Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papil Di RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2011
PREVALENSI KEBUTAAN AKIBAT ATROPI PAPIL
DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011
T E S I S
OLEH: MUSDA HIDAYATI
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN
2013
(2)
(3)
KATA PENGANTAR
DENGAN NAMA ALLAH
YANG MAHA PENGASIH DAN MAHA PENYAYANG
Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “ PREVALENSI KEBUTAAN AKIBAT ATROPI PAPIL DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2011”.
Penulisan tesis ini merupakan tahap akhir dari serangkaian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara di Medan.
Dengan selesainya laporan penelitian ini,perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pembimbing Prof.Aslim D.Sihotang,SpM(KVR), dr. Suratmin,SpM(K), dr. Hj. Aryani Attiyatul Amra,MKed(Oph),SpM, dr.Bobby Ramses Erguna Sitepu,MKed(Oph),SpM, Drs.H.Djalil Amri Arma,MKes,yang telah banyak memberi bantuan dan masukan selama penulisan tesis ini.
(4)
Rasa penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada yang terhormat guru-guru saya,atas pengajaran,bimbingan,kritik dan saran yang telah saya terima selama menempuh pendidikan magister ini.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada rekan-rekan sejawat peserta Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Ilmu Kesehatan Mata yang telah banyak membantu selama menempuh pendidikan magister ini.
Kepada Rektor Universitas Sumatera Utara,Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,TKP PPDS dan Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan,saya ucapkan terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk mengikuti pendidikan Magister ini.
Sembah sujud,hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya terkasih Drs.Abdul Jalil Nur (alm) dan ibunda Hj. Nisma Adlani,BA yang telah membesarkan,membimbing,mendoakan serta mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari sejak kecil hingga kini,memberi contoh yang baik dalam menjalani hidup serta memberikan motivasi selama mengikuti pendidikan ini.Kepada mertua saya yang saya hormati dan sayangi H.Amanuddin dan Hj. Jamilah (alm) yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan semangat serta doa kepada saya,sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Kepada suami saya KOMISARIS POLISI Agus Setiawan A,SE,SH,MH, tiada kata terindah yang dapat saya ucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, yang telah memberikan saya
(5)
seorang suami yang baik dan penuh pengertian. Terima kasih atas cinta kasih,kesabaran,dorongan semangat,pengorbanan dan doa yang diberikan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.
Buat kedua buah hatiku yang kucintai dan kusayangi,putriku Arini Nurizzati dan putraku Fachri Yazid Abdillah yang merupakan inspirasi dan pendorong motivasi ibunda serta pemberi semangat untuk menyelesaikan pendidikan ini.
Kepada kakak saya Hj.Khalida Jalil,SE dan abang ipar Prof.H.M.Yamin
Lubis,SH, kakak saya Nani Mufida,SPd, adik saya Mhd.Natsir,SP dan
Ramadhani Fitri,SPd beserta keluarga,terima kasih atas bimbingan,dorongan
semangat serta doa yang diberikan kepada saya.
Saya menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna,namun saya berharap hasil karya saya ini dapat memberi manfaat bagi kita semua,khususnya bagi Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita semua. Amiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.
Medan, 23 Januari 2013 Penulis,
(6)
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 LATAR BELAKANG... 1
1.1. RUMUSAN MASALAH ... 3
1.2. TUJUAN PENELITIAN... 3
1.3. MANFAAT PENELITIAN ... 3
BAB II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN... 4
2.1 DEFINISI... 4
2.2 EPIDEMIOLOGI... 5
2.3 ANATOMI DAN FISIOLOGI... 6
2.4 PATOFISIOLOGI ... 7
2.5 KLASIFIKASI ... 7
2.6 GAMBARAN KLINIS ... 10
2.7 PENGOBATAN ... 11
2.8 PROFIL RSUP.H.ADAM MALIK MEDAN ... 11
2.9 KERANGKA KONSEP ... 12
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 13
3.1 DESAIN PENELITIAN ... 13
3.2 TEMPAT DAN WAKTU ... 13
3.3 POPULASI DAN SAMPEL ... 13
3.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSLUSI ... 13
3.5 IDENTIFIKASI VARIABEL ... 14
3.6 DEFINISI OPERASIONAL ... 14
(7)
3.8 CARA KERJA ... 15
3.9 PERSONALIA PENELITI ... 15
3.10 BIAYA PENELITIAN ...15
3.11 ANALISIS DATA ... 15
3.12 PERTIMBANGAN ETIKA ... 15
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 16
BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI ... 20
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 22
6.1 KESIMPULAN ... 22
6.2 SARAN ... 22
(8)
B A B I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Atropi papil merupakan suatu kerusakan pada saraf optik yang mengakibatkan degenerasi pada saraf optik yang terjadi sebagai hasil akhir dari suatu proses patologik yang merusak akson pada sistem penglihatan anterior ,dapat terjadi akibat iskemia,inflamasi,infiltrasi kompresi dan demielinasi.Saraf optik terdiri dari ribuan serabut saraf kecil (akson).Jika terjadi kerusakan serabut saraf akibat suatu penyakit,maka otak tidak dapat menerima sinyal cahaya dan pandangan menjadi kabur. Atropi papil dapat terjadi pada 1 atau 2 mata,keparahannya bergantung pada penyebab (Skuta et al,2010).
WHO memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia di mana sepertiganya berada di Asia Tenggara. Diperkirakan 12 orang menjadi buta tiap menit di dunia dan 4 orang di antaranya berasal dari Asia Tenggara,sedangkan di Indonesia diperkirakan setiap menit ada 1 orang menjadi buta.Sebagian orang yang buta di Indonesia berada di daerah miskin dengan kondisi sosial ekonomi yang lemah. Di Asia Tenggara,angka kebutaan di Indonesia adalah yang tertinggi (1,5%),disusul Bangladesh 1% ,India 0,7% dan Thailand 0,36%.(Depkes RI,2007).
Berdasarkan survey kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996, sebesar 1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan dengan penyebab utama adalah katarak (0,78%),glaukoma(0,2%),kelainan refraksi
(9)
(0,14%),gangguan retina (0,13%),kelainan kornea (0,10%) dan akibat penyakit lainnya (0,15%) di mana atropi papil dimasukkan dalam kelompok ini (Depkes RI,2007; Br J Ophthalmology 2007;Skuta,2003).
Prevalensi atropi papil secara nasional belum diketahui.Di Sumatera Utara,menurut penelitian yang dilakukan di Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2009,prevalensi kebutaan akibat atropi papil adalah 0,024%( Virgayanti V,2009).
Angka kebutaan akibat atropi papil menurut National Programme for Control of Blindness (NPCB) tahun 1992 adalah 7,4% yang menempati urutan ketiga setelah katarak dan kelainan kornea (Andra Pradesh,2009).
Andra Pradesh Eye Disease Study (APEDS) menyebutkan bahwa angka kebutaan akibat atropi papil adalah 6,0%,berada pada urutan kelima setelah katarak,penyakit retina,penyakit kornea dan glaucoma (Andra Pradesh,2009).
Mengingat besarnya masalah kebutaan di Indonesia yang sudah mencapai 1,5%,tidak hanya menjadi masalah kesehatan,namun sudah menjadi masalah sosial yang harus ditanggulangi secara bersama-sama oleh pemerintah,dengan melibatkan lintas sektor,swasta dan partisipasi aktif dari masyarakat ( Depkes RI,2007).
Hal-hal tersebut di atas mendorong penulis untuk melakukan penelitian prevalensi atropi papil khususnya di RSUP. H.Adam Malik Medan.
(10)
1. Berapa prevalensi kebutaan akibat atropi papil di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan dalam 1 tahun.
2. Karakteristik apa saja yang dijumpai pada penderita atropi papil di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mendapatkan angka kejadian kebutaan akibat atropi papil di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan dalam 1tahun dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2. Tujuan Khusus
• Untuk mengetahui umur rata-rata penderita atropi papil
• Untuk mengetahui apakah atropi papil terjadi pada 1 atau 2 mata
• Untuk mengetahui tajam penglihatan penderita atropi papil
• Untuk mengetahui jenis kelamin terbanyak penderita atropi papil
• Untuk mengetahui penyebab atropi papil 1.4 MANFAAT PENELITIAN
Untuk mengetahui prevalensi kebutaan akibat atropi papil dan karakteristik penderita atropi papil di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
(11)
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 DEFINISI
Atropi papil merupakan kerusakan pada saraf optik yang mengakibatkan degenerasi saraf optik yang terjadi sebagai hasil akhir suatu proses patologik yang merusak akson pada sistem penglihatan anterior.Atropi papil dapat bersifat primer atau sekunder. Atropi papil merupakan suatu tanda yang penting dari suatu penyakit saraf optik lanjut.(Skuta 2010,Khurana 2007) Atropi papil tidak terjadi dengan segera tetapi umumnya terjadi 4-6 minggu setelah terjadinya kerusakan akson(Skuta, 2010).
2.2 EPIDEMIOLOGI
Di Amerika menurut penelitian Tielsch dkk,prevalensi kebutaan akibat atropi papil adalah 0,8%. Menurut penelitian Munoz dkk prevalensi gangguan penglihatan dan kebutaan akibat atropi papil adalah 0,04% dan 0,12%.Atropi papil bukanlah suatu penyakit,tetapi merupakan suatu tanda dari berbagai proses penyakit,sehingga morbiditas dan mortalitasnya sangat tergantung pada penyebabnya. Atropi papil lebih banyak dijumpai pada orang Afrika Amerika (0,3%) dibanding pada kulit putih (0,05%). Atropi papil dapat terjadi pada wanita dan laki-laki, dan dapat terjadi pada semua umur(Gandhi Rashmin, 2012).
(12)
Visual pathway bermula di retina, dan terdiri dari saraf optik,chiasma optikus,traktus optikus,lateral geniculate bodies,optic radiations dan kortex visual. Panjang saraf optik ± 45-70 mm,terdiri atas 4 bagian yaitu intra okuli (1mm), intra orbita (30 mm),intra kanalikuli (6-9mm), dan intra kranial (10mm).
Optic nerve head,oleh Brigss (1688) disebut ˝papil˝,berbentuk oval dengan
diameter 1,5mm dan aksis vertikal yang lebih panjang. Aliran darah saraf optik dan papil sangat kompleks (Khurana A K,2007; Andra Pradesh,2009).
Gambar 1. Visual Pathway (Duong Hon Vu,2011)
Saraf optik, anatominya bermula di diskus optikus tetapi menurut fisiologi dan fungsinya bermula di ganglion cell layer retina. Saraf optik terdiri dari 1-1,2 juta ganglion sel akson.Kehidupan akson saraf optik sangat tergantung pada produksi metabolik di dalam ganglion sel retina,merupakan suatu sistem yang bergantung pada konsentrasi oksigen di dalamnya. Sistem transport aksonal sangat peka terhadap proses iskemik,inflamasi dan kompresi.Terputusnya
(13)
transport aksonal akibat berbagai penyebab akan menyebabkan gangguan pada diskus optik (Skuta,2010).
2.4 PATOFISIOLOGI
Degenerasi saraf optik berhubungan dengan kegagalan regenerasi,di mana terjadi proliferasi astrosit dan jaringan glial. Akson saraf optik ditutupi oleh oligodendrosit, jika sekali akson ini rusak maka tidak akan dapat beregenerasi (Skuta,2010 ; Gandhi Rashmin, 2012).
Terdapat 3 teori patogenesis:( Skuta,2010; Kanski,2007)
1. Degenerasi serabut saraf yang berhubungan dengan gliosis berlebihan.Perubahan ini merupakan tanda patologis dari consecutive
optic atrophy dan postneuritic optic atrophy.
2. Degenerasi serabut saraf dan gliosis dalam keadaan normal,di mana astrosit berproliferasi dengan sendirinya dan tersusun pada kolum longitudinal mengganti serabut saraf (columnar gliosis).Keadaan ini terjadi pada atropi papil primer.
3. Degenerasi serabut saraf yang berhubungan dengan gliosis yang tidak berfungsi.Hal ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah.Perubahan patologi ini disebut sebagai cavernous optic atrophy dan merupakan ciri dari glaukoma dan ischaemic optic atrophy.
(14)
Klasifikasi atropi papil dibuat berdasarkan etiologi,gambaran oftalmoskop dan patofisiologi(Skuta,2010; Clifford,2012; Pavan Deborah,2008 et al).
A. Klasifikasi berdasarkan Etiologi 1. Atropi Papil Primer
Atropi papil primer disebabkan oleh adanya lesi yang mengenai jalur visual pada bagian retrolaminar saraf optik ke badan genikulatum lateral. Lesi yang mengenai saraf optik akan menghasilkan atropi papil yang unilateral,sedang lesi yang mengenai chiasma dan traktus optikus akan menyebabkan atropi papil yang bilateral.
Penyebab:
a. Neuritis retrobulbar
b. Lesi yang menekan saraf optik,seperti tumor (pituitary adenoma, craniopharyngioma dan suprasellar meningioma),aneurisma,chiasmal arachnoiditis.
c. Toxic neuropati : methanol (spritus),ethambutol,isoniazid,penyebab yang jarang amiodaron,streptomisin,chlorpropamide.
d. Nutritional Optik neuropathy
- Defisiensi thiamine (vitamin B1) - Defisiensi vitamin B12
- Defisiensi niacin (vitamin B6)
e. Traumatic optic neuropathy f. Atropi papil herediter
(15)
Gambaran papil :
- Papil putih,datar dengan gambaran batas yang jelas - Penurunan jumlah pembuluh darah kecil pada papil
- Pengecilan pembuluh darah peripapiler dan penipisan lapisan sarabut saraf
retina.
Atropi papil dapat difus atau sektoral tergantung penyebab dan tingkatan lesi.
2. Atropi Papil Sekunder
Didahului oleh pembengkakan optic nerve head.
Penyebab :
a. Papil edema kronis
b. Anterior Ischaemic Optic Neuropathy c. Papillitis
Gambaran papil : bervariasi tergantung dari penyebabnya Gambaran utama :
- Papil putih,meninggi dengan gambaran batas yang berhubungan dengan gliosis
(16)
Gambar 2. Atropi papil,(a) primer (b) sekunder (Kanski JJ,2007)
B. Klasifikasi berdasarkan Ophthalmoskop(Skuta,2010; Gandhi Rashmin, 2012) 1. Primary (simple) optic atrophy
Lesi proksimal optik disk tanpa didahului papil edema. Sering terjadi pada multiple sklerosis,retrobulbar neuritis (idiopatik),Leber’s dan herediter papil atropi lainnya,tumor intrakranial yang menekan visual pathway anterior (tumor pituitary),trauma atau avulsi saraf optik,toxic amblyopias
(neuritis retrobulbar kronis) dan tabes dorsalis.
Papil putih seperti kapur,batas tegas,pembuluh darah retina normal. Lamina kribrosa jelas terlihat.
2. Consecutive optic atrophy
Terjadi akibat destruksi sel ganglion akibat proses degenerasi atau inflamasi koroid dan atau retina. Penyebab tersering adalah korioretinitis difus,retinal pigmentary dystrophies (retinitis pigmentosa),patologik myopia dan oklusi arteri retina sentral.
Papil pucat dengan margin yang normal,arteri tipis,dan cup yang normal.
3. Post Neuritic Optic Atrophy
(17)
4. Glaucomatous Optic Atrophy
Terjadi karena peningkatan tekanan bola mata yang berlangsung lama. Juga disebut sebagai cavernous optic atrophy.
5. Vascular (ischaemic) optic atrophy
Terjadi akibat keadaan iskemik pada disk seperti pada giant cell arteritis,severe haemorrhage,anemia berat dan keracunan quinine.
C. Klasifikasi berdasarkan Patofisiologi (Skuta,2010, Kanski JJ 2007).
1. Ascending Optik Atrophy
Kerusakan sel ganglion atau lapisan serabut saraf akibat penyakit pada retina atau papil.Degenerasi serabut saraf berjalan dari bola mata ke arah badan genikulatum.Penyebab tersering toksik retinopati dan glaukoma kronis simpleks.
Dijumpai penebalan dan degerasi akson di badan genikulatum lateral dalam waktu 24 jam.
2. Descending atau Retrograde Optik Atrophy
Prosesnya dari traktus optikus,kiasma atau bagian posterior dari saraf optik ke arah optik disk(kompresi saraf optik akibat tumor intrakranial)
2.6 GAMBARAN KLINIS(Skuta,2010; Orssaud C,2003; Pavan Deborah,2008
et al)
1. Hilangnya penglihatan,dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan (tergantung pada penyebab atropi papil) dan bersifat parsial atau total (tergantung derajat atropi papil).
(18)
2. Pupil semi dilatasi dan reflex cahaya langsung sangat sedikit atau tidak ada sama sekali
3. Hilangnya lapang pandangan akan bervariasi dengan distribusi serabut-serabut saraf yang rusak.
4. Gambaran funduskopi dari papil bervariasi tergantung dari tipe atropi papil
5. Gangguan penglihatan warna 2.7 PENGOBATAN
Papil atropi komplit yang sudah mengganggu fungsi penglihatan tidak dapat dipulihkan kembali. Penanganan terhadap penyebab yang mendasarinya dapat membantu mempertahankan penglihatan pada pasien dengan atropi papil parsial (Kanski JJ,2007; Pavan Deborah,2008).
2.8 PROFIL RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan merupakan RS kelas A sesuai dengan SK Menkes No.334/Menkes/SK/VII/1990 dan sebagai RS
pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991. Rumah sakit ini juga sebagai pusat rujukan wilayah pembangunan A yang meliputi propinsi Sumatera Utara,Nanggroe Aceh Darussalam,Sumatera Barat dan Riau.
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan sedangkan pelayanan rawat inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992.
(19)
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan adalah unit pelaksana teknis di lingkungan Departemen Kesehatan yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan,wajib melaksanakan sistem pelaporan rumah sakit.
2.9 KERANGKA KONSEP
Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan dan mengarahkan asumsi mengenai elemen-elemen yang diteliti. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan dalam latar belakang dan tinjauan kepustakaan yang ada,maka kerangka konsep digambarkan sebagai berikut: KERANGKA KONSEP
PENYEBAB
U S I A JENIS KELAMIN
ATROPI PAPIL
TAJAM PENGLIHATAN
LATERALITAS K E B U T A A N
(20)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini adalah metode deskriptif. 3.2 TEMPAT DAN WAKTU
Penelitian dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan. Penelitian dilakukan selama tahun 2011.
3.3 POPULASI DAN SAMPEL
Populasi penelitian adalah semua pasien yang berobat ke poliklinik mata RSUP.H. Adam Malik Medan. Sampel penelitian adalah semua penderita atropi papil yang berobat ke poliklinik mata RSUP. H. Adam Malik Medan.
3.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSLUSI
Kriteria Inklusi
• Semua pasien dengan diagnosa atropi papil tajam penglihatan < 3/60 yang datang berobat ke poliklinik mata RSUP H. Adam Malik Medan periode Januari 2011 – Desember 2011.
Kriteria Eksklusi
• Pasien dengan riwayat trauma kepala maupun tumor kepala dengan tajam penglihatan > 3/60.
(21)
3.5 IDENTIFIKASI VARIABEL
1. Variabel terikat adalah atropi papil 2. Variabel bebas adalah :
• Usia
• Lateralitas
• Tajam penglihatan
• Jenis kelamin
• Penyebab
3.6 DEFINISI OPERASIONAL
• Atropi papil adalah suatu keadaan di mana papil tampak berwarna putih pucat dengan batas tegas atau kabur disertai gambaran pembuluh darah yang mengecil yang diperiksa dengan ophthalmoskop direk .
• Kebutaan adalah suatu kondisi di mana tajam penglihatan terbaik pada satu atau kedua mata kurang dari 3/60 (Snellen) atau yang ekuivalen dengannya.
• Usia adalah usia penderita atropi papil.
• Tajam penglihatan adalah tajam penglihatan penderita atropi papil
• Lateralitas adalah apakah atropi papil pada 1 atau 2 mata
• Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita atropi papil
(22)
3.7 BAHAN DAN ALAT
1. Data dari rekam medis 2. Kertas
3. Pulpen 4. Pensil
3.8 JALANNYA PENELITIAN DAN CARA KERJA
Pengumpulan data diambil dari rekam medis pasien yang berkunjung ke RSUP Haji Adam Malik Medan dari bulan Januari 2011 s/d Desember 2011 dengan diagnosa atropi papil. Semua pasien dicatat,setelah data terkumpul diolah dalam bentuk tabel.
3.9. PERSONAL PENELITI
Peneliti : dr. Musda Hidayati 3.10 BIAYA PENELITIAN
Biaya penelitian ditanggung oleh peneliti 3.11 ANALISIS DATA
Analisa data dilakukan secara deskripsi dan disajikan dalam bentuk tabulasi data.
3.12 PERTIMBANGAN ETIKA Usulan penelitian ini terlebih dahulu disetujui oleh rapat bagian Ilmu Kesehatan Mata FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan dan kemudian akan diajukan ke komite Etika PPKRM Fakultas Kedokteran USU.
(23)
BAB V
HASIL PENELITIAN
Jumlah pasien yang datang ke poliklinik mata RSUP. H.Adam Malik Medan yang dicatat dari rekam medis pada periode Januari sampai Desember 2011 berjumlah pasien. Dari jumlah sampel tersebut dijumpai sampel kebutaan akibat atropi papil sebanyak 14 orang kebutaan bilateral (dua mata) dan 21 orang kebutaan unilateral (satu mata).
Karakteristik Peserta Penelitian
a. Usia
Tabel 4.1 Distribusi kebutaan akibat atropi papil berdasarkan usia
Usia
Satu Mata Dua Mata Total N % N % N % 0-20 21-40 41-60 >60 3 9 8 - 8,60 25,70 22,90 0,00 1 7 6 1 2.90 20,00 17,10 2,90 4 16 14 1 11,40 45,70 40,00 2,90
Jumlah 21 57,10 14 42,90 35 100
Dari tabel di atas tampak bahwa kelompok usia 21-40 tahun merupakan penderita kebutaan akibat atropi papil terbanyak yakni 16 orang (45,71%),selanjutnya usia 41-60 tahun sebanyak 14 orang (40,00%).
(24)
b. Jenis Kelamin
Tabel 4.2 Distribusi kebutaan akibat atropi papil berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Satu Mata Dua Mata Total N % N % N % Laki-laki 16 45,70 9 25,70 25 71,43 Perempuan 4 11,40 6 17,10 10 28,57 Jumlah 20 57,10 15 42,90 35 100
Dari tabel di atas tampak bahwa kebutaan unilateral (satu mata) akibat atropi papil banyak diderita oleh laki-laki yaitu 16 orang (45,71%),sedangkan perempuan 4 orang (11,43%). Kebutaan bilateral (dua mata) akibat atropi papil ditemukan pada laki-laki 9 orang (25,72%) dan perempuan 6 orang (17,14 %).
c. Lateralitas
Tabel 4.3 Distribusi kebutaan akibat atropi papil berdasarkan mata yang terkena
Mata
YangTerkena
Satu Mata Dua Mata Total N % N % N % Kanan 9 25,71 - - 9 25,71 Kiri 11 31,43 - - 11 31,43 Kanan-kiri - - 15 42,86 15 42,86 Total 20 57,14 15 42,86 35 100
(25)
Dari tabel di atas tampak atropi papil pada satu mata paling banyak dijumpai yaitu pada 20 penderita (57,14%),atropi papil 2 mata 15 orang (42,86%).
d. Tajam Penglihatan
Tabel 4.4 Distribusi kebutaan akibat atropi papil berdasarkan tajam penglihatan Tajam
Penglihatan
Satu Mata Dua Mata Total N % N % N % 3/60 - - - - - - 2/60 1 2,90 1 2,90 2 5,70 1/60 4 11,40 1 2,90 5 14,30 1/300 8 22,90 4 11,40 12 34,30 NLP 7 20,00 9 25,70 16 45,74 Total 20 57,15 15 42,85 35 100 Dari tabel tersebut di atas tampak bahwa penderita atropi papil terbanyak dengan tajam penglihatan yang sangat buruk (NLP = No Light Perception) yaitu 16 orang.
(26)
e. Penyebab
Tabel 4.5 Distribusi kebutaan akibat atropi papil berdasarkan penyebab.
Penyebab
Satu Mata Dua Mata
Total Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
N % N % N % N % N % Alkohol 4 11,43 1 2,86 9 25,71 2 5,71 16 45,71 Trauma 9 25,71 - - - - 1 2,86 10 28,57 Glaukoma 3 8,57 1 2,86 - - - - 4 11,43 Tumor - - 1 2,86 - - 3 8.57 4 11,43 Infeksi - - 1 2,86 - - - - 1 2,86 Total 16 45,71 4 11,44 9 25,71 6 17,14 35 100
Dari tabel di atas tampak bahwa penyebab terbanyak kebutaan akibat atropi papil adalah akibat minum alkohol (45,71 %) dan paling banyak dialami oleh laki-laki (13 orang).
(27)
BAB V
PEMBAHASAN DAN DISKUSI
Usia pasien atropi papil terbanyak pada kelompok umur 21-40 tahun
(45,71%), diikuti dengan kelompok umur 41-60 (40,00%). Dari kepustakaan yang ada maupun penelitian yang pernah dilakukan disebutkan bahwa atropi papil dapat terjadi pada semua kelompok umur.
Penderita atropi papil lebih banyak dijumpai pada laki-laki (25 orang),pada perempuan hanya 10 orang. Dari kepustakaan yang ada disebutkan bahwa atropi papil dapat terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan.
Penderita atropi papil umumnya datang sudah dalam keadaan buta total. Dari rekam medis didapat rata-rata penderita datang berobat setelah lebih dari 6 bulan tidak dapat melihat,hal ini sesuai dengan kepustakaan yang ada bahwa papil atropi terjadi dalam waktu 4-6 minggu setelah terjadinya kerusakan akson.
Penyebab terbanyak atropi papil adalah akibat keracunan alkohol pada laki-laki. Hal ini dimungkinkan oleh perilaku kaum laki-laki di Sumatera Utara yang suka mengkonsumsi tuak,minuman tradisional yang tinggi kandungan alkoholnya.
Prevalensi kebutaan akibat atropi papil di poli mata RSUP.H.Adam Malik Medan tahun 2011 diperoleh dengan rumus jumlah penderita atropi papil di poli mata tahun 2011 dibagi dengan jumlah seluruh pasien yang berobat ke poli mata tahun 2011 dikali 100 %,sehingga didapat prevalensi 0,47 %.
(28)
Dari data ini terlihat bahwa prevalensi kebutaan akibat atropi papil di RSUP.H.Adam Malik Medan tahun 2011 mempunyai angka yang lebih tinggi dari prevalensi kebutaan akibat atropi papil berdasarkan survey kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996.
(29)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
1. Prevalensi kebutaan akibat atropi papil di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011 adalah 0,47%.
2. Penderita atropi papil terbanyak adalah usia 21- 40 tahun, terbanyak dijumpai pada laki-laki.
3. Penyebab terbanyak atropi papil adalah akibat keracunan alkohol. 4. Penderita atropi papil umumnya datang dalam kondisi buta total.
6.2 SARAN
1. Untuk mengurangi angka kebutaan akibat atropi papil sangat perlu adanya pengetahuan tentang faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya atropi papil sehingga pasien dapat cepat tanggap memeriksakan dirinya baik di puskesmas maupun rumah sakit setempat.
2. Kerjasama dengan bagian bedah saraf untuk pasien-pasien trauma kapitis maupun tumor kepala untuk deteksi dini kelainan pada mata.
(30)
DAFTAR PUSTAKA
Andra Pradesh Eye Disease Study,Investigative Ophthalmology and Visual Sciences,available at
Clifford R F,Optic Atrophy,2012 available at Depkes RI,1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan,available at
Depkes RI, Perdami,Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan (PGPK),available at
depkes.go.id
Duong Hon Vu Q,Visual system anatomy, 2011 available http://emedicine.medscape.com
pgpk.sisfo.net
Gandhi Rashmin,et all Optic Atrophy,Nov 2012 available at emedicine.medscape.com
Kanski J Jack, Optic Atrophy in Clinical Ophthalmology: a systematic approach,6
th
Kanski J Jack,Optic Atrophy in Signs in Ophthalmology : Causes and Differential Diagnosis,Elsevier limited 2010.
edition,2007,page 787-788
Khurana A K,Optic atrophy in Comprehensive Ophthalmology,4th
Orssaud C,Optic Atrophy,Orphanet Encyclopedia,November 2003,available at edition,chapter20,New Delhi,New Age International limited Publisher,2007,page301-303
(31)
Pavan Deborah -Langston,Optic atrophy in Manual of Ocular Diagnosis and Therapy,6th
Saw S M et all, Causes of low vision and blindness in rural Indonesia on Br J Ophthalmology 2003 vol 87 p.1075-1078.
edition,2008 p.391-193
Skuta,GL, Cantor,LB, Weiss,JS.,2010 Basic and Clinical Science Course: Neuro-Ophthalmology American Academy of Ophthalmology,section 5, p. 159
Skuta,GL, Cantor,LB, Weiss,JS.,2003 Basic and Clinical Science Course
American Academy of Ophthalmology: prevalence and common causes of vision impairment in adults,section 13
Vaughan & Asburys General Ophthalmology 2010: Neuro- Oftalmologi in 17th
Virgayanti, V.2009 Prevalensi Kebutaan akibat atropi papil di kabupaten Tapanuli Selatan [Tesis].Fakultas Kedokteran USU:Departemen Ilmu Kesehatan Mata.
edition, p. 262-266
Vorvick J Linda,Optic nerve atrophy, 2012 available at
(32)
(1)
BAB V
PEMBAHASAN DAN DISKUSI
Usia pasien atropi papil terbanyak pada kelompok umur 21-40 tahun (45,71%), diikuti dengan kelompok umur 41-60 (40,00%). Dari kepustakaan yang ada maupun penelitian yang pernah dilakukan disebutkan bahwa atropi papil dapat terjadi pada semua kelompok umur.
Penderita atropi papil lebih banyak dijumpai pada laki-laki (25 orang),pada perempuan hanya 10 orang. Dari kepustakaan yang ada disebutkan bahwa atropi papil dapat terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan.
Penderita atropi papil umumnya datang sudah dalam keadaan buta total. Dari rekam medis didapat rata-rata penderita datang berobat setelah lebih dari 6 bulan tidak dapat melihat,hal ini sesuai dengan kepustakaan yang ada bahwa papil atropi terjadi dalam waktu 4-6 minggu setelah terjadinya kerusakan akson.
Penyebab terbanyak atropi papil adalah akibat keracunan alkohol pada laki-laki. Hal ini dimungkinkan oleh perilaku kaum laki-laki di Sumatera Utara yang suka mengkonsumsi tuak,minuman tradisional yang tinggi kandungan alkoholnya.
Prevalensi kebutaan akibat atropi papil di poli mata RSUP.H.Adam Malik Medan tahun 2011 diperoleh dengan rumus jumlah penderita atropi papil di poli
(2)
Dari data ini terlihat bahwa prevalensi kebutaan akibat atropi papil di RSUP.H.Adam Malik Medan tahun 2011 mempunyai angka yang lebih tinggi dari prevalensi kebutaan akibat atropi papil berdasarkan survey kesehatan indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996.
(3)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
1. Prevalensi kebutaan akibat atropi papil di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011 adalah 0,47%.
2. Penderita atropi papil terbanyak adalah usia 21- 40 tahun, terbanyak dijumpai pada laki-laki.
3. Penyebab terbanyak atropi papil adalah akibat keracunan alkohol. 4. Penderita atropi papil umumnya datang dalam kondisi buta total.
6.2 SARAN
1. Untuk mengurangi angka kebutaan akibat atropi papil sangat perlu adanya pengetahuan tentang faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya atropi papil sehingga pasien dapat cepat tanggap memeriksakan dirinya baik di puskesmas maupun rumah sakit setempat.
2. Kerjasama dengan bagian bedah saraf untuk pasien-pasien trauma kapitis maupun tumor kepala untuk deteksi dini kelainan pada mata.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Andra Pradesh Eye Disease Study,Investigative Ophthalmology and Visual Sciences,available at
Clifford R F,Optic Atrophy,2012 available at Depkes RI,1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan,available at
Depkes RI, Perdami,Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan (PGPK),available at
depkes.go.id
Duong Hon Vu Q,Visual system anatomy, 2011 available http://emedicine.medscape.com
pgpk.sisfo.net
Gandhi Rashmin,et all Optic Atrophy,Nov 2012 available at emedicine.medscape.com
Kanski J Jack, Optic Atrophy in Clinical Ophthalmology: a systematic approach,6
th
Kanski J Jack,Optic Atrophy in Signs in Ophthalmology : Causes and Differential Diagnosis,Elsevier limited 2010.
edition,2007,page 787-788
Khurana A K,Optic atrophy in Comprehensive Ophthalmology,4th
Orssaud C,Optic Atrophy,Orphanet Encyclopedia,November 2003,available at edition,chapter20,New Delhi,New Age International limited Publisher,2007,page301-303
(5)
Pavan Deborah -Langston,Optic atrophy in Manual of Ocular Diagnosis and Therapy,6th
Saw S M et all, Causes of low vision and blindness in rural Indonesia on Br J Ophthalmology 2003 vol 87 p.1075-1078.
edition,2008 p.391-193
Skuta,GL, Cantor,LB, Weiss,JS.,2010 Basic and Clinical Science Course: Neuro-Ophthalmology American Academy of Ophthalmology,section 5, p. 159
Skuta,GL, Cantor,LB, Weiss,JS.,2003 Basic and Clinical Science Course
American Academy of Ophthalmology: prevalence and common causes of vision impairment in adults,section 13
Vaughan & Asburys General Ophthalmology 2010: Neuro- Oftalmologi in 17th
Virgayanti, V.2009 Prevalensi Kebutaan akibat atropi papil di kabupaten Tapanuli Selatan [Tesis].Fakultas Kedokteran USU:Departemen Ilmu Kesehatan Mata.
edition, p. 262-266
Vorvick J Linda,Optic nerve atrophy, 2012 available at
(6)