Sistem Imun TINJAUAN PUSTAKA

mengkonsumsi susu formula. Disamping itu, ASI juga mengandungi Ig A , Ig M , Ig D dan Ig E. Diantara keempat jenis immunoglobulin tersebut, ternyata Ig A yang tertinggi kadarnya dan memiliki peranan penting dalam fungsi biologis Lawrence, 1994. Pada penelitian juga ditemukan bahawa ASI mengandung sejumlah besar sel yaitu sekitar 2.000 hingga 4.000 sel cc yang terdiri dari limfosit dan mikrofag. Selama ini limfosit diketahui aktif membentuk IgA. Disamping itu, ASI juga mengandung laktoferin lizosin, lipid, dan laktobasillus promoting factor. Kolstrum diketahui mengandungi sel hidup dan antibodi dengan konsentrasi yang tinggi. Menurut literatur, kadar antibodi cairan ini mencapai 10-17 kali dibandingkan dengan ASI. Kolostrum banyak mengandungi Ig A, Ig G, Ig M, lisozim, dan laktoferin sebagai unsur protein. Dari unsur sel, ternyata kolostrum banyak mengandung makrofag, limfosit, dan netrofil Lawrence, 1994. 2.2.6. Makanan Pendamping ASI MP-ASI Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan pada bayi untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Makanan pendamping ASI diberikan mulai umur 4 bulan sampai 24 bulan. Semakin meningkat umur bayi, kebutuhan zat gizi semakin bertambah untuk tumbuh kembang bayi, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan gizi Depkes, 2000. Makanan pendamping ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian makanan pendamping ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bagi bayi. Pemberian makanan pendamping ASI yang cukup kualitas dan kuantitasnya penting untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak yang sangat pesat pada periode ini Depkes, 2000.

2.3. Sistem Imun

2.3.1. Definisi Imun Universitas Sumatera Utara Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-kuman penyakit atau racunnya, yang masuk ke dalam tubuh Markum, 2000. 2.3.2. Tipe Sistem Imun Imunisasi terbagi kepada dua, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Misalnya, imunisasi polio atau campak. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi, sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Misalnya, penyuntikan Anti Tetanus Serum ATS pada orang yang mengalami luka kecelakaan Markum, 2000. 2.3.3. Reaksi Tubuh Terhadap Antigen Pada saat pertama kali antigen masuk ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh untuk membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai ‘pengalaman’. Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak. Oleh itu, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya, dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut, atau seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal Bratawidjaja, 2000. 2.3.4. Bacille Calmette Guerin BCG Penularan penyakit Tuberkulosis TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru-paru, kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak. Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya Universitas Sumatera Utara dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita demam. Imunisasi ini diberikan hanya sekali sebelum bayi berumur dua bulan. Reaksi yang akan nampak setelah penyuntikan imunisasi ini adalah berupa perubahan warna kulit pada tempat penyuntikan yang akan berubah menjadi pustula kemudian pecah menjadi ulkus, dan akhirnya menyembuh spontan dalam waktu 8 – 12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut, reaksi lainnya adalah berupa pembesaran kelenjar ketiak atau daerah leher, bila diraba akan terasa padat dan bila ditekan tidak terasa sakit. Komplikasi yang dapat terjadi adalah berupa pembengkakan pada daerah tempat suntikan yang berisi cairan tetapi akan sembuh spontan Markum, 2000. 2.3.5. Difteri, Pertusis, Tetanus DPT 2.3.5.1. Difteri Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphteriae. Penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama saluran pernafasan bagian atas dengan gejala demam tinggi, pembengkakan pada tonsil dan terlihat selaput puith kotor yang makin lama makin membesar dan akhirnya menutup jalan nafas. Racun difteri dapat merusak otot jantung yang dapat berakibat gagal jantung. Penularan umumnya adalah melalui udara betuk bersin dan benda atau makanan yang terkontamiasi. Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit Markum, 2000. 2.3.5.2. Pertusis Penyakit Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertussis. Gejalanya khas yaitu batuk yang terus menerus sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang- kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan tarikan nafas panjang dan dalam. Penularan umumnya terjadi melalui udara batuk bersin . Pencegahan paling Universitas Sumatera Utara efektif adalah dengan melakukan imunisasi bersamaan dengan Tetanus dan Difteri Bratawidjaja, 2000. 2.3.5.3. Tetanus Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanospasmin. Tetanospasmin menempel pada urat saraf di sekitar area luka dan dibawa ke sistem saraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada aktivitas normal urat saraf terutama pada saraf yang mengirim pesan ke otot. Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul pada hari ketujuh. Dalam neonatal tetanus, gejala mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi. Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha. Neonatal tetanus menyerang bayi yang baru lahir karena dilahirkan di tempat yang tidak bersih dan steril, terutama jika umbilikus terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkan kematian pada bayi dan banyak terjadi di negara berkembang. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian dari imunisasi DPT Markum, 2000. 2.3.6. Polio Imunisasi polio diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit poliomielitis. Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran, yang masing-masing mengandung virus polio tipe I, II, dan III yaitu: 1 Vaksin yang mengandung virus polio tipe I, II, dan III yang sudah dimatikan vaksin Salk. Cara pemberian vaksin Salk adalah dengan penyuntikan. 2 Vaksin yang mengandung virus polio tipe I, II, dan III yang masih hidup tetapi telah dilemahkan vaksin Sabin. Cara pemberiannya melalui mulut dalam bentuk pil atau cairan. Universitas Sumatera Utara Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio pada anak adalah mendadak lumpuh pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari dan diberikan sebanyak empat kali dengan selang waktu tidak kurang dari satu bulan. Imunisasi ulangan dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah 5 – 6 tahun dan saat meninggalkan Sekolah Dasar 12 tahun. Imunisasi ini tidak harus diberikan pada anak yang menderita diare berat. Efek samping yang mungkin terjadi sangat minimal dapat berupa kejang-kejang Markum, 2000. 2.3.7. Campak Campak adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus campak. Penularan berlaku melalui udara ataupun kontak langsung dengan penderita. Gejala-gejalanya adalah demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah pada permukaan kulit 3 – 5 hari setelah anak menderita demam. Bercak mula-mula timbul di pipi bawah telinga yang kemudian menjalar ke muka, tubuh dan anggota tubuh lainnya. Komplikasi dari penyakit campak ini adalah radang paru-paru, infeksi pada telinga, radang pada saraf, radang pada sendi dan radang pada otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Pemberian imunisasi akan menimbulkan kekebalan aktif dan bertujuan untuk melindungi terhadap penyakit campak hanya dengan sekali suntikan, dan diberikan pada usia anak sembilan bulan atau lebih Bratawidjaja, 2000. 2.3.7.1. Campak di Indonesia Program pencegahan dan pemberantasan campak di Indonesia pada saat ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan Kejadian Luar Biasa KLB. Hasil pemeriksaan sample darah dan urine penderita campak pada saat KLB menunjukkan IgM positip sekitar 70 – 100. Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan dimasukkan dalam pengembangan program imunisasi Bratawidjaja, 2000. 2.3.8. Hepatitis B Universitas Sumatera Utara Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian. Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki HBsAg Vaksinasi negatif dan diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan. Data epidemiologi menyatakan sebagian kasus yang terjadi pada penderita Hepatitis B akan menjurus kepada kronis dan dari kasus yang kronis ini 20 daripadanya menjadi hepatoma Bratawidjaja, 2000. 2.3.9. Jadwal Imunisasi Tabel 2.1 : Jadwal imunisasi rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia IDAI Usia BoosterUlangan Imunisasi untuk melawan BCG Waktu lahir -- Tuberkulosis Hepatitis B Waktu lahir- dosis 1 1 bulan-dosis 2 6 bulan-dosis 3 1 tahun pada bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis B. Hepatitis B DPT dan Polio 2 bulan-dosis1 4 bulan-dosis2 6 bulan-dosis3 18 bulan-booster 1 5 tahun-booster 2 12 tahun-booster 3 Dipteria, pertusis, tetanus, dan polio campak 9 bulan -- Campak Sumber: IDAI, 2004 Universitas Sumatera Utara

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL