2001 digitalized by USU digital libary
Depkes RI melaporkan bahwa sampai pada tahun 1996 kasus HI V AI DS tercatat sebanyak 501 orang 119 kasus AI DS dan 382 HI V + yang menyebar di 19 Propinsi.
Perkembangan kasus HI V AI DS di I ndonesia dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1 : Perkembangan masalah HI V AI DS di I ndonesia Desember 1993 - 1995 dan
1996 Variabel
S d Des 1993 N = 193
S d Des 1995 N = 213
S d Des 1996 N = 501
AIDS HIV
Penularan seksual Pengidap WNI
Umur 20 – 39 tahun Wanita
49 25 144 75
133 70 88 46
136 70 27 14
55 26 158 74
164 77 117 55
155 73 43 20
119 24 382 56
411 82 333 67
238 48 144 29
Sumber : Gde Muninjaya 1998.
3. GEJALA. Terdapat 4 stadium penyakit AI DS yaitu :
a. Stadium awal infeksi HI V, menunjukkan gejala-gejala seperti : demam, kelelahan, nyeri sendi, pembesaran kelenjar getah bening. Gejala-gejala ini menyerupai
influenza monokleosis. b. Stadium tanpa gejala, yaitu stadium dimana penderita nampak sehat, namun dapat
merupakan sumber penularan infeksi HI V. c. Stadium ARC AI DS Related Complex, memperlihatkan gejala-gejala seperti : demam
lebih dari 38
o
C secara berkala terus-menerus, menurunnya berat badan lebih dari 10 dalam waktu 3 bulan, pembesaran kelenjar getah bening, diare mencret secara
berkala terus-menerus dalam waktu yang lama tanpa sebab yang jelas, kelemahan tubuh yang menurunkan aktifitas fisik, berkeringat pada waktu malam hari.
d. Stadium AI DS, akan menunjukkan gejala-gejala seperti : gejala klinis utama yaitu terdapatnya kanker kulit yang disebut sarkoma kaposi, kanker kelenjar getah bening,
infeksi penyakit penyerta misalnya : pneumonia yang disebabkan oleh pneumocytis carinii, TBC, peradangan otak selaput otak.
4. PENULARAN AI DS. HI V dapat ditularkan melalui :
A. Hubungan seksual homoseksual ataupun heteroseksual dengan seorang yang mengidap HIV.
B. Transfusi darah yang tercemar HI V. C. Melalui alat suntik, alat tusuk lainnya akupuntur, tindik, tato bekas dipakai orang yang
mengidap HI V. D. Pemindahan HI V dari ibu hamil yang mengidap HI V kepada janin yang dikandungnya.
5. EPI DEMI OLOGI HI V AI DS
Saat ini diperkirakan ada 5 – 10 juta orang pengidap HI V Human I mmuno Deficeincy Virus yang belum menunjukkan gejala apapun tetapi potensial sebagai sumber penularan. Di
samping itu telah dilaporkan adanya lebih kurang 100.000 orang penderita AI DS dan 300.000 – 500.000 orang penderita ARC AI DS Related Complex sampai 1 Maret 1989 telah dilaporkan
141.000 kasus AI DS ke WHO oleh 145 negara. AI DS adalah suatu penyakit yang sangat berbahaya karena mempunyai Case Fatality Rate 100 dalam 5 tahun, artinya dalam waktu 5
tahun setelah diagnosis AI DS ditegakkan, semua penderita akan meninggal. Pada populasi normal Adult Mortality Rate adalah 50 10.000 bila seroprevalensi infeksi HI V adalah 10 maka
dalam 5 tahun mendatang Adult Mortality Rate ini akan meningkat dua kali menjadi 100 10.000.
2001 digitalized by USU digital libary
Berdasarkan data yang dikumpulkan sampai 3 Maret 1998, infeksi HI V AI DS telah menyebar di 22 propinsi yaitu Daerah I stimewa Aceh 1 penderita, Sumatera Utara 25 penderita,
Sumatera Barat 1 penderita, Riau 70 penderita, Sumatera Selatan 26 penderita, DKI Jakarta 181 penderita, Jawa Barat 19 penderita, Jawa Tengah 14 penderita, DI Yogyakarta 5 penderita, Jawa
Timur 43 penderita, Kalimantan Barat 4 penderita, Kalimantan Tengah 4 penderita, Kalimantan Selatan 3 penderita, Kalimantan Timur 8 penderita, Sulawesi Utara 3 penderita, Sulawesi Selatan
4 pnederita, Bali 43 penderita, NTB 2 penderita, NTT 1 penderita, Maluku 16 penderita, I rian Jaya 137 penderita, Timor-Timor 1 penderita.
Distribusi umur penderita AI DS di AS, Eropa dan Afrika tidak berbeda jauh, kelompok terbesar berada pada umur 30 – 39 tahun, dan menurun pada kelompok umur yang lebih besar
dan lebih kecil. Hal ini membuktikan bahwa transmisi seksual baik homo maupun heteroseksual merupakan pola transmisi utama. Mengingat masa inkubasi AI DS yang berkisar dari 5 tahun ke
atas, maka infeksi terbesar terjadi pada kelompok umur muda seksual paling aktif yaitu 20 – 30 tahun.
Rasio jenis kelamin pria, wanita di negara pola I adalah 10 – 15 : 1 karena sebagian besar penderita adalah kaum homoseksual, sedangkan di negara-negara pola I I , rasio ini adalah
1 : 1. Perbandingan antara penderita dari daerah urban perkotaan dan rural pedesaan umumnya lebih tinggi di daerah urban, karena di kota lebih banyak dilakukan promiskuitas
hubungan seksual dengan banyak mitra seksual, maka kelompok masyarakat berisiko tinggi adalah kelompok masyarakat yang melakukan promiskuitas, yaitu kaum homoseksual termasuk
kelompok biseksual, heteroseksual, dan penyalahguna narkotik suntik, serta penerima transfusi darah termasuk penderita hemofili dan penyakit-penyakit darah, anak dan bayi yang lahir dari ibu
pengidap HI V.
Kelompok homoseksual termausk biseksual kelompok ini termasuk kelompok terbesar pengidap HI V di Amerika Serikat. Prevalensi infeksi HI V dikalangan ini terus meningkat dengan
pesat. Di San Fransisco pada tahun 1978, hanya 4 kaum homoseksual diperkirakan mengidap HI V, 3 tahun kemudian angka ini bertambah menjadi 24 , 8 tahun kemudian menjadi 80 dan
pada saat ini telah menjadi 100 . Di London pada tahun 1982, hanya 3,7 kaum homoseksual mengidap HI V, 3 tahun kemudian menjadi 21 saat ini telah lebih dari 35 sehingga
diperkirakan pada tahun 1990 menjadi 100 .
Kelompok heteroseksual, kelompok ini di Afrika merupakan kelompok utama dimana homoseksualitas tidak populer. Saat AI DS pertama kali dideteksi pada kaum homoseksual di
negara-negara maju, pola hubungan heteroseksual belum menjadi perhatian. Saat ini 4 kasus AIDS berasal dari kelompok ini. Jumlah ini terus meningkat sehingga diramalkan akan terjadi
epidemi AI DS kedua pada kaum heteroseksual.
Sebagai perbandingan keadaan di Amerika Serikat dan Afrika, maka dapat diperbandingkan dari para penderita penyakit menular seksual heteroseksual yang berobat ke
rumah sakit, persentase penderita dengan infeksi HI V di AS adalah 0 – 3,4 , sedangkan di Afrika adalah 18 – 29 . Demikian pula dengan sero-prevalensi HI V pada kaum laki-laki dan
wanita hamil di Amerika Serikat berkisar pada angka 2 , sedangkan di Afrika sampai 18 . Dari data-data ini terlihat bahwa kelompok heteroseksual lebih menonjol di Afrika. Pernah ada
anggapan bahwa AI DS berasal dari pedalaman Afrika dengan pola penyebaran heteroseksual.
Dari penelitian akhir-akhir ini ternyata prevalensi di daerah urban tetap lebih besar daripada di pedesaan sehingga anggapan tersebut adalah tidak benar. Prevalensi di kalangan
WTS di beberapa tempat di Afrika Barat adalah 20 – 88 sedangkan di Eropa dan Amerika Serikat berkisar antara 0 – 30 .
Kelompok heteroseksual risiko tinggi ini di I ndonesia adalah para WTS, para pramupijat, pramuria bar dan club malam dan para pelanggannya. Kelompok penyalah guna narkotik suntik,
mereka ini menggunakan alat suntik bersama dan sering masih terdapat sisa darah di dalam jarum atau alat suntik. Kelompok ini di Eropa meliputi 11 dari semua kasus AI DS dan di
Amerika Serikat 25 dari seluruh kasus AI DS.
Lingkungan biologis, sosial-ekonomi, budaya, agama sangat menentukan penyebaran AIDS. Lingkungan biologis, adanya riwayat ulkus genitalis, herpes simpleks dan STS Serum Test
2001 digitalized by USU digital libary
for Syphilis yang positif akan meningkatkan prevalensi infeksi HI V karena luka-luka ini menjadi tempat masuknya HI V. Sel-sel limfosit T4 CD4 yang mempunyai reseptor untuk menangkap HI V
akan aktif mencari HI V di luka-luka tersebut dan selanjutnya memasukkan HI V tersebut ke dalam peredaran darah.
Faktor biologis lainnya adalah penggunaan obat KB, pada para WTS di Nairobi terbukti bahwa kelompok yang menggunakan obat KB mempunyai prevalensi HI V lebih tinggi. Hal ini
memerlukan penelitian lebih lanjut. Faktor sosial, ekonomi, budaya dan agama secara bersama atau sendiri-sendiri sangat berpengaruh terhadap prilaku seksual masyarakat. Bila semua faktor
ini menimbulkan permissiveness di kalangan kelompok seksual aktif maka mereka mudah masuk ke dalam keadaan promiskuitas.
Walaupun telah diketahui berbagai cara penularan HI V AI DS, penularan secara seksual adalah yang terbanyak, yaitu 83,3 dari 631 kasus yang dilaporkan. I n donesia dianggap rentan
terhadap epidemi HI V AI DS karena banyak faktor yang mendorong antara lain : adanya prilaku seksual yang berisiko WTS, kemiskinan, banyaknya pelabuhan yang disinggahi orang asing.
6. UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN AI DS.