telah mengatur hal tersebut bahwa yayasan pendidikan adalah sebagai badan hukum nirlaba. Keberadaan ini mengakibatkan terjadinya gugatan-gugatan judicial review
terhadap pasal-pasal dari UU BHP ke Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan
judul “Kewajiban Yuridis Menyesuaikan Akta Yayasan Pendidikan Dengan Berlakunya Undang-Undang BHP”
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dibahas dalam penelitian adalah sebagai
berikut : 1.
Bagaimana ketentuan tentang penyesuaian akta Yayasan penyelenggara pendidikan setelah berlakunya UU BHP?
2. Bagaimana proses penyesuaian akta Yayasan penyelenggara pendidikan menurut
UU BHP? 3.
Bagaimana hambatan dalam penyesuaian akta Yayasan penyelenggara pendidikan menurut UU BHP?
C. Tujuan Penelitian
Dari permasalahan yang di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk menjelaskan ketentuan tentang penyesuaian akta Yayasan penyelenggara
pendidikan setelah berlakunya UU BHP.
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk menjelaskan proses penyesuaian akta Yayasan penyelenggara pendidikan
menurut UU BHP. 3.
Untuk menjelaskan hambatan dalam penyesuaian akta Yayasan penyelenggara pendidikan menurut UU BHP
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya tentang perubahan akta
yayasan pendidikan sesuai dengan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan serta menambah khasanah perpustakaan.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat sebagai bahan pegangan dan rujukan
dalam mempelajari perubahan akta yayasan pendidikan sesuai dengan Undang- Undang Badan Hukum Pendidikan, khususnya para Notaris dan pengelola
Yayasan Pendidikan, para akademisi, praktisi hukum, pengacara, mahasiswa dan masyarakat umum.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khusus pada
Perpustakaan Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana USU, penelitian dengan judul “Kewajiban Yuridis Mengubah Akta Yayasan Pendidikan Dengan Berlakunya
Undang-Undang BHP” belum pernah dilakukan. Pernah ada penelitian sebelumnya terkait dengan Yayasan yang dilakukan
oleh:
Universitas Sumatera Utara
1. Haryanto Gunawan, Mahasiswa Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2002, dengan judul “Perspektif Hukum
dan Manajerial Yayasan Sesuai Dengan UU Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 Studi Kasus Pada Yayasan Amurt”.
2. Rafika Bahtiar, Mahasiswa Magister Kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2005, dengan judul “ Kajian UU No.30
Tahun 2004 Terhadap Aktivitas Notaris Pada Pendirian Yayasan Sebagai Badan Hukum Non Komersil Penelitian Pada Kantor Notaris di Kota Medan”.
3. Jagjit Singh, Mahasiswa Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2007, dengan judul “Tinjauan Hukum Yayasan
Keagamaan Hindu Sikh Di Sumatera Utara Sebagai Badan Hukum Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001”.
Namun jika diperhadapkan penelitian yang telah dilakukan tersebut dengan penelitian ini maka berbeda materi dan pembahasan yang dilakukan. Oleh sebab itu, penelitian
ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. F.
Kerangka Teori dan Konsepsi 1.
Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,
10
dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.
11
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu
10
M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203.
11
Ibid., hal. 203.
Universitas Sumatera Utara
kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.
12
Oleh karena itu dalam membahas kewajiban yuridis mengubah akta yayasan pendidikan dengan berlakunya UU BHP digunakan suatu teori sebagai pisau
analisis yaitu teori kekayaan bertujuan. Teori kekayaan bertujuan sebagaimana dikemukakan Brinz, hanya manusia
dapat menjadi subjek hukum. Karena itu, badan hukum bukan subjek hukum dan hak- hak yang diberi kepada suatu badan hukum pada hakikatnya hak-hak dengan tiada
subjek hukum.
13
Teori ini mengemukakan bahwa kekayaan badan hukum itu tidak terdiri dari hak-hak sebagaimana lazimnya ada yang menjadi pendukung hak-hak tersebut,
manusia. Kekayaan badan hukum dipandang terlepas dari yang memegangnya onpersoonlijksubjectloos. Di sini yang penting bukan siapakah badan hukum itu,
tetapi kekayaan tersebut diurusi dengan tujuan tertentu. Karena itu, menurut teori ini tidak peduli manusia atau bukan, tidak peduli kekayaan itu merupakan hak-hak yang
normatif atau bukan, pokoknya adalah tujuan dari kekayaan tersebut. Singkatnya, apa yang disebut hak-hak badan hukum, sebenarnya hak-hak tanpa subjek hukum, karena
itu sebagai penggantinya adalah kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan.
14
Teori kekayaan bertujuan dikaitkan dengan kedudukan yayasan sebagaimana dikemukakan oleh Chatamarrasjid Ais berikut:
15
12
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.
13
Brinz dalam Chidir Ali, Badan Hukum, PT. Alumni, Bandung, 2005, hal. 34.
14
Ibid., hal. 34-35.
15
Chatamarrasjid Ais, Op. Cit., hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
Teori kekayaan bertujuan yang mulanya diajukan oleh Brinz. Menurut teori ini hanya manusia yang dapat menjadi subjek hukum. Akan tetapi, merupakan
suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah adanya hak-hak atas suatu kekayaan, sedangkan tidak ada satu manusia pun yang menjadi pendukung
hak-hak itu. Apa yang dinamakan hak-hak dari suatu badan hukum, sebenarnya adalah hak-hak yang tidak ada yang memilikinya dan sebagai
gantinya adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan atau kekayaan yang dimiliki oleh tujuan tertentu. Pada Yayasan tujuan itu adalah
bersifat idealistis, sosial dan kemanusiaan. Teori ini secara selintas mendukung pula pandangan bahwa yayasan adalah milik masyarakat.
Pengakuan yayasan sebagai badan hukum yang berarti sebagai subyek hukum mandiri seperti halnya orang, secara teoritis dalam kenyataannya hanya didasarkan
antara lain karena adanya kekayaan terpisah, tidak membagi kekayaan atau penghasilannya kepada pendiri atau pengurusnya, mempunyai tujuan tertentu,
mempunyai organisasi yang teratur, didirikan dengan akta notaris.
16
Ciri demikian memang cocok dengan ciri-ciri badan hukum pada umumnya, yaitu: adanya kekayaan
terpisah, adanya tujuan tertentu, adanya kepentingan sendiri dan adanya organisasi yang teratur.
17
Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan UU
Yayasan, maka yayasan telah diakui sebagai badan hukum privat, yang berarti diakui sebagai subyek hukum mandiri yang terlepas dari kedudukan subyek hukum para
pendiri atau pengurusnya. Sebagai subyek hukum mandiri berarti yayasan dapat menyandang hak dan kewajiban, dapat menjadi debitur maupun kreditur, dengan kata
16
Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1987, hal. 70.
17
Nindyo Pramono, Sertifikat Saham pt. Go Publik dan Hukum Pasar Modal di Indonesia, Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 24.
Universitas Sumatera Utara
lain yayasan dapat melakukan hubungan hukum apapun dengan pihak ketiga. Kapan yayasan itu menjadi badan hukum menurut undang-undang yayasan adalah sejak akta
pendiriannya yang dibuat dihadapan notaris disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Menurut Pasal 1 butir 1 UU Yayasan, yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan
tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.
Dari ketentuan Pasal 1 UU Yayasan ini maka status badan hukum yang semula diperoleh dari sistem terbuka penentuan suatu badan hukum het Open systeem van
rehtspersonen beralih berdasarkan sistem tertutup de Gesloten systeem van Rechtspersonen. Artinya, sekarang yayasan menjadi badan hukum karena undang-
undang atau berdasarkan undang-undang, bukan berdasarkan sistem terbuka, yang berlandaskan pada kebiasaan, doktrin, dan ditunjang oleh yurisprudensi.
18
Yayasan dalam memperoleh status badan sebagaimana disebutkan Pasal 11 UU Yayasan:
1 Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 2, memperoleh pengesahan
dari Menteri. 2 Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1,
pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Notaris yang membuat akta pendirian Yayasan tersebut.
3 Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat 2, wajib menyampaikan permohonan pengesahan kepada Menteri dalam jangka waktu paling
18
Chatamarrasjid Ais, Op. Cit., hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
lambat 10 sepuluh hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan ditandatangani.
4 Dalam memberikan pengesahan akta pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Menteri dapat meminta pertimbangan dari
instansi terkait dalam jangka waktu paling lambat 7 tujuh hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
5 Instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat 4, wajib
menyampaikan jawaban dalam jangka waktu paling lambat 14 empat belas hari terhitung sejak tanggal permintaan pertimbangan diterima.
6 Permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
Dari ketentuan Pasal 11 UU Yayasan di atas, bahwa wewenang untuk mengesahkan suatu yayasan sebagai badan hukum berada di tangan Menteri Hukum dan HAM. Di
samping itu dinyatakan bahwa Notaris wajib menyampaikan permohonan untuk menjadi badan hukum tersebut. Hal ini mungkin disebabkan pada masa lalu banyak
yayasan dengan sengaja tidak mengajukan permohonan untuk menjadi badan hukum.
19
Permohonan pengesahan sebagai badan hukum diatur dalam Pasal 12 UU Yayasan:
1 Permohonan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 2, diajukan secara tertulis kepada Menteri.
2 Pengesahan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, diberikan atau ditolak dalam jangka waktu paling lambat 30 tiga puluh
hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. 3
Dalam hal diperlukan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 4, pengesahan diberikan atau ditolak dalam jangka waktu
paling lambat 14 empat belas hari terhitung sejak tanggal jawaban atas permintaan pertimbangan dari instansi terkait diterima.
4 Dalam hal jawaban atas permintaan pertimbangan tidak diterima,
pengesahan diberikan atau ditolak dalam jangka waktu paling lambat 30 tiga puluh hari terhitung sejak tanggal permintaan pertimbangan
disampaikan kepada instansi terkait.
19
Ibid., hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian secara tegas dinyatakan dalam Pasal 13A UU Yayasan, bahwa perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengurus atas nama Yayasan sebelum Yayasan
memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab Pengurus secara tanggung renteng.
UU Yayasan memberikan kesempatan kepada Yayasan untuk melakukan kegiatan usaha, sebagaimana terlihat dalam Pasal 3, Pasal 7, dan Pasal 8 berikut ini:
Pasal 3 UU Yayasan: 1 Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian
maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha danatau ikut serta dalam suatu badan usaha.
2 Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas.
Penjelasan Pasal 3 ayat 1 yang menyatakan: ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa yayasan tidak digunakan sebagai wadah usaha dan yayasan
tidak dapat melakukan kegiatan usaha secara langsung, tetapi harus melalui badan usaha yang didirikannya atau melalui badan usaha lain di mana yayasan menyertakan
kekayaannya. Jelas terlihat dari ketentuan di atas, bahwa kegiatan usaha yayasan adalah untuk
menunjang pencapaian maksud dan tujuannya, yaitu suatu tujuan yang bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Hal ini mengakibatkan seseorang yang menjadi organ
yayasan harus bekerja secara sukarela tanpa menerima gaji, upah, atau honor tetap. Ketentuan dalam Pasal 3 ayat 2 di atas lebih mempertegas bahwa kegiatan usaha
Universitas Sumatera Utara
dimaksud adalah untuk tujuan-tujuan yayasan dan bukan untuk kepentingan organ yayasan.
20
Pasal 7 UU Yayasan: 1 Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan
maksud dan tujuan yayasan. 2 Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang
bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25 dua puluh lima persen dari seluruh nilai kekayaan
Yayasan.
3 Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris
atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2.
Kemudian dalam Pasal 8 UU Yayasan disebutkan kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1 harus sesuai dengan maksud dan
tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, danatau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, dalam penjelasan
Pasal 8 disebutkan kegiatan usaha dari badan usaha yayasan mempunyai cakupan yang luas, termasuk antara lain hak asasi manusia, kesenian, olah raga, perlindungan
konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan ilmu pengetahuan. Ketentuan di dalam pasal-pasal di atas menghapuskan kontroversi apakah
yayasan boleh melakukan kegiatan usaha termasuk pendidikan atau mendirikan badan usaha. Dalam hubungan ini yayasan dapat melakukan kegiatan usaha atau lebih
tegas dapat melakukan kegiatan usaha yang memperoleh laba, tetapi mengejar laba bukanlah tujuannya. Kegiatan dengan tujuan mengejar laba haruslah tidak
20
Ibid., hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
diperbolehkan memilih bentuk badan hukum yayasan, tetapi bentuk badan hukum lain yang tersedia untuk maksud mengejar laba, seperti perseroan terbatas
umpamanya.
21
Yayasan boleh memperoleh laba dengan melakukan berbagai kegiatan usaha, baik dengan menjadi peserta dari suatu badan usaha maupun dengan
mendirikan suatu badan usaha baru, sesuai dengan ketentuan dalam UU Yayasan. Organ Yayasan sesuai dengan ketentuan Pasal 2 UU Yayasan adalah terdiri
dari: a. Pembina
b. Pengurus c. Pengawas.
Pembina adalah organ yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh undang-undang atau anggaran dasar, yang
mempunyai kewenangan sebagai berikut: a.
keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar; b.
pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas; c.
penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan; d.
pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan; dan e.
penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan Pasal 28 ayat 1 dan 2 UU Yayasan
Yang dapat diangkat menjadi anggota Pembina adalah orang perseorangan sebagai pendiri Yayasan danatau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota
21
Ibid., hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
Pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan. Dalam hal Yayasan karena sebab apapun tidak lagi mempunyai Pembina,
paling lambat dalam waktu 30 tiga puluh hari terhitung sejak tanggal kekosongan, anggota Pengurus dan anggota Pengawas wajib mengadakan rapat gabungan untuk
mengangkat Pembina Pasal 28 ayat 3 UU Yayasan. Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan.
Yang dapat diangkat menjadi Pengurus adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum, dan tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau
Pengawas Pasal 31 UU Yayasan. Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta
memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan. Yayasan memiliki Pengawas sekurang-kurangnya 1 satu orang Pengawas yang wewenang,
tugas, dan tanggung jawabnya diatur dalam Anggaran Dasar. Yang dapat diangkat menjadi Pengawas adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan
hukum. Pengawas tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus Pasal 40 UU Yayasan.
Dengan demikian dari uraian di atas terlihat bahwa Yayasan adalah suatu badan hukum yang keberadaannya telah diakui oleh undang-undang untuk
menyelenggarakan suatu badan usaha termasuk di dalamnya dalam penyelenggaraan pendidikan. Akan tetapi sejak diberlakukannya UU BHP maka Yayasan dalam
penyelenggaraan pendidikan formal harus menyesuaikan tata kelola pendidikan sesuai dengan ketentuan UU BHP.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 2 dan Pasal 3 UU BHP menyatakan, Badan hukum pendidikan berfungsi memberikan pelayanan pendidikan formal kepada peserta didik, yang
bertujuan memajukan pendidikan nasional dengan menerapkan manajemen berbasis sekolahmadrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dan otonomi
perguruan tinggi pada jenjang pendidikan tinggi. Pengelolaan pendidikan formal secara keseluruhan oleh badan hukum
pendidikan sesuai Pasal 4 UU BHP didasarkan pada prinsip: a. Otonomi, yaitu kewenangan dan kemampuan untuk menjalankan kegiatan
secara mandiri baik dalam bidang akademik maupun non-akademik; b. Akuntabilitas, yaitu kemampuan dan komitmen untuk mempertanggung
jawabkan semua kegiatan yang dijalankan badan hukum pendidikan kepada pemangku kepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan; c. Transparansi, yaitu keterbukaan dan kemampuan menyajikan informasi
yang relevan secara tepat waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar pelaporan yang berlaku kepada
pemangku kepentingan; d. Penjaminan mutu, yaitu kegiatan sistemik dalam memberikan layanan
pendidikan formal yang memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan, serta dalam meningkatkan mutu pelayanan pendidikan secara
berkelanjutan; e. Layanan prima, yaitu orientasi dan komitmen untuk memberikan layanan
pendidikan formal yang terbaik demi kepuasan pemangku kepentingan, terutama peserta didik;
f. Akses yang berkeadilan, yaitu memberikan layanan pendidikan formal kepada calon peserta didik dan peserta didik, tanpa memandang latar
belakang agama, ras, etnis, gender, status sosial, dan kemampuan ekonominya;
g. Keberagaman, yaitu kepekaan dan sikap akomodatif terhadap berbagai perbedaan pemangku kepentingan yang bersumber dari kekhasan agama,
ras, etnis, dan budaya; h. Keberlanjutan, yaitu kemampuan untuk memberikan layanan pendidikan
formal kepada peserta didik secara terus-menerus, dengan menerapkan pola manajemen yang mampu menjamin keberlanjutan layanan; dan
i. Partisipasi atas tanggung jawab negara, yaitu keterlibatan pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan pendidikan formal untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan tanggung jawab negara.
Universitas Sumatera Utara
Jenis badan hukum pendidikan diatur dalam Pasal 5 UU BHP, yaitu: a. BHP Penyelenggara, merupakan jenis badan hukum pendidikan pada
penyelenggara, yang menyelenggarakan 1 satu atau lebih satuan pendidikan formal.
b. Badan hukum pendidikan satuan pendidikan, merupakan jenis badan hukum pendidikan pada satuan pendidikan formal.
Bentuk badan hukum pendidikan diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 UU BHP yang terdiri atas:
a. Badan Hukum Pendidikan Pusat BHPP BHPP didirikan oleh Pemerintah dengan peraturan pemerintah atas usul Menteri.
b. Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah BHPPD BHPPD didirikan oleh pemerintah daerah dengan peraturan gubernur atau
peraturan bupatiwalikota. c. Badan Hukum Pendidikan Masyarakat BHPM.
BHPM didirikan oleh masyarakat dengan akta notaris yang disahkan oleh Menteri.
Selanjutnya sesuai ketentuan Pasal 8 ayat 3 dan Pasal 9 UU BHP, maka bagi Yayasan yang telah menyelenggarakan satuan pendidikan dasar, pendidikan
menengah, danatau pendidikan tinggi, diakui sebagai BHP Penyelenggara, yang dapat menyelenggarakan lebih dari 1 satu satuan pendidikan, ataupun BHP
Penyelenggara dapat mengubah bentuk satuan pendidikannya menjadi BHP Masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
1. Konsepsi