Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan Sindroma Koroner Akut pada di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2009

(1)

GAMBARAN JENIS DAN BIAYA OBAT PADA PASIEN

RAWAT INAP DENGAN SINDROMA KORONER AKUT

DIRUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA

TAHUN 2009

OLEH:

HANUM SESARI FK

070100328

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

GAMBARAN JENIS DAN BIAYA OBAT PADA PASIEN

RAWAT INAP DENGAN SINDROMA KORONER AKUT

DIRUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA

TAHUN 2009

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

OLEH:

HANUM SESARI FK

070100328

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian: Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan Sindroma Koroner Akut pada di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2009

Nama: Hanum Sesari FK

NIM: 070100328_____________________________________

Pembimbing Penguji I

(Prof. Dr. A. Afif siregar. Sp. A(K), Sp. JP (K) )

NIP: 195004161 97711 1 001 (dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D ) NIP:19550807 198503 2 001

Penguji II

(dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSc-CMFM) NIP: 19670527 1999903 2 001

Medan, 15 Desember 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar,Sp.PD-KGEH) NIP: 19540220 198011 1 0001


(4)

ABSTRAK

Sidrom koroner Akut (SKA) merupakan spectrum kegawat daruratan koroner yang terdiri dari: infark miokard akut dengan elevasi segment ST (STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segment ST (NSTEMI) dan angina pectoris tidak stabil (UAP). Sindrom koroner akut merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi baik di Negara maju maupun Negara berkembang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan desain Cross Sectional, data diperoleh dari catatan rekam medik di RSUP H. Adam Malik Medan pertanggal 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2009.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jenis obat yang digunakan pada pasien rawat inap dan besar biaya yang dihabiskan untuk obat-obatan tersebut. Hasil penelitian ini mendapatkan 92 kasus Sindroma Koroner Akut, dan kelompok terbanyak adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 75 kasus (81,5%), sebaran usia terbanyak adalah 50-60 sebanyak 32 kasus (35%) dan 60-70 32 kasus (35,%). Diagnosis terbanyak adalah STEMI 49 kasus (53,3%) dengan kejadian komplikasi Gagal Jantung 20 kasus (27,7%). Pasien rata-rata dirawat inap 3,6 hari. Obat- obatan yang paling banyak diberikan adalah obat-obat standar untuk terapi SKA seperti oksigen, infus Nacl, ISDN (isorbida di-nitart), Aspirin, Clopidogrel, Bisoprolol, untuk antikoagulan paling banyak digunakan UFH (unfractionated Heparin). Obat-obatan tambahan seperti Captopril, Simvastatin, Aprazolam, Diazepam dan Amlodipin, digunakan untuk pasien-pasien dengan komplikasi. Biaya paling tinggi adalah sebesar Rp. 292.700,00 dan paling rendah Rp. 63.500,00 dengan rata-rata satu pasien mengeluarkan biaya sebesar Rp. 208.600,00 untuk obat-obatan. Rata – rata biaya yang dihabiskan pasien SKA tanpa komplikasi sebesar Rp. 204.200,00 dan dengan komplikasi Rp. 234.450,00.

Kata Kunci: Sindroma Koroner Akut, obat – obatan Sindroma Koroner Akut, Biaya obat


(5)

ABSTRACT

Acute coronary syndrome is emergency spectrum of coronary artery disease consists of : ST Elevation Miokard Infarct (STEMI), Non ST Elevation Miokard Infarct (NSTEMI), and Unstable Angina Pectoris (UAP). Acute coronary syndrome is one of the highest cause of death both in developed and developing countries. This research use descriptive research method with cross sectional design. Data obtained from medical record in Adam Malik General Hospital Medan during 1 Januari 2009 – 31 Desember 2009.

The purpose of this study is to determine the type and cost of drug used in inpatients with Acute Coronary Sindrome who was hospitalized in Adam Malik general hospital Medan during 1 year ,2009.

The result showed 92 case of Acute Coronary Sindrome with the highest frequency were man of 75 case, the most patients age group range were 50 – 60 years old (35 %) and 60 – 70 old (35%), 32 case. The most diagnose was STEMI 49 case (53,3%) with complication of heart failure 20 case. The average patient hospitalized for 3,6 days. The most often drung given for treatment therapy Acute Coronary Syndrome were Oxygen, Nacl 0,9% solution , ISDN (isorbida di-nitart), Aspirin, Clopidogrel, Bisoprolol, and the most widely used anticoagulant was UFH (unfractionated Heparin). The additional drugs such as Captopril, Simvastatin, Aprazolam, Diazepam and Amlodipin used for patients with complications.

The highest cost was Rp. 292.700,- and the lowest cost was Rp. 63.500,- daily with an average cost of one patient was Rp. 208.600,- daily for drugs. The average cost for patient without complications was Rp. 204.200,- and with complications was Rp. 234.450,- daily.

Key words: Acute Coronary Syndrome, Drungs for theraphy Acute Coronery Syndrome, drung costs


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Oleh karena berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Karya tulis ilmiah ini berjudul “Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan Sindroma Koroner Akut pada Tahun 2009 di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan” karya kulis klmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Saya menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ilmiah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca.

Dengan selesainya penyusunan karya tulis ilmiah ini, perkenankanlah saya untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD (KGEH).

2. Yang terhormat Prof. Dr. A. Afif siregar. Sp.A(K), Sp.JP (K)selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing saya selama penyusunan Proposal hingga penyusunan laporan hasil karya tulis ilmiah ini.


(7)

3. Yang terhormat dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D dan dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSc-CMFM sebagai Dosen Penguji I dan Dosen Penguji II dalam Seminar Hasil Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan kritik dan saran untuk revisi karya tulis ilmiah ini.

4. Yang terhormat Kepala Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Ají Adam Malik Medan yang telah memberikan izin dan kepada saya untuk melakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan.

5. Yang tercinta kedua orang tua saya Ahwan ismadi dan Khadijah Malbar yang terus menerus mendukung saya secara moril selama penelitian hingga penyusunan karya tulis ilmiah ini.

6. Kepada Dosen – dosen Ilmu Kesehatan Komunitas (IKK) yang telah menyumbangkan pemikiran konsep dan arah penelitian.

7. Kepada teman sejawat saya, R. Ismail Hadyathma, Hasbiyas siddik Alhudawi, Fitri Nur Malini, Iqbal Hardziky, Rinaldi Sani Nst, Nanda Bagus, Uty Putri dan Dewi Puji Nora yang bersama-sama saling mendukung dalam menyusun karya tulis ilmiah.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan berkat-Nya kepada kita semua. Amin. Terima kasih.

Medan, 29 November 2010


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN

Halaman Persetujuan... i

Abstrak... ii

Abstract... iii

Kata Pengantar... iv

Daftar Isi... vi

Daftar Tabel... viii

Daftar Lampiran... ix

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan Penelitian... 2

1.4. Manfaat Penelitian... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1. SKA... 4

2.2. Angina pektoris tak stabil... 5

2.3. STEMI... 9

2.4. NSTEMI... 11

2.5. Komplikasi... 13

2.6. Jenis obat Sindroma koroner akut... 13

2.7. Biaya obat Sindroma Koroner Akut... 24

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL...25

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 25

3.2. Defenisi Operasionil... 25

BAB 4 METODE PENELITIAN... 27

4.1. Rancangan Penelitian... 27

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 27

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 27

4.4. Metode pengumpulan Data... 28

4.5. Metode Analisis Data... 28

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………..28

5.1. Deskripsi lokasi penelitian……….. 28

5.2. Karakteristik Sinroma Koroner Akut……….. 28

5.3. Jenis obat Sindroma Koroner Akut... 31


(9)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan... 42

6.2. Saran... 42

DAFTAR PUSTAKA... 44


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 5.1 Jenis Kelamin Penderita SKA... 29

Tabel 5.2 Kelompok usis penderita SKA... 29

Tabel 5.3 Diagnosis SKA... 30

Tabel 5.4 Komplikasi SKA……….. 30

Tabel 5.5 Lama rawatan penderita SKA... 31

Tabel 5.6 Pemberian obat standard penderita SKA... 31

Tabel 5.7 Pemberian obat tambahan penderita SKA... 32

Table 5.8 Rata-rata harga obat... 34

Table 5.9 Rata-rata biaya pasien dengan komplikasi dan tanpa komplikasi... 35 Tabel 5.10 Biaya penderita SKA... 36


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

DATA INDUK SINDROMA KORONER AKUT 53

DAFTAR RIWAYAT HIDUP……… 63

SURAT IJIN PENELITIAN………... 64


(12)

ABSTRAK

Sidrom koroner Akut (SKA) merupakan spectrum kegawat daruratan koroner yang terdiri dari: infark miokard akut dengan elevasi segment ST (STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segment ST (NSTEMI) dan angina pectoris tidak stabil (UAP). Sindrom koroner akut merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi baik di Negara maju maupun Negara berkembang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan desain Cross Sectional, data diperoleh dari catatan rekam medik di RSUP H. Adam Malik Medan pertanggal 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2009.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jenis obat yang digunakan pada pasien rawat inap dan besar biaya yang dihabiskan untuk obat-obatan tersebut. Hasil penelitian ini mendapatkan 92 kasus Sindroma Koroner Akut, dan kelompok terbanyak adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 75 kasus (81,5%), sebaran usia terbanyak adalah 50-60 sebanyak 32 kasus (35%) dan 60-70 32 kasus (35,%). Diagnosis terbanyak adalah STEMI 49 kasus (53,3%) dengan kejadian komplikasi Gagal Jantung 20 kasus (27,7%). Pasien rata-rata dirawat inap 3,6 hari. Obat- obatan yang paling banyak diberikan adalah obat-obat standar untuk terapi SKA seperti oksigen, infus Nacl, ISDN (isorbida di-nitart), Aspirin, Clopidogrel, Bisoprolol, untuk antikoagulan paling banyak digunakan UFH (unfractionated Heparin). Obat-obatan tambahan seperti Captopril, Simvastatin, Aprazolam, Diazepam dan Amlodipin, digunakan untuk pasien-pasien dengan komplikasi. Biaya paling tinggi adalah sebesar Rp. 292.700,00 dan paling rendah Rp. 63.500,00 dengan rata-rata satu pasien mengeluarkan biaya sebesar Rp. 208.600,00 untuk obat-obatan. Rata – rata biaya yang dihabiskan pasien SKA tanpa komplikasi sebesar Rp. 204.200,00 dan dengan komplikasi Rp. 234.450,00.

Kata Kunci: Sindroma Koroner Akut, obat – obatan Sindroma Koroner Akut, Biaya obat


(13)

ABSTRACT

Acute coronary syndrome is emergency spectrum of coronary artery disease consists of : ST Elevation Miokard Infarct (STEMI), Non ST Elevation Miokard Infarct (NSTEMI), and Unstable Angina Pectoris (UAP). Acute coronary syndrome is one of the highest cause of death both in developed and developing countries. This research use descriptive research method with cross sectional design. Data obtained from medical record in Adam Malik General Hospital Medan during 1 Januari 2009 – 31 Desember 2009.

The purpose of this study is to determine the type and cost of drug used in inpatients with Acute Coronary Sindrome who was hospitalized in Adam Malik general hospital Medan during 1 year ,2009.

The result showed 92 case of Acute Coronary Sindrome with the highest frequency were man of 75 case, the most patients age group range were 50 – 60 years old (35 %) and 60 – 70 old (35%), 32 case. The most diagnose was STEMI 49 case (53,3%) with complication of heart failure 20 case. The average patient hospitalized for 3,6 days. The most often drung given for treatment therapy Acute Coronary Syndrome were Oxygen, Nacl 0,9% solution , ISDN (isorbida di-nitart), Aspirin, Clopidogrel, Bisoprolol, and the most widely used anticoagulant was UFH (unfractionated Heparin). The additional drugs such as Captopril, Simvastatin, Aprazolam, Diazepam and Amlodipin used for patients with complications.

The highest cost was Rp. 292.700,- and the lowest cost was Rp. 63.500,- daily with an average cost of one patient was Rp. 208.600,- daily for drugs. The average cost for patient without complications was Rp. 204.200,- and with complications was Rp. 234.450,- daily.

Key words: Acute Coronary Syndrome, Drungs for theraphy Acute Coronery Syndrome, drung costs


(14)

BAB I PENDAHULUAN

Rumah sakit merupakan suatu perusahaan jasa khususnya yang bergerak dalam bidang sosial yang memberikan jasa yang berupa jasa pengobatan, perawatan, dan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Rumah sakit harus dikelola sebagai organisasi yang bertujuan mencari laba / profit. Salah satu sumber pendapatan rumah sakit adalah jasa rawat inap.

Banyak penyakit yang bisa menyebabkan seorang pasien dirawat inap di sebuah rumah sakit, salah satunya yang memiliki angka tinggi kedatangan pasien ke rumah sakit adalah sindroma koroner akut (Bassand, 2007).

Sindroma koroner akut (SKA) merupakan spectrum kegawat daruratan koroner yang terdiri dari: Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI), Infark moikard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI), Angina pektoris tak stabil (UAP) (Bassand, 2007).

Sindroma koroner akut juga merupakan suatu kejadian koroner dengan mortalitas tinggi, perlu penangananan cepat, cermat, dan tepat, baik diagnostik maupun terapi non-invasif serta invasif (Terkelsen, 2005).

Konsep terapi baru untuk memperbaiki aliran darah koroner telah di gunakan beberapa tahun terakhir. Konsep terapi itu antar lain trombolitik, antitrombotik, dan penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa yaitu “GP IIb/IIIa inhibitor”, meskipun pendekatan lama tidak di tinggalkan, misalnya oksigenasi pasien, pasien, pemberian Nitrogliserin, atau penghambat beta adrenergik (Terkelsen, 2005).

Jenis obat yang di gunakan dalam penanganan sindroma koroner akut memakan biaya yang besar. Misalnya pada pasien STEMI yang datang ke rumah sakit kemudian harus di berikan terapi reperfusi dengan pemberian fibrinolitik. Harga obat fibrinolitik yang termurah berkisar pada 3,7-4 juta satu vialnya. Tentunya biaya lain-lain seperti obat-obatan lanjutan per minum dan perawatan ICCU minimal 5 hari harus dipertimbangkan (Terkelsen, 2005).


(15)

Pada RSUD DR.Sutomo Surabaya misal nya Perhitungan biaya untuk kondisi ini adalah sebagai berikut:

Lama rawat inap rata-rata = 5 hari

Tipe ruangan kelas II Rp. 11.700 per hari = Rp. 58.500,00

• Biaya obat sebesar 80% dari biaya rawat inap= Rp. 46.800,00

• Biaya obat rawat jalan seumur hidup= Rp. 3.850,00 x 365 hari per tahun = Rp. 1.405.250,00

• Biaya rawat inap selama sekali operasi= Rp. 11.700,00 x 10 hari = Rp. 117.000,00

• Biaya obat setelah operasi (80 % dari biaya rawat inap) = Rp. 93.600,00 • Biaya 1 kali operasi =Rp.23.250.000,00

Mengingat sangat mahalnya biaya terapi pada sindroma koroner akut, pencegahan adalah yang paling utama dan baik. Upaya pencegahan paling utama adalah stop merokok, kontrol diabetes dan kolesterol darah. Setelah itu di dukung dengan kontrol berat badan, hipertensi, olah raga rutin, pola makan makanan yang sehat, budaya hidup psikis yang sehat, tidur yang optimal dan masih banyak lagi.

Dengan dilatarbelakangi hal tersebut penelitian ini di lakukan untuk memberi informasi tentang jenis obat yang digunakan pada pasien sindroma koroner akut yang di rawat inap dan biaya yang di habiskan untuk obat tersebut.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang di uraikan diatas, dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas adalah:

1. Apakah jenis obat yang di pakai dalam mengatasi sindroma koroner akut selama rawat inap ?

2. Berapa biaya obat untuk sindroma koroner akut selama rawat inap ?

1.3. Tujuan penelitian 1.3.1. Tujuan umum

Penelitian dilakukan untuk mengetahui jenis dan biaya obat pada pasien rawat inap dengan sindroma koroner akut pada tahun 2009.


(16)

1.3.2. Tujuan khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1. Mengetahui karakteristik penderita Sindroma Koroner Akut

2. Mengetahui jenis Sindroma koroner akut yang paling banyak diderita oleh pasien.

3. Mengetahui jenis obat yang di gunakan dalam penatalaksanaan pasien rawat inap dengan Sindroma Koroner Akut.

4. Mengetahui besar biaya obat pada pasien rawat inap dengan sindroma koroner akut.

5. Mengetahui komplikasi pasien setelah menderita Sindroma Koroner Akut. 6. Mengetahui jenis obat yang paling banyak digunakan untuk penatalaksaan

Sindroma Koroner Akut.

1.4. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1. Peneliti

• Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan penulis tentang penyakit sindroma koroner akut dan obat-obat dalam mengatasinya.

2. Dokter

• Penelitian ini bermanfaat sebagai dasar pertimbangan dan masukan bagi pihak dokter atau manajemen pengobatan dalam memilih jenis dan harga obat untuk mengobati pasien dengan sindroma koroner akut. 3. Pihak lain dan masyarakat

• Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan, khususnya dalam memilih jenis dan harga obat dalam mengobati sindroma koroner akut.

• Serta untuk memberikan informasi sebagai referensi atau perbandingan bagi penelitian selanjutnya.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sindroma Koroner Akut (SKA)

2.1.1 Definisi Sindroma Koroner Akut (SKA)

Merupakan spektrum manifestasi akut dan berat yang merupakan keadaan kegawatdaruratan dari koroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah (Kumar, 2007).

2.1.2. Faktor resiko Sindroma koroner akut

Faktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor risiko konvensional dan faktor risiko yang baru diketahui berhubungan dengan proses aterotrombosis (Braunwald, 2007).

Faktor risiko yang sudah kita kenal antara lain merokok, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, aktifitas fisik, dan obesitas. Termasuk di dalamnya bukti keterlibatan tekanan mental, depresi. Sedangkan beberapa faktor yang baru antara lain CRP, Homocystein dan Lipoprotein(a) (Santoso, 2005).

Di antara faktor risiko konvensional, ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik (Valenti, 2007).

Wanita relatif lebih sulit mengidap penyakit jantung koroner sampai masa menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga oleh karena adanya efek perlindungan estrogen (Verheugt, 2008).

Faktor-faktor risiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan kalori .


(18)

SKA umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun begitu, usia yang lebih muda dari 40 tahun dapat juga menderita penyakit tersebut. Banyak penelitian yang telah menggunakan batasan usia 40-45 tahun untuk mendefenisikan “pasien usia muda” dengan penyakit jantung koroner atau infark miokard akut (IMA). IMA mempunyai insidensi yang rendah pada usia muda (Wiliam, 2007).

2.1.3 Penyakit Yang Termasuk Dalam SKA

Yang termasuk kedalam Sindroma koroner akut adalah angina tak stabil, miokard infark akut dengan elevasi segmen ST (STEMI), dan miokard infark akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) (Bassand, 2007).

2.2 Angina Pektoris Tak Stabil

2.2.1 Definisi Angina Pektoris Tak Stabil

Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia miokardium yang reversibel dan sementara. Diketahui terbagi atas tiga varian utama angina pektoris: angina pektoris tipikal (stabil), angina pektoris prinzmetal (varian), dan angina pektoris tak stabil. Pada pembahasan ini akan lebih difokuskan kepada angina pektoris tidak stabil (Kumar, 2007).

Angina pektoris tak stabil ditandai dengan nyeri angina yang frekuensi nya meningkat. Serangan cenderung di picu oleh olahraga yang ringan, dan serangan menjadi lebih intens dan berlangsung lebih lama dari angina pektoris stabil. Angina tak stabil merupakan tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin ireversibel sehingga kadang-kadang disebut angina pra infark. Pada sebagian besar pasien, angina ini di picu oleh perubahan akut pada plak di sertai trombosis parsial, embolisasi distal trombus dan/ atau vasospasme. Perubahan morfologik pada jantung adalah arterosklerosis koroner dan lesi terkaitnya (Kumar, 2007).

2.2.2 Epidemiologi Angina Pektoris Tak Stabil

Di Amerika serikat setiap tahun, 1 juta pasien di rawat di rumah sakit karena angina pek toris tak stabil; dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung yang tidak fatal atau meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis di tegak kan (Trisnohadi, 2006).


(19)

2.2.3 Patogenesis Penyakit 1. Ruptur plak

Ruptur plak arterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelunya mempunyai penyempitan yang mininal.

Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina tak stabil mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak arterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotic (fibrotic cap).Plak tidak stabil terdiri dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease yang di hasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap).

Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil (Trisnohadi, 2006).

2. Trombosis dan agregasi trombosit

Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu di sebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin (Trisnohadi, 2006).


(20)

3. Vasospasme

Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Di perkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme sering kali terjadi pada plak yang tak stabil dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus (Trisnohadi, 2006).

4. Erosi pada plak tanpa ruptur

Terjadinya penyempitan juga dapat di sebabkan karena terjadinya proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dari lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemia (Trisnohadi, 2006).

2.2.4 Diagnosis Dan Pemeriksaan Penunjang

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak nafas, mual sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan fisik sering kali tidak ada yang khas.

Pemeriksaan penunjang

• Elektrokardiografi (EKG) • Pemeriksan laboratorium

Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah di terima sebagai pertanda paling penting.

2.2.5 Penatalaksanaan Angina Pektoris Tak Stabil Tindakan umum

Pasien perlu perawatan di rumah sakit sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu di istirahatkan (bed rest), di beri penenang dan oksigen; pemberian morfin


(21)

atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan nyeri dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin (Trisnohadi, 2006).

Terapi medikamentosa

• Obat anti iskemia

• Nitrat, penyekat beta, antagonis kalsium. • Obat anti agregasi trombosit

• Aspirin, tiklodipin, klopidogrel, inhibitor glikoprotein IIb/ IIIa • Obat anti trombin

Unfractionnated Heparin , low molecular weight heparin Direct trombin inhibitors

Tindakan revaskularisasi pembuluh darah

Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia berat, dan refrakter dengan terapi medikamentosa.

Pada pasien dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3 pembuluh darah, bila di sertai faal ventrikel kiri yang kurang, tindakan operasi bypass (CABG) dapat memperbaiki harapan, kualitas hidup dan mengurangi resiko kembalinya ke rumah sakit. Pada tindakan bedah darurat mortalitas dan morbiditas lebih buruk daripada bedah elektif.

Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada satu atau dua pembuluh darah atau bila ada kontra indikasi pembedahan, PCI merupakan pilihan utama.

Pada angina tak stabil perlunya dilakukan tindakan invasif dini atau konservatif tergantung dari stratifikasi risiko pasien; pada resiko tinggi, seperti angina terus-menerus, adanya depresi segmen ST, kadar troponin meningkat, faal ventrikel yang buruk, adanya gangguan irama jantung seperti takikardi ventrikel, perlu tindakan invasif dini (Trisnohadi, 2006).


(22)

2.3 Infark Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI)

Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium akibat iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan jantung”, merupakan penyebab tunggal tersering kematian diindustri dan merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju (Kumar, 2007).

2.3.1 Epidemiologi STEMI

Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Angka kejadian NSTEMI lebih sering di bandingkan dengan STEMI (Bassand, 2007).

2.3.2 Patofisiologi STEMI

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,hipertensi dan akumulasi lipid.

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.

Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa.


(23)

Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi.

Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik (Alwi, 2006).

2.3.3 Diagnosis Dan Pemeriksaan

Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri dada yang di alami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri dada tipikal (angina). Faktor resiko seperti hipertensi,diabetes melitus, dislipidemia, merokok, serta riwayat penyakit jantung koroner di keluarga (Alwi, 2006).

Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress, emosi, atau penyakit medis lain yang menyertai. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, tetapi variasi sirkadian di laporkan dapat terjadi pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat. Seringkali ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat di curigai kuat adanya STEMI. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara (Alwi, 2006).

Selain itu diagnosis STEMI ditegakan melalui gambaran EKG adanya elevasi ST kurang lebih 2mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau kurang lebih 1mm pada 2 sadapan ektremitas. Pemeriksaan


(24)

enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis (Alwi, 2006).

2.3.4 Penatalaksanaan STEMI Tatalaksana di rumah sakit

ICCU; Aktivitas, Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama. Diet, karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak < 30% kalori total dan kandungan kolesterol <300mg/hari. Menu harus diperkaya serat, kalium, magnesium, dan rendah natrium.

Bowels, istirahat di tempat tidur. Penggunaan narkotik sering menyebabkan efek konstipasi sehingga di anjurkan penggunaan pencahar ringan secara rutin.

Sedasi, pasien memerlukan sedasi selama perawatan, untuk mempertahankan periode inaktivasi dengan penenang (Alwi, 2006).

Terapi farmakologis

• Fibrinolitik • Antitrombotik • Inhibitor ACE Beta-Blocker

2.4 Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST (NSTEMI) 2.4.1 Epidemiologi NSTEMI

Gejala yang paling sering di keluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling sering di dapatkan pada pasien yang datang ke IGD , di perkirakan 5,3 juta kunjungan / tahun. Kira-kira 1/3 darinya di sebabkan oleh unstable angina / NSTEMI, dan merupakan penyebab tersering kunjungan ke rumah sakit pada penyakit jantung. Angka kunjungan untuk pasien unstable angina / NSTEMI semakin meningkat sementara angka STEMI menurun (Sjaharuddin, 2006).


(25)

2.4.2 Patofisiologi

NSTEMI dapat di sebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner di awali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat di jumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6. selanjutnya IL-6 kan merangsang pengeluaran hsCRP di hati (Sjaharuddin, 2006). 2.4.3 Diagnosis Dan Pemeriksaan NSTEMI

Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti di peras, perasaan seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi persentasi gejala yang sering di temukan pada penderita NSTEMI. Gejala tidak khas seperti dispnea, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.

Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan resiko pada pasien.

Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard yang lebih di sukai, karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CK-MB. Pada pasien dengan infark miokard akut, peningkatan awal troponin pada daerah perifer setelah 3-4 jamdan dapat menetap sampai 2 minggu (Sjaharuddin, 2006).

2.4.4 Penatalaksanaan NSTEMI

Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu:


(26)

• Terapi anti platelet/antikoagulan

• Terapi invasif (kateterisasi dini/ revaskularisasi)

• Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS. 2.5. Komplikasi Sindroma Koroner Akut

1. Syok Kardiogenik 2. Aritmia Malignant 3. Gagal Jantung

4. Mechanical ruptur, MR akut, VSD 5. Gangguan Hantaran

2.6. Jenis-Jenis Obat Sindroma Koroner Akut 2.6.1 Antiiskemik

NITRAT; Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pmbuluh vena dan arteriol perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutruhan oksigen. Nitrat juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral (Tjay, 2005).

Nitrogliserin; gliseriltrinitrat, trinitrit,nitrostat, nitrodermTTS (plester). Trinitrat dari gliserol ini (1952),sebagaimana juga nitrat lainya berkhasiat relaksasi otot pembuluh, bronchia, saluran empedu, lambung-usus, dan kemih. Berkhasiat vasodilatasi berdasarkan terbentuknya nitrogenoksida (NO) dari nitrat di sel-sel pembuluh. NO ini bekerja merelaksasi sel-sel ototnya, sehingga pembuluh, terutama vena mendilatasi dengan langsung. Akibatnya, Tekanan darah turun dengan pesat dan aliran darah vena yang kembali ke jantung (preload) berkurang. Penggunaan oksigen jantung menurun dan bebanya dikurangi. Arteri koroner juga di perlebar, tetapi tanpa efek langsung terhadap miokard.

Nitrat organik diabsorbsi dengan baik lewat kulit, mukosa sublingual, dan oral. Penggunaanya per oral untuk menangulangi serangan angina akut secara efektif, begitu pula sebagai profilaksis jangka pendek, misalnya langsung sebelum melakukan aktivitas bertenaga atau menghadapi situasi lain yang dapat


(27)

menginduksi serangan. Secara intravena di gunakan pada dekompensasi tertentu stelah infark jantung, jika digoksin dan diuretika kurang memberikan hasil.

Resorpsi nya dari usus baik, tetapi mengalami FPE (first pass effect) amat tinggi hingga hanya sedikit obat mencapai sirkulasi besar. protein plasma kurang lebih 60%, waktu paruh 1-4 menit. Di dalam hati dan eritrosit, zat ini cepat di rombak menjadi metabolit kurang aktif dengan hasil akhir gliserol dan co2. Sebaliknya, absorbsi sublingual atau oromukosal cepat sekali karena menghindari fisrt pass effect. Efek nya sesudah 2 menit dan bertahan selam 30 menit. Absorbsinya dari kulit (transkutan) juga baik, maka di gunakan pula dalam bentuk salep dan plester dengan pelepasan teratur (Tjay, 2005).

Toleransi untuk efek anginanya dapat terjadi pesat pada penggunaan oral, transkutan dan intra vena secara kontiniu, serta pada dosis lebih tinggi. Guna menghindarkanya, hendaknya diadakan masa bebas nitrat selama kurang lebih 10 jam/hari. Terapi sebainya jangan di hentikan secara mendadak, melainkan berangsur-angsur guna mencegah reaksi penarikan.

Dosis pada serangan akut angina pektoris di berikan secara sublingual (di bawah lidah) 0,4 – 1 mg sebagai tablet, spay atau kapsul (harus digigit), jika perlu dapat di ulang sesudah 3 – 5 menit. Bila efek sudah dicapai obat harus di keluarkan dari mulut (Tjay, 2005).

Isorbida-dinitrat: isordil, sorbidin, cedocard. Derivat-nitrat siklis ini (1946) sama kerjanya dengan nitrogliserin, tetapi bersifat long-acting. Di dinding pembuluh zat ini di ubah menjadi nitogenoksida (NO) yang mengaktivasi enzim guanilsiklase dan menyebabkan peningkatan kadar cGMP (cyclo-guanilmonophospate) di sel otot polos dan menimbulkan vasodilatasi. Secara sublingual kerjanya dalam 3 menit dan bertahan sampai 2 jam, secara spray masing-masing 1 menit dan 1 jam, sedangkan oral masing-masing 20 menit dan 4 jam.

Resorpsinya juga baik, tetapi karena first pass effect besar, bioavaibilitas nya hanya kurang lebih 29%, protein plasma kurang lebih 30%, waktu paruh 30-60 menit. Di dalam hati zat ini di rombak pesat menjadi 2 metabolit aktif :


(28)

isorbida-5-monoinitrat dan isorbida -2-minonitrat dalam perbandingan kurang lebih 4:1 dan waktu paruh masing-masing lebih kurang 5,2 dan 2 jam.

Dosis : pada serangan akut atau profilaksis, sublingual tablet 5mg, bila perlu di ulang sesudah beberapa menit. Interval: 3 tablet perhari 20mg atau tablet /kapsul retard maksimal 1-2 tablet perhari 80mg. Spay 1,25-3,75 mg (1-3 semprotan) (Tjay, 2005).

Indikasi pada penderita SKA

Pada pasien penderita Angina tak stabil dalam keadaan akut nitrogliserin atau isorbid dinitrat di berikan secara sublingual atau melalui infus intravena; yang ada di Indonesia terutama isorbid dinitrat, yang dapat di berikan secara intravena dengan dosis 1-4mg per jam. Kekurangan cara ini adalah toleransi yang cepat (24-48 jam setelah pemberian). Untuk itu dosis dapat di tinggikan dari waktu ke waktu. Bila keluhan sudah terkendali dan pasien bebas angina selama 24 jam, maka pemberian obat dapat di ganti dengan pemberian oral (Trisnohadi, 2006).

Pada penderita STEMI diruang gawat darurat dapat di berikan nitrogliserin dengan dosis 0,4mg dan dapat di berikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit (Alwi, 2006).

Pada pasien NSTEMI Nitrat pertama kali harus diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien mengalami nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah di berikan nitrat sublingual 3 kali dengan interval 5 menit, direkomendasikan pemberian nitrogliserin intravena (mulai 5-10 Ug/menit). Laju infus dapat di tingkatkan 10 Ug/menit tiap 3-5 menit sampai keluhan menghilang atau tekanan darah sistolik <100 mmHg. Setelah nyeri dada hilang dapat di gantikan dengan nitrat oral atau dapat menggantikan nitrogliserin intravena jika pasien sudah bebas nyeri selama 12-24 jam (Sjaharuddin, 2006).

BETA-BLOCKER; Zat-zat ini yang juga di sebut penghambat adrenoseptor beta (Tjay, 2005). Beta blockers menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung dengan cara menurunkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan kontraktilitas. Suplai oksigen meningkat karena penurunan frekuensi denyut jantung sehingga perfusi koroner membaik saat diastol. Semua β-bloker harus


(29)

dihindari oleh penderita sama karena dapat memprovokasi bronchospasm (kejang cabang tenggorok) (Suryatna, 2007).

Sifat farmakologi

Beta-blockers dibedakan atas beberapa karakteristik seperti jenis subtipe reseptor yang di hambat, kelarutan dalam lemak, metabolisme, farmakodinamik dan adanya aktivitas simpatomimetik intrinsik.

Walaupun suatu β-bloker diklasifikasikan sebagai kardioselektif, kardio selektivitas ini relatif dan menghilang jika dosis ditinggikan. Sifat larut lemak menetukan tempat metabolisme (hati) dan waktu paruh (memendek).Penghentian terapi angina dengan β-bloker (terutama waktu paruh pendek) harus dilakukan secar bertahap untuk mencegah kambuhnya serangan angina.

Β-bloker yang mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsik yang kurang menimbulkan brakikardia atau penekanan kontraksi jantung, tetapi mungkin sedikit kurang efektif dibandingkan β-bloker tanpa aktivitas simpatomimetik dalam mencegah serangan angina (Suryatna, 2007).

Penggunaan klinis

β-bloker digunakan dalam pengobatan serangan angina, angina tidak stabil dan infark jantung. Penggunaan β-bloker jangka panjang (tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik) dapat menurunkan mortalitas setelah infark jantung (Suryatna, 2007).

Pada semua pasien angina tidak stabil harus di beri β-bloker kecuali ada kontra indikasi. Berbagai macam β-bloker seperti propanolol,metroprolol,atenolol, telah di teliti pada pasien dengan angina tak stabil, yang menunjukan efektivitas yang sama (Trisnohadi, 2006).

Pada penderita STEMI ketika berada di ruang emergensi, jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada pemberian β-bloker secara intravena mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat, frekuensi jantung >60 menit, tekanan darh sistolik >100mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10cm dari diagfragma. 15menit setelah dosis intravena terakhir di lanjutkan dengan


(30)

metoprolol oral dengan dosis 50mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100mg tiap 12 jam (Alwi, 2006).

Pada penderita NSTEMI β-bloker di berikan dengan target frekuensi jantung 50-60 kali/menit. Di berikan metoprolol sampai 3 dosis masing-masing 5mg intravena dalam 15 menit pertama, dilanjutkan 200mg per oral (Tjay, 2005).

Antagonis Kalsium; Banyak digunakan dalam terapi angina dan memiliki lebih sedikit efek samping serius di bandingkan dengan β-bloker. Zat-zat ini memblokir calcium-channels di otot polos arterial dan menimbulkan relaksasi dan vasodilatasi perifer. Tekanan darah arteri dan frekuensi jantung menurun, begitu pula dengan pengunaan oksigen pada saat mengeluarkan tenaga. Selain itu, pemasukan darah di perbesar karena vasodilatasi miokard (Tjay, 2005).

Senyawa antagonis kalsium terbagi atas dua kelompok besar: dihidropiridin (nifedipin) dan nondihidropiridin (veramil,diltiazem). Derivat dihidropiridin mempunyai efek yang lebih kuat terhadap otot polos daripada otot jantung atau sistem konduksi (Suryatna, 2007).

Farmakokinetik

Absorbsi per oral hampir sempurna, tetapi bioavaibilitasnya berkurang karena metabolisme lintas pertama di dalam hati. Efek obat tampak setelah 30-60 menit pemberian, kecuali pada derivat yang mempunyai waktu paruh panjang seperti amlodipin, isredipin, dan felodipin. Pemberian ulang meningkatkan bioavaibilitas obat karena enzim metabolisme di hati menjadi jenuh. Pemberian nifedipin kerja singkat karena mula kerja yang cepat dapat menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah yang berlebihan. Obat-obat ini sebagian besar terikat pada protein plasma (70%-98%) (Tjay, 2005).

Indikasi pemberian pada pasien SKA

Pada angina tak stabil antagonis kalsium dapat di gunakan sebagai tambahan, karena efek relaksasi terhadap vasospasme pembuluh darah pada angina tak stabil (Tjay, 2005).

Pada penderita NSTEMI antagonis kalsium dapat menghilangkan keluhan pada pasien yang sudah mendapat nitrat dan β-bloker; juga berguna pada pasien dengan kontra indikasi β-bloker (Alwi, 2008).


(31)

2.6.2 Antikoagulan HEPARIN;

Farmakodinamik

Efek antikoagulansia heparin timbul karena ikatanya dengan III. AT-III berfungsi menghambat protease faktor pembekuan termasuk faktor IIa (trombin), Xa dan IXa, dengan cara membentuk kompleks yang stabil dengan protease faktor pembekuan. Heparin yang terikat dengan AT-III mempercepat pembentukan kompleks tersebut sampai 1000 kali. Bila kompleks AT-III protease sudah terbentuk heparin di lepaskan untuk selanjutnya membentuk ikatan baru dengan antitrombin (Dewoto, 2007).

Hanya sekitar 1/3 molekul heparin yang dapat terikat kuat dengan AT-III. Heparin berat molekul tinggi (5.000-30.000) memiliki afinitas kuat dengan antitrombin dan menghambat dengan nyata pembekuan darah. Heparin molekul rendah efek koagulanya terutama melalui penghambatan faktor Xa oleh antitrombin, karena umumnya molekulnya tidak cukup panjang untuk mengkatalisis penghambatan trombin.

Terhadap lemak darah, heparin bersifat lipotropik yaitu memperlancar transfer lemak darah ke dalam depot lemak. Aksi penjernihan ini terjadi karena heparin membebaskan enzim-enzim yang menghidrolisis lemak, salah satu diantaranya ialah lipase lipoprotein ke dalam sirkulasi serta menstabilkan aktivitasnya. Efek lipotropik ini dapat dihambat oleh protamin (Dewoto, 2007).

Farmakokinetik

Heparin tidak diabsorbsi secara oral, karena itu diberikan secara subkutan atau intravena. Pemberian secara subkutan bioavailabilitasnya bervariasi, mula kerjanya lambat 1-2 jam tetapi masa kerjanya lebih lama. Heparin cepat di metabolisme terutama di hati. Waktu paruhnya tergantung dosis yang digunakan, suntikan intravena 100, 400, dan 800 unit/kgBB memperlihatkan masa paruh masing-masing kira-kira 1, 2, dan 5 jam. Heparin berat molekul rendah mempunyai waktu paruh yang lebih panjang daripada heparin standar. Metabolit inaktif dieksresikan melalui urin. Heparin di eksresikan secara utuh melalui urin


(32)

hanya bila digunakan dosis besar intravena. Heparin tidak melalui placenta dan tidak terdapat dalam airsusu ibu (Dewoto, 2007).

Indikasi pada pasien SKA

Pada penderita angina tak stabil dan NSTEMI dapat di berikan unfractionated heparin untuk dosis awal 60 U per kg (maksimum 4000-5000 U) dilanjutkan dengan infus awal 12-15 U per kg per jam (maksimum 1000 U/JAM). Target normogram terapi adalah aPTT adalah1,5 – 2,5 kali nilai aPTT normal atau tingkat optimal 50-75 detik. Sangat dibutuhkan pencapaian target terapi ini. pengukuran dilakukan berulang jika terdapat perubahan dosis UFH, biasanya setelah 6 jam pemberuan UFH dengan dosis baru. Selama pemeberian UFH sebainya dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk pengawasan terjadinya anemia dan trombositopenia. Salah satu kontra indikasi obat ini adalah bila ada riwayat heparin induced thrombocytopenia (Sjaharuddin, 2008).

Selain UFH, pada pasien angina tak stabil dan NSTEMI dapat di berikan low-molecular-weight heparin (LMWH). Dosis yang biasa di berikan 0,6-1,0 U/ml dengan resiko pendarahan yang meningkat pada dosis 1,8-2 U/ml.

Pada penderita STEMI dapat di berikan UFH dengan dosis awal intravena 60 U/kg (maksimum 4000 U) di lanjutkan infus intravena 12 U/kg/jam (maksimum 1000 U) dan mencapai target 1,5-2 nilai kontrol aPTT.

Dapat juga di berikan enoxaparin (serum kreatinin <2,5mg/dl pada laki-laki dan <2,0 mg/dl pada prempuan) pada pasien berusia <75 tahun, dosis awal 30mg intravena dilanjutkan subkutan 1mg/kg setiap 12 jam. Untuk pasien di atas 75 tahun dosis ruwatan subkutan 0,75 mg/kg setiap 12 jam. Bila CCT <30mL/menit maka dosis ruwatan menjadi 1 mg untuk 24 jam subkutan. Dosis ruwatan di berikan sampai 8 hari (Sjaharuddin, 2008).

Penghambat Faktor Xa;

Penghambat faktor Xa uang tersedia sekarang adalah fondaparinux. Obat ini bekerja dengan menghambat secara selektif antithrombin-mediated faktor Xa, menghambat pembentukan trombin tanpa menganggu molekul trombin yang sudah ada. Diberikan secara subkutan dengan waktu paruh yang mencapai 17 jam sehingga dapat di berikan sekali sehari. Obat ini di eksresikan lewat ginjal


(33)

sehingga sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan CCT <30mL/menit. Karena tidak menimbulkan trombositopenia dan sangat sedikit menimbulkan pendarahan maka tidak perlu juga pemeriksaan hemostasis yang berulang.

Pada penderita angina tidak stabil dan NSTEMI penggunaan fondaparinux sudah di uji melalui OASIS-5 dengan membandingkan bersama enoxaparin. Hasil yang di dapat adalah pemberian fondaparinux 2,5mg sehari akan menurunkan resiko pendarahan di bandingkan dengan enoxaparin. Fondaparinux diberikan selam 5 hari atau sampai keluar dari perawatan dan tidak di gunakan sebagai antikoagulan pada pelaksanaan PCL (Sjaharuddin, 2008).

Sedangkan pada penderita STEMI dapat di berikan fondaparinux (serum kreatin <3mg/dl) dosis awal 2,5 mg intravena di lanjutkan dengan subkutan 2,5mg per hari. Dosis ruwatan di berikan sampai 8 hari (Alwi, 2008).

2.6.3 Anti Antiagregasi Trombosit ASPIRIN;

Aspirin menghambat sintesis tromboxan A2 (TXA2) di dalam trombosit dan protasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara ireversibel enzim siklooksigenase (akan tetapi sikoloogsigenase dapat di bentuk kembali oleh sel endotel). Penghambatan enzim siklooksigenase terjadi karena aspirin mengasetilasi enzim tersebut. Aspirin dosis kecil hanya dapat menekan pembentukan tromboxan A2, sebagai akibatnya terjadi pengurangan agregasi trombosit. Sebagai antitrombotik dosis efektif aspirin 80-320 mg per hari. Dosis lebih tinggi selain meningkatkan toksisitas (terutama pendarahan), juga menjadi kurang efrektif karena selain menghambat tromboxan A2 juga menghambat pembentukan protasiklin (Dewoto, 2007).

Pada infark miokard akut aspirin bermanfaat untuk mencegah kambuhnya miokard infark yang fatal maupun nonfatal.

Indikasi pada pasien SKA

Pada penderita angina pektoris tak stabil, banyak sekali studi yang membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non fatal dari 51% sampai 72% pada pasien angina tak stabil. Oleh karena itu aspirin di anjurkan untuk di berikan seumur hidup, dengan dosis


(34)

awal 160 mg/hari dan dosis selanjutnya 80 sampai325 mg /hari (Trisnohadi, 2006).

Aspirin merupakan tatalaksana dasar pasien yang di curigai STEMI dan efektif pada spektrum sindrome koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang di lanjutkan reduksi kadar tromboxan A2 di capai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin di berikan oral dengan dosis 75-162 mg (Alwi, 2006).

Aspirin di rekomendasikan pada semua pasien NSTEMI tanpa kontraindikasi dengan dosis awal 160-325mg (non-enteric) dan dengan dosis pemeliharaan 75-100 mg jangka panjang (Alwi, 2006).

TIKLODIPIN;

Tiklodipin menghambat agregasi trombosit yang di induksi oleh ADP. Inhibisi maksimal agregasi trombosit baru terlihat setelah 8-11 hari terapi, berbeda dari aspirin, tiklodipin tidak mempengaruhi metabolisme prostaglandin. Dari uji klinis secara acak di laporkan adanya manfaat dari tiklodipin untuk pencegahan kejadian vaskular pada pasien TIA, stroke dan angina pektoris tidak stabil.

Resorpsinya dari usus sekitar 80%, protein plasma kurang lebih 98%, waktu paruh nya kurang lebih 8 jam (setelah 1 dosis) dan 96jam setelah di gunakan 14 hari.

Dosis tiklodipin umumnya 250mg 2 kali sehari. Agar mula kerja lebih cepat ada yang mengunakan dosis muat 500 mg. Tiklodipin terutama bermanfaat untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi aspirin. Karena tiklodipin mempunyai kerja yang berbeda dari aspirin, maka kombinasi kedua obat di harapkan dapat memberikan efek aditif atau sinergistik (Tjay, 2005).

KLOPIDOGREL;

Derivat-piridin ini adalah pro-drug, yang di dalam hati di ubah untuk kurang lebih 15% menjadi metabolit thiolnya yang aktif. Zat aktif ini setelah diresopsi meningkat dengan pesat dan irreversibel dengan reseptor trombosit dan menghambat penggumpalanya, yang di induksi oleh adenosindifosfate (ADP). Resorpsinya minimal 50%, Protein plasmanya 98%. Eksresi melalui kemih dan tinja (Tjay, 2005).


(35)

Indikasi pada pasien SKA

Pada pasien angina tak stabil klopidogrel dianjurkan untuk pasien yang tidak tahan aspirin. Tapi dalam pedoman american college of cardiology (ACC) dan america heart association (AHA) klopidogrel juga diberikan bersama aspirin paling sedikit 1 bulan sampai 9 bulan. Dosis klopidogrel dimulai 300mg per hari dan selanjutnya 75 mg per hari (Trisnohadi, 2006).

Klopidogrel 75mg/hari per oral harus diberikan bersama aspirin pada pasien STEMI tanpa melihat apakah pasien tersebut menjalani reperfusi dengan terapi fibrinolitik atau tidak. Terapi di lanjutkan sekurang-kurangnya 14 hari (Alwi, 2008).

Pada semua pasien NSTEMI, direkomendasikan klopidogrel dosis loading 30 mg/hari, di lanjutkan klopidogrel 75 mg/hari. Klopidogrel di lanjutkan sampai 12 bulan kecuali ada resiko pendarahan hebat (Alwi, 2008).

PENGHAMBAT GLIKOPROTEIN IIb/IIIa;

Glikoprotein IIb/IIIa merupakan integrin permukaan trombosit, yang merupakan reseptor untuk fibrinogen dan faktor von willebrand, yang menyebabkan melekatnya trombosit pada permukaan asing dan antar trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit (Tjay, 2005).

INTEGRILIN;

Merupakan suatu peptida sintetik yang mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Integrilin digunakan untuk pengobatan angina tidak stabil dan untuk angioplasti koroner. Dosis diberikan secara bolus 135-180 Ug/kgBB diikuti dengan 0,5-3,0 g/kgBB/menit untuk sampai 72 jam. Efek samping antara lain pendarahan dan trombositopenia (Tjay, 2005).

2.6.4 Trombolitik / Fibrinolitika

Berkhasiat melarutkan trombus dengan cara mengubah plasminogen menjadi plasmin, suatu enzim yang dapat menguraikan fibrin. Fibrin ini merupakan zat pengikat dari gumpalan darah. Terutama digunakan pada infark jantung akut untuk melarutkan trombi yang telah menyubat arteri koroner. Bila di berikan tepat pada waktunya, yakni dalam jam pertama setelah timbulnya gejala, obat-obat ini


(36)

dapat membatasi luasnya infark dan kerusakan otot jantung, sehingga memperbaiki prognosa penyakit.

Efek samping yang serius dari obat ini adalah meningkat nya kecendrungan perdarahan, terutama perdarahan otak, khususnya pada manula. Juga harus waspada pada pasien yang condong mengalami perdarahan.

Dapat digolongkan menjadi 2 kelompok trombolitika yakni:

• fibrinolysin (plasmin) adalah enzim protease (fibrinolitis) yang langsung merombak jaringan fibrin dari trombus dan protein plasma lainya, seperti fibrinogen, faktor beku 5 dan 8. Penggunaan secara dermal untuk melarutkan jaringan mati di bekas luka.

• Zat-zat aktivator plasminogen: streptokinase, alteplase, urokinase, dan reteplase. Obat-obat ini bekerja tak langsung dengan jalan menstimulir pengubahan plasminogen menjadi plasmin (Tjay, 2005).

STREPTOKINASE;

Streptokinase adalah protein yang di buat dari filtrat kultur Streptococus β -hemoliticus (1962). Berdaya fibrinolitis dengan jalan membentuk kompleks dengan plasminogen yang mengubahnya menjadi plasmin. Digunakan pada gangguan trombo-emboli. Keberatanya adalah resiko pendarahan akibat aktivasi plasminogen berlebihan, sehingga tidak saja gumpalan fibrin di larutkan, melainkan juga fibrinogen bebas. Dosis : secara intravena untuk dewasa dianjurkan 1,5 juta IU secara infus selama 1 jam (Dewoto, 2008).

UROKINASE;

Adalah enzim yang dihasilkan dari biakan jaringan sel ginjal manusia (1962). Waktu paruhnya 10-20menit. Digunakan pad trombus vena dan arteril, juga pada emboli paru. Dosis: infus permula 250.000UI dalam larutan NACL /glukosa selama 15 menit, lalu 100-250.000UI/jam selam 8-12 jam (Tjay, 2005).


(37)

No Jenis penyakit

Golongan Obat Jenis Obat Dosis Sediaan Cara Pemberian 1. Angina

tak stabil

Nitrat Isorbida dinitrat

1-4mg per jam Injeksi Intravena Beta-Blocker Metoprolol 50-200 mg 2

kali sehari Injeksi dan Tablet Intravena dan Oral Antagonis-Kalsium

Nifedipin 10-20mg diberikan 3kali

sehari

Tablet Oral

Antiagregasi Trombosit

Aspirin Dosis awal 160mg per hari

dan dosis selanjutnya 80-325 mg per hari

Tablet Oral

Tiklodipin 250mg 2 kali sehari

Tablet Oral Antikoagulan Heparin

(UFH)

dosis awal 60 U per kg dilanjutkan dengan infus awal 12-15 U per kg per jam.

Injeksi Intravena

Fondafarinux 2,5mg sehari Injeksi Intravena dan Subkutan

2. Klopidogrel

300mg per hari dan selanjutnya 75 mg per hari.

Tablet Oral

STEMI Nitrat Nitroglisein 0,4mg dan dapat di berikan

sampai 3 dosis

Injeksi dan tablet

Intravena dan Oral Beta-Blocker Metoprolol 5mg setiap 2-5

menit sampai total 3 dosis

Injeksi dan Tablet

Intravena dan oral Antikoagulan Heparin

(UFH)

dengan dosis awal intravena

60 U/kg di lanjutkan infus

intravena 12 U/kg/jam.

Injeksi Intravena

Fondafarinux dosis awal 2,5 mg intravena di

lanjutkan dengan subkutan 2,5mg

per hari

Injeksi Intravena dan Subkutan

Enoxaparin awal30mg intravena dilanjutkan

subkutan

Injeksi Intravena dan Subkutan


(38)

1mg/kg setiap 12 jam Klopidogrel 75mg/hari

diberikan bersama Aspirin

Tablet Oral

Fibrinolitik Aktivator plasminogen permulaan 10mg dalam 1-2 menit, lalu 50mg selama jam pertama dam 10 mg dalam 30 menit,

sampai maksimal 100mg dalam 3

jam.

Injeksi Intravena

Streptokinase Dosis awal 250.000UI diikuti dengan dosis pemeliharaan 100.000UI/jam

Injeksi Intravena

3. Antiagregasi

Trombosit

Aspirin

dosis 160-325 mg di ruang

emergensi. Selanjutnya aspirin di beriakan oral dengan dosis 75-162 mg.

Tablet Oral

NSTEMI Nitrat Isorbida dinitrat

30-160 mg sehari, dibagi dalam 3-4 kali

pemberian.

Tablet Oral dan Sublingual

Nitrogliserin 5-10 Ug/menit). Laju infus dapat di tingkatkan 10 Ug/menit tiap


(39)

5.

Beta-Blocker

Metoprolol

5mg intravena dalam 15 menit

pertama, dilanjutkan 200mg per oral.

Injeksi dan Tablet Intarvena dan Oral Kalsium-Antagonis

Verapamil 240-480mg/hari di bagi dalam

3-4 dosis pemberian

Kaplet Oral

Diltiazem 90mg diberikan 2kali sehari dapat di tingkatkan sampai 360mg/hari

Kapsul Oral

Antikoagulan Heparin (UFH) Dosis awal 60 U per kg. dilanjutkan dengan infus awal 12-15 U per kg per jam.

Injeksi Intravena

Enoksaparin 0,6-1,0 U/ml Injeksi Intravena Fondaparinux 2,5mg sehari Injeksi Intravena Antiagregasi

Trombosit

Aspirin

dosis awal 160-325mg

(non-enteric) dan

dengan dosis pemeliharan

75-100 mg

Tablet Oral

Klopidogrel Dosis loading 30 mg/hari, di

lanjutkan


(40)

klopidogrel 75 mg/hari

Tabel 2.2 Harga obat Sindroma Koroner Akut

SKA Jenis obat Cara pemberian Biaya obat

Angina tak stabil

Isorbida dinitrat Intravena dan oral

Rp. 615,00/ 1 tab 5mg IV: Rp. 60.500/ 10 ml Metoprolol Intravena dan oral Rp.23.400/ 1 tab 50mg

Nifedipin Oral Rp.500/ 1 tab 10mg

Aspirin Oral Rp.264,00/ 1 tab 500mg

Tiklodipin Oral Rp.4.850/ 1 tab 50mg Heparin (UFH) Intravena Rp. 50.600,00/ injeksi

Fondafarinux

Intravena dan subkutan

Rp.220.000/ prefilled

syringe 2,5ml

Klopidogrel Oral Rp.875,00/ 1 tab 75mg

STEMI Nitrogliserin Intravena

Rp39.975/ I ampul 10mg

Metoprolol Intravena dan oral Rp. 23.400/ 1 tab 50mg Heparin (UFH) Intravena Rp. 50.600,00/ injeksi

Enoxaparin

Intravena dan subkutan

Rp. 68.535/ 1 prefilled

syringe2000/0,2ml Fondaparinux Intravena dan subkutan Rp.220.000/ prefilled syringe 2,5ml

Aspirin Oral Rp.264,00/ 1 tab 500mg

Klopidogrel Oral Rp.875,00/ 1 tab 75mg Aktivator

plasminogen Intravena

Rp.9.901.430/ 1 vial 50mg Streptokinase Intravena

Rp.2.900.000/ 1 vial 1,5juta UI NSTEMI Isorbida dinitrat Sublingual dan oral Rp.615,00/ 1 tab 5mg

Nitrogliserin Intravena

Rp39.975/ I ampul 10mg

Metoprolol Intravena dan oral Rp. 23.400/ 1 tab 50mg

Verapamil Oral Rp.5.050/ 1 tab 80mg

Diltiazem Oral Rp. 1.210/ 1 tab 60mg Heparin (UFH) Intravena Rp. 50.600,00/ injeksi

Enoksaparin Intravena

Rp. 68.535/ 1 prefilled

syringe2000/0,2ml Fondaparinux Intravena dan subkutan Rp.220.000/ prefilled syringe 2,5ml

Aspirin Oral Rp.264,00/ 1 tab 500mg

Klopidogrel Oral Rp.875,00/ 1 tab 75mg


(41)

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka konsep

Berdasarkan tujuan penetilian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

3.2. Definisi operasionil

a. Pasien rawat inap adalah penderita sindroma koroner akut yang di rawat di rumah sakit.

Cara ukur : Diagnosa positif sindroma koroner akut ditegakan melalui hasil diagnosa yang telah dilakukan oleh dokter

Alat ukur : Rekam Medis

Yang dikategorikan dengan skala nominal, yaitu : 1. Angina pektoris tidak stabil

2. STEMI 3. NSTEMI

b. Umur

Umur adalah usia penderita Sindroma Koroner Akut yang dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir saat dilakukan penelitian.

Cara ukur dan Alat ukur : Pencatatan melalui rekam medis

Yang dikategorikan dengan skala ratio, yaitu : Sindroma Koroner Akut

 Angina pektoris tidak stabil  STEMI  NSTEMI

Karakteristik: - Umur

- Jenis Kelamin

 Jenis obat

a. Obat-obatan Standard b. Obat-obatan tambahan  Biaya obat


(42)

1. ≤ 40 tahun 2. 40 – 50 tahun 3. 50 – 60 tahun 4. 60 – 70 tahun 5. 70 tahun

c. Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah identitas penderita Sindroma Koroner Akut. Cara ukur dan Alat ukur : Pencatatan melalui rekam medis Yang dikategorikan dengan skala nominal, yaitu :

1. Pria 2. Wanita.

d. Jenis obat

Jenis obat adalah obat-obatan yang di gunakan pada pasien rawat inap dengan sindroma koroner akut.

Cara ukur dan Alat ukur : Pencatatan melalui rekam medis Yang dikategorikan dengan skala nominal, yaitu :

1. Obat- obatan Standard Sindroma Koroner Akut adalah obat-obatan yang digunakan pada pasien Sindroma Koroner Akut tanpa komplikasi.

 Antiiskemik  Antikoagulan  Antiplatelet

 Trombolitik/fibrinolitik

2. Obat-obatan Tambahan adalah obat-obatan yang digunakan pada pasien dengan komplikasi gagal jantung.


(43)

Biaya obat adalah harga obat-obatan yang di gunakan pasien rawat inap dengan sindroma koroner akut selama dirawat inap di rumah sakit.

Cara ukur dan Alat ukur : Data harga obat sesuai dengan daftar harga obat yang ada di buku informasi spesialite obat, Volume 42 Tahun: 2007.

Dengan skala rasio dimasukan kedalam tabel hasil.


(44)

METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan desain Cross Sec tional. Pada penelitian ini mengambarkan tentang jenis dan biaya obat yang dipakai oleh pasien rawat inap Sindroma Koroner Akut di RS.H. Adam Malik Medan tahun 2009 yang diambil pada satu waktu tertentu. Dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan data sekunder yaitu melihat rekam medis pasien.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan selama satu bulan dari bulan Agustus sampai September 2010.

4.2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Alasan pemilihan Rumah Sakit tersebut adalah karena merupakan rumah sakit umum pusat yang terdapat di Medan dan banyak penderita sindroma koroner akut yang berobat dan di rawat inap di rumah sakit tersebut.

4.3 Populasi Dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh pasien sindroma koroner akut yang di rawat inap di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan selama satu tahun ( Januari 2009 – Desember 2009 ). Jumlahnya adalah 92 pasien rawat inap.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi yang telah sesuai dengan kriteria-kriteria penelitian yaitu semua populasi pasien sindroma koroner akut yang di rawat inap di Rumah Sakit Haji Adam Malik selama tahun 2009 ( total sampling ).


(45)

Data pada penelitian ini adalah menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien, kemudian di catat sesuai dengan variabel yang di butuhkan. Jenis data sekunder yang di kumpulkan adalah 1) jenis sindroma koroner akut yang di derita oleh pasien dan komplikasinya (msh dalam ilmu kardiologi) 2) obat-obatan yang di gunakan untuk pasien rawat inap dengan sindroma koroner akut 3) sosiodemografi (umur, jenis kelamin).

4.5 Metode analisis data

Data yang telah dikumpulkan telah di periksa dan diolah dengan bantuan program Microsoft excel dan disajikan dalam bentuk tabel.


(46)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak tanggal 10 Agustus sampai dengan 14 September 2010 di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan Bagian Pengolahan Data dan Rekam Medik.

RSUP H. Adam Malik ini beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17, Medan, terletak di kelurahan Kemenangan, kecamatan Medan Tuntungan. Letak RSUP H. Adam Malik ini agak berada di daerah pinggiran yaitu berjarak +- 1 Km dari jalan Djamin Ginting yang merupakan jalan raya menuju ke arah Brastagi.

RSUP H. Adam Malik merupakan Rumah Sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VIII/1990, yang berarti memiliki fasilitas yang lengkap, dokter-dokter spesialis dan tenaga kesehatan yang terampil. Di samping itu, RSUP H. Adam Malik adalah Rumah Sakit Rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Propinsi Sumatera. Data penelitian ini diambil dari bagian Pengolahan Data dan Rekam Medik.

5.2 Karakteristik Penderita Sindroma Koroner Akut

Selama 1 tahun (2009) jumlah penderita Sindroma Koroner Akut di RSUP H. Adam Malik Medan tercatat sebanyak 92 kasus, dengan jumlah laki – laki 75 kasus (81,5 %) dan perempuan 17 kasus (18,5%), ini dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Jenis Kelamin Sindroma Koroner Akut

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 75 81,5%

Perempuan 17 18,5%

Total 92 100%


(47)

Dari tabel 5.2 dapat dilihat bahwa dalam 92 kasus Sindroma koroner Akut diperoleh sebaran kelompok usia dibawah 40 tahun sebanyak 2 orang (2,2%), usia 40-50 tahun sebanyak 12 orang (12,9%), usia 50-60 sebanyak 32 orang (34,7%),usia 60-70 tahun sebanyak 32 orang (35%) dan diatas 70 tahun sebanyak 14 orang (15,2%).

Tabel 5.2 Sebaran kelompok umur penderita Sindroma Koroner Akut

Usia (tahun) Frekuensi Persentase

<40 2 2,2 %

40-50 12 12.9%

50-60 32 35%

60-70 32 35%

>70 14 15,2%

Total 92 100%

5.2.2 Diagnosis Sindroma Koroner Akut

Berdasarkan diagnosis Sindroma Koroner Akut tercatat jumlah penderita STEMI 49 kasus (53,3%), NSTEMI sebanyak 30 kasus (32,6%), dan unstable angin pektoris (UAP) sebanyak 13 kasus (14,1%).

Tabel 5.3 Diagnosis Sindroma Koroner Akut

Diagnosis Frekuensi Persentase

STEMI 49 53,3%

NSTEMI 30 32,6%

UAP 13 14,1%

Total 92 100%


(48)

Jumlah penderita Sindroma Koroner Akut yang mendapat komplikasi gagal jantung adalah sebanyak 20 kasus (21,7%), dan yang tidak terdapat komplikasi sebanyak 72 kasus (78,3%).

Tabel 5.4 Sebaran Komplikasi Sindroma Koroner Akut

Komplikasi Frekuensi Persentase

Gagal jantung 20 27,7%

Tidak ada 72 78,3%

Total 92 100%

5.2.4 Lama Rawat Inap Pasien Sindroma Koroner Akut

Dari keseluruhan pasien sindroma koroner yang dirawat inap 2 hari sebanyak 23 kasus (25%), 3 hari sebanyak 37 kasus (40,2%), 4 hari sebanyak 10 kasus (10,9%), 5 hari sebanyak 8 kasus (8,7%), 6 hari sebanyak 10 kasus (10,9) dan 8 hari sebanyak 4 kasus (4,3%). Rata-rata lama rawat inap pasien adalah sebesar 3,6 hari

Tabel 5.5 Sebaran Lama Rawat Inap Pasien

Lama rawat inap pasien (hari) Frekuensi Persentase

2 hari 23 25%

3 hari 37 40,2%

4 hari 10 10,9%

5 hari 8 8,7%

6 hari 10 10,9%

8 hari 4 4,3%

Total 92 100%

Rata-rata 3,6 hari


(1)

41

42 389825 59 l STEMI tidak ada 4 100000 3 18000 0 0 1 3000

43 409093 59 l STEMI tidak ada 4 100000 3 18000 2 5400 0

44 402895 60 l STEMI tidak ada 5 125000 0 0 2 5400 0

45 376905 60 p STEMI tidak ada 4 100000 2 12000 0 0 0

46 409107 60 l NSTEMI tidak ada 4 100000 2 12000 0 0 0

47

377986 61 l NSTEMI

gagal

jantung 4 100000 2 12000 2 5400 1 3000

48

409174 62 l STEMI

gagal

jantung 5 125000 2 12000 0 0 1 3000

49 405876 62 l STEMI tidak ada 4 100000 0 0 2 5400 0

50 390602 62 p NSTEMI tidak ada 4 100000 0 0 2 5400 0

51 305951 62 l NSTEMI tidak ada 4 100000 2 12000 0 0 0

N0 N.RM

USIA JK Diagnosis Komplikasi O2 H.oksigen

Nacl

0,9% H.nacl asp 80 mg

H.asp 80mg

asp 100 mg

H.asp 100m

52 387549 62 l NSTEMI tidak ada 4 100000 3 18000 0 0 0

53 399259 62 l STEMI tidak ada 5 125000 3 18000 2 5400 0

54 401503 63 l NSTEMI tidak ada 4 100000 0 0 2 5400 0

55 392195 63 l STEMI tidak ada 4 100000 2 12000 2 5400 0 56 190782 63 p STEMI tidak ada 4 100000 2 12000 2 5400 0

57 384885 63 l NSTEMI tidak ada 4 100000 3 18000 0 0 0

58 398767 63 l NSTEMI tidak ada 3 75000 3 18000 0 0 0

59 340797 63 l STEMI tidak ada 4 100000 3 18000 2 5400 0

60 395970 64 p NSTEMI tidak ada 4 100000 0 0 0 0 0

61 410984 64 p STEMI tidak ada 4 100000 2 12000 0 0 0

62

391772 65 l STEMI

gagal

jantung 5 125000 0 0 0 0 1 3000

63

394134 65 p NSTEMI

gagal

jantung 3 75000 2 12000 0 0 0

64 390842 65 l STEMI tidak ada 5 125000 3 18000 2 5400 0 65

385282 66 p UAP

gagal

jantung 3 75000 3 18000 0 0 0

66 397542 66 l NSTEMI tidak ada 2 50000 2 12000 0 0 0

67 406687 66 l UAP tidak ada 4 100000 3 18000 2 5400 0

68

402872 67 l STEMI

gagal

jantung 4 100000 3 18000 2 5400 0

69 190525 67 l STEMI tidak ada 3 75000 0 0 2 5400 0

70 405293 67 l NSTEMI tidak ada 5 125000 2 12000 0 0 0

71 388037 68 p STEMI tidak ada 3 75000 0 0 2 5400 0

72 390497 68 p UAP tidak ada 4 100000 3 18000 0 0 0

73 402713 69 l UAP tidak ada 4 100000 0 0 0 0 0

74 403355 69 l NSTEMI tidak ada 5 125000 3 18000 0 0 0

N0 N.RM

USIA JK Diagnosis Komplikasi O2 H.oksigen

Nacl

0,9% H.nacl asp 80 mg

H.asp 80mg

asp 100 mg

H.asp 100m 75 394136 69 l NSTEMI tidak ada 5 125000 3 18000 2 5400 0


(2)

N0 N.RM ufh

H. UFH

clop 75mg

H. clop

catop 12,5mg

H.catop 12,5mg

bis 5mg

H.bis 5mg

sim 20mg

H.sim 20mg

ap o,5m

1 378224 0 0 1 9900 1,5 96 1 2350 1 1000

2 379772 3500 4200 1 9900 0 0 0 0 1 1000

3 388861 0 0 1 9900 2 128 1 2350 1 1000

4 392173 5000 6000 1 9900 0 0 1 2350 1 1000

5 384593 0 0 1 9900 0 0 1 2350 1 1000

6 381287 4000 4800 1 9900 0 0 0 0 1 1000

7 413187 5000 6000 1 9900 2 128 1 2350 1 1000

8 402160 3500 4200 1 9900 0 0 0 0 0 0

9 401422 4000 4800 1 9900 1,5 96 1 2350 1 1000

10 377748 4000 4800 0 0 0 0 1 2350 1 1000

11 391166 4000 4800 0 0 0 0 0 0 0 0

12 400909 4000 4800 1 9900 0 0 0 0 0 0

13 382626 3500 4200 0 0 0 0 1 2350 0 0

14 406118 0 0 1 9900 2 128 0,5 1175 1 1000

15 385806 0 0 1 9900 0 0 1 2350 1 1000

jantung 77

403351 70 l STEMI

gagal

jantung 4 100000 2 12000 0 0 1 3000

78 414499 70 l STEMI tidak ada 5 125000 0 0 2 5400 2 6000

79

398824 71 p NSTEMI

gagal

jantung 4 100000 0 0 2 5400 0

80

412918 71 l STEMI

gagal

jantung 5 125000 2 12000 2 5400 0

81

391449 71 p STEMI

gagal

jantung 4 100000 3 18000 2 5400 0

82

389199 72 l STEMI

gagal

jantung 4 100000 2 12000 2 5400 0

83

411474 73 l STEMI

gagal

jantung 4 100000 0 0 0 0 1 3000

84 390381 73 l STEMI tidak ada 4 100000 3 18000 2 5400 0 85 381970 73 l STEMI tidak ada 5 125000 3 18000 2 5400 0 86

391776 74 l STEMI

gagal

jantung 4 100000 2 12000 2 5400 0

87

395856 75 p STEMI

gagal

jantung 2 50000 2 12000 2 5400 0

88

388334 75 l STEMI

gagal

jantung 2 50000 2 12000 2 5400 0

89

396725 75 p STEMI

gagal

jantung 4 100000 2 12000 2 5400 0

90

379321 76 l NSTEMI

gagal

jantung 2 50000 3 18000 2 5400 0

91

411751 84 l STEMI

gagal

jantung 5 125000 2 12000 2 5400 0


(3)

16 390909

17 398945 5000 6000 1 9900 0 0 1 2350 1 1000

18 412619 3500 4200 0 0 2 128 0 0 1 1000

19 391776 4000 4800 1 9900 0 0 0,5 1175 0 0

20 411386 4000 4800 1 9900 0 0 0,5 1175 0 0

21 393567 4000 4800 1 9900 0 0 0,5 1175 1 1000

22 400488 5000 6000 1 9900 0 0 1 2350 0 0

23 377803 4000 4800 0 0 1,5 96 0,5 1175 0 0

24 397250 3500 4200 1 9900 0 0 0 0 1 1000

25 402882 4000 4800 1 9900 1,5 96 1 2350 1 1000

N0 N.RM ufh

H. UFH

clop 75mg

H. clop

catop 12,5mg

H.catop 12,5mg

bis 5mg

H.bis 5mg

sim 20mg

H.sim 20mg

ap o,5m

26 399286 3500 4200 1 9900 2 128 0,5 1175 0 0

27 403655 0 0 1 9900 0 0 1 2350 0 0

28 390373 0 0 1 9900 0 0 0 0 0 0

29 404666 3500 4200 1 9900 0 0 1 2350 0 0

30 410234 4000 4800 0 0 0 0 1 2350 1 1000

31 394698 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

32 362644 4000 4800 1 9900 2 128 0,5 1175 0 0

33 393377 0 0 1 9900 0 0 0,5 1175 1 1000

34 410191 3500 4200 0 0 0 0 1 2350 1 1000

35 382646 3500 4200 1 9900 2 128 1 2350 1 1000

36 391943 5000 6000 1 9900 0 0 1 2350 1 1000

37 395541 0 0 1 9900 0 0 1 2350 0 0

38 411844 0 0 0 0 0 0 0,5 1175 0 0

39 408426 4000 4800 0 0 0 0 1 2350 0 0

40 379687 5000 6000 0 0 0 0 0,5 1175 0 0

41 405343 5000 6000 1 9900 0 0 1 2350 1 1000

42 389825 5000 6000 1 9900 0 0 0 0 0 0

43 409093 0 0 1 9900 0 0 0 0 1 1000

44 402895 5000 6000 1 9900 0 0 0 0 0 0

45 376905 4000 4800 0 0 1,5 96 0 0 0 0

46 409107 4000 4800 0 0 0 0 1 2350 1 1000

47 377986 3500 4200 1 9900 0 0 1 2350 1 1000

48 409174 3500 4200 1 9900 1,5 96 0 0 0 0

49 405876 0 0 1 9900 2 128 1 2350 1 1000

50 390602 4000 4800 1 9900 0 0 1 2350 0 0

51 305951 0 0 1 9900 0 0 1 2350 0 0

52 387549 4000 4800 1 9900 0 0 1 2350 0 0

53 399259 4000 4800 1 9900 0 0 0,5 1175 1 1000

54 401503 5000 6000 1 9900 0 0 0 0 0 0

N0 N.RM ufh

H. UFH

clop 75mg

H. clop

catop 12,5mg

H.catop 12,5mg

bis 5mg

H.bis 5mg

sim 20mg

H.sim 20mg

ap o,5m

55 392195 4000 4800 1 9900 0 0 1 2350 1 1000

56 190782 4000 4800 1 9900 0 0 1 2350 0 0

57 384885 0 0 1 9900 2 128 0,5 1175 1 1000

58 398767 5000 6000 1 9900 0 0 0 0 1 1000


(4)

60 395970 5000 6000 1 9900 0 0 1 2350 0 0

61 410984 4000 4800 1 9900 0 0 0 0 1 1000

62 391772 3500 4200 1 9900 1,5 96 0 0 1 1000

63 394134 4000 4800 0 0 2 128 1 2350 0 0

64 390842 4000 4800 1 9900 0 0 0,5 1175 0 0

65 385282 5000 6000 1 9900 0 0 1 2350 1 1000

66 397542 0 0 1 9900 0 0 0 0 1 1000

67 406687 5000 6000 1 9900 0 0 0,5 1175 0 0

68 402872 5000 6000 1 9900 1,5 96 0 0 1 1000

69 190525 0 0 1 9900 0 0 0,5 1175 1 1000

70 405293 3500 4200 1 9900 0 0 1 2350 0 0

71 388037 3500 4200 1 9900 0 0 0,5 1175 1 1000

72 390497 0 0 0 0 0 0 0,5 1175 0 0

73 402713 3500 4200 1 9900 0 0 1 2350 0 0

74 403355 0 0 1 9900 0 0 0 0 0 0

75 394136 3500 4200 1 9900 0 0 0 0 1 1000

76 403787 3500 4200 1 9900 1,5 96 0 0 1 1000

77 403351 3500 4200 1 9900 2 128 0,5 1175 1 1000

78 414499 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1000

79 398824 4000 4800 1 9900 1,5 96 0 0 1 1000

80 412918 3500 4200 1 9900 2 128 0 0 1 1000

81 391449 5000 6000 1 9900 1,5 96 0,5 1175 1 1000

82 389199 4000 4800 1 9900 2 128 0 0 1 1000

83 411474 3500 4200 1 9900 1,5 96 1 2350 1 1000

N0 N.RM ufh

H. UFH

clop 75mg

H. clop

catop 12,5mg

H.catop 12,5mg

bis 5mg

H.bis 5mg

sim 20mg

H.sim 20mg

ap o,5m

84 390381 5000 6000 1 9900 0 0 0,5 1175 0 0

85 381970 3500 4200 1 9900 0 0 1 2350 0 0

86 391776 3500 4200 1 9900 2 128 0 0 0 0

87 395856 4000 4800 1 9900 2 128 1 2350 0 0

88 388334 4000 4800 1 9900 2 128 1 2350 1 1000

89 396725 3500 4200 1 9900 2 128 1 2350 1 1000

90 379321 3500 4200 1 9900 1,5 96 1 2350 1 1000

91 411751 5000 6000 1 9900 1,5 96 1 2350 1 1000

92 380842 5000 6000 1 9900 0 0 1 2350 1 1000

N0 N.RM amlo 10mg

H. amlo 10mg

allu 100mg

H.allu

100mg fr inj

H.inj

fr fr 40mg

H.fr

40mg ksr 500mg

1 378224 0 0 0 0 0 0 0 0

2 379772 0 0 0 0 2 3000 0 0

3 388861 0 0 0 0 0 0 2 200

4 392173 1 3300 0 0 0 0 0 0

5 384593 0 0 0 0 0 0 0 0

6 381287 0 0 0 0 0 0 0 0

7 413187 0 0 2 172 0 0 0 0


(5)

9 401422

10 377748 0 0 0 0 0 0 0 0

11 391166 1 3300 0 0 0 0 1 100

12 400909 0 0 2 172 0 0 0 0

13 382626 0 0 0 0 0 0 0 0

14 406118 1 3300 0 0 0 0 1 100

15 385806 1 3300 0 0 0 0 0 0

N0 N.RM amlo 10mg

H. amlo 10mg

allu 100mg

H.allu

100mg fr inj

H.inj

fr fr 40mg

H.fr

40mg ksr 500mg

16 390909 0 0 0 0 0 0 0 0

17 398945 0 0 0 0 0 0 0 0

18 412619 0 0 0 0 0 0 0 0

19 391776 0 0 2 172 2 3000 0 0

20 411386 0 0 0 0 0 0 2 200

21 393567 0 0 2 172 0 0 0 0

22 400488 1 3300 0 0 0 0 0 0

23 377803 0 0 0 0 0 0 0 0

24 397250 0 0 0 0 0 0 0 0

25 402882 1 3300 2 172 2 3000 0 0

26 399286 0 0 0 0 0 0 2 200

27 403655 1 3300 2 172 0 0 0 0

28 390373 0 0 2 172 0 0 2 200

29 404666 0 0 0 0 0 0 0 0

30 410234 1 3300 0 0 0 0 0 0

31 394698 0 0 0 0 0 0 0 0

32 362644 0 0 2 172 0 0 0 0

33 393377 0 0 0 0 0 0 0 0

34 410191 0 0 0 0 0 0 0 0

35 382646 0 0 0 0 0 0 2 200

36 391943 0 0 0 0 0 0 1 100

37 395541 0 0 0 0 2 3000 0 0

38 411844 0 0 0 0 0 0 0 0

39 408426 0 0 2 172 0 0 0 0

40 379687 1 3300 0 0 0 0 1 100

41 405343 0 0 0 0 0 0 0 0

42 389825 0 0 0 0 0 0 2 200

43 409093 0 0 0 0 0 0 0 0

44 402895 0 0 0 0 0 0 0 0

N0 N.RM amlo 10mg

H. amlo 10mg

allu 100mg

H.allu

100mg fr inj

H.inj

fr fr 40mg

H.fr

40mg ksr 500mg

45 376905 0 0 0 0 0 0 0 0

46 409107 0 0 0 0 0 0 0 0

47 377986 1 3300 2 172 2 3000 0 0

48 409174 0 0 0 0 2 3000 0 0

49 405876 0 0 0 0 2 3000 0 0

50 390602 0 0 0 0 0 0 0 0

51 305951 0 0 0 0 0 0 1 100


(6)

53 399259 0 0 0 0 0 0 0 0

54 401503 1 3300 0 0 0 0 0 0

55 392195 0 0 0 0 0 0 0 0

56 190782 0 0 0 0 2 3000 0 0

57 384885 1 3300 2 172 0 0 0 0

58 398767 0 0 2 172 0 0 1 100

59 340797 0 0 2 172 0 0 0 0

60 395970 0 0 2 172 0 0 0 0

61 410984 0 0 0 0 0 0 0 0

62 391772 0 0 0 0 0 0 0 0

63 394134 1 3300 0 0 2 3000 0 0

64 390842 0 0 0 0 2 3000 0 0

65 385282 1 3300 0 0 0 0 2 200

66 397542 1 3300 0 0 0 0 0 0

67 406687 0 0 2 172 0 0 0 0

68 402872 0 0 0 0 0 0 1 100

69 190525 1 3300 0 0 0 0 0 0

70 405293 0 0 0 0 0 0 0 0

71 388037 1 3300 0 0 0 0 0 0

72 390497 0 0 0 0 0 0 0 0

73 402713 0 0 0 0 2 3000 0 0

N0 N.RM amlo 10mg

H. amlo 10mg

allu 100mg

H.allu

100mg fr inj

H.inj

fr fr 40mg

H.fr

40mg ksr 500mg

74 403355 0 0 0 0 0 0 0 0

75 394136 0 0 0 0 0 0 0 0

76 403787 0 0 0 0 0 0 2 200

77 403351 1 3300 0 0 0 0 1 100

78 414499 0 0 0 0 0 0 0 0

79 398824 0 0 0 0 0 0 0 0

80 412918 0 0 2 172 2 3000 0 0

81 391449 1 3300 2 172 0 0 1 100

82 389199 1 3300 0 0 2 3000 0 0

83 411474 0 0 0 0 0 0 2 200

84 390381 0 0 0 0 0 0 0 0

85 381970 1 3300 0 0 0 0 0 0

86 391776 0 0 0 0 0 0 2 200

87 395856 0 0 0 0 0 0 2 200

88 388334 1 3300 0 0 2 3000 0 0

89 396725 0 0 2 172 0 0 0 0

90 379321 1 3300 0 0 0 0 1 100

91 411751 1 3300 0 0 0 0 2 200