PRAKTEKNYA PENERAPAN KETENTUAN HUKUM UNDANG-UNDANG NO.15 TAHUN 2003 DALAM PERISTIWA KESIMPULAN DAN SARAN A.

B. Kejahatan Penerbangan Sebagai Tindak Pidana Terorisme Menurut Undang-Undang 15 Tahun 2003 ................................................................ 29

BAB IV: PRAKTEKNYA PENERAPAN KETENTUAN HUKUM UNDANG-UNDANG NO.15 TAHUN 2003 DALAM PERISTIWA

KEJAHATAN PENERBANGAN SEBAGAI SEBUAH TINDAK PIDANA TERORISME CONTOH KASUS PUTUSAN PERKARA PILOT MARWOTO NO. 348 PID. B2008PN SLMN A. Posisi Kasus ............................................................................................... 59 B. Analisis Perkara Pilot Marwoto Perkara No. 348 Pid.B2008PN Slmn berdasarkan UU No 15 Tahun 2003........................................................... 67

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A.

Kesimpulan ................................................................................................ 83 B. Saran ........................................................................................................... 85 ABSTRAKSI Terorisme merupakan kejahatan lintas negara, terorganisasi, dan mempunyai jaringan luas sehingga mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional. Istilah terorisme umumnya berkonotasi negatif, seperti juga istilah genosida atau tirani. Istilah ini rentan dipolitisasi. Kekaburan definisi membuka peluang penyalahgunaan. Tindakan teror bisa dilakukan oleh negara, individu atau sekelompok individu, dan organisasi. Pelaku biasanya merupakan bagian dari suatu organisasi dengan motivasi cita-cita politik atau cita-cita religius tertentu yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orangkelompok yang mempunyai keyakinan tertentu. Tindak pidana terorisme adalah extra ordinary crime. Pengertian extra ordinary crime adalah pelanggaran berat HAM yang meliputi crime againts humanity dan goside sesuai dengan Statuta Roma. Tindak pidana terorisme dimasukkan dalam extra ordinary crime dengan alasan sulitnya pengungkapan karena merupakan kejahatan transboundary dan melibatkan jaringan internasional Di Indonesia, undang-undang yang pembuatannya sedikit banyak terpengaruhi oleh kondisi dunia saat itu, yakni Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang- Undang selanjutnya disebut sebagai “Undang-Undang TPTPT” Kajian instrumen hukum internasional dalam tindak pidana penerbangan pada skripsi ini akan difokuskan pada ketiga konvensi ini saja, yakni Konvensi Tokyo tahun 1963, Konvensi Den Haag tahun 1970, dan Konvensi Montreal tahun 1971. Selain karena hanya ketiga konvesi ini saja yang dapat diberlakukan secara internasional untukmengatur mengenai kejahatan dalam penerbangan, ketiga konvensi ini pula yang dijadikan sumber utama dalam pembuatan Undang- undang Nomor 4 Tahun 1976 yang menambahkan beberapa pasal tentang kejahatan penerbangan dan saranaprasarananya di dalam KUHP.Beberapa sumber bahkan menyatakan bahwa tindak pidana yang diatur dalam ketiga konvensi ini sesungguhnya merupakan tindak pidana terorisme. Namun, akhir penentuan kategori kejahatan yang diatur lewat ketiga konvensi ini termasuk tindak pidana terorisme atau bukan terpulang kepada undang-undang yang dibuat oleh masing-masing negara peratifikasiMengenai tindak kejahatan yang diatur di dalam konvensi ini, selain mengatur tindakan-tindakan melawan hukum yang membahayakan keselamatan penumpang, pesawat udara, barang serta tata tertib penerbangan, juga mengatur tindakan pengambilalihan pesawat udara secara melawan hukum atau yang biasa disebut sebagai pembajakan pesawat udara

BAB I PENDAHULUAN