Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan Sindroma Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2011

(1)

Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan Sindroma Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Pusat

Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2011

Oleh : Raisa Khairuni

100100115

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah

Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan Sindroma Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun

2011

Yang dipersiapkan oleh :

Raisa Khairuni 100100115

Hasil Karya Tulis ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke lahan penelitian

Medan, 7 Desember 2013 Disetujui,

Dosen Pembimbing


(3)

Abstrak

Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan penyebab kematian yang terbanyak dari penyakit jantung di dunia, termasuk di Indonesia. Sindroma koroner Akut dibagi menjadi 3, dengan diagnosis STEMI, NSTEMI, UAP (unstable angina pectoris). Biaya pengobatan merupakan suatu hal yang penting bagi pasien maupun praktisi kesehatan. Jenis pengobatan yang dilakukan akan membedakan biaya pengobatan pada Sindroma Koroner Akut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan biaya obat yang digunakan pada pasien dengan Sindroma Koroner Akut di RSUP H. Adam Malik Medan di tahun 2011. Telah dilakukan penelitian cross sectional terhadap 97 sampel SKA di RSUP H. Adam Malik, Medan periode 1 Januari sampai 31 Desember 2011.

Didapatkan 97 sampel yang terdiagnosis SKA, terbanyak adalah UAP (unstable angina pectoris) sebanyak 54 kasus, laki-laki 75 kasus, pada usia 51-60 tahun sebanyak 38 kasus. Penyakit Sindroma Koroner Akut ini terjadi paling banyak pada usia 51-60 tahun sebanyak 38 kasus. Lama rawat inap terbanyak adalah 2 hari, rata-rata lama rawat inap 4,8 hari.Penggunaan obat-obatan jantung paling sering adalah golongan nitrat dan diuretik. Penggunaan obat-obatan non jantung paling banyak adalah golongan kristalloid dan anti histamin. Biaya rawat inap total biaya paling tinggi adalah Rp.37.736.508,-, biaya total rata-rata Rp.12.283.129,-, sedangkan total biaya terendah Rp.725.514,-.

Biaya pengobatan untuk Sindroma Koroner Akut bergantung pada jenis Sindroma Koroner Akut, jenis pengobatan yang diterima tiap-tiap pasien, jenis kamar rawat inap dan lama rawat inap selama di Rumah Sakit.

Kata Kunci : Sindroma Koroner Akut, biaya pengobatan, jenis pengobatan


(4)

Abstract

Acute Coronary Syndrome (ACS) is the largest cause of death from heart disease in the world, including in Indonesia. Acute coronary syndrome is divided into three, with a diagnosis of STEMI, NSTEMI, UAP (unstable angina pectoris). The cost of treatment is an important thing for patients and healthcare practitioners. Type of treatment that performed will be differentiate the cost of treatment in Acute Coronary Syndrome.

This study aims to determine the type and cost of drugs used in hospitalized patients with Acute Coronary Syndrome in RSUP. H. Adam Malik in 2011. Cross-sectional studies have been conducted on 97 samples of ACS at RSUP H. Adam Malik, Medan 1st January to December 31st 2011.

Obtained 97 samples that diagnosed with ACS, most are UAP (unstable angina pectoris) as many as 54 cases, male 75 cases, at the age of 51-60 years were 38 cases. Acute Coronary Syndrome This disease is greatest in the age of 51-60 years were 38 cases. Length of stay was 2 days, the average length of stay of 4.8 hari.Penggunaan heart medicines most often are the ones nitrates and diuretics. The use of non-cardiac drugs are the ones most kristalloid and anti-histamine. The cost of hospitalization highest total cost is Rp.37.736.508, -, the average total cost Rp.12.283.129, -, whereas the lowest total cost Rp.725.514, -.

The cost of treatment for Acute Coronary Syndrome depends on the type of Acute Coronary Syndrome, type of treatment received by each patient, type of room and length of inpatient hospitalization for at the Hospital.


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan……… i

Daftar Isi………. ii

Daftar Tabel……….iv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang……… 1

1.2.Rumusan Masalah……...………....……… 3

1.3.Tujuan Penelitian……...………. 3

1.4.Manfaat Penelitian……….. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindroma Koroner Akut (SKA)……….… 5

2.1.1. Definisi Sindroma Koroner Akut……… 5

2.1.2. Etiologi Sindroma Koroner Akut……… 5

2.1.3. Klasifikasi Sindroma Koroner Akut………5

2.1.4. Faktor Resiko………...5

2.2. Angina Pektoris Tak Stabil……….6

2.2.1. Definisi Angina Pektoris Tak Stabil………....6

2.2.2. Patofisiologi Angina Pektoris Tak Stabil………....7

2.2.3. Diagnosis Angina Pektoris Tak Stabil………….…8

2.2.4. Penatalaksanaan Angina Pektoris Tak Stabil…... 10


(6)

2.3.1. Definisi Non ST Elevasi Miokard Infark……..…..11

2.3.2. Patofisiologi Non ST Elevasi Miokard Infark….…11 2.3.3. Diagnosis Non ST Elevasi Miokard Infark……….12

2.3.4. Penatalaksanaan Non ST Elevasi Miokard Infark...14

2.4. ST Elevasi Miokard Infark………...16

2.4.1. Definisi ST Elevasi Miokard Infark………....16

2.4.2. Patofisiologi ST Elevasi Miokard Infark………… 16

2.4.3. Diagnosis ST Elevasi Miokard Infark……….16

2.4.4. Penatalaksanaan ST Elevasi Miokard Infark……...17

2.5. Penatalaksanaan Sindroma Koroner Akut…………...……...18

2.6. Prognosis Sindroma Koroner Akut………...20

2.7 Komplikasi Sindroma Koroner Akut……….……..20

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep……….………...23

3.2. Definisi Operasionil………..………..23

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian……….………..25

4.2. Waktu dam Tempat Penelitian………….………..25

4.2.1. Waktu Penelitian……….………25

4.2.2. Tempat Penelitian …………..……….…...25

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian…….……….……...25

4.3.1. Populasi Penelitian…….……….…………25

4.3.2. Sampel Penelitian ….……….…………...25

4.4. Metode Pengumpulan Data……….……….……..26


(7)

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……….27 5.2. Karakteristik Penderita Sindroma Koroner Akut………27 5.2.1. Usia Penderita Sindroma Koroner Akut………….28 5.2.2. Diagnosis Sindroma Koroner Akut……….28 5.2.3. Lama Rawat Inap Pasien Sindroma Koroner Akut..29 5.3. Pemberian Jenis Obat jantung pada Pasien dengan

huhjhjhjkhjhSindroma Koroner Akut……….30 5.3.1 Pemberian Obat-obatan Non Jantung pada

pasien Sindroma Koroner Akut……….30 5.4. Biaya Obat Pada Pasien Rawat inap dengan Sindroma

JHJHJKHKKoroner Akut………..31

5.5. Pembahasan……….31 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan………34 6.2. Saran………..35 DAFTAR PUSTAKA……….……….………...36 LAMPIRAN


(8)

Daftar Tabel

Nomor Judul Halaman

2.1. Obat-obatan Sindroma Koroner Akut 21

5.1. Jenis Kelamin Sindroma Koroner Akut 27

5.2. Usia penderita Sindroma Koroner Akut 28

5.3. Diagnosis Sindroma Koroner Akut 28

5.4. Lama Rawat Inap Pasien 29

5.5. Pemberian Obat-obatan Jantung pada Sindroma Koroner Akut 30

5.6. Obat-obatan non jantung pada pasien sindroma koroner akut 30 5.7. Biaya obat pada pasien rawat inap dengan sindroma koroner akut 31


(9)

Abstrak

Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan penyebab kematian yang terbanyak dari penyakit jantung di dunia, termasuk di Indonesia. Sindroma koroner Akut dibagi menjadi 3, dengan diagnosis STEMI, NSTEMI, UAP (unstable angina pectoris). Biaya pengobatan merupakan suatu hal yang penting bagi pasien maupun praktisi kesehatan. Jenis pengobatan yang dilakukan akan membedakan biaya pengobatan pada Sindroma Koroner Akut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan biaya obat yang digunakan pada pasien dengan Sindroma Koroner Akut di RSUP H. Adam Malik Medan di tahun 2011. Telah dilakukan penelitian cross sectional terhadap 97 sampel SKA di RSUP H. Adam Malik, Medan periode 1 Januari sampai 31 Desember 2011.

Didapatkan 97 sampel yang terdiagnosis SKA, terbanyak adalah UAP (unstable angina pectoris) sebanyak 54 kasus, laki-laki 75 kasus, pada usia 51-60 tahun sebanyak 38 kasus. Penyakit Sindroma Koroner Akut ini terjadi paling banyak pada usia 51-60 tahun sebanyak 38 kasus. Lama rawat inap terbanyak adalah 2 hari, rata-rata lama rawat inap 4,8 hari.Penggunaan obat-obatan jantung paling sering adalah golongan nitrat dan diuretik. Penggunaan obat-obatan non jantung paling banyak adalah golongan kristalloid dan anti histamin. Biaya rawat inap total biaya paling tinggi adalah Rp.37.736.508,-, biaya total rata-rata Rp.12.283.129,-, sedangkan total biaya terendah Rp.725.514,-.

Biaya pengobatan untuk Sindroma Koroner Akut bergantung pada jenis Sindroma Koroner Akut, jenis pengobatan yang diterima tiap-tiap pasien, jenis kamar rawat inap dan lama rawat inap selama di Rumah Sakit.

Kata Kunci : Sindroma Koroner Akut, biaya pengobatan, jenis pengobatan


(10)

Abstract

Acute Coronary Syndrome (ACS) is the largest cause of death from heart disease in the world, including in Indonesia. Acute coronary syndrome is divided into three, with a diagnosis of STEMI, NSTEMI, UAP (unstable angina pectoris). The cost of treatment is an important thing for patients and healthcare practitioners. Type of treatment that performed will be differentiate the cost of treatment in Acute Coronary Syndrome.

This study aims to determine the type and cost of drugs used in hospitalized patients with Acute Coronary Syndrome in RSUP. H. Adam Malik in 2011. Cross-sectional studies have been conducted on 97 samples of ACS at RSUP H. Adam Malik, Medan 1st January to December 31st 2011.

Obtained 97 samples that diagnosed with ACS, most are UAP (unstable angina pectoris) as many as 54 cases, male 75 cases, at the age of 51-60 years were 38 cases. Acute Coronary Syndrome This disease is greatest in the age of 51-60 years were 38 cases. Length of stay was 2 days, the average length of stay of 4.8 hari.Penggunaan heart medicines most often are the ones nitrates and diuretics. The use of non-cardiac drugs are the ones most kristalloid and anti-histamine. The cost of hospitalization highest total cost is Rp.37.736.508, -, the average total cost Rp.12.283.129, -, whereas the lowest total cost Rp.725.514, -.

The cost of treatment for Acute Coronary Syndrome depends on the type of Acute Coronary Syndrome, type of treatment received by each patient, type of room and length of inpatient hospitalization for at the Hospital.


(11)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Penyakit jantung beberapa tahun belakangan ini menjadi suatu penyakit yang sering diperbincangkan, baik masyarakat awam hingga para ahli kesehatan. Hal ini terjadi akibat meningkatnya kematian oleh penyakit jantung. Penyakit jantung sendiri tak semata-mata memandang dari organ jantung tersebut, melainkan juga sistem sirkulasi darah yang mengalir di dalam tubuh.

Berdasarkan data dari SKRT ( Survey Kesehatan Rumah Tangga )1995 dan surkesnas 2001 menyebutkan bahwa penyebab kematian nomer satu di Indonesia adalah penyakit jantung dan sistem sirkulasi. Sindroma Koroner Akut merupakan salah satu jenis dari penyakit jantung dan sistem sirkulasi yang memiliki persentase tinggi sebagai penyebab kematian.

The American Heart Association (AHA) memperkirakan bahwa 13 juta orang di Amerika menderita Sindroma Koroner Akut dan kurang lebih satu juta orang meninggal tiap tahunnya (Bock, 2007 dalam Nurulita, Bahrun, Arif, 2011). Di Eropa, dilaporkan bahwa Sindroma Koroner Akut pada tahun 2006 menyerang 234 orang/100.000 penduduk/tahun pada kelompok umur 30 sampai 69 tahun, lebih sering pada pria (50-75%), dan 10% diantaranya meninggal setiap tahun (Nielsen et al, 2006 dalam Nurulita, Bahrun, Arif, 2011).

Sindroma Koroner Akut merupakan spektrum kegawat-daruratan koroner yang terdiri dari: miokard infark dengan elevasi segmen ST (STEMI), miokard infark tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI), angina pektoris tak stabil (UAP) (Bassand, 2007 dalam Hanum, 2010).

Dari data yang didapat oleh European Society of Cardiology, dalam Sindroma Koroner Akut angka kejadian NSTEMI lebih sering dibandingkan STEMI. Kurang lebih tiga dari 1000 orang menderita penyakit ini, namun angka kejadiannya berbeda-beda di tiap negaranya. Mortalitas di rumah sakit lebih tinggi


(12)

pada pasien dengan STEMI dibandingkan pasien dengan NSTEMI (Hamm et al, 2011).

Jenis obat yang di gunakan dalam penanganan Sindroma Koroner Akut memerlukan biaya yang besar. Misalnya pada pasien STEMI yang datang ke rumah sakit kemudian harus di berikan terapi reperfusi dengan pemberian fibrinolitik. Harga obat fibrinolitik yang termurah berkisar pada Rp. 3.700.000,00 – Rp. 4.000.000,00 juta per vialnya. Biaya lain-lain seperti obat-obatan lanjutan per oral dan perawatan ICCU minimal lima hari harus dipertimbangkan. (Terkelsen, 2005 dalam Hanum, 2010).

Pada Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, di tahun 2009 perhitungan biaya untuk Sindroma Koroner Akut adalah sebagai berikut:

Lama rawat inap rata-rata empat hari

o Biaya obat rata-rata yang dikeluarkan pasien per hari = Rp. 127.153,00 o Biaya obat rata-rata pada pasien Sindroma Koroner Akut dengan

komplikasi = Rp. 128.000,00

o Biaya obat rata-rata pada pasien dengan Sindroma Koroner Akut tanpa komplikasi = Rp. 126.000,00 (Hanum, 2010).

Penanganan dari pasien Sindroma Koroner Akut ini,tak hanya bergantung pada biaya pengobatan, namun terdapat biaya diagnostik untuk memastikan diagnosa dan kamar rawat inap. Tingginya biaya pemeriksaan, pengobatan dan intervensi lainnya menjadi suatu hal yang penting untuk diketahui. Jumlah biaya ini diperlukan pembaharuan karena mengingat terdapat peningkatan harga di tiap tahunnya. Selain peningkata atau penurunan harga, perkembangan terapi juga perlu diperhitungkan di tiap tahunnya.

Mengingat tindakan pengobatan ditentukan dengan tingkat keparahan penyakit penderita sehingga harga pengobatan pada masing-masing pasien tentu berbeda. Oleh karena itu, upaya pencegahan harus dapat dioptimalkan untuk mengurangi angka kejadian Sindroma Koroner Akut. Pencegahan yang dapat dilakukan seperti, menghindari makanan yang berlemak, tidak merokok, mengontrol penyakit diabetes apabila ada.


(13)

Menjaga kesehatan penting dilakukan untuk menghindari penyakit ini, seperti mengontrol kadar gula darah, kolesterol, tekanan darah dan lain-lain. Pengaturan pola hidup dalam pemilihan makanan, olahraga, pengaturan berat badan penting dilakukan untuk menghindari Sindroma Koroner Akut.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi tentang lama rawat inap, jenis obat dan biaya yang dikeluarkan selama dirawat di rumah sakit oleh pasien dengan Sindroma Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik di tahun 2011.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah dibicarakan, dirumuskan beberapa masalah, yaitu :

1. Apakah jenis obat yang digunakan untuk pasien rawat inap dengan jkj jjjjjSindroma Koroner Akut di Rumah Sakit Haji Adam Malik ?

2. Berapakah biaya obat untuk pasien rawat inap dengan Sindroma Koroner jjkjAkut ?

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui jenis dan biaya obat yang digunakan pada pasien dengan Sindroma Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan di tahun 2011

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui jenis Sindroma Koroner Akut yang paling banyak terjadi 2. Mengetahui jenis obat yang digunakan untuk penatalaksanaan Sindroma ffffKoroner Akut pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji ffffAdam Malik

3. Mengetahui jenis obat yang paling banyak digunakan untuk mengatasi feffSindroma Koroner Akut pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Umum ffffPusat Haji Adam Malik


(14)

4. Mengetahui biaya pengobatan penderita Sindroma Koroner Akut di ../..Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.

1.4Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, memberikan manfat untuk : 1. Peneliti

o Menambah wawasan dan perkembangan ilmu pengetahuan bagi penulis tentang Sindroma Koroner Akut dan obat yang digunakan dalam

penatalaksanaannya.

o Mengetahui rata-rata lama rawat inap pasien dengan Sindroma Koroner Akut.

2. Dokter

o Mengetahui jenis obat dan jumlah biaya yang dibutuhkan pasien rawat inap dengan Sindroma Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

o Menjadi bahan pertimbangan dalam memilih pengobatan bagi pasien rawat inap dengan Sindroma Koroner Akut

3. Pihak lain dan masyarakat

o Menambah wawasan, terutama pada penyakit Sindroma Koroner Akut beserta harga pengobatan dan jenis obat yang digunakan untuk penatalaksanaan Sindroma Koroner Akut.


(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sindroma Koroner Akut (SKA)

2.1.1 Definisi Sindroma Koroner Akut (SKA)

Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan suatu istilah yang menggambarkan kumpulan gejala klinik yang ditandai dengan nyeri dada dan gejala lain yang disebabkan oleh penurunan aliran darah ke jantung, biasanya disebabkan oleh plak aterosklerotik (Svarovskaia et al, 2004, dalam Nurulita, Bahrun, Arif, 2011).

2.1.2 Etiologi Sindroma Koroner Akut

Penyebab dari Sindroma Koroner Akut ini adalah o Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada

o Obstruksi dinamik ( spasme koroner atau vasokonstriksi ) o Obstruksi mekanik yang progresif

o Inflamasi dan/atau infeksi

o Faktor atau keadaan pencetus (Ismantri, 2009) 2.1.3 Klasifikasi Sindroma Koroner Akut

Berdasarkan definisi yang disebutkan sebelumnya, Sindroma Koroner Akut merupakan kumpulan gejala klinik yang ditandai dengan nyeri dada dan gejala lain. Sindroma Koroner Akut dibagi menjadi, angina tidak stabil (UAP), miokard infark ST-elevasi (STEMI), dan infark miokard non ST- elevasi (NSTEMI) 2.1.4 Faktor Resiko Sindroma Koroner Akut

Oleh karena tingginya tingkat kematian pada SKA, banyak dilakukan penelitian untuk menurunkan insidens, salah satunya mengenai faktor resiko


(16)

penyakit ini. Faktor resiko SKA terbagi dua, faktor resiko yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah. Faktor resiko yang tak dapat diubah adalah usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga sedangkan faktor resiko yang dapat diubah adalah peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida, apolipoprotein B, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan lain-lain (Santoso, Setiawan, 2005).

Faktor resiko yang sudah kita kenal antara lain merokok, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, aktifitas fisik, dan obesitas. Termasuk di dalamnya bukti keterlibatan tekanan mental dan depresi. Sedangkan beberapa faktor yang baru antara lain CRP, Homocystein dan Lipoprotein(a) (Santoso, Setiawan, 2005).

Selain dari faktor resiko yang telah disebutkan diatas, faktor resiko dapat dibagi lagi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor resiko konvensional dan faktor resiko yang baru diketahui berhubungan dengan proses aterotrombosis (Braunwald, 2007 dalam Hanum, 2010).

2.2 Angina Pektoris Tak Stabil

2.2.1 Definisi Angina Pektoris Tak Stabil

Angina Pektoris adalah keadaan klinis untuk menjelaskan nyeri pada daerah dada yang terjadi saat jantung tidak mendapatkan darah yang cukup (Cunha, J.P, 2013).

Terdapat tiga jenis angina, yaitu : o Angina stabil

Disebut juga angina klasik, terjadi jika arteri koroner yang aterosklerotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan alirannya sewaktu kebutuhan oksigen meningkat. Peningkatan kerja jantung dapat disertai dengan aktivitas misalnya berolah raga atau naik tangga (Santoso, Setiawan, 2005).

o Angina prinzmetal

Terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada kenyataannya sering timbul pada waktu beristirahat atau tidur. Pada angina prinzmetal terjadi spasme arteri koroner yang menimbulkan iskemia jantung di bagian distal.


(17)

Kadang-kadang tempat spasme berkaitan dengan aterosklerosis (Santoso, Setiawan, 2005).

o Angina tak stabil

Adalah kombinasi angina stabil dengan angina prinzmetal yaitu, dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri koroner. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja jantung. Hal ini terjadi akibat aterosklerosis koroner, yang ditandai oleh trombus yang berkembang dan mudah mengalami spasme (Santoso, Setiawan, 2005).

Terdapat klasifikasi angina pektoris berdasarkan Canadian Cardiovascular Society yang terbagi sebagai berikut :

o Kelas 1 : angina yang tidak terjadi dengan aktivitas fisik biasa seperti berjalan. Angina terjadi saat aktivitas yang cepat, membutuhkan tenaga yang besar seperti saat mengangkat barang yang berat.

o Kelas 2 : angina terjadi saat berjalan atau menaiki tangga secara cepat, berjalan atau menaiki tangga setelah makan, atau dibawah tekanan emosional.

o Kelas 3 : angina terjadi saat berjalan satu sampai dua langkah dan menaiki tangga dalam keadaan tenang.

o Kelas 4 : angina yang terjadi saat istirahat sehingga tidak mampu untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Fuster et al, 2008).

2.2.2 Patofisiologi Angina Pektoris Tak Stabil o Gangguan plak atau ruptur plak

Ruptur plak sering terjadi pada bagian pinggir dari plak dimana bagian tersebut menempel di dinding pembuluh darah. Pada area tersebut plak terinfiltrasi dengan sel-sel inflamasi dan memiliki tekanan yang tinggi untuk ruptur. Plak yang cenderung untuk ruptur memiliki struktur fibrous cap yang tipis dan massa lemak


(18)

yang besar. Struktur ini dipengaruhi faktor biomekanik dari plak tersebut dan meningkatkan kemungkinan untuk ruptur (Fuster et al, 2008).

Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi, agregasi platelet, dan menyebabkan terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% akan menyebabkan angina pektoris tak stabil (Trisnohadi, 2006).

o Erosi pada plak tanpa ruptur

Terjadinya penyempitan pada pembuluh darah juga disebabkan oleh proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi dari kerusakan endotel. Adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh darah dengan cepat (Trisnohadi, 2006).

o Vasokonstriksi

Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet, berperan dalam perubahan tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme (Trisnohadi, 2006).

Vasokonstriksi atau kurangnya vasodilatasi yang sesuai berkontribusi dalam perkembangan episode iskemia pada pasien angina pektoris tak stabil dan merupakan target dalam pemberian terapi (Fuster et al, 2008).

o Trombosis

Terjadinya trombosis setelah plak terganggu disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos, makrofag, dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel busa yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil (Trisnohadi, 2006).

Faktor jaringan menginisiasi kaskade koagulasi ekstrinsik, menghasilkan aktivasi faktor X menjadi faktor Xa dimana hal ini akan mengubah protrombin menjadi trombin. Trombin mengkatalisasi perubahan fibrinogen menjadi fibrin, membentuk pembekuan platelet-fibrin yang membuat obstruksi aliran darah koroner (Fuster et al, 2008).


(19)

2.2.3 Diagnosis Angina Pektoris Tak Stabil

Untuk dapat menegakkan diagnosis angina pektoris tak stabil, pasien yang dicurigai menderita penyakit ini harus dievaluasi dengan tepat. Penegakkan diagnosis yang tepat dapat mengurangi kebutuhan keuangan pasien untuk pemeriksaan penunjang diagnosis.

o Anamnesis

Pada anamnesis, perlu ditanyakan gejala yang dirasakan seperti nyeri di dada yang terjadi, sudah berapa lama, riwayat penyakit terdahulu, dan konsumsi obat-obatan lainnya. Pada pasien dengan usia muda, yaitu usia di bawah 50 tahun, perlu ditanyakan konsumsi kokain (Fuster et al, 2008).

o Elektrokardiogram

Pemeriksaan melalui elektrokardiogram dapat menunjukkan adanya gejala iskemia atau infark pada jantung. Adanya depresi segmen ST menunjukkan terjadi iskemia. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemia. Perubahan gelombang ST dan T yang non spesifik seperti depresi pada segmen ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia (Trisnohadi, 2006).

Walaupun, gambaran elektrokardiogram tidak menunjukkan tanda dari angina pektoris tak stabil bukan berarti menunjukkan bahwa pasien tersebut tidak menderita angina pektoris tak stabil. Pada angina tak stabil 4% mempunyai gambaran EKG normal (Fuster et al, 2008).

o Pemeriksaan biokimia kardiak marker

Pemeriksaan biokimia ini, dapat digunakan untuk mendiagnosis nekrosis jantung dan untuk memperkirakan prognosis. Pemeriksaan biokimia yang dilakukan adalah pemeriksaan CK-MB dan troponin jantung (Fuster et al, 2008).

o Tehnik Pencitraan Non Invasif

Pemeriksaan ini dilakukan dengan ekokardiografi, dimana melalui alat ini, gambaran jantung dapat dilihat melalui layar. Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina pektoris tak stabil secara langsung.


(20)

Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung menandakan prognosis kurang baik (Trisnohadi, 2006).

2.2.4 Penatalaksanaan Angina Pektoris Tak Stabil

Dalam penatalaksanaan angina pektoris tak stabil harus dilakukan dalam waktu yang cepat. Target pengobatan adalah kontrol gejala dari iskemia miokard, infark miokard dan pencegahan kematian. Efek dari pengobatan didapat dengan mengoptimalisasi keseimbangan antara kebutuhan dan jumlah oksigen miokard, hal ini dapat dipenuhi dengan cara mengkontrol proses pembentukan trombus yang sedang terjadi (Fuster et al, 2008).

o Terapi anti iskemia

 Nitrat

 Bloker beta adrenergik

 Antagonis kalsium

ACE inhibitor dan Angiotensin receptor antagonist

(Fuster et al, 2008). o Terapi antiplatelet

 Aspirin

Adenosine diphosphate receptor antagonis

GPIIb/IIIa inhibitor

Upstream GPIIb/GPIIIa

Adjunctive GPIIb/GPIIIa (Fuster et al, 2008) o Terapi antikoagulan

Unfractioned Heparin

Low molecular weight heparin

 Fondaparinux

Direct thrombin inhibitor (Fuster et al, 2008) o Revaskularisasi koroner


(21)

Tindakan ini dapat menghilangkan gejala, meningkatkan prognosis dan kapasitas fungsional. Pemilihan tindakan ini dilakukan setelah mempertimbangkan banyak hal yaitu, anatomi pembuluh darah koroner, fungsi ventrikel kiri, kapasitas fungsional, dan keparahan gejala (Fuster et al, 2008).

Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia berat dan refrakter dengan terapi medikamentosa. Pada angina tak stabil tindakan ini dilakukan tergantung dari stratifikasi resiko pasien. Pada resiko tinggi, seperti angina terus-menerus adanya depresi segmen ST, kadar troponin yang meningkat, faal ventrikel kiri yang buruk, dan adanya gangguan irama jantung yang maligna seperti takikardi ventrikel perlu tindakan invasif dini (Trisnohadi, 2006).

2.3 Non ST Elevasi Miokard Infark

2.3.1 Definisi Non ST Elevasi Miokard Infark

Pengertian dari NSTEMI adalah pasien yang mengalami gejala nyeri dada diatas 20 menit, menunjukkan pemeriksaan biokimia kardiak marker yang positif atau perubahan segmen ST pada pemeriksaan EKG tanpa elevasi segmen ST yang persisten (Alexander et al, 2007).

2.3.2 Patofisiologi Non ST Elevasi Miokard Infark o Inflamasi

Inflamasi memegang peranan penting terhadap terjadinya gangguan pada plak. Akumulasi dari makrofag dan limfosit T pada plak aterotrombotik yang disebabkan oleh ekspresi dari molekul adhesi monosit, sel endotelial, leukosit, dan pelepasan dari kemokin dan sitokin yang mengarahkan sel-sel inflamasi ke daerah tersebut (Fuster et al, 2008).

o Platelet dan leukosit

Aktivasi dan endapan platelet terhadap permukaan trombogenik dari plak yang ruptur penting dalam patogenesis dari NSTEMI. Aktivasi dari platelet dan leukosit berinteraksi pada fase akut dari NSTEMI untuk memfasilitasi endapan trombus-platelet (Fuster et al, 2008).


(22)

o Embolisasi dan mikrosirkulasi koroner

Embolisasi dari trombus platelet dan isi dari plak yang berasal dari plak yang ruptur akan membuat obstruksi mikrosirkulasi. Akibat obstruksi mikro sirkulasi ini, akan mengaktifkan kaskade yang termasuk didalamnya inflamasi lokal, cedera jaringan, vasokonstriksi, dan propagasi dari agregrasi platelet- leukosit insitu. Hal ini merupakan faktor yang berkontribusi penting dalam terjadi NSTEMI dan menjadi target dan farmakoterapi (Fuster et al, 2008).

2.3.3 Diagnosis Non ST Elevasi Miokard Infark

Untuk dapat menegakkan diagnosis dari Non ST elevasi miokard infark, hampir sama dengan angina pektoris tak stabil. Namun hasil yang akan diperoleh tentu berbeda. Beberapa cara untuk menegakkan diagnosisnya adalah sebagai berikut :

o Anamnesis

Saat anamnesis dapat ditanyakan keluhan pasien, gejala klinis dari pasien dengan non ST elevasi miokard infark adalah :

 nyeri dada yang terjadi > 20 menit saat istirahat

 post – miokard infark angina

 nyeri dada yang dapat menyebar hingga ke lengan kiri, leher atau rahang yang dapat terjadi secara hilang timbul atau menetap (Hamm et al, 2011)

o Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, NSTEMI terkadang dapat ditemui dalam keadaan normal. Tujuan utama dari pemeriksaan fisik ini adalah untuk memisahkan penyebab nyeri dada akibat penyakit jantung, gangguan jantung non iskemia seperti emboli pulmonal, perikarditis, penyakit katup jantung atau non- penyakit jantung, seperti pnemotoraks, pneumonia atau efusi pleura (Hamm et al, 2011).


(23)

Pada pemeriksaan elektrokardiogram ini dapat dilakukan saat pasien masuk di unit gawat-darurat atau saat kontak pertama sebelum sampai rumah sakit. Karakteristik dari hasil elektrokardiogram pada NSTEMI adalah depresi ST segmen atau transien elevasi dan/atau perubahan gelombang T (Hamm et al, 2011).

Deviasi segmen ST merupakan hal penting dalam menentukan resiko pada pasien. Peningkatan resiko yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST (Alwi, Harun, 2006).

o Pemeriksaan biokimia

Troponin jantung dapat membantu cukup besar dalam menentukan diagnosis, mengukur resiko, dan memisahkan kemungkinan NSTEMI dengan angina pektoris tak stabil. Troponin lebih spesifik dan sensitif dibandingkan dari pemeriksaan enzim jantung seperti kreatinin kinase, isoenzim MB (CK-MB) dan myoglobin (Hamm et al, 2011).

Pada pasien dengan miokard infark peningkatan awal dari troponin terjadi dalam kurang lebih 4 jam saat gejala terjadi. Troponin dapat meningkat selama dua minggu akibat proteolisis dari aparatus kontraktil. Elevasi dari troponin menunjukan adanya kerusakan selular, dimana pada NSTEMI dapat terjadi akibat embolisasi distal dari trombus kaya platelet yang berasal dari ruptur atau erosi plak (Hamm et al, 2011).

o Tehnik pencitraan non-invasif

Dalam tehnik pencitraan non invasif, ekokardiografi adalah alat yang paling banyak beredar luas dan tersedia. Fungsi sistolik ventrikel kiri sangat penting untuk prognosis bagi pasien dengan penyakit jantung koroner dan dapat dengan mudah dan akurat diperiksa melalui ekokardiografi (Hamm et al, 2011).

Pemeriksaan pencitraan non-invasif lainnya adalah cardiac magnetic resonance imaging, merupakan teknik pencitraan yang dapat mengintegrasi fungsi dan perfusi jantung. Selain itu juga dapat mendeteksi jaringan parut pada sesi


(24)

pertama, namun alat ini belum tersedia di berbagai pusat kesehatan dan belum banyak tersebar luas (Hamm et al, 2011).

o Tehnik pencitraan invasif

Angiografi koroner merupakan salah satu contoh pemeriksaan dengan teknik pencitraan secara invasif. Angiografi koroner dapat memberikan informasi terhadap keberadaan dan keparahan penyakit ini. Angiografi koroner juga menjadi baku emas pemeriksaan Sindroma Koroner Akut (Hamm et al, 2011).

Pemeriksaan ini direkomendasikan untuk melakukan angiogram sebelum dan sesudah pemberian vasodilator, seperti nitrat untuk mengetahui kejadian vasokonstriksi dan hilangnya vasokontriksi pada Sindroma Koroner Akut. Tindakan ini dilakukan hanya pada pasien yang beresiko tinggi dan diagnosis belum dapat ditegakkan oleh pemeriksaan sebelumnya (Hamm et al, 2011).

2.3.4 Penatalaksanaan Non ST Elevasi Miokard Infark o Agen anti iskemia

Obat anti iskemia ini berfungsi untuk menurunkan kebutuhan oksigen di miokard dengan cara menurunkan denyut jantung, tekanan darah dan preload, serta mengurangi kontraktilitas otot jantung. Mekanisme kerja obat anti iskemia selain mengurangi kebutuhan oksigen miokard, agen anti iskemia ini juga dapat bekerja meningkatkan jumlah oksigen ke miokard dengan vasodilatasi pembuluh darah koroner (Hamm et al, 2011).

Beberapa contoh anti iskemiaa adalah beta bloker, nitrat dan bloker kanal kalsium. Beta bloker bekerja dengan menginhibisi efek sirkulasi katekolamin dan menurunkan konsumsi oksigen miokard dengan mengurangi denyut jantung, tekanan darah dan kontraktilitas. Beta bloker banyak digunakan pada pasien rawat inap di rumah sakit (Hamm et al, 2011).

Nitrat memiliki efek sebagai venodilator yang akan mengurangi preload jantung dan volume diastolik akhir ventrikel kiri sehingga akan mengurangi konsumsi oksigen. Pada pasien dengan NSTEMI yang dirawat di rumah sakit,


(25)

pemberian nitrat dengan intravena lebih efektif dibandingkan nitrat dengan sublingual (Hamm et al, 2011).

Nitrat juga dapat meningkatkan aliran darah koroner dan mencegah vasospasme melalui vasodilator koroner. Selain itu, nitrat juga dapat diberikan pada pasien Sindroma Koroner Akut dengan gagal jantung atau hipertensi berat (Lilly, 2011).

Bloker kanal kalsium merupakan obat vasodilator yang memiliki efek langsung pada konduksi atrioventrikular dan denyut jantung. Terdapat tiga sub-bagian dari bloker kanal kalsium yang memilki perbedaan dari struktur kimia dan memiliki efek farmakologi yang berbeda, seperti dihidropiridin (nifedipine), benzotiapin (diltiazem) dan feniletilamin (verapamil) (Hamm et al, 2011).

o Agen anti platelet

Aktivasi dan agregasi platelet memegang peranan penting dalam patogenesis Sindroma Koroner Akut, sehingga proses ini dijadikan salah satu target dalam pengobatan Sindroma Koroner Akut. Beberapa contoh agen antiplatelet, yaitu aspirin, P2Y12 inhibitor reseptor, glikoprotein IIb/IIIa inhibitor reseptor (Hamm et al, 2011).

o Antikoagulan

Penggunaan antikoagulan dalam pengobatan NSTEMI ini untuk menginhibisi generasi dan aktivasi trombin dengan cara mengurangi proses yang berhubungan dengan trombus. Beberapa contoh antikoagulan yang digunakan adalah fondaparinux, low molecular weight heparin, unfractioned heparin, dan

bivalirudin. Penggunaan obat antikoagulan dapat dikombinasikan dengan antiplatelet (Hamm et al, 2011).

o Revaskularisasi pembuluh darah koroner

Revaskularisasi ini dapat menggunakan percutaneous coronary intervention, coronary artery bypass surgery. Tindakan ini dilakukan untuk


(26)

mengurangi gejala, dan lama rawat di rumah sakit, serta meningkatkan prognosis (Hamm et al, 2011).

2.4 ST Elevasi Miokard Infark

2.4.1 Definisi ST Elevasi Miokard Infark

Definisi dari ST elevasi miokard infark adalah nyeri dada dengan gambaran elektrokardiogram elevasi segmen ST (Hamm et al, 2011).

2.4.2 Patogenesis ST Elevasi Miokard Infark

Mekanisme terjadinya ST elevasi miokard infark sama dengan mekanisme terjadinya Sindroma Koroner Akut lainnya yang sudah dijelaskan sebelumnya.

2.4.3 Diagnosis ST Elevasi Miokard Infark o Anamnesis

Melalui anamnesis dapat ditanyakan gejala klinis pasien, seperti rasa tidak enak atau nyeri di bagian dada, seperti ditekan, sakit, atau sensasi terbakar. Rasa tidak enak ini dapat menyebar ke leher, punggung atau lengan dan menetap. Pada beberapa kejadian dapat ditemukan sinkop, agitasi dan palpitasi (Fuster et al, 2008).

o Pemeriksaan fisik

Melalui pemeriksaan fisik juga dapat ditemukan rasa tidak nyaman dan kecemasan. Apabila ada disfungsi ventrikel kiri dapat terdengar suara jantung ketiga dan takikardi. Pada pasien dengan infark ventrikular dapat ditemukan peningkatan tekanan vena jugular (Fuster et al, 2008).

o Elektrokardiogram

Pada pemeriksaan elektrokardiogram ini dapat ditemukan gambaran peningkatan puncak gelombang T, yang diikuti dengan elevasi segmen ST.


(27)

Gambaran segmen ST yang menetap setelah pengembalian aliran darah arteri koroner, menandakan gagalnya perfusi miokard dan berhubungan dengan prognosis yang buruk (Fuster et al, 2008).

o Pemeriksaan biokimia jantung

Pemeriksaan creatinin kinase dan isoenzimnya CK-MB , troponin I dan troponin T, myoglobin, aspartat aminotransferase, dan laktat dehidrogenase. Troponin jantung lebih sering digunakan sebagai penanda kerusakan miokard karena memilki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi. CK-MB adalah alternatif lainnya jika pemeriksaan troponin tak tersedia (Fuster et al, 2008).

Pemeriksaan mioglobin dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam. Pemeriksaan creatinin kinase meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. Sedangkan pemeriksaan laktat dehidrogenase meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari (Alwi, 2006).

2.4.4 Penatalaksanaan ST Elevasi Miokard Infark

Untuk kegawat-daruratan penanganan dari ST elevasi miokard infark ini, dapat diberikan oksigen kadar rendah melalui nasal kanula, diberikan selama 24-48 jam atau beberapa hari setelah miokard infark (Fuster et al, 2008).

Aspirin dapat digunakan untuk mengurangi mortalitas pada miokard infark dan harus diberikan awal dan dilanjutkan pada pasien Sindroma Koroner Akut. Beta bloker juga dapat diberikan untuk membantu mengurangi mortalitas. Analgesik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri dada dapat diberikan secara bolus intravena 1-2 mg. Analgesia yang dipakai adalah morfin, sehingga penggunaannya harus diperhatikan (Fuster et al, 2008).

Nitrat dapat diberikan secara intravena untuk mendapatkan efek yang lebih baik. Heparin sebagai antikoagulan juga penting dalam penatalaksanaan STEMI.


(28)

Jenis heparin yang sering digunakan adalah unfractioned heparin dan low molecular weight heparin (Fuster et al, 2008).

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna. Untuk melakukan reperfusi perlu dipertimbangkan waktu dan onset gejala, resiko mortalitas STEMI, dan resiko perdarahan (Alwi, 2006).

2.5 Penatalaksanaan Sindroma Koroner Akut o Anti-iskemiaa

Beta bloker dapat mengurangi kerja saraf simpatetik ke otot jantung, mengurangi kebutuhan oksigen dan berkontribusi untuk kestabilan elektris. Penggunaan beta bloker biasanya digunakan dalam 24 jam pertama untuk mendapatkan target frekuensi jantung mendekati 60 kali/menit (Lilly, 2011).

Nitrat dapat mengurangi gejala angina dengan venodilatasi, dimana akan mengurangi kebutuhan oksigen dengan mengurangi darah yang kembali melalui vena ke jantung, sehingga mengurangi preload dan stress atau pajanan ke dinding jantung (Lilly, 2011).

Nitrat juga dapat meningkatkan aliran pembuluh darah koroner dan mencegah vasospasme melalui vasodilatasi pembuluh darah koroner. Selain untuk menghilangkan gejala angina, nitrat juga dapat digunakan pada pasien Sindroma Koroner Akut dengan gagal jantung dan hipertensi berat (Lilly, 2011).

o Antagonis kanal kalsium

Antagonis kanal kalsium seperti verapamil dan diltiazem dapat mengurangi gejala dengan mengurangi frekuensi denyut jantung serta kontraktilitas melalui efek vasodilatasi (Lilly, 2011).

o Anti trombotik

Tujuan pemberian antitrombotik termasuk juga antiplatelet dan antikoagulan untuk mencegah efek lebih lanjut dari oklusi parsial yang ada di trombus intrakoroner (Lilly, 2011).


(29)

o Antiplatelet

Aspirin bekerja dengan mencegah sintesis platelet tromboksan A2, dimana tromboksan A2 merupakan mediator aktivasi platelet dan aspirin merupakan salah satu intervensi yang paling penting untuk mengurangi mortalitas pada seluruh pasien dengan Sindroma Koroner Akut. Aspirin harus diberikan segera kepada pasien dengan gejala Sindroma Koroner Akut tanpa kontraindikasi (Lilly, 2011).

Klopidogrel merupakan derivat tienopiridin yang dapat memblok aktivasi P2Y, reseptor ADP pada platelet. Direkomendasikan untuk menggantikan agen antiplatelet pada pasien dengan alergi terhadap aspirin. Terlebih lagi, penggunaan kombinasi antara aspirin dengan klopidogrel lebih baik dibandingkan dengan pemberian aspirin saja dalam mengurangi kematian akibat penyakit kardiovaskular (Lilly, 2011).

Prasurgel merupakan salah satu dari derifat tienopiridine lainnya, dimetabolisme lebih efisien dan memiliki efek antiplatelet yang lebih baik. Bila dibandingkan klopidogrel, prasurgel telah menunjukkan penurunan kejadian Sindroma Koroner Akut yang telah dilakukan percutaneus coronary intervention

namun dengan peningkatan resiko perdarahan (Lilly, 2011).

Antagonis glikoprotein IIb/IIIa dimana termasuk antibodi monoklonal abciximab dan molekul kecil eptifibatide dan tirofiban adalah agen antiplatelet yang poten untuk memblok agregasi platelet jalur final. Obat ini efektif untuk mengurangi efek samping pada pasien Sindroma Koroner Akut yang telah dilakukan percutaneous coronary intervention (Lilly, 2011).

o Antikoagulan

Unfractioned heparin bekerja dengan berikatan dengan antitrombin yang meningkatkan potensi plasma protein sangat baik pada proses inaktivasi pembentukan pembekuan trombin. Obat ini juga menginhibisi faktor koagulasi Xa dan memperlambat pembentukan trombin (Lilly, 2011).

o Fibrinolitik

Obat fibrinolitik ini bekerja dengan mempercepat lisisnya oklusi dari trombus lumen intrakoroner, sehingga mengembalikan aliran darah dan membatasi


(30)

kerusakan otot jantung. Beberapa contoh obat fibrinolitik ini adalah alteplase (tPA), reteplase (rPA), tenecteplase(TNK-tPA), dan streptokinase (Lilly, 2011).

o Terapi reperfusi

Alternatif pengobatan lainnya adalah, percutaneous coronary intervention

suatu metode untuk mengembalikan perfusi koroner dan mendapatkan aliran darah yang optimal pada pembuluh darah yang infark. Terapi ini digunakan apabila pada pasien yang sebelumnya telah diberikan terapi fibrinolisis namun tidak menunjukkan perbaikan yang adekuat (Lilly, 2011).

2.6 Prognosis Sindroma Koroner Akut

Pasien dengan Sindroma Koroner Akut dapat memiliki prognosis yang berbeda. Pada pasien Sindroma Koroner Akut dengan peningkatan konsentrasi troponin terdapat peningkatan mortalitas pada hari ke 30 atau 6 bulan. Adanya elevasi dari segmen ST merupakan prediktor kuat untuk menentukan prognosis (Scottish, 2013).

2.7 Komplikasi Sindroma Koroner Akut o Iskemia yang berulang

o Aritmia, seperti fibrilasi ventrikel, aritmia supraventrikular, blok konduksi o Gagal jantung kongestif

o Syok kardiogenik o Infark ventrikel kanan

o Komplikasi mekanis , seperti ruptur otot papilari,rupture septal ventrikel o Perikarditis


(31)

Tabel 2.1 Obat-obatan Sindroma Koroner Akut

No Jenis penyakit Gol.Obat Jenis Obat Cara Pemberian 1. Angina tak

stabil

Nitrat Isorbida dinitrat

Intravena

Beta – Bloker Metoprolol Intravena dan Oral Antagonis

kalsium

Nifedipin Oral

Anti agregasi trombosit

Aspirin Oral

Tiklodipin Oral Antikoagulan Heparin (UFH) Intravena

Fondafarinux Intravena dan Subkutan

Klopidogrel Oral

2. STEMI Nitrat Nitrogliserin Intravena dan Oral Beta – Bloker Metoprolol Intravena dan Oral Antikoagulan Heparin (UFH) Intravena

Fondafarinux Intravena dan Subkutan

Enoxaparin Intravena dan Subkutan

Fibrinolitik Activator Plasminogen

Intravena


(32)

Antiagregasi trombosit

Aspirin Oral

3. NSTEMI Nitrat Isorbida dinitrat

Oral dan sublingual

Nitrogliserin Intravena

Beta –Bloker Metoprolol Intravena dan Oral Kalsium

antagonis

Verapamil Oral

Diltiazem Oral Antikoagulan Heparin (UFH) Intravena

Enoksaparin Intravena Fondaparinux Intravena Anti agregasi

trombosit

Aspirin Oral

Klopidogrel Oral

Sumber : Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan Sindroma Koroner Akut pada di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2009


(33)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka konsep

Berdasarkan tujuan penetilian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

3.2. Definisi operasionil

a. Sindroma Koroner Akut : Pasien yang di rawat inap dengan angina pektoris tak jjjjjjjjjjjjjjjjjjjstabil, non ST elevasi miokard infark dan ST elevasi pppppppppppmiokard infark berdasarkan pada diagnosis dokter yang merawat nnnnnnnnnnndengan pemeriksaan tambahan yang diperlukan dan tercatat dalam nnnnnnnnnnnrekam medis pada tahun 2011.

b. Umur : Usia penderita Sindroma Koroner Akut yang dihitung berdasarkan jiiiijijjjijjijijijulang tahun terakhir saat dilakukan diagnosis dan tercatat dalam qqqqqqqqqqqrekam medis pada tahun 2011.

Sindroma Koroner Akut

• Angina pektoris tidak stabil

• STEMI • NSTEMI

Karakteristik:

• Umur

• Jenis Kelamin

• Jenis Obat

a. Obat-obatan Standard b. Obat-obatan tambahan • Biaya Obat


(34)

Yang dikategorikan dalam skala ordinal, yaitu : 1. ≤ 40 tahun

2. 41 – 50 tahun 3. 51 – 60 tahun 4. 61 – 70 tahun 5. ≥ 70 tahun

c. Jenis kelamin : Identitas penderita Sindroma Koroner Akut yang dibedakan jijijijijijijijijijijijijiijijmenjadi pria dan wanita dan tercatat dalam rekam medis pada jjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj tahun 2011.

d. Jenis obat : Jenis obat-obatan yang digunakan digunakan pada pasien rawat hihijhjijijijjijjijijjjinap dengan Sindroma Koroner Akut dan tercatat dalam rekam nnnnnnnnnnnnnn medis pada tahun 2011.

Yang dikategorikan dengan skala nominal, yaitu :

1. Obat- obatan Standard Sindroma Koroner Akut : obat-obatan yang hhh jkjjdigunakan pada pasien Sindroma Koroner Akut

o Anti iskemia o Antikoagulan o Antiplatelet

o Trombolitik/fibrinolitik

1. Obat-obatan Tambahan adalah obat-obatan yang digunakan pada pasien selain obat-obatan utama.

e. Biaya obat : Biaya pengeluaran dana untuk pembelian obat-obatan yang hhhhhhhhhhhhhhhhdibutuhkan pasien rawat inap dengan Sindroma Koroner Akut hhhhhhhhhhhhhhhhberdasarkan harga yang tertera pada data yang diperoleh dari nnnnnnnnnnnnnnnnSistem Informasi Rumah Sakit.


(35)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan desain

Cross Sectional.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan selama 1 bulan dari bulan Agustus sampai September 2013

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

4.3 Populasi Dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh pasien Sindroma Koroner Akut yang di rawat inap di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan selama satu tahun ( Januari 2011 – Desember 2011 ).

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini dapat dihitung dengan rumus

n = Z∝2PQ d2

n = (1,96)2x 0,50 x (1- 0,50) = 97 (0,10)2


(36)

4.4 Metode Pengumpulan Data

Data pada penelitian ini adalah menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien, kemudian di catat sesuai dengan variabel yang di butuhkan. Jenis data sekunder yang di kumpulkan adalah

o Jenis Sindroma Koroner Akut yang di derita oleh pasien dan komplikasinya

o Obat-obatan yang di gunakan untuk pasien rawat inap dengan Sindroma Koroner Akut

o Sosiodemografi (umur, jenis kelamin). 4.5 Metode analisis data

Data yang dikumpulkan akan di periksa dan diolah dengan bantuan program komputer dan disajikan dalam bentuk tabel.


(37)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak tanggal 28 Agustus sampai dengan 25 September 2013 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Bagian Pengolahan Data dan Rekam Medik dan di bagian Sistem Informasi Rumah Sakit.

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik ini beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17, Medan, terletak di kelurahan Kemenangan, kecamatan Medan

Tuntungan.

RSUP H. Adam Malik merupakan Rumah Sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VIII/1990, yang berarti memiliki fasilitas yang lengkap, dokter-dokter spesialis dan tenaga kesehatan yang terampil. Di samping itu, RSUP H. Adam Malik adalah Rumah Sakit Rujukan untuk wilayah

pembangunan A yang meliputi Propinsi Sumatera. Data penelitian ini diambil dari bagian Pengolahan Data dan Rekam Medik dan bagian Sistem Informasi Rumah Sakit.

5.2 Karakteristik Penderita Sindroma Koroner Akut

Pada tahun 2011, jumlah penderita Sindroma Koroner Akut di RSUP H. Adam Malik Medan tercatat sebanyak 97 kasus, dengan jumlah laki – laki 75 kasus (77 %) dan perempuan 21 kasus (23%), hal ini dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Jenis Kelamin Sindroma Koroner Akut

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

Laki-laki 75 77%

Perempuan 22 23%

Total 97 100%


(38)

Dalam 97 kasus Sindroma koroner Akut di tahun 2011, didapati sebaran kelompok usia dibawah 40 tahun sebanyak 4 orang (4,1%), usia 41-50 tahun sebanyak 32 orang (32,9%), usia 51-60 sebanyak 38 orang (39,1%),usia 61-70 tahun sebanyak 18 orang (18,5%) dan diatas 70 tahun sebanyak 5 orang (5,4%).

Tabel 5.2 Usia penderita Sindroma Koroner Akut

Usia Penderita Frekuensi Persentase

<40 tahun 4 4,1%

41-50 tahun 32 32,9%

51-60 tahun 38 39,1%

61-70 tahun 18 18,5%

>70 tahun 5 5,4%

Total 97 100%

5.2.2 Diagnosis Sindroma Koroner Akut

Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian rekam medis, tercatat jumlah penderita unstable angina pectoris (UAP) 54 kasus (55,6%), NSTEMI sebanyak 30 kasus (31,9%), dan STEMI sebanyak 13 kasus (13,4%).

Tabel 5.3 Diagnosis Sindroma Koroner Akut

Diagnosis Frekuensi Persentase

Unstable Angina Pectoris NSTEMI

STEMI

54 30 13

55,6% 31,9% 13,4%

Total 97 100%


(39)

Menurut data yang diperoleh, lama Rawat Inap Pasien Sindroma Koroner Akut Dari keseluruhan pasien sindroma koroner yang dirawat inap 2 hari sebanyak 24 kasus (24,7%), 3 hari sebanyak 17 kasus (17,5%), 4 hari sebanyak 18 kasus (18,5%), 5 hari sebanyak 13 kasus (13,4%), 6 hari sebanyak 6 kasus (6,2%), 7 hari sebanyak 1 kasus (1,1%), 8 hari 3 kasus (3,1%), 9 hari 2 kasus (2,1%), 10 hari 3 kasus (3,1%) dan 12 hari 10 kasus (10,3%). Rata-rata lama rawat inap pasien adalah sebesar 4,8 hari.

Tabel 5.4. Lama Rawat Inap Pasien

Lama Rawat Inap Frekuensi Persentase

2 Hari 3 hari 4 hari 5 hari 6 hari 7 hari 8 hari 9 hari 10 hari 12 hari

24 17 18 13 6 1 3 2 3 10 24,7% 17,5% 18,5% 13,6% 6,2% 1,1% 3,1% 2,1% 3,1% 10,3%

Total 97 100%

5.3 Pemberian Obat jantung pada Pasien dengan Sindroma Koroner Akut Berdasarkan penelitian dari 97 peserta Sindroma Koroner Akut penggunaan obat-obatan jantung untuk Sindroma Koroner Akut, yaitu : Ace Inhibitor 202 buah (11,4%), Anti agregasi trombosit 254 buah (14,3%), Diuretik 339 buah (19,1%), Nitrat 743 buah (42%), Antikoagulan 127 buah (7,1%), beta bloker 87 buah (5%), Antagonis kalsium 21 buah (1,2%) pada pasien rawat inap, dapat dilihat pada tablet 5.5


(40)

Nama Jenis Obat Frekuensi Persentase Ace-Inhibitor

Anti agregasi trombosit Diuretik Nitrat Antikoagulan Beta bloker Antagonis kalsium 202 254 339 743 127 87 21 11,4% 14,3% 19,1% 42% 7,1% 5% 1,2%

Total 1773 100%

5.3.1 Pemberian Obat-obatan Non Jantung pada pasien Sindroma Koroner Akut

Berdasarkan penelitian dari 97 peserta Sindroma Koroner Akut penggunaan obat-obatan non jantung untuk Sindroma Koroner Akut adalah kristalloid 332 buah (48%), anti histamin 206 buah (29,7%), antibiotik 57 buah (8,3%), antiemetik 4 buah (0,5%), adrenergik 94 buah (13,5%) pada pasien rawat inap, dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut.

Tabel 5.6 Obat-obatan non jantung pada pasien sindroma koroner akut

Nama Jenis Obat Frekuensi Persentase

Kristalloid Antihistamin Antibiotik Antiemetik Adrenergic 332 206 57 4 94 48% 29,7% 8,3% 0,5% 13,5%


(41)

5.4 Biaya Obat Pada Pasien Rawat inap dengan Sindroma Koroner Akut Dari hasil penelitian 97 penderita Sindroma Koroner Akut diperoleh data biaya untuk pengobatan sindroma koroner akut adalah dengan total biaya tertinggi Rp.37.736.508,-, biaya terendah Rp.725.514,-, sedangkan biaya total rata-rata Rp.12.283.129,-. Dapat dilihat dalam tabel berikut.

5.5 Pembahasan

Pada tahun 2011, jumlah penderita Sindroma Koroner Akut di RSUP H. Adam Malik Medan berjumlah 97 pasien. Hanum Sesari (2010) mendapatkan angka kejadian 92 penderita di RSUP H. Adam Malik medan pada tahun 2009. Hasil yang berbeda mungkin dikarenakan perubahan gaya hidup, serta tingkat pengetahuan pada masyarakat yang membuat lebih banyak angka kejadian Sindroma Koroner Akut.

Berdasarkan data yang diperoleh, keseluruhan penderita Sindroma Koroner Akut didapati laki-laki lebih banyak menderita penyakit ini, 75 kasus (77%) dari keseluruhan kasus (97 kasus). Sedangkan perempuan sebanyak 22 kasus (23%). Hal ini ditemukan pada penelitian yang sebelumnya dilakukan Nurulita, Bahrun, Arif, (2011) yang juga menemukan bahwa laki-laki lebih banyak menderita Sindroma Koroner Akut dibandingkan perempuan.


(42)

Pada seluruh penderita Sindroma Koroner Akut didapati paling banyak didiagnosis dengan UAP (unstable angina pectoris) sebanyak 54 kasus dari keseluruhan kasus (97 kasus), sedangkan NSTEMI 30 kasus (31,9%) dan STEMI 13 kasus (13,4%). Hanum Sesari (2010) di RSUP H.Adam Malik mendapatkan dari 92 penderita paling banyak didapati didiagnosis dengan STEMI sebanyak 49 kasus (53,3%), NSTEMI 30 kasus (32,6%) dan UAP (unstable angina pectoris) 13 kasus (14,1%).

Menurut data yang diperoleh, usia penderita Sindroma Koroner akut, jumlah usia terbanyak adalah pada sebaran kelompok usia 51-60 tahun, yaitu 38 orang (39,1%). Hal ini juga ditemukan pada penelitian Nurulita, Bahrun, Arif, (2011) yang menunjukkan usia penderita Sindroma Koroner Akut paling banyak diatas 55 tahun (63,6%).

Lama rawat inap pasien dengan sindroma koroner akut di RSUP H. Adam Malik tahun 2011 didapatkan selama 2 sampai 12 hari dan yang memilki frekuensi terbanyak adalah lama rawat inap selama 2 hari sebanyak 24 kasus (24,7%). Rata-rata lama rawat inap pasien sekitar 4,8 hari.

Berdasarkan penelitian dari 97 peserta Sindroma Koroner Akut penggunaan obat-obatan jantung untuk Sindroma Koroner Akut paling sering adalah golongan nitrat, sebanyak 743 buah (42%), dan golongan diuretik sebanyak 339 buah (19,1%).

Penggunaan obat-obatan non jantung untuk Sindroma Koroner Akut yang paling banyak adalah golongan kristalloid sebanyak 332 buah (48%), dan golongan anti histamine sebanyak 206 buah (29,7%). Penggunaan Obat-obatan non jantung ini untuk membantu kesembuhan dari pasien dan juga untuk membantu efek kerja dari obat jantung.


(43)

Biaya rawat inap pasien didapatkan total biaya paling tinggi adalah Rp.37.736.508,-, biaya total rata-rata Rp.12.283.129,-, sedangkan total biaya terendah Rp.725.514,-. Perbedaan biaya ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, lama rawat inap, jenis pengobatan yang diterima, jenis kelas kamar rawat inap, dan jenis pemeriksaan yang dilakukan.


(44)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

1. Penelitian ini telah diteliti sebanyak 97 penderita sindroma koroner akut di RSUP H. Adam Malik medan dalam periode 1 Januari 2011 sampai 31 Desember 2011.

2. Sindroma koroner Akut dibagi menjadi 3, dengan diagnosis STEMI, NSTEMI, UAP (unstable angina pectoris) dengan frekuensi terbanyak adalah UAP (unstable angina pectoris) sebanyak 54 kasus.

3. Penderita yang paling banyak mengidap penyakit ini adalah laki-laki sebanyak 75 kasus.

4. Penyakit Sindroma Koroner Akut ini terjadi paling banyak pada usia 51-60 tahun sebanyak 38 kasus.

5. Lama rawat inap pasien dengan Sindroma Koroner Akut, frekuensi terbanyak adalah 2 hari sejumlah 24 kasus, sedangkan rata-rata lama rawat inap pasien sekitar 4,8 hari.

6. Penggunaan obat-obatan jantung untuk Sindroma Koroner Akut paling sering adalah golongan nitrat sebanyak 743 buah dan golongan diuretik sebanyak 339 buah.

7. Penggunaan obat-obatan non jantung untuk Sindroma Koroner Akut paling banyak adalah golongan kristalloid sebanyak 332 buah dan golongan anti histamine sebanyak 206 buah.

8. Biaya rawat inap pasien dengan Sindroma Koroner Akut didapatkan total biaya paling tinggi adalah Rp.37.736.508,-, biaya total rata-rata


(45)

6.2 Saran

1. Untuk mengurangi angka kejadian sindroma koroner akut, maka perlu disarankan kepada penderita agar selalu melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, terutama pemeriksaan kesehatan jantung. 2. Pemerintah, dokter, petugas kesehatan, dan masyarakat perlu

beekerjasama untuk menjelaskan cara-cara yang perlu dilakukan sebagai pencegahan agar terhindar dari sindroma koroner akut maupun

komplikasi dari sindroma koroner akut.

3. Masyarakat perlu melakukan pemeriksaan kesehatan dan pemeriksaan penunjang lainnya terutama pada kelompok usia >40 tahun dan berjenis kelamin laki-laki untuk menghindari terjadinya sindroma koroner akut.


(46)

Daftar Pustaka

Alexander, K.P., et al., 2007. Acute coronary care in the elderly, part I non-ST-segment-elevation acute coronary syndromes. A scientific Statement for Healthcare Professionals From the American Heart Association Council on Clinical Cardiology. circulation 2007;115: 2551

Alwi I., 2009. Infark miokard akut dengan elevasi ST. Dalam: Sudoyo A.W., Setiohadi B., Alwi I., Simadibrata M.K., Setiati S., 2009. Ilmu penyakit dalam: Edisi ke 5. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 1744-1746.

Bassand J.P., Hamm C.W., Ardissino D., et al. 2007. Guideline for the diagnosis and treatment of non-ST segment acute coronary syndrome. Dalam: Hanum S.F.K., 2009. Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan Sindroma Koroner Akut pada di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2009. USU Institutional repository

Cunha J.P., Kulick D.L., Stoppler M.C., 2013. Angina pectoris. WebMD.

Available from :

22 Mei 2013]

Departemen Kesehatan Indonesia. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Departemen Kesehatan Indonesia

Fuster V., et al., 2008. Hurst’s the heart : edisi 12. Mc.Graw hill. China, 1353- 1381.

Hamm C.W., et al., 2011. Guideline for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation.

The task Force for the management of of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation of the European Society of Cardiology. Eur Heart J 2011; 32:3004-3022.


(47)

Hanum S.F.K., 2009. Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan Sindroma Koroner Akut pada di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2009. USU Institutional repository

Harun S. dan Alwi I., 2009. Infark miokard akut tanpa elevasi ST. Dalam: Sudoyo A.W., Setiohadi B., Alwi I., Simadibrata M.K., Setiati S., 2009. Ilmu penyakit dalam: Edisi ke 5. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 1758-1761.

Ismantri, F., 2009. Prevalensi Penderita Penyakit Jantung Koroner yang Menjalani Intervensi Koroner Perkutan di Rumah Sakit Binawaluya tahun 2008-2009. Jakarta: Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah..

Lilly, L S., 2011.Pathophysiology of Heart Disease: Edisi 5.Lippincott Williams&Wilkins.Philadelphia, 177-183.

Nielsen K., Faergeman O., Larsen M.L., and Foldspang A., 2006. "Danish singles have a two fold risk of acute coronary syndrome. Dalam: Nurulita A, Bahrun U., Arif M., 2011. Perbandingan Kadar Apolipoprotein B dan Fraksi Lipid Sebagai Faktor Resiko Sindroma Koroner Akut. JST Kesehatan 2011; 1: 95 Riedker P.M., Libby P., 2007. Risk Factor for atherotrombotic Disease. In: Zipes

D.P., Libby P., Bonow R.O, Braunwald E, editor. Braunwald Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine, seventh edition. Dalam: Hanum S.F.K., 2009. Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan Sindroma Koroner Akut pada di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2009. USU Institutional repository

Santoso M, Setiawan T, 2005. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran No. 147. 5-8.

Scottish Intercollegiate Guidelines Network., 2013. Acute Coronary Syndromes. Scottish Intercollegiate Guidelines Network.


(48)

Svarovskaia E, Xu Z, et al., 2004. Human Apolipoprotein B mRNAediting Enzyme-catalytic Polypeptide-like 3G (APOBEC3G) Is Incorporated into

HIV-1 Virions through Interactions with Viral and Non Viral RNAs. Dalam: Nurulita A., Bahrun U., Arif M., 2011. Perbandingan Kadar Apolipoprotein B dan Fraksi Lipid Sebagai Faktor Resiko Sindroma Koroner Akut. JST Kesehatan 2011; 1: 95

Terkelsen C.J., Lassen J.F., Norgard B.L., et al. 2005. Mortality rates in patients with ST-elevation vs non-ST elevation acute myocardial infarction : observations from unselected cohort. Dalam: Hanum S.F.K., 2009.

Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan Sindroma Koroner Akut pada di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2009. USU Institutional repository

Trisnohadi H.B., 2009. Angina Pektoris Tak Stabil. Dalam: Sudoyo A.W., Setiohadi B., Alwi I., Simadibrata M.K., Setiati S., 2009. Ilmu penyakit dalam: Edisi ke 5. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 1729-1732.


(49)

(50)

(51)

(52)

(53)

HEALTH RESEARCH ETHICAL COMMITTEE Of North Sumatera

c/o MEDICAL SCHOOL, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Jl. Dr. Mansyur No. 5 Medan, 20155 – INDONESIA

Tel: +62-61-8211045; 8210555 Fax: +62-61-8216264, E-mail: komet_fkusu@yahoo.com

FORMULIR ISIAN OLEH PENELITI

Nama lengkap anda :

Alamat (harap ditulis dengan lengkap) :

Telp/Fax/HP/E-mail/lain-lain : Raisa Khairuni

1

Jl. Kenanga Sari no.35 pasar 6 tanjung sari 2


(54)

Alamat lain yang dapat dihubungi :

Telp/Fax/HP/E-mail/lain-lain :

Nama Institusi Anda (tulis beserta alamatnya) :

Judul Penelitian :

DAFTAR PERTANYAAN :

1. Subyek yang digunakan pada penelitian Anda :

penderita Non Penderita Hewan

2. Jumlah Subyek yang digunakan dalam penelitian Anda : 97 rekam medis(orang/ekor/lain-lain)*

3. Keterangan menggunakan data dari rekam medis 3

4

5

6

7

08388122274 / neny.raisa@yahoo.com

-

-

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan sindroma Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2011 3

4

5

6


(55)

4. Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini (pekiraan) untuk setiap subjek : 2 bulan (detik/menit/jam/hari/bulan/tahun)*


(56)

5. Rangkaian usulan penelitian mencakup objektif penelitian manfaat/relevansi dari hasil penelitian disertai alasan/motivasi dilakukannya penelitian dan resiko yang mungkin timbul disertai cara penyelesaian masalahnya (ditulis dengan bahasa yang dapat dimengerti secara umum).

6. Apakah masalah etik menurut Anda dapat terjadi pada penelitian Anda ini : Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data yang berasal dari rekam medis, manfaat penelitian ini untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan untuk penyakit sindroma koroner akut.

7. Jika subjeknya manusia, apakah percobaan terhadap hewan sudah pernah dilakukan?. Jika tidak , sebutkan alasan mengapa langsung dilakukan terhadapa manusia ( berikan argumentasi anda secara jelas dan mudah dimengerti).

Pendataan selama rekam medis

Subjek penelitian bukan menggunakan manusia, melainkan menggunakan data sekunder yaitu berkas rekam medis dan penelitian tidak menggunakan hewan coba sebagai subjek penelitian.

8. Prosedur pelaksanaan penelitian atau percobaan(frekwensi, interval, dan jumlah total segala tindakan invasif yang dilakukan, dosis dan cara penggunaan obat, isotop, radiasi atau tindakan lainnya)sebutkan!

Prosedur penelitian tidak bersifat invasif, peneliti hanya mengambil data yang telah tersedia. Data yang diperlukan (variabel dependen maupun independen) akan dicatat melalui berkas rekam medis ke dalam formulir yang sudah disiapkan oleh peneliti dan kemudian akan dianalisi lebih lanjut.

9. Bahaya potensial yang langsung atau tidak langsung, segera atau kemudian dan cara yang digunakan guna pencegahannya (disebutkan jenis bahayanya).

10. Pengalaman terdahulu sebelum atau sesudah penelitian dari tindakan yang akan dilakukan (baik sendiri ataupun perorangan)

Identitas pasien akan terbonngkar. Untuk menghindari hal tersebut, maka akan dilakukan pencatatan identitas berupa inisial nama depan dan nomor rekam medis.


(57)

_______________________________________________________________ ______

_______________________________________________________________ ______

11. Jika penelitian dilaksanakan pada orang sakit, sebutkan apa kegunaan bagi si sakit, dan bagaimana pula kompensasi yang diberikan jika terjadi kerugian pada jiwanya.

Bermanfaat dalam menginformasikan jumlah biaya yang dibutuhkan untuk pengobatan sindroma koroner akut

12. Bagaimana cara memilih penderita dan sukarelawan yang sehat?

Berdasarkan diagnosa yang tecantum dalam berkas rekam medis oleh dokter

13. Apa hak dan kewajiban yang bisa Anda berikan sebagai jaminan dan imbalan bagi objek tersebut?. Jiak terdapat ganti rugi, sebutkan pula berapa jumlah yang diberikan!

14. Sejauh mana hubungan antara subjek manusia yang diteliti dengan peneliti? (ceklist yang benar) :

Imbalan berupa informasi hasil penelitian

a. hubungan dokter – pasien b. Hubungan guru – murid


(58)

d. Mitra e. Keluarga f. Lain-lain

15. Jelaskan cara pencatatan selama penelitian termasuk efek samping dan komplikasinya bila ada!

16. jelaskan cara memberitahu dan mengajak subjek (lampiran contoh surat persetujuan penderita)! Bila memberitahukan dan kesediannya secara lisan, tulisan atau karena sesuatu hal penderita tidak dapat diminta pernyataan ataupun persetujuannya, beri pula alasan untuk itu.

Data yang diperlukan (baik variabel independen maupun dependen) akan dicatat melalui berkas rekam medis ke dalam formulir yang sudah disiapkan oleh peneliti. Saat mengumpulkan data, bisa saja terdapat kesalahan dalam pencatatan sehingga bisa ada data yang terlewatkan.

Tidak menggunakan surat persetujuan, karena data yang digunakan merupakan data sekunder dan identitas pasien akan dirahasiakan

17. Apakah subjek diansuransikan? (pilih salah satu) a. Ya

b. tidak

Medan, 8 Juli 2013

Mengetahui, Menyatakan :


(59)

(Prof. dr. A. Afif Siregar, Sp.A(K), Sp.JP(K)) (Raisa Khairuni NIP. 195004161 97711 1 001 NIM. 100100115


(60)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Raisa Khairuni Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 4 Juli 1991

Agama : Islam

Alamat : Jl. Kenanga Sari no.35 Pasar 6 Tj. Sari, Medan 20132

Riwayat Pendidikan : 1. SDN Kayu Putih 09 pagi (1997-2003)

2. Sekolah Menengah Pertama 99 Jakarta ( 2003 – 2006)

3. Sekolah Menengah Atas 21 Jakarta (2006 – 2009)

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Hjhjhjhjhjhjhjhjhjhjhjh (2010 - sekarang)

Riwayat Organisasi : Anggota Divisi Keuangan SCORE PEMA FK USU hjhjhjhjhjhjhjhjh(2011-2012)


(61)

1. Biaya ATK

Rincian biaya penelitian

“Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan Sindroma Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada Tahun 2011”

Besarnya biaya yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian ini adalah Rp 445.000,00

Dengan rincian sebagai berikut

- Kertas HVS A4 3 RIM @Rp 35.000,00 Rp 105.000,00 - Tinta printer 2 kotak @Rp 20.000,00 Rp 40.000,00 2. Biaya Literatur

- Fotokopi bahan rujukan Rp 50.000,00

- Fotokopi lain-lain RP 150.000,00

3. Penjilidan Rp 100.000,00


(62)

LEMBAR KEGIATAN BIMBINGAN PROPOSAL PENELITIAN

NAMA : RAISA KHAIRUNI

NIM : 100100115

DOSEN PEMBIMBING : Prof. dr. A. Afif Siregar, Sp.A (K)

No. Tanggal Materi Diskusi Materi Diskusi berikutnya

Paraf

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.


(1)

_______________________________________________________________ ______

_______________________________________________________________ ______

11. Jika penelitian dilaksanakan pada orang sakit, sebutkan apa kegunaan bagi si sakit, dan bagaimana pula kompensasi yang diberikan jika terjadi kerugian pada jiwanya.

Bermanfaat dalam menginformasikan jumlah biaya yang dibutuhkan untuk pengobatan sindroma koroner akut

12. Bagaimana cara memilih penderita dan sukarelawan yang sehat?

Berdasarkan diagnosa yang tecantum dalam berkas rekam medis oleh dokter

13. Apa hak dan kewajiban yang bisa Anda berikan sebagai jaminan dan imbalan bagi objek tersebut?. Jiak terdapat ganti rugi, sebutkan pula berapa jumlah yang diberikan!

14. Sejauh mana hubungan antara subjek manusia yang diteliti dengan peneliti? (ceklist yang benar) :

Imbalan berupa informasi hasil penelitian

a. hubungan dokter – pasien

b. Hubungan guru – murid


(2)

d. Mitra e. Keluarga f. Lain-lain

15. Jelaskan cara pencatatan selama penelitian termasuk efek samping dan komplikasinya bila ada!

16. jelaskan cara memberitahu dan mengajak subjek (lampiran contoh surat persetujuan penderita)! Bila memberitahukan dan kesediannya secara lisan, tulisan atau karena sesuatu hal penderita tidak dapat diminta pernyataan ataupun persetujuannya, beri pula alasan untuk itu.

Data yang diperlukan (baik variabel independen maupun dependen) akan dicatat melalui berkas rekam medis ke dalam formulir yang sudah disiapkan oleh peneliti. Saat mengumpulkan data, bisa saja terdapat kesalahan dalam pencatatan sehingga bisa ada data yang terlewatkan.

Tidak menggunakan surat persetujuan, karena data yang digunakan merupakan data sekunder dan identitas pasien akan dirahasiakan

17. Apakah subjek diansuransikan? (pilih salah satu) a. Ya

b. tidak

Medan, 8 Juli 2013

Mengetahui, Menyatakan :


(3)

(Prof. dr. A. Afif Siregar, Sp.A(K), Sp.JP(K)) (Raisa Khairuni

NIP.195004161 97711 1 001 NIM. 100100115


(4)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Raisa Khairuni

Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 4 Juli 1991

Agama : Islam

Alamat : Jl. Kenanga Sari no.35 Pasar 6 Tj. Sari, Medan 20132

Riwayat Pendidikan : 1. SDN Kayu Putih 09 pagi (1997-2003)

2. Sekolah Menengah Pertama 99 Jakarta ( 2003 – 2006)

3. Sekolah Menengah Atas 21 Jakarta (2006 – 2009)

4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Hjhjhjhjhjhjhjhjhjhjhjh (2010 - sekarang)

Riwayat Organisasi : Anggota Divisi Keuangan SCORE PEMA FK USU hjhjhjhjhjhjhjhjh(2011-2012)


(5)

1. Biaya ATK

Rincian biaya penelitian

“Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan Sindroma Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada Tahun 2011”

Besarnya biaya yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian ini adalah Rp 445.000,00

Dengan rincian sebagai berikut

- Kertas HVS A4 3 RIM @Rp 35.000,00 Rp 105.000,00 - Tinta printer 2 kotak @Rp 20.000,00 Rp 40.000,00 2. Biaya Literatur

- Fotokopi bahan rujukan Rp 50.000,00

- Fotokopi lain-lain RP 150.000,00

3. Penjilidan Rp 100.000,00


(6)

LEMBAR KEGIATAN BIMBINGAN PROPOSAL PENELITIAN

NAMA : RAISA KHAIRUNI

NIM : 100100115

DOSEN PEMBIMBING : Prof. dr. A. Afif Siregar, Sp.A (K)

No. Tanggal Materi Diskusi Materi Diskusi berikutnya

Paraf

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.