0185 0.0179 0.0169

190000 0.0195 0.0189 0.0179

200000 0.0210 0.0199 0.0189

210000 0.0220 0.0209 0.0198

220000 0.0230 0.0219 0.0207

230000 0.0236 0.0229 0.0217

240000 0.0246 0.0239 0.0226

250000 0.0256 0.0249 0.0235

260000 0.0267 0.0251 0.0245

270000 0.0277 0.0269 0.0254

280000 0.0287 0.0279 0.0264

290000 0.0297 0.0289 0.0273

300000 0.0307 0.0290 0.0283

310000 0.0318 0.0309 0.0293

320000 0.0328 0.0319 0.0302

330000 0.0339 0.0329 0.0311

340000 0.0349 0.0339 0.0321

350000 0.0359 0.0349 0.0330

360000 0.0369 0.0359 0.0340

370000 0.0380 0.0369 0.0349

380000 0.0390 0.0379 0.0359

390000 0.0400 0.0389 0.0368

400000 0.0411 0.0399 0.0377


(42)

Gambar 4.5 Grafik Regangan pada Tulangan Akibat Pembebanan

Regangan akibat pembebanan 400 kN. Model 1 =0.0411

Model 2 = 0.0399; (2.898621% lebih rendah dari pada model 1) Model 3 = 0.0377; (8.055244% lebih rendah dari pada model 1)

Dari grafik dapat kita lihat bahwa, pada awal pembebanan atau saat pemberian beban yang rendah, tidak terjadi perbedaan yang signifikan terhadap regangan yang terjadi pada area tulangan pokok. Namun, semakin tinggi pemberian beban pada benda uji, semakin terlihat pula perbedaan regangan yang terjadi.


(43)

4.4.6 Analisa Defleksi yang Terjadi pada Tulangan Pokok.

Berikut tabel yang berisi data defleksi yang terjadi akibat pembebanan pada masing- masing model tulangan.

Tabel 4.9 Data Defleksi Tulangan Pokok

Dari data diatas, dapat diperoleh grafik yang menggambarkan perbedaan defleksi yang terjadi pada masing-masing tulangan di area tulangan pokok akibat pemberian beban.

Model I Model II Model III

10000 0.1 0.1 0.1

20000 0.2 0.2 0.2

30000 0.3 0.4 0.3

40000 0.4 0.5 0.4

50000 0.5 0.6 0.6

60000 0.7 0.7 0.7

70000 0.8 0.8 0.8

80000 0.9 0.9 0.9

90000 1.0 1.1 1.0

100000 1.1 1.2 1.1

110000 1.2 1.3 1.2

120000 1.3 1.4 1.3

130000 1.4 1.5 1.4

140000 1.5 1.6 1.6

150000 1.6 1.8 1.7

160000 1.8 1.9 1.8

170000 1.9 2.0 1.9

180000 2.0 2.1 2.0

190000 2.1 2.2 2.1

200000 2.2 2.4 2.2

210000 2.3 2.5 2.3

220000 2.4 2.6 2.4

230000 2.5 2.7 2.6

240000 2.6 2.8 2.7

250000 2.7 3.0 2.8

260000 2.8 3.1 2.9

270000 2.9 3.2 3.0

280000 3.0 3.3 3.1

290000 3.1 3.4 3.2

300000 3.2 3.5 3.3

310000 3.4 3.7 3.5

320000 3.5 3.8 3.6

330000 3.6 3.9 3.7

340000 3.7 4.0 3.8

350000 3.8 4.1 3.9

360000 3.9 4.3 4.0

370000 4.1 4.4 4.1

380000 4.2 4.5 4.2

390000 4.3 4.6 4.4

400000 4.4 4.7 4.5


(44)

Gambar 4.6 Grafik Defleksi pada Tulangan Akibat Pembebanan

Defleksi akibat pembebanan 400 kN. Model 1 = 4.4 mm

Model 2 = 4.7 mm ; (7.462624% lebih tinggi dari pada model 1) Model 3 = 4.5 mm ; (1.779631% lebih tinggi dari pada model 1)

Dari grafik dapat kita lihat bahwa, pada awal pembebanan atau saat pemberian beban yang rendah, untuk model 2 sudah mulai terlihat perbedaan yang signifikan terhadap defleksi yang terjadi pada area tulangan pokok. Namun, semakin tinggi pemberian beban pada benda uji, semakin tinggi pula perbedaan defleksi yang terjadi. Sedangkan untuk model 3, tidak begitu terlihat perbedaan yang signifikan terhadap model 1 sampai pemberian beban berakhir.


(45)

4.5 Analisa Kapasitas Beban

Berdasarkan hasil perhitungan kapasitas beban sebelumnya, diketahui bahwa struktur kolom dapat meenahan beban aksial maksimum sebesar 383,067 kN.

Maka dari itu, besaran beban digunakan sebagai pembebanan pada tulangan model 1 yang nanti data hasil tegangan dan regangannya menjadi acuan untuk mencari beban aksial maksimum yang dapat dipikul oleh tulangan model 2 dan model 3.

Berikut hasil analisa datanya :

Tabel 4.10 Beban Aksial Maksimum

Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa dengan keadaan tegangan dan regangan yang sama dengan model 1 saat diberi beban sebesar 383,067 kN, kolom dengan tulangan model 2 dapat memikul beban aksial sebesar 395 kN (3.021 % lebih tinggi dari pada kolom dengan tulangan model 1) , sedangkan kolom dengan tulangan model 3 dapat memikul beban aksial sebesar 420 kN (8.79 % lebih tinggi dari pada kolom dengan tulangan model 1).

Teg. Sengkang (Pa)

(10^8) 1.966

Reg. Sengkang

(mm/mm) 0.0098

Teg. Tulangan Pokok

(Pa) (10^8) 7.863

Reg. Tulangan Pokok

(mm/mm) 0.0393

Model I Model II

Acuan Model III

395000 N 420000 N 383067 N


(46)

4.6 Hubungan Tegangan-Regangan Masing-Masing Model

Berdasarkan data yang sudah ada, dapat dibuat pula grafik teg-reg masing-masing model.

4.6.1 Hubungan Tegangan –Regangan pada Model 1

Gambar 4.7 Grafik Teg-Reg pada Sengkang ( Model 1)


(47)

4.6.2 Hubungan Tegangan –Regangan pada Model 2

Gambar 4.9 Grafik Teg-Reg pada Sengkang ( Model 2)


(48)

4.6.3 Hubungan Tegangan –Regangan pada Model 3

Gambar 4.11 Grafik Teg-Reg pada Sengkang ( Model 3)


(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari pengujian yang dilakukan terhadap model tulangan kolom dengan Aplikasi Ansys 12.1 selama mengerjakan Tugas Akhir ini, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Akibat dari pembebanan maksimum yakni sebesar 400 kN, tegangan maksimum yang terjadi pada area sengkang untuk model 1 tulangan dengan sengkang kait 900 adalah 20.53 * 10 8 Pa, pada model 2 tulangan dengan sengkang kait 1350 adalah 19.93 * 108 Pa (2,92 % lebih rendah dari pada model 1) dan untuk model 3 tulangan dengan sengkang 900 ditambah pen-binder adalah 18.88 * 108 Pa (8,05 % lebih rendah dari pada model 1).

Sedangkan pada area tulangan pokok, tegangan maksimum yang terjadi untuk model 1 tulangan dengan sengkang kait 900 adalah 82.11* 10 8 Pa, pada model 2 tulangan dengan sengkang kait 1350 adalah 79.73* 108 Pa (2.898621% lebih rendah dari pada model 1) dan untuk model 3 tulangan dengan sengkang 900 ditambah pen-binder adalah 75.49* 108 Pa (8.056462% lebih rendah dari pada model 1).

2. Akibat dari pembebanan maksimum yakni sebesar 400 kN, regangan maksimum yang terjadi pada area sengkang untuk model tulangan dengan sengkang kait 900 adalah 0.0103, pada model tulangan dengan sengkang kait 1350 adalah 0.0100 (2.924905% lebih rendah dari pada model 1) dan untuk model tulangan dengan sengkang 900 ditambah pen-binder adalah 0.0094 (8.049089% lebih rendah dari pada model 1).


(50)

Sedangkan pada area tulangan pokok, regangan maksimum yang terjadi untuk model 1 tulangan dengan sengkang kait 900 adalah 0.0411, pada model 2 tulangan dengan sengkang kait 1350 adalah 0.0399 (2.898621% lebih rendah dari pada model 1) dan untuk model 3 tulangan dengan sengkang 900 ditambah pen-binder adalah 0.0377 (8.055244% lebih rendah dari pada model 1).

3. Akibat dari pembebanan maksimum yakni sebesar 400 kN, defleksi maksimum yang terjadi pada area sengkang untuk model tulangan dengan sengkang kait 900 adalah 4.4 mm, pada model tulangan dengan sengkang kait 1350 adalah 3.8 mm (13.54799 % lebih rendah dari pada model 1) dan untuk model tulangan dengan sengkang 900 ditambah pen-binder adalah 3.3 mm (23.64109 % lebih rendah dari pada model 1).

Sedangkan pada area tulangan pokok, defleksi maksimum yang terjadi untuk model 1 tulangan dengan sengkang kait 900 adalah 4.4 mm, pada model tulangan dengan sengkang kait 1350 adalah 4.7 mm ; (7.462624% lebih tinggi dari pada model 1) dan untuk model tulangan dengan sengkang 900 ditambah pen-binder adalah 4.5 mm ; (1.779631% lebih tinggi dari pada model 1).

4. Dari hasil analisis data, dengan keadaan tegangan dan regangan yang sama dengan model 1 saat diberi beban maksimum sebesar 383,067 kN, kolom dengan tulangan model 2 dapat memikul beban aksial sebesar 395 kN (3.021 % lebih tinggi dari pada kolom dengan tulangan model 1) , sedangkan kolom dengan tulangan model 3 dapat memikul beban aksial sebesar 420 kN (8.79 % lebih tinggi dari pada kolom dengan tulangan model 1).


(51)

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kekangan yang diakibatkan oleh pen-binder dengan pengaplikasian secara nyata.

2. Penelitian yang berhubungan dengan pen-binder akan lebih baik jika menggunakan cakupan yang lebih luas , tidak terbatas hanya pada hubungan tegangan-regangan saja, tetapi dapat juga menunjukkan momen lentur, momen balanced, geser, serta peninjauan tarik sehingga akan lebih membantu dalam perencanaan kolom pada praktiknya dilapangan.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai peninjauan kolom rectangular, terutama kekangan yang terjadi pada setiap sudut dari kolom yang direncanakan.


(52)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Sehubungan dengan pesatnya kemajuan teknologi, konstruksi beton masih menjadi pilihan yang tepat sebagai bahan pokok bangunan. Beberapa hal yang mendasarinya yaitu biaya yang relative lebih murah dan kemudahan dalam memperolehnya.

Dalam konstruksinya, beton merupakan bahan komposit, yang mana terdiri atas kombinasi agregat dan pengikat semen. Bentuk paling umum dan yang paling sering digunakan dari beton adalah beton semen Portland, yang terdiri dari agregat mineral (biasanya kerikil dan pasir), semen dan air. Namun nyatanya pemilihan beton dalam konstruksi bangunan sudah mengalami banyak perkembangan, baik material utama, penambahan tulangan, maupun penambahan zat aditif.

Berikut macam-macam jenis beton : 1. Beton Ringan

Beton jenis ini sama dengan beton biasa, perbedaannya hanya agregat kasarnya diganti dengan agregat ringan. Selain itu, dapat pula terbentuk dari beton biasa yang diberi bahan tambah yang mampu membentuk gelembung udara waktu pengadukan beton berlangsung. Beton semacam ini mempunyai banyak pori sehingga berat jenisnya lebih rendah daripada beton biasa.

2. Beton Non Pasir

Beton jenis ini dibuat tanpa pasir, terdiri atas air, semen, dan kerikil saja. Akibatnya, rongga-rongga yang harusnya diisi kerikil menjadi tidak terisi. Sehingga, beton menjadi berongga dan berat jenisnya lebih rendah daripada beton biasa. Selain itu, tidak dibutuhkan pasta untuk menyelimuti butir-butir pasir sehingga kebtuhan semen relative lebih sedikit.


(53)

3. Beton Bertulang

Beton biasa sangat lemah atas gaya tarik, namun sangat kuat atas gaya tekan. Dalam hal ini, batang baja dapat dimasukkan pada bagian beton yang tertarik untuk menambah daya tarik atas beton tersebut. Beton yang dimasuki batang baja pada bagian tariknya ini disebut beton bertulang.

Gambar 2.1 . Contoh Visual Beton Bertulang

4. Beton Prategang

Jenis beton ini sama dengan beton bertulang, perbedaannya adalah padda batang baja yang dimasukkan ke dalam beton harus ditegangkan dahulu. Batang baja ini tetap mempunyai tegangan sampai beton yang dituang mengeras. Bagian balok beton prategang ini tidak akan terjadi retak walaupun menahan lenturan.

5. Beton Pracetak

Beton biasanya dicetak atau dituang di tempat, namun dapat pula dicetak di tempat lain (Pracetak), fungsinya adalah agar memperoleh mutu yang lebih baik. Selain itu, beton pracetak dipakai jika tempat pembuatan beton sangat terbatas, sehingga sulit menyediakan tempat percetakan dan perawatan betonnya.


(54)

6. Lain-Lain

Beton mutu tinggi, beton serat, polimer beton, beton modifikasi blok, polimer impregnated concrete, beton kinerja tinggi, dll.

Perkembangan pada material beton tadi dapat menjadi opsi untuk berbagai jenis situasi suatu proyek konstruksi serta membuat kinerja beton semakin baik, unggul, dan hanya sedikit memiliki kekurangan. Namun, tidak dipungkiri masih akan terjadi kerusakan pada beton, yang mana beberapa penyebab kerusakan pada beton adalah kesalahan pada perencanaan, pembebanan yang berlebihan, maupun kondisi lingkungan yang tidak baik.

Beton bertulang sebagai struktur bangunan masih menjadi favorit masyarakat Indonesia. Terbukti rata-rata bangunan berstruktur menengah menuju tinggi di Indonesia masih menggunakan konstruksi beton bertulang. Elemen bangunan yang lazimnya berupa beton bertulang adalah kolom bangunan.


(55)

Kolom merupakan komponen tekan pada bangunan yang merupakan lokasi kritis penyebab keruntuhan pada bangunan. Demi mengurangi penyebab kerusakan pada kolom beton bertulang, diciptakan elemen pengekang berupa tulangan baja yang memiliki fungsi penting sebagai pencegah tekuk pada tulangan longitudinal dan mencegah terjadinya keruntuhan geser pada kolom.

Maksud dari pemasangan tulangan pengekang itu sendiri dimaksudkan agar pada saat selimut beton terkelupas akibat penambahan beban, tulangan pengekang diharapkan dapat mengekang inti beton sehingga kolom yang selimutnya terkelupas setidaknya memiliki kekuatan yang sama dengan pada saat belum mengalami pengelupasan.

Agar dapat berfungsi dengan baik, tulangan pengekang harus diikat dalam bentuk kait yang mengunci tulangan longitudinal. Untuk daerah rawan gempa diisyaratkan tulangan pengekang tadi harus ditekuk pada bagian ujungnya hingga 1350. Kait yang ditekuk tadi memiliki panjang sedemikian rupa sampai masuk ke daerah inti beton sehingga memberikan tahanan yang baik dan efektif. Tulangan pengekang dengan kait 900 memiliki kemampuan yang lebih rendah dalam menahan inti beton, hal ini terjadi karena tidak adanya gaya yang menahan kait untuk tetap pada posisi semula, yang nantinya mengakibatkan kait bengkok keluar sehingga tidak dapat mengekang inti beton.

Penelitian atas tulangan pengekang telah banyak diteliti oleh para ahli, yang mencolok dari pemodelan tulangan pengekang adalah konfigurasinya, mau itu jarak antar sengkang ataupun model dari sengkang itu sendiri. Salah satu hasil dari penelitian pemodelan sengkang adalah pemakaian elemen pengekang tambahan yang diberi nama pen-binder. Pemodelan sengkang yang dilakukan atas kolom bangunan itu memberikan hasil bahwa Pen-binder itu sendiri merupakan suatu perangkat tambahan yang dapat digunakan dan dikembangkan dengan tujuan memperbaiki kinerja tulangan pengekang.


(56)

Gambar 2.3 . Penggunaan Pen-Binder untuk Sengkang

Maka dari itu, pada tugas akhir ini akan dibahas mengenai pengaruh penggunaan dari pen-binder terhadap kinerja tulangan sengkang dengan menggunakan aplikasi yaitu ANSYS 12.1 yang mana dapat memberikan gambaran deformasi visual beserta data tegangan-regangan pada model tulangan sengkang tersebut.

2.2 Struktur Kolom

Kolom adalah batang tekan dengan posisi vertikal (tegak) pada struktur bangunan yang berfungsi untuk memikul beban dari balok dan beban lain diatasnya yang kemudian meneruskan beban-beban tersebut ke pondasi bangunan yang nantinya akan meneruskan beban itu ketanah.


(57)

SK SNI T-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil.

2.2.1 Fungsi kolom

Kolom merupakan salah satu elemen dari struktur rangka yang mengalami desak dan lentur serta pemakaiannya selalu dihubungkan dengan elemen struktur yang lain yaitu balok sebagai satu kesatuan. Kolom berfungsi sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin. Sebagai bagian dari suatu kerangka bangunan dengan fungsi tersebut maka kolom menempati posisi penting di dalam sistem struktur bangunan.

Struktur dalam kolom beton bertulang dibuat dari besi dan beton. Keduanya merupakan gabungan antara material yang tahan tarikan dan tekanan. Besi adalah material yang tahan tarikan, sedangkan beton adalah material yang tahan tekanan. Gabungan kedua material ini dalam struktur beton memungkinkan kolom atau bagian struktural lain seperti sloof dan balok bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik pada bangunan.


(58)

2.2.2 Kolom Beton Bertulang

Dalam buku struktur beton bertulang (Istimawan dipohusodo, 1994) ada tiga jenis kolom beton bertulang yaitu :

a. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh pada tempatnya.

b. Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan yang pertama hanya saja sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral yang dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom. Fungsi dari tulangan spiral adalah memberi kemampuan kolom untuk

menyerap deformasi cukup besar sebelum runtuh, sehingga mampu mencegah terjadinya kehancuran seluruh struktur sebelum proses redistribusi momen dan tegangan terwujud.

c. Struktur kolom komposit . Merupakan komponen struktur tekan yang

diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa diberi batang tulangan pokok memanjang.


(59)

2.2.3 Keruntuhan Pada Kolom Beton Bertulang Keruntuhan kolom ditandai oleh adanya:

1. Kegagalan/kehancuran beton dan tulangan baja secara bersamaan

2. Kegagalan salah satu pembentuk kolom misalnya kegagalan pada beton atau kegagalan pada baja tulangan

Menurut Nawy (1990), kekuatan kolom dievaluasi berdasarkan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut :

a. Distribusi regangannya linier di seluruh tebal kolom.

b. Regangan pada tulangan / baja sama dengan regangan pada beton. c. Regangan beton maksimum yang diizinkan adalah 0,003.

d. Kekuatan tarik beton diabaikan dan tidak dipergunakan dalam hitungan. Keruntuhan pada struktur kolom disebabkan banyak hal, diantaranya:

a. Crushing (Retak) beton pada zona tekan.

b. Melelehnya tulangan pada zona tarik (Terjadi pada kolom pendek). c. Tekuk pada kolom (Terjadi pada kolom langsing).

2.2.4 Perilaku Kolom

Berdasarkan posisi beban terhadap penampang melintang, kolom dapat diklasifikasikan atas kolom dengan beban sentris dan kolom dengan beban eksentris. Pada pembebanan sentris, kolom tidak akan mengalami momen lentur. Kolom dengan beban eksentris mengalami momen lentur dan juga gaya aksial.

Menurut penelitian menggunakan benda uji beton normal dengan pembebanan aksial sentris oleh Wehbe, Siidi dan Sanders pada tahun 1999, dilaporkan terbukanya pengikat silang dengan kait 900 pada daerah sendi plastis di setiap level beban aksial, diikuti dengan terjadinya keruntuhan beton dan kegagalan pengekangan inti beton (Seible dkk,1997).


(60)

Gambar 2.7 . Typical Stress-Strain Plot for Mild Carbon Steel

Gambar diatas menunjukkan bahwa pada saat regangan beton mencapai sekitar

0,002-0,003, beton mencapai kekuatan maksimum f’c. Jika pembebanan terus dilakukan hingga

terjadi regangan disekitar 0,003, maka kapasitas beban sentris maksimum pada kolom dapat diperoleh dengan menambahkan kontribusi beton yaitu (Ag-Ast)0,85.f’c dan kontribusi baja (Ast.fy). Dengan demikian beban sentries maksimum adalah Po yang dapat dinyatakan sebagai: Po= 0,8 f’c(Ag-Ast)+Fy.Ast

Jika dilihat dari SNI 03-2847-2002, beton dan baja akan berperilaku elastic. Jadi, untuk analisis elastic biasanya dilakukan dengan menggunakan transformasi beban sentris. Perlu diberi penekanan bahwa beban sentris menyebabkan tegangan tekan yang merata di seluruh bagian penampang, sehingga pada saat terjadi keruntuhan, tegangan dan regangan akan merata di seluruh bagian penampang. Maka dari itu, didalam tugas akhir ini akan dilakukan pembebanan sentris pada model tulangan kolom beton.


(61)

2.3 Pengekangan Beton Bertulang

Beton merupakan bahan yang kuat menahan gaya tekan. Jika beton ditekan hingga mencapai kuat tekannya, maka beton itu akan hancur. Sedangkan tulangan baja mempunyai kuat tekan dan tarik yang jauh lebih besar daripada beton. Beton mempunyai range kuat tekan rata-rata di antara 20 – 40 MPa (kira-kira 200-400 kg/cm2), sementara baja mencapai 240 MPa (2400 kg/cm2) untuk tulangan polos dan 400 MPa (4000 kg/cm2) untuk tulangan ulir. Namun, luas penampang baja jauh lebih kecil sehingga kapasitas tekannya juga tidak akan sebesar kapasitas tekan beton.

Secara kasar dapat diibaratkan, setiap penambahan 1% luas tulangan terhadap luas beton, kapasitas aksial tekannya bisa ditingkatkan hingga 10%. Misalnya, ada kolom beton pendek ukuran 20cmx20cm, luasnya 400 cm2, dan kapasitas tekannya dimisalkan sebesar 80000 kg (80 ton), kemudian ditambahkan tulangan seluas 4 cm2 (1%), maka kapasitas tekannya bisa mencapai 88 ton. Namun, terdapat kondisi khusus yang harus dipenuhi agar tulangan bisa memberikan kontribusi sebesar itu.

Berikut ilustrasi perubahan kapasitas tekan akibat penambahan tulangan pada kolom beton :

a. Ada kolom beton tanpa tulangan, diberi beban hingga beton tersebut hancur.


(62)

b. Di sisi lain, ada 4 buah tulangan pendek, posisi berdiri, bagian bawah dijepit,

kemudian diberi beban di atasnya.

Gambar 2.9 . Pemberian Beban pada Tulangan Longitudinal

Tulangan tersebut tertekuk, bengkok, dan jatuh. Padahal bebannya tidak terlalu besar. c. Tulangan diatas ditanam ke kolom beton sebelumnya. Kemudian diberi beban

lagi.

Gambar 2.10 . Pemberian Beban Pada Kolom yang Bertulang Longitudinal

Tulangan tersebut akan berusaha untuk bengkok. Yang paling mungkin adalah menekuk ke arah luar, dikarenakandiarah dalam telah terisi beton padat dan selimut beton lebih mudah didorong keluar.


(63)

d. Bagaimana caranya agar tulangan vertikal tersebut tidak berhamburan menekuk ke luar?

Gambar 2.11 . Pemberian Beban pada Kolom yang Bertulang Longitunal dan Bersengkang

Tulangan tersebut harus dikekang atau diikat oleh sesuatu. Pengikat tadi disebut juga sengkang alias ties. Tulangan harus diikat pada setiap jarak tertentu agar tidak menekuk ketika diberi beban tekan yang besar. Diharapkan tulangan tersebut harus bisa menahan tekanan/tegangan hingga mencapai tegangan lelehnya.

Pengekangan pada kolom biasanya dapat berupa tulangan yang berfungsi sebagai pengikat (dengan kait) maupun spiral agar beton tidak pecah. Efek dari kekangan ini adalah akan meningkatkan kekuatan dan tegangan ultimate beton. Selain itu, pengekang juga akan memberikan material beton bertulang dengan sifat cukup daktail.

Tulangan lateral (sengkang) yang biasa digunakan adalah tulangan dalam bentuk pengikat (ties) yang didistribusikan sepanjang ketinggian kolom pada interval yang ditentukan. Semakin pendek atau rapat jarak sengkang pada kolom, maka semakin besar pula kekuatan kolom tersebut dalam memikul beban aksial. Bila ditinjau dari segi biaya, sengkang ikat jauh lebih murah bila dibandingkan dengan sengkang spiral, walaupun sengkang ikat


(64)

mempunyai kekuatan dan daktilitas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan sengkang spiral.

Sebagai akibat penggunaan pengekangan pada kolom, akan terbentukan suatu luasan inti terkekang pada daerah sepanjang kolom. Luasan inti ini tentu saja amat dipengaruhi oleh konfigurasi tulangan pengekangnya.

Gambar 2.12 . Luasan Inti Terkekang

Pengaruh dari kekangan pada kolom dapat dibedakan berdasarkan bentuk dari kolom itu sendiri. Untuk kekangan transversal, pada tahun 1988 telah dilakukan percobaan oleh Mander dkk yang menggunakan 31 kolom rectangular. Didapat bahwa pengaruh kekangan transversal adalah sebagai berikut:

f’cc= kc.f’c

dimana:

kc= faktor kenaikan kuat beton, tergantung dari tekanan biaksial yang disebabkan oleh kekangan lateral efektif.

Maka daripada itu, kuat tekan maksimum sebagai akibat dari kekangan transversal dapat dirumuskan sebagai berikut :


(65)

2.3.1 Prinsip Pengekangan Kolom

Menurut Anang Kristianto (2010), ada beberapa prinsip dalam pengekangan, yaitu: a. Pengaruh Beban Aksial

Semakin tinggi beban aksial akan menurunkan tingkat daktilitas secara signifikan Sheikh dan Yeh 1990, Paultre dan Legeron, 2008 , level beban aksial biasanya diukur dari perbandingan P/fc’.Ag dan P/P0 .

b. Konfigurasi Tulangan

Efektifitas kekangan dari tulangan pengekang tergantung dari luas area efektif dari beton yang terkekang dan distribusi tegangan kekangannya, dimana hal ini dipengaruhi oleh distribusi tulangan longitudinal dan lateralnya (Sheikh et.al.,1990). Semakin banyak jumlah tulangan longitudinal yang dikekang oleh sengkang, area beton yang terkekang akan meningkat.

c. Batasan Kondisi untuk Konfigurasi Tulangan.

Sheikh dan Khoury ( 1997 ) menyarankan bahwa untuk desain beban gempa kolom harus didesain dan didetail dengan level daktilitas tinggi atau moderat. Berdasarkan beberapa eksperimen didapatkan bahwa konfigurasi kategori I tidak dapat digunakan untuk kolom dengan daktilitas tinggi. Pada kolom dengan konfigurasi kategori II, pengujian pada kolom F ( Sheikh & Yeh., 1990; Sheikh & Khoury., 1993 ; Sheikh et al., 1994 ) dengan beban aksial yang tinggi menunjukkan adanya kecenderungan terbukanya sengkang kait 90 deformasi yang besar, dan mengakibatkan kolom kehilangan kekangan. Wehbe, Saiidi dan Sanders ( 1999 ), dalam pengujiannya terhadap kolom jembatan berbentuk segiempat yang didesain dalam level moderat menginformasikan bahwa pengekang dengan kait 90 pada daerah sendi plastis


(66)

sudah terbuka dan kondisi ini diikuti dengan menekuknya tulangan longitudinal akibat kehilangan kekuatan kekangan. Sementara pengekang dengan kait 135 dalam kondisi mulai akan terbuka diikuti mulai menekuknya tulangan longitudinal pada akhir pengujian.

Gambar 2.13 . Kait Sengkang 1350 dan 900

Lukkunaprasit dan Sittipunt melakukan pengujian pada tahun 2003 dengan menambahkan semacam hook-clips pada sambungan antara sengkang kait 90 untuk menahan agar kait tidak terbuka. Hook-clips ini dilaporkan efektif mengekang kolom dengan sengkang kait 90 yang didesain untuk level gempa moderat serta meningkatkan faktor daktilitas dan energi disipasinya.


(67)

2.3.2 Peraturan tentang Konsep Pengekangan.

Berdasarkan SNI 03-2847-2002, syarat pengekangan pada kolom beton dirumuskan sebagai berikut :

a. Pengekangan harus dilakukan pada seluruh daerah sendi plastis

b. Pada seluruh tinggi kolom harus menggunakan tulangan transversal dengan jarak yang telah dihitung dan ditentukan.

c. Spasi tulangan transversal pengekang minimum dari ¼ dimensi komponen terkecil ataupun 6 kali diameter tulangan longitudinal

Peraturan memberikan persyaratan kekangan untuk desain elemen kolom pada daerah dengan tingkat kerawanan bahaya gempa yang tinggi. SNI 03-2847-2002 mendefinisikan “

sengkang kait gempa” ( seismic hook , Gambar 6) sebagai kait pada sengkang terbuka ( Detail-C) , tertutup ( Detail-A) atau pada pengikat silang ( Detail-B) yang ujungnya ditekuk dengan sudut tidak kurang dari 1350


(68)

Detailing diperlukan pada daerah-daerah yang diharapkan terbentuk sendi plastis untuk mendisipasi energi gempa yang masuk dalam struktur.

Gambar 2.15 . Detailing kekangan pada kolom untuk daerah dengan tingkat kerawanan gempa tinggi (ACI 318M-05 )


(69)

2.4 Aplikasi Struktural

Teknik sipil adalah salah satu cabang ilmu teknik yang mempelajari tentang bagaimana merancang, membangun, merenovasi tidak hanya gedung dan infrastruktur, tetapi juga mencakup lingkungan untuk kemaslahatan hidup manusia. Teknik sipil mempunyai ruang lingkup yang luas, di dalamnya pengetahuan matematika, fisika, kimia, biologi, geologi, lingkungan hingga komputer mempunyai peranannya masing-masing. Teknik sipil dikembangkan sejalan dengan tingkat kebutuhan manusia dan pergerakannya, hingga bisa dikatakan ilmu ini bisa mengubah sebuah hutan menjadi kota besar.

Keluasan cabang dari ilmu teknik sipil ini membuatnya sangat fleksibel di dalam dunia kerja. Profesi yang didapat dari seorang ahli bidang ini antara lain: perancangan/pelaksana pembangunan/pemeliharaan prasarana jalan, jembatan, terowongan, gedung, bandar udara, lalu lintas (darat, laut, udara), sistem jaringan kanal, drainase, irigasi, perumahan, gedung, minimalisasi kerugian gempa, perlindungan lingkungan, penyediaan air bersih, survey lahan, konsep finansial dari proyek, manajemen projek dsb. Semua aspek kehidupan tercangkup dalam muatan ilmu teknik sipil.

Ahli teknik sipil tidak hanya berurusan dengan pembangunan sebuah proyek bangunan, tetapi di bidang lain seperti yang berkaitan dengan informatika, memungkinkan untuk memodelisasi sebuah bentuk dengan bantuan program, pemodelan kerusakan akibat berbagai macam faktor, maupun membuat inovasi baru dibidang kesipilan. Hal ini sangat penting di negara maju sebagai tolak ukur kelayakan pembangunan sebuah bangunan vital yang mempunyai risiko dapat menelan korban banyak manusia seperti reaktor nuklir atau bendungan, jika terjadi kegagalan perencanaan teknis. Rancangan bangunan tersebut biasanya dimodelkan dalam komputer dengan diberikan faktor-faktor ancaman bangunan


(70)

tersebut seperti gempa dan keruntuhan struktur material. Peran ahli teknik sipil juga masih berlaku walaupun fase pembangunan sebuah gedung telah selesai, seperti terletak pada pemeliharaan fasilitas gedung tersebut.

Untuk membantu pekerjaan ahli teknik sipil di lapangan maupun dibalik meja, terdapat berbagai macam alat bantu atau software teknik sipil yang tersedia. Software yang tersedia terdiri atas berbagai macam kegunaan, sesuai atas jenis pekerjaan yang dibutuhkan.

Beberapa jenis software yang biasa digunakan oleh seorang ahli teknik sipil adalah sebagai berikut :

1. Autocad

Autocad adalah produk dari Autodesk merupakan software dasar yang harus dikuasai oleh engineer serta drafter. Dengan autocad, gambar teknik seperti gambar desain, gambar fabrikasi, gambar pemasangan dan lain sebagainya dapat dihasilkan. Selain gambar – gambar tersebut, autocad juga mampu menampilkan 3D modeling dari sebuah bangunan. Autocad dapat terintegrasi dengan software lainnya seperti : Staadpro, SAP2000, ETABS, TEKLA.


(71)

2. Staadpro

Staadpro merupakan software keluaran dari salah satu produk Bentley. Software ini digunakan untuk analisis sebuah struktur bangunan. Dalam dunia engineering, staadpro lebih sering digunakan oleh perusahan-perusahan EPC yang bergerak dibidang petrochemical serta bidang minyak dan gas. Misal untuk menganalisa sebuah struktur piperack, jetty, shelter dan lain sebagainya.

Gambar 2.17. Aplikasi STAAD.Pro 3. SAP2000

Sama halnya dengan staadpro, SAP2000 juga merupakan software yang berbasis analisa struktur. Produk keluaran CSi ini sering digunakan untuk menghitung bangunan gedung, jembatan serta bendungan. Dilengkapi feature yang lengkap, SAP2000 sangat powerfull untuk analisa bangunan tersebut. SAP dapat terintegrasi dengan autocad, sehingga pemodelan pada SAP2000 dapat di export ke autocad.


(72)

4. ETABS

Produk keluaran CSi ini bisa dikatakan adalah “saudara kandung” dari SAP2000. ETABS sendiri lebih dikhususkan untuk menganalisa struktur high-rise building. Feature untuk menganalisa struktur yang lengkap daripada SAP2000 menjadikan ETABS lebih dipilih dalam menganalisa struktur high-rise building.

Gambar 2.19 Aplikasi ETABS

5. Tekla Structure

Tekla merupakan Software yang digunakan oleh para structural engineers, detailer, dan fabricator. Saat kita melakukan pengeditan pada 3D modeling, maka 2D draft akan otomatis berubah sesuai perubahan yang terjadi pada 3D. Selain itu, Tekla dapat digunakan sebagai multiuser, dimana dalam satu model kita dapat mengerjakan dengan dua atau tiga orang lebih. Tekla digunakan untuk proyek gedung, onshore dan bahkan untuk offshore engineering.

6. ANSYS mechanical

ANSYS mechanical menawarkan produk solusi yang komprehensif untuk struktural linier / nonlinier dan analisis dinamika. Produk ini menawarkan satu set lengkap unsur-unsur perilaku, model material dan pemecah persamaan untuk berbagai


(73)

permasalahan dan rekayasa. Selain itu, ANSYS mechanical menawarkan analisis termal dan kemampuan ditambah-fisika yang melibatkan akustik, piezoelektrik, termal analisis-struktural dan termal-listrik.

Gambar 2.20 . Aplikasi ANSYS

7. Solidwork

Solidwork merupakan salah satu software engineering yang banyak digunakan untuk aplikasi pembuatan rancang desain dalam bentuk 3D. Solidwork ini merupakan pesaing Autodesk Inventor.

Gambar 2.21 . Aplikasi SolidWorks

Software atau aplikasi komputer dibidang ketekniksipilan ini sangat bermanfaat guna mempercepat pekerjaan sarjana teknik sipil seperti halnya merancang, melakukan pemodelan, melakukan perhitungan, maupun uji coba terhadap suatu objek sipil.


(74)

2.4.1 Aplikasi Pemodelan dan Analisis Struktur ( ANSYS)

Metode elemen hingga merupakan salah satu metode numerik yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah struktural, termal dan elektromagnetik. dalam metode ini seluruh masalah yang kompleks seperti variasi bentuk, kondisi batas dan beban diselesaikan dengan metode pendekatan. karena keanekaragaman dan fleksibilitas sebagai perangkat analisis, metode ini mendapat perhatian dalam dunia teknik.

Metode elemen hingga adalah suatu alat numerik yang digunakan dalam menyelesaikan masalah teknik seperti persamaan diferensial dan integral dengan metode pendekatan. Metoda itu mula-mula dikembangkan untuk mempelajari tentang struktur dan tekanan (Clough 1960) dan kemudian berkembang pada masalah mekanika kontinu (Zienkiewicz dan Cheung 1965).

ANSYS adalah program paket yang dapat memodelkan elemen hingga untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan mekanika, termasuk di dalamnya masalah statik, dinamik, analisis struktural (baik linier maupun nonlinier), masalah perpindahan panas, masalah fluida dan juga masalah yang berhubungan dengan akustik dan elektromagnetik.


(75)

ANSYS merupakan aplikasi desain yang digunakan dan diakui secara Internasional untuk mensimulasikan Finite Element Model dan Analisis guma memudahkan pemilik proyek, insinyur, dan design engineer untuk secara cepat membangun model penuh berdasarkan kebutuhan proyek.

ANSYS yang awalnya berasal dari nama produk komersial ANSYS Mechanical atau ANSYS Multiphysic, keduanya peralatan software analisis elemen hingga dengan bantuan komputer yang dikembangkan oleh ANSYS Inc. Perusahaan tersebut sebenarnya mengembangkan produk software untuk teknik dengan bantuan komputer, akan tetapi lebih dikenal dengan produk komersial ANSYS Mechanical & ANSYS Multiphysic.

Untuk pengguna tingkat akademik ANSYS Inc menyediakan versi nonkomersial ANSYS Multiphysic seperti ANSYS University Advanced dan ANSYS University Research. ANSYS Mechanical, ANSYS Multiphysic and variasi nonkomersialnya secara umum yang digunakan dalam akademik adalah alat analisis yang berisi pre-processing (pembuatan bentuk geometrik, meshing), solver dan modul post-processing dalam satu kesatuan Graphic User Interface.

Dalam aplikasinya ANSYS dapat dibagi menjadi dua menurut dimensinya, yaitu :

a. ANSYS Classic

ANSYS ini menyelesaikan problema dalam 2 dimensi seperti sistem solid dalam bidang 2 dimensi dan perpindahan panas dalam 2 dimensi.

b. ANSYS Workbench

ANSYS ini menyelesaikan problema dalam 3 dimensi seperti sistem solid dalam 3 dimensi dan masalah aliran fluida pada pipa dalam 3 dimensi.


(76)

ANSYS merupakan salah satu software yang digunakan untuk menganalisis berbagai macam struktur, aliran fluida, dan perpindahan panas dari beberapa software analisisis yang lain yaitu Nastran, CATIA, Fluent, dan yang lain. Ada tiga analisis utama yang dibahas pada buku ini yaitu analisis struktur, aliran fluida, dan perpindahan panas yang sangat sering dijumpai dalam keilmuteknikan. Agar materi yang dibahas di buku ini dapat diikuti dengan baik, maka sebaiknya pembaca harus memiliki dasar (basic) tentang keilmuan di atas.

Penyajian materi dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari menggambar benda (objek) sampai dilakukannya penganalisisan dan diperoleh hasilnya. Secara umum penyelesaian elemen hingga menggunakan ANSYS dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :

1. Preprocessing (Pendefinisian Masalah)

Masalah adalah bagian terpenting dalam suatu proses riset, karena masalah dapat menghadirkan petunjuk berupa jenis informasi atau defenisi yang nantinya akan sangat kita butuhkan.

Jika diartikan kedalam bahasa indonesia Pre- artinya sebelum dan Processor- artinya pemroses. Preprocessing merupakan tahapan awal dalam mengolah data input sebelum memasuki proses tahapan utama. Pada tahap pertama ini, dilakukan pendefinisian dari objek yang nantinya akan diproses pada tahap selanjutnya.

Langkah umum dalam preprocessing terdiri dari :

(i) mendefinisikan keypoint/lines/areas/volume dari objek,

Dalam hal ini, pendefinisian diatas harus dilakukan setelah dilakukannya pemodelan terlebih dahulu. Pemodelan merupakan proses menggambar ataupun mengimport gambar benda atau objek yang akan didefinisikan kedalam lembar kerja.


(77)

(ii) mendefinisikan tipe elemen dan bahan yang digunakan/sifat geometric dari objek, dan

(iii) mendefinisikan mesh lines/areas/volumes sebagaimana dibutuhkan. Jumlah detil yang dibutuhkan akan tergantung pada dimensi daerah yang dianalisis, ie.,1D, 2D, axisymetric dan 3D.

2. Solution / Assigning Loads, Constraints, and Solving

Pemecahan masalah adalah suatu proses terencana yang perlu dilaksanakan agar memperoleh penyelesaian tertentu dari sebuah masalah yang mungkin tidak didapat dengan segera (Saad & Ghani, 2008:120).

Pada tahap ini, perlu dilakukan penentuan beban, model pembebanan (titik atau luasan), constraints (translasi dan rotasi) dan kemudian menyelesaikan hasil persamaan yang telah diset pada objek.

3. Postprocessing/ Further Processing and Viewing of The Results

Postprocessing adalah langkah akhir dalam suatu analisis berupa visualisasi yang memungkinkan penganalisis untuk mengeksplor data. Hal yang dilakukan pada langkah ini adalah mengorganisasi dan menginterpretasi data hasil simulasi yang bisa berupa gambar, kurva, dan animasi.

Dalam bagian ini pengguna mungkin dapat melihat :

(i) daftar pergeseran nodal, (ii) gaya elemen dan momentum, (iii) plot deflection dan


(78)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, banyak kita temukan fenomena konstruksi bangunan yang dinyatakan layak huni namun pada kenyataannya bangunan tersebut mengalami kegagalan dalam pelaksanaan fungsinya, yang dapat diakibatkan oleh salah perencanaan, kegagalan dalam pelaksanaan kontruksi, penambahan beban, ataupun diakibatkan oleh beban gempa. Indonesia, yang mana merupakan negara dengan daerah yang memiliki tingkat kerawanan gempa tinggi, menyebabkan sistem struktur bangunan di Indonesia harus mengikuti persyaratan bangunan tahan gempa.

Beberapa laporan terkait dengan kerusakan struktur akibat gempa bumi di Indonesia memperlihatkan contoh-contoh keruntuhan bangunan yang terjadi akibat pendetailan tulangan kolom yang tidak memenuhi persyaratan (Imran, dkk,, 2005; Imran, dkk., 2006; Imran, 2007). Kolom memegang peranan penting dari suatu bangunan karena memikul beban aksial, momen lentur, dan gaya geser sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur (Sudarmoko,1996).

Gambar 1.1 . Contoh Keruntuhan Bangunan akibat Gempa Yogya yang Dipicu oleh Detailing Penulangan Kolom yang Tidak Tepat.(Imran I., 2006)


(79)

Kolom merupakan salah satu elemen dari struktur rangka yang mengalami desak dan lentur berfungsi menahan gaya-gaya yang berkerja pada balok dan meneruskannya ke pondasi. Suatu kolom beton bertulang yang menerima beban aksial tekan secara konsentris, maka akan menderita tegangan tekan dan regangan yang sama besarnya pada seluruh penampang kolom. Untuk mencegah keruntuhan yang terjadi secara tiba-tiba pada kolom maka dalam merencanakan struktur kolom harus diperhitungkan secara cermat. Tulangan lateral atau sengkang diperlukan untuk mencegah terkelupasnya (spalling) penutup beton dan terjadinya tekuk local (local buckling) pada batang-batang longitudinal akibat beban aksial.

Seperti yang kita ketahui, peraturan perencanaan SNI 03-2847-02 memberikan syarat tulangan pengekang dengan kait gempa 1350 pada struktur kolom yang dibangun di daerah rawan gempa. Namun nyatanya banyak yang menggunakan tulangan pengekang dengan kait 900 atau dengan konfigurasi dobel C (tidak sesuai standar) karena pembuatan dan pemasangan tulangan pengekang standar kait 1350 tidaklah mudah dalam prakteknya di lapangan, adapun kesulitan pemasangan semakin tinggi untuk kolom-kolom berdimensi besar.

Dari hasil penelitian membuktikan bahwa pemasangan tulangan pengekang dengan kait 900 untuk kolom pada daerah rawan gempa dapat menghasilkan performance yang buruk dan berbahaya bagi sistem struktur secara keseluruhan. (Sheikh dan Yeh, 1990; Saatcioglu dan Razvi 1992, Wehbe et al, 1999). Maka, dapat disimpulkan penggunaan kait tidak standar sebaiknya tidak dilakukan pada daerah rawan gempa seperti di Indonesia.

Dengan perkembangan inovasi di bidang konstruksi, ditemukan perangkat tambahan sebagai elemen pengikat yang dapat meningkatkan kinerja sengkang pada beton atau biasa yang disebut Pen- Binder. Elemen pengikat atau pen-binder bekerja sebagai peminimalisir kegagalan kolom akibat hancurnya inti beton yang mana akan menahan titik-titik tertentu yang akan membuka saat terjadi ekspansi lateral inti beton saat diberi beban aksial yang


(80)

berlebihan. Penggunaan Pen-Binder ini menurut Anang Kristianto (2011) adalah sebagai elemen pengikat untuk kolom persegi berdasarkan hasil eksperimen menghasilkan peningkatan kapasitas aksial dan daktilitas yang cukup signifikan.

Maka dari itu, masih diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui efek penggunaan elemen pen-binder terhadap kait sengkang tidak standar yang mana memiliki kemudahan pemasangan lebih tinggi di lapangan.

1.2 Studi Literatur

Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia dan barang-barang), serta beban hembusan angin.

Menurut buku Struktur Beton Bertulang (Istimawan Dipohusodo, 1994) ada tiga jenis kolom beton bertulang, salah satunya adalah kolom yang menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang (tulangan pengekang) ke arah lateral. Tulangan pengekang ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh pada tempatnya.

Konsep pemasangan tulangan pengekang pada elemen struktur kolom beton bertulang dimaksudkan agar pada saat selimut kolom terkelupas dan akibatnya luas penampang kolom menjadi berkurang, maka tulangan pengekang diharapkan dapat mengekang inti beton sehingga kolom yang selimutnya telah terkelupas tersebut memiliki kekuatan paling tidak sama dengan kekuatan pada saat selimut kolom belum terkelupas.


(81)

Gambar 1.2 . Luasan inti terkekang pada suatu elemen struktur kolom beton bertulang.(Paultre et.al.,2008)

Tulangan pengekang dengan kait 900 memiliki kemampuan yang lebih rendah dalam menahan inti beton, hal ini terjadi karena tidak ada gaya yang menahan kait tersebut untuk tetap pada posisinya pada saat beban gempa terjadi. Kondisi ini akan mengakibatkan kait membengkok keluar dan tidak efektif lagi mengekang inti beton (Kristianto,A. dkk, 2010). Perkuatan dengan Pen-Binder

Di tahun 2010, Anang Kristianto dkk menganalisis perilaku pengekangan dengan 5 macam model kolom persegi. Pemodelan dan analisis menggunakan software ADINA, dengan keistimewaannya yang mampu menganalisis tegangan kontak antara beberapa elemen struktur dengan karakteristik material yang berbeda. Software ini juga memiliki kemampuan untuk membuat berbagai bentuk model 3 dimensi dengan baik dan cepat serta menghasilkan output yang cukup detail.


(82)

Adapun 5 macam model kolom tadi dengan karakteristik sebagai berikut.


(83)

Hasil analisis komputer untuk pemodelan diatas menghasilkan perilaku deformasi tulangan pengekang seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 1.2 Deformasi Model Benda Uji Anang dkk

Hasil analisis diatas menunjukkan perbedaan efektivitas pengekangan yang cukup besar antara tulangan pengekang dengan kait 90o dan 135o yang memperkuat pembuktian bahwa kekangan dengan kait 90o tidak cukup efektif untuk memberikan kekangan pada inti beton pada saat kolom mengalami beban gempa.


(84)

Maka dapat disimpulkan, pemberian elemen pengikat tambahan (Pen-Binder) memberikan hasil yang cukup signifikan dalam memberikan kekangan pada inti beton, hal ini dapat dilihat dari perilaku deformasi ujung kekangan pada model C,D dan E yang relatif jauh lebih kecil daripada model A.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan landasan teori diatas maka permasalahan yang dibahas adalah:

1. Bagaimana perilaku tulangan kolom dengan penggunaan sengkang standar, sengkang tidak standar, dan sengkang tidak standar dengan perkuatan pen-binder terhadap pembebanan aksial?

2. Berapa kapasitas beban dan tegangan aksial yang dapat ditahan oleh masing-masing jenis penggunaan sengkang?

3. Bagaimana hubungan tegangan-regangan yang terjadi pada masing-masing jenis penggunaan sengkang?

1.4 Tujuan Penelitian

1. Memperoleh gambaran perilaku tulangan kolom yang menggunakan sengkang standar, sengkang tidak standar, dan sengkang tidak standar dengan perkuatan pen-binder dengan bantuan aplikasi ANSYS 17.0.

2. Memperoleh kapasitas beban dan tegangan aksial yang terjadi pada masing-masing jenis penggunaan sengkang dengan bantuan aplikasi ANSYS 17.0.

3. Mengetahui hubungan tegangan-regangan yang terjadi pada masing-masing jenis penggunaan sengkang.


(1)

4.6.3 Hubungan Tegangan –Regangan pada Model 3………..84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………..85

5.1 Kesimpulan………85

5.2 Saran………..87


(2)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1.1 Model Benda Uji Anang dkk 5 1.2 Deformasi Model Benda Uji Anang dkk 6 3.1 Karakteristik Tulangan Sengkang yang Dipakai 38 3.2 Spesifikasi Tulangan Baja yang Digunakan 39 4.1 Data Hasil Keluaran (Model 1) 65 4.2 Data Hasil Keluaran (Model 2) 66 4.3 Data Hasil Keluaran (Model 3) 67 4.4 Data Tegangan Sengkang 68 4.5 Data Regangan Sengkang 71 4.6 Data Defleksi Sengkang 73 4.7 Data Tegangan Tulangan Pokok 75 4.8 Data Regangan Tulangan Pokok 77 4.9 Data Defleksi Tulangan Pokok 79 4.10 Beban Aksial Maksimum 81 4.11 Tegangan Akibat Pembebanan Maksimum 85 4.12 Regangan Akibat Pembebanan Maksimum 86 4.13 Defleksi Akibat Pembebanan Maksimum 87 4.14 Beban Aksial Maksimum 88


(3)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

1.1 Contoh Keruntuhan Bangunan akibat Gempa Yogya yang Dipicu oleh 1 Detailing Penulangan Kolom yang Tidak Tepat.(Imran I., 2006)

1.2 Luasan inti terkekang pada suatu elemen struktur kolom beton 4 bertulang.(Paultre et.al.,2008)

2.1 Contoh Visual Beton Bertulang 13 2.2 Struktur Kolom Bangunan 14 2.3 Penggunaan Pen-Binder untuk Sengkang 16 2.4 Struktur Rangka Bangunan (Kolom dan Balok) 16 2.5 Ilustrasi Bagian Dalam Kolom Beton Bertulang dengan Bekisting 17 2.6 Jenis Kolom Beton Bertulang 18 2.7 Pemberian Beban pada Kolom Tanpa Tulangan 21 2.8 Pemberian Beban pada Tulangan Longitudinal 22 2.9 Pemberian Beban Pada Kolom yang Bertulang Longitudinal 22 2.10 Pemberian Beban pada Kolom yang Bertulang Longitunal dan Bersengkang 23 2.11 Luasan Inti Terkekang 24 2.12 Kait Sengkang 1350 dan 900 26 2.13 Detail Sengkang Kait Gempa ( SNI 03-2847-2002) 27 2.14 Detailing kekangan pada kolom untuk daerah dengan tingkat 28

kerawanan gempa tinggi (ACI 318M-05 )

2.15 Aplikasi Autocad 30


(4)

2.19 Aplikasi ANSYS 33 2.20 Aplikasi SolidWorks 33 2.21 ANSYS 12.1 Release 34 3.1 Karekteristik Tulangan Sengkang yang Dipakai 38 3.2 Spesifikasi Tulangan Baja yang Digunakan 39 3.1 Diagram Alir Percobaan 40 3.2 Aplikasi CAD yang digunakan 45 3.3 Aplikasi Analisis Struktural yang Digunakan 46

3.4 Tulangan Jenis 1 47

3.5 Tulangan Jenis 2 48

3.6 Tulangan Jenis 3 49

3.7 Jendela ANSYS Workbench 12.1 50 3.8 Perintah Memasukkan Nama Material 51 3.9 Toolbox pada Jendela Engineering Data 51 3.10 Pengisian Data Density 52 3.11 Pengisian data Isotropic Elastic 52 3.12 Pengisian Data Strengh Material 53 3.13 Jendela Engineering Data pada ANSYS Workbench 12.1 53 3.14 Perintah Import File Cad kedalam ANSYS 54 3.15 Jendela Design Modeler pada ANSYS Workbench 12.1 55 3.16 Penentuan Jenis Bahan Tiap Komponen Model 56

3.17 Perintah Meshing 57

3.18 Jendela Mechanical [Ansys Multiphysic] untuk Meshing 57 3.19 Pemberian Constrain pada Model 58 3.20 Jendela Mechanical [Ansys Multiphysic] untuk Pemberian Constraint dan Load 59 3.21 Pemberian Support pada Model 60 3.22 Hasil simulasi berupa tegangan von mises 61


(5)

3.23 Hasil simulasi berupa regangan von mises 62 3.24 Hasil simulasi berupa deformasi total 62 4.1 Grafik Tegangan pada Sengkang Akibat Pembebanan 69 4.2 Grafik Regangan pada Sengkang Akibat Pembebanan 72 4.3 Grafik Defleksi pada Sengkang Akibat Pembebanan 74 4.4 Grafik Tegangan pada Tulangan Akibat Pembebanan 76 4.5 Grafik Regangan pada Tulangan Akibat Pembebanan 78 4.6 Grafik Defleksi pada Tulangan Akibat Pembebanan 80 4.7 Grafik Teg-Reg pada Sengkang ( Model 1) 82 4.8 Grafik Teg-Reg pada Tulangan Pokok ( Model 1 ) 82 4.9 Grafik Teg-Reg pada Sengkang ( Model 2) 83 4.10 Grafik Teg-Reg pada Tulangan Pokok ( Model 2 ) 83 4.11 Grafik Teg-Reg pada Sengkang ( Model 3) 84 4.12 Grafik Teg-Reg pada Tulangan Pokok ( Model 3 ) 84


(6)

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

LAMBANG

a Tinggi balok tegangan tekan persegi ekuivalen Ag Luas penampang

Ac, Acc Luas beton tanpa tulangan, luas inti beton terkekang sengkang Asp (Asx,Asy) Luas tulangan transversal pada arah x dan y

Asl Luas tulangan longitudinal b Lebar efektif kolom c Tebal selimut beton f’c Kekuatan tekan beton h Tinggi kolom

k Faktor kelangsingan P Beban aksial

Pn Kapasitas beban aksial

s, s’ Jarak tulangan transversal pada kolom (as-as), jarak bersih sengkang tx, ty Dimensi penampang melintang kolom

π Koefisien 3,14

ε Regangan

ρ Rasio tulangan

∑ Jumlah