AGFI – CMINDF- Tucker Lewis Index TLI Pengujian Hipotesis

lxxv RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan untuk mengkompensasi Chi-square statistic dalam sampel besar Santoso, 2007. RMSEA yang diharapkan adalah sebesar ≤0,08. Dari hasil pengujian nilai RMSEA yang dihasilkan oleh model adalah sebesar 0,022 dan lebih kecil dari 0,08. Hal ini membuktikan bahwa model tersebut dapat diterima.

3. GFI –

Goodness of- F it Index Index kesesuaian ini akan menghitung proporsi tertimbang dari varians dalam matriks kovarian sampel yang dijelaskan oleh matriks kovarian populasi yang terestimasikan GFI yang diharapkan adalah sebesar ≥ 0,90 Santoso, 2007. Dari hasil pengujian komputasi AMOS, GFI yang dihasilkan oleh model adalah sebesar 0,966 , jadi GFI model menunjukkan tingkat penerimaan dengan baik, karena memenuhi ketentuan minimum yaitu ≥ 0,90.

4. AGFI –

Adjust Goodness of fit Index Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila AGFI mempunyai nilai sama dengan atau lebih dari 0,90 Hair et al., 1998. Dari hasil pengujian komputasi AMOS, AGFI yang dihasilkan oleh model yang dihasilkan adalah 0,906, di atas yang diharapkan yaitu ≥ 0,90, Jadi AGFI model menunjukkan tingkat penerimaan dengan baik, karena memenuhi ketentuan minimum yaitu ≥ 0,90,

5. CMINDF-

The Minimum Sampel Discrepancy F unctionDegree of F reedom lxxvi CMINDF salah satu indikator untuk mengukur tingkat fitnya sebuah model. Dalam hal ini CMINDF tidak lain adalah statistic Chi-square , χ² dibagi DF- nya sehingga disebut χ² relatif. Nilai χ² relatif kurang dari 2,0 atau bahkan kurang dari 3,0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data. Dari hasil pengujian komputasi AMOS, CMINDF yang dihasilkan dalam model tersebut adalah 1,652 atau lebih kecil dari 2,00, Jadi CMINDF menunjukkan tingkat penerimaan dengan baik, karena memenuhi ketentuan minimum £ 2,00 atau £ 3,00.

6. Tucker Lewis Index TLI

TLI adalah suatu alternative incremental fit index yang membandingkan suatu model yang diuji terhadap suatu baseline model . Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya suatu model adalah penerimaan ≥ 0,95, dan nilai yang sangat mendekati 1 menunjukkan a very good fit. Dari model diperoleh nilai TLI sebesar 0,954 yang berarti lebih besar dari nilai yang dipersyaratkan 0,95. Dengan demikian nilai TLI telah memenuhi persyaratan.

7. Comparative F it Index CF I

Besaran indeks ini adalah pada rentang nilai sebesar 0 – 1. Semakin mendekati 1 mengindikasikan tingkat fit paling tinggi a very good fit . Nilai yang direkomendasikan adalah CFI ≥ 0,95. Keunggulan dari indeks ini lxxvii adalah bahwa indeks ini besarannya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel, karena itu sangat baik untuk mengukur tingkat penerimaan suatu model. Indeks CFI identik dengan Relative Noncentrality Index RNI. Dalam penilaian model, indeks TLI dan CFI sangat dianjurkan untuk digunakan karena indeks ini relatif tidak sensitif terhadap besarnya sampel dan kurang dipengaruhi pula oleh kerumitan model. Dari hasil output AMOS, diperoleh nilai CFI sebesar 0,985 yang berarti dapat disimpulkan indeks CFI memiliki tingkat kesesuaian fit yang baik.

d. Evaluasi

Regression Weight untuk Uji Kausalitas Model Struktural Setelah kriteria goodness of fit dapat terpenuhi atas model struktural yang diestimasi, selanjutnya analisis terhadap hubungan-hubungan struktur model pengujian hipotesis dapat dilakukan. Hubungan antar konstruk dalam hipotesis ditunjukan oleh nilai standardized regresson weight. Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, dengan menganalisa tingkat signifikansi hubungan kausalitas antar konstruk dalam model yang didasarkan pada nilai C.R teknologi-hitung yang lebih besar atau sama dengan nilai teknologi-tabel t-hitung ³ t-tabel. Kedua, dengan melihat standardized structural path coefficients dari setiap hipotesis terutama pada kesesuaian arah hubungan path dengan arah hubungan yang telah dihipotesiskan sebelumnya. Jika arah hubungan sesuai lxxviii dengan yang dihipotesiskan dan nilai critical ratio -nya juga memenuhi persyaratan maka dapat dikatakan bahwa hipotesis yang diuji mendapat dukungan yang kuat. Ketiga, dengan secara langsung menginterpretasikan hasil output pada nilai regresson weight pada SPSS Amos yaitu dengan melihat nilai probabilitiesnya Santoso, 2007. AMOS memiliki kriteria yang ketat dalam menentukan nilai derajat kepercayaan probabilitiesnya, yakni sebesar 0,001. Dengan demikian, cara penentuan hipotesis hubungan antar konstruk pada model penelitian ini dinilai dengan mengunakan standar nilai probabilitas 0,001 yang diberi notasi . Cara ketiga inilah yang akan kita terapkan pada interpretasi hipotesis model penelitian. Hasil perhitungan estimasi nilai parameter sebagaimana ditunjukkan pada tabel IV. 14. Tabel IV. 14 Estimasi Parameter Hubungan Konstruk Estimate Standart Estimeates S.E. C.R. P PU --- PEOU 1,257 0,835 0,233 5,404 ATT --- PU -0,609 -1,047 0,213 -2,857 0,004 ATT --- PEOU 1,795 2,051 0,414 4,331 ATT --- PE 0,360 0,323 0,092 3,902 ACTI --- ATT -0,300 -0,201 0,107 -2,799 0,005 ACTI --- PU 1,028 1,185 0,151 6,789 Sumber: Data Primer Diolah, 2010 Berdasarkan hasil output di atas, dari 6 hubungan konstruk yang ada pada model hanya 2 hubungan konstruk, yakni PU terhadap ATT dan ATT terhadap ACTI yang tidak signifikan pada 0,001. e. Analisis Direct Effect, Indirect Effect, dan Total Effect lxxix Analisis ini digunakan untuk melihat kekuatan pengaruh antar konstruk, baik pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung, maupun pengaruh totalnya. Menurut Ferdinand 2000 pengaruh langsung direct effect merupakan koefisien dari semua garis dengan anak panah satu ujung. Sedangkan pengaruh tidak langsung indirect effect adalah pengaruh yang muncul melalui sebuah variabel antara dan pengaruh total total effect adalah pengaruh dari berbagai hubungan. Pengaruh langsung dari model penelitian ini sebagaimana disajikan pada tabel IV. 15. Tabel IV. 15 Standardized Direct Effects – Estimates PE PEOU PU ATT ACTI PU .000 .835 .000 .000 .000 ATT .323 2.051 -1.047 .000 .000 ACTI .000 .000 1.185 -.201 .000 Sumber: Data Primer Diolah, 2010 Dalam penelitian ini terdapat satu variabel yang memiliki pengaruh langsung terhadap variabel PU , terdapat tiga variabel yang memiliki pengaruh langsung terhadap variabel ATT dam 2 variabel yang memiliki pengaruh langsung terhadap ACTI. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa variabel yang memiliki pengaruh langsung terbesar terhadap variabel PU adalah variabel PEOU yaitu sebesar 0,835. Variabel ATT dipengaruhi oleh variabel PE sebesar 0,323, PEOU sebesar 2,051, dan variabel PU sebesar 1, 047 dengan pengaruh yang negatif. lxxx Dalam model penelitian ini juga diukur pengaruh tidak langsung antar variabel, yaitu terdapat variabel ATT dipengaruhi secara tidak langsung oleh variabel PEOU sebesae 0,874 dengan pengaruh negatif. Variabel ACTI dipengaruhi secara tidak langsung oleh variabel PE sebesar 0,065, PEOU sebesar 0,753, dan PU sebesar 0,21. Hasil estimasi pada output AMOS selengkapnya dapat dilihat pada tabel IV. 16 sebagai berikut: Tabel IV. 16 Standardized Indirect Effects – Estimates PE PEOU PU ATT ACTI PU .000 .000 .000 .000 .000 ATT .000 -.874 .000 .000 .000 ACTI -.065 .753 .210 .000 .000 Sumber: Data Primer Diolah, 2010 Oleh karena adanya pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung antar variabel dalam model penelitian ini, maka perlu diukur pengaruh totalnya. Hasil pengukuran pengaruh total antar variabel sebagaimana ditunjukkan pada tabel IV.17. Tabel IV. 17 Standardized Total Effects – Estimates PE PEOU PU ATT ACTI PU .000 .835 .000 .000 .000 ATT .323 1.177 -1.047 .000 .000 ACTI -.065 .753 1.395 -.201 .000 Sumber: Data Primer Diolah, 2010 Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diketahui bahwa variabel PEOU memiliki pengaruh total terhadap variabel PU sebesar 0,835. Variabel ATT dipengaruhi oleh PE sebesar 0,323, variabel PEOU sebesar 1,177, dan variabel lxxxi PU sebesar 1, 047 dengan pengaruh negatif. Variabel PE, PEOU, PU, dan ATT secara total mempengaruhi variabel ACTI masing-masing sebesar 0,065, 0,75, 0,395, dan 0,201.

4. Pengujian Hipotesis

Hasil pengujian terhadap hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini secara ringkas ditunjukkan pada tabel IV. 18. Adapun uraiannya dikemukakan sebagai berikut: Tabel IV. 18 Hasil Pengujian Hipotesis HIPOTESIS KETERANGAN H 1 Persepsi kemudahan sistem perceived ease of use PEOU berpengaruh positif terhadap persepsi kegunaan perceived usefulness PU dalam pemanfaatan STI di Kabupaten Sragen. Didukung p ≤ 0,001 H 2 Persepsi kegunaan perceived usefulness PU berpengaruh positif terhadap sikap pengguna attitude ATT dalam pemanfaatan STI di Kabupaten Sragen. Tidak didukung H 3 Persepsi kemudahan sistem perceived ease of use PEOU berpengaruh positif terhadap sikap pengguna attitude ATT dalam pemanfaatan STI di Kabupaten Sragen. Didukung p ≤ 0,001 H 4 Persepsi kenyamanan pengguna perceived enjoyment PE berpengaruh positif terhadap sikap pengguna attitude ATT dalam pemanfaatan STI di Kabupaten Sragen. Didukung p ≤ 0,001 H 5 Persepsi kegunaan perceived usefulness Didukung lxxxii PU berpengaruh positif terhadap penerimaan TI acceptance of IT dalam pemanfaatan STI di Kabupaten Sragen. p ≤ 0,001 H 6 Persepsi pengguna attitude ATT berpengaruh positif terhadap penerimaan TI acceptance of IT dalam pemanfaatan STI di Kabupaten Sragen. Tidak didukung H 1 : Persepsi kemudahan sistem perceived ease of use PEOU berpengaruh positif terhadap persepsi kegunaan perceived usefulness PU dalam pemanfaatan STI di Kabupaten Sragen. Dari hasil estimasi parameter pada tabel IV. 14, koefisien parameter hubungan antara perceived ease of use PEOU terhadap perceived usefulness PU adalah sebesar 0,84 dengan tingkat signifikan 0,001. Sehingga dapat disimpulkan bahwa persepsi pengguna tentang kemudahan dalam menggunakan STI PEOU memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sikap pengguna tentang kegunaan STI PU, atau dengan kata lain terdapat hubungan yang signifikan antara perceived ease of use terhadap perceived usefulness terhadap pemanfaatan STI di Pemerintah Kabupaten Sragen. Dengan demikian maka hasil hipotesis yang diajukan dapat diterima. Perceived ease of use kemudahan persepsian dalam pemakaian didefinisi sebagai tingkat dimana seseorang meyakini bahwa penggunaan sistem informasi merupakan hal yang mudah dan tidak memerlukan usaha keras dari pemakainya. Konsep ini mencakup kejelasan tujuan penggunaan sistem informasi dan lxxxiii kemudahan penggunaan sistem untuk tujuan sesuai dengan keinginan pemakai Davis, 1989. Sedangkan perceived usefulness persepsi kegunaan didefinisi sebagai sejauh mana seseorang meyakini bahwa penggunaan sistem informasi tertentu dalam pekerjaannya akan meningkatkan kinerjanya. Konsep ini menggambarkan manfaat sistem bagi pemakainya yang berkaitan dengan productivity produktivitas, job performance atau effectiveness kinerja tugas atau efektivitas, importance to job pentingnya bagi tugas, dan overall usefulness kebermanfaatan secara keseluruhan Davis, 1989. Berdasarkan teori TAM, perceived usefulness juga dipengaruhi oleh perceived ease of use karena semakin mudah suatu sistem digunakan maka sistem tersebut dirasakan semakin bermanfaat. Rasa mudah menggunakan teknologisistem informasi akan menimbulkan perasaan dalam dirinya bahwa sistem itu mempunyai kegunaan, dan karenanya menimbulkan rasa nyaman bila bekerja dengan teknologisistem informasi Venkatesh dan Davis, 1996. H 2 : Persepsi kegunaan perceived usefulness PU berpengaruh positif terhadap sikap pengguna attitude ATT dalam pemanfaatan STI di Kabupaten Sragen. Dari tabel di atas, koefisien parameter hubungan antara perceived usefulness PU terhadap attitude ATT adalah sebesar -1.047 dengan tingkat signifikan 0,04. Sehingga disimpulkan bahwa persepsi pengguna tentang kegunaan TI PU tidak terbukti memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sikap pengguna tentang penggunaan TI ATT atau dengan kata lain tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perceived usefulness PU dan attitude ATT terhadap lxxxiv pemanfaatan STI di Pemerintah Kabupaten Sragen. Dengan demikian maka hasil hipotesis yang diajukan ditolak. Davis 1989 melakukan telaah terhadap dua hasil penelitian yang hasilnya adalah satu penelitian menunjukkan bahwa perceived usefulness merupakan faktor penentu utama penggunaan sistem, sedang hasil penelitian yang lainnya menunjukkan hasil yang mixed bervariasi, tetapi mengindikasikan bahwa perceived usefulness merupakan faktor penting yang mempengaruhi penggunaan sistem. H 3 : Persepsi kemudahan sistem perceived ease of use PEOU berpengaruh positif terhadap sikap pengguna attitude ATT dalam pemanfaatan STI di Kabupaten Sragen. Dari tabel di atas, koefisien parameter hubungan antara perceived ease of use PEOU terhadap attitude ATT adalah sebesar 2,051, dengan tingkat signifikan 0,001. Sehingga disimpulkan bahwa persepsi pengguna tentang kemudahan dalam menggunakan STI PEOU terbukti memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sikap pengguna tentang penggunaan STI atau dengan kata lain terdapat hubungan yang signifikan antara perceived ease of use PEOU dan attitude toward using ATT terhadap pemanfaatan STI di Pemerintah Kabupaten Sragen. Dengan demikian maka hasil hipotesis yang diajukan dapat diterima. Konsep yang menerangkan mengenai faktor perceived ease of use dalam penerimaan dan penggunaan suatu sistem, mencakup kejelasan tujuan penggunaan sistem informasi dan kemudahan penggunaan sistem untuk tujuan yang sesuai lxxxv dengan keinginan pemakai Davis, 1989. Konsep ini memberikan pengertian bahwa apabila sistem informasi mudah digunakan, maka user akan cenderung untuk menggunakan sistem informasi tersebut. Sehingga dalam mengembangkan suatu sistem informasi perlu dipertimbangkan faktor perceived usefulness dan perceived ease of use dari pemakai terhadap sistem informasi. H 4 : Persepsi kenyamanan pengguna perceived enjoyment PE berpengaruh positif terhadap sikap pengguna attitude ATT dalam pemanfaatan STI di Kabupaten Sragen. Dari tabel di atas koefisien estimasi parameter hubungan antara perceived enjoyment PE terhadap attitude ATT adalah sebesar 0,323, dengan tingkat signifikan 0,001. Sehingga disimpulkan bahwa persepsi pengguna tentang kenyamanan dan kesenangan dalam menggunakan STI PE terbukti memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sikap pengguna tentang penggunaan STI ATT dengan kata lain terdapat hubungan yang signifikan antara perceived enjoyment PE dan attitude ATT terhadap pemanfaatan STI di Pemerintah Kabupaten Sragen. Dengan demikian maka hasil hipotesis yang diajukan dapat diterima. H 5 : Persepsi kegunaan perceived usefulness PU berpengaruh positif terhadap penerimaan acceptance of IT ACTI dalam pemanfaatan STI di Kabupaten Sragen. Dari tabel di atas koefisien parameter hubungan antara perceived usefulness PU terhadap attitude ATT adalah sebesar 1,185, dengan tingkat signifikan 0,001. Sehingga disimpulkan bahwa persepsi pengguna akan kegunaan dari STI terbukti lxxxvi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pengguna akan STI ACTI di Pemerintah Kabupaten Sragen atau dengan kata lain terdapat hubungan yang signifikan antara perceived usefulness PU dan Acceptance of IT ACTI terhadap pemanfaatan STI di Pemerintah Kabupaten Sragen. Dengan demikian maka hasil hipotesis yang diajukan dapat diterima. Davis 1989 menemukan bahwa perceived usefulness mempunyai hubungan yang lebih kuat dan konsisten dengan penerimaan teknologi informasi dibandingkan dengan variabel lain, seperti sikap, kepuasan, dan ukuran-ukuran persepsian yang lain. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Igbaria 1990 dan Robey et al. 1989 juga menemukan hal yang sama, yaitu adanya hubungan positif antara perceived usefulness dengan penggunaan sistem informasi. Adam et al. 1992 melakukan telaah terhadap dua hasil penelitian yang mereplikasi penelitian Davis 1989. H 6 : Persepsi pengguna attitude ATT berpengaruh positif terhadap penerimaan TI acceptance of IT ACTI dalam pemanfaatan STI di Kabupaten Sragen. Dari tabel di atas koefisien parameter hubungan antara attitude ATT terhadap acceptance of IT ACTI adalah sebesar -0,201, dengan tingkat signifikan 0,05. Oleh karena nilai probalitas yang dipakai 0,001, maka dapat disimpulkan bahwa sikap pengguna tentang penggunaan STI ATT tidak terbukti memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pengguna akan STI ACTI atau dengan kata lain tidak terdapat hubungan yang signifikan antara attitude ATT lxxxvii dengan acceptance of IT ACTI terhadap penerimaan pengguna STI di Pemerintah Kabupaten Sragen. Dengan demikian, maka hasil hipotesis yang diajukan ditolak. Hasil pengujian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tangke yang menunjukan bahwa sikap pengguna tentang penggunaan sistem teknologi informasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pengguna akan sistem teknologi informasi itu sendiri.

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, SARAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada pembahasan pada bab-bab terdahulu, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan data hasil kuesioner yang diperoleh dari responden, persepsi pengguna terhadap kemudahan dalam penggunaan TI PEOU memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi pengguna terhadap kegunaan PU TI. Hal tersebut ditunjukan berdasarkan hasil analisis olah data yang dilakukan dimana nilai koefisien parameter yang diperoleh adalah sebesar 0,84. Penulis menyimpulkan bahwa hal ini dipengaruhi oleh faktor masa kerja responden dan masa implementasi TI. Penggunaan TI yang selama kurang lebih 6 tahun untuk aktivitas kerja harian mereka, dan berdasarkan profil responden, masa kerja responden telah cukup lama, yaitu diatas 5 tahun hingga lebih dari 20 tahun.

Dokumen yang terkait

Peranan Laboratorium Forensik Dalam Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan

11 138 178

ANALISIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA MILITER

0 5 2

ANALISIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA MILITER

0 5 2

ANALISIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN PSIKOTROPIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA MILITER

0 7 84

PERANAN LABORATORIUM FORENSIK POLRI DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA Peranan Laboratorium Forensik Polri Dalam Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika (Studi Kasus Di Laboratorium Forensik Polri Cabang Semarang).

0 2 11

PENDAHULUAN Peranan Laboratorium Forensik Polri Dalam Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika (Studi Kasus Di Laboratorium Forensik Polri Cabang Semarang).

0 0 15

PERANAN LABORATORIUM FORENSIK POLRI DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA Peranan Laboratorium Forensik Polri Dalam Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika (Studi Kasus Di Laboratorium Forensik Polri Cabang Semarang).

1 3 17

PERANAN LABORATORIUM FORENSIK DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Peranan Laboratorium Forensik Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Melalui Pemeriksaan Metalurgi (Studi Kasus Di Laboratorium Forensik Cabang Semarang).

0 4 11

PERANAN LABORATORIUM FORENSIK DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Peranan Laboratorium Forensik Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor Melalui Pemeriksaan Metalurgi (Studi Kasus Di Laboratorium Forensik Cabang Semarang).

0 1 19

TINDAKAN PENYITAAN BARANG BUKTI DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DIKEPOLISIAN Tindakan Penyitaan Barang Bukti Dalam Penyidikan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Dikepolisian Resort (Polres) Sukoharjo.

4 16 20