Novozyme 435 Pembuatan Biodiesel dari Mesokarp Buah Sawit dengan Teknologi Reactive Extraction

Seperti proses ekstraksi reaktif sederhana tanpa katalis tambahan mungkin sangat mengurangi langkah-langkah pengolahan dan biaya produksi biodiesel. Dalam hal itu, n-heksana digunakan sebagai co-solvent untuk mempercepat transesterifikasi in situ. Namun, n-heksana tidak menguntungkan bagi aktivitas lipase serta pemisahan produk. Untuk menghindari penggunaan tambahan pelarut ekstraksi dan meningkatkan stabilitas lipase, DMC mungkin menjadi kandidat yang lebih baik dan sangat menjanjikan yang dapat digunakan sebagai substitusi metanol untuk akseptor asil dan pelarut ekstraksi pada saat yang sama dalam produksi biodiesel [16,40]. Sifat-sifat fisika dan kimia dimetil karbonat dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.4 Sifat-Sifat Fisika dan Kimia Dimetil Karbonat [41] Berat molekul 90,08 gmol Wujud Cairan tak berwarna Titik didih 90 o C 194 o F Titik leleh 2 o C 35,6 o F Spesific gravity 1,069 pada 20 o C Kelarutan Larut dalam air dingin, air panas Untuk produksi skala industri, bagaimanapun harus dipertimbangkan bahwa jika pelarut memiliki manfaat, itu akan menjadi solusi yang memperkenalkan masalah lain seperti pengurangan kapasitas sebagai pelarut membutuhkan volume, isu lingkungan toksisitas, emisi dan biaya pemulihan dan kerugian. Isu-isu negatif harus diimbangi dengan efek positif [42].

2.2.3 Novozyme 435

Katalis digunakan untuk meningkatkan kecepatan reaksi dan nilai yield. Klasifikasi katalis dapat berupa alkali, asam dan enzim [43]. Reaksi transesterifikasi dapat dikatalisasi baik dengan katalis homogen maupun heterogen [44]. Katalis yang sering digunakan dalam produksi biodiesel adalah katalis homogen KOH dan NaOH. Namun, penggunaan katalis homogen memiliki kelemahan yaitu pemisahan katalis dari produknya cukup rumit [45]. Sintesis biodiesel biasanya dilakukan dengan transesterifikasi dikatalisis alkali kimia atau asam, yang memungkinkan waktu reaksi singkat dan konversi yang tinggi. Namun, metode ini memerlukan pretreatment terhadap substrat yang berair dan menyebabkan kesulitan dalam memulihkan katalis dan gliserol. Hal ini juga membutuhkan banyak energi dan pengolahan produk limbah. Transesterifikasi Universitas Sumatera Utara enzimatik dapat menghindari masalah transesterifikasi kimia dengan beroperasi di bawah kondisi moderat dan enzim dapat digunakan kembali. Selain itu, tidak menghasilkan limbah [38]. Penggunaan katalis heterogen dalam produksi biodiesel dapat mengatasi kelemahan yang dimiliki oleh katalis homogen, seperti reaksi enzimatik memiliki keuntungan dari konsumsi energi yang rendah, kondisi reaksi ringan dan ramah terhadap lingkungan. Pemisahan katalis heterogen dari produknya cukup sederhana yaitu dengan menggunakan penyaringan [40,46]. Lipase telah digunakan pada tingkat industri untuk berbagai aplikasi dalam industri pengolahan makanan, farmasi dan kosmetik. Dengan kemampuannya untuk mengkatalisis berbagai reaksi, lipase adalah katalis yang cocok untuk transesterifikasi berbagai bahan baku, bahkan bahan baku dengan nilai asam tinggi, yang dianggap sebagai bahan baku berkualitas rendah [7]. Penggunaan Immobilized Lipases ILs dalam proses transesterifikasi minyak merupakan proses yang menjanjikan karena ILs lebih toleran terhadap pelarut organik, panas dan kekuatan geser serta lebih mudah dipulihkan daripada lipase bebas. Namun, biaya menjalankan proses ini masih lebih tinggi daripada katalis kimia, seperti NaOH dan H 2 SO 4. Untuk mengatasi hal ini, biaya dapat dikurangi dengan meningkatkan masa pakai lipase selama proses transesterfikasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, pelarut dapat digunakan untuk mencegah pencucian lipase dan menghilangkan efek inhibisi alkohol metanol biasanya dan gliserol [12]. Salah satu jenis enzim lipase terimmobilisasi yang telah banyak digunakan dalam produksi biodiesel yaitu Novozym 435. Novozym 435 dapat digunakan untuk mengkatalisasi transesterifikasi dan reaksi hidrolisis untuk produksi biodiesel. Novozym 435 memiliki struktur berpori dan lebih sensitif terhadap perubahan rasio mol serta dapat mencapai konversi yang tinggi dengan rasio mol, temperatur dan jumlah katalis yang lebih rendah [21]. Sifat-sifat Novozym 435 dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut. Tabel 2.5 Sifat Biokatalis Novozym 435 [21] Universitas Sumatera Utara Sifat katalis Candida antartica lipase B CALB bergerak di resin akrilik Sifat fisik Berbentuk manik-manik bulat berwarna putih Distribusi ukuran partikel : d 10 µm 252 d 50 µm 472 d 90 µm 687 Luas permukaan BET m 2 g 81,6 Volume pori total cm 3 g 0,45 Diameter pori rata-rata nm 17,7 Densitas gcm 3 1,19 Porositas 0,349 Kapasitas asam mmolg 0,436 Kehadiran kadar air secara signifikan dalam proses sintesis dapat mempengaruhi laju reaksi dan hasil. Air dapat mempengaruhi aktivitas katalitik dan stabilitas lipase. Dengan demikian diperlukan kadar air minimum dalam sistem untuk menjaga aktivitas enzim. Hal ini dikarenakan daerah antarmuka yang tersedia umumnya menentukan aktivitas enzim lipase. Kadar air terlalu tinggi dapat menyebabkan penurunan konsentrasi akseptor asil dalam sistem dan peningkatan hidrolisis gliserida untuk membentuk asam lemak. Akibatnya, jelas tingkat transesterifikasi dan hasil biodiesel menjadi lebih rendah [12].

2.3 EKSTRAKSI REAKTIF

Ekstraksi reaktif adalah proses langsung di mana semua padat, pelarut dan katalis dicampur dalam satu fase untuk mendapatkan hasil metil ester yang lebih tinggi. Dengan kata lain, dalam proses ini, alkohol bertindak sebagai keduanya yaitu ekstraksi pelarut dan reagen transesterifikasi selama proses ekstraksi reaktif. Akibatnya, jumlah alkohol diperlukan lebih banyak [18]. Perpindahan massa dan difusi terjadi yang membantu dalam pengambilan minyak. Ekstraksi reaktif dapat digunakan untuk mencapai hasil yang lebih tinggi dan membantu untuk menurunkan biaya produksi dan untuk menyederhanakan proses itu sendiri. Hal ini juga dapat mengurangi waktu reaksi dan penggunaan reagen dan co-pelarut [33]. Berdasarkan katalis yang digunakan dalam proses ekstraksi reaktif, metode produksi biodiesel dapat secara luas diklasifikasikan ke dalam dua kategori: kimia dan enzimatik berbasis transesterifikasi [40]. Ekstraksi reaktif menggunakan katalis Universitas Sumatera Utara padat memiliki biaya operasional yang lebih rendah dan lebih ramah lingkungan [47]. Produksi biodiesel dengan teknologi ekstraksi reaktif dipengaruhi oleh enam parameter kunci ini, yaitu: ukuran partikel, kecepatan pengadukan, suhu reaksi, waktu reaksi, konsentrasi katalis dan rasio molar alkohol dengan minyak [48]. Produktivitas dan umur ILs dapat ditingkatkan dengan menggabungkan sistem pemisahan untuk menghilangkan produk samping gliserol atau kelebihan air secara bersamaan, seperti teknologi ekstraksi reaktif. Dengan menghapus gliserol secara bersamaan, resistensi perpindahan massa berkurang dan umur hidup lipase akan lebih panjang [12]. Oleh karena itu, ekstraksi reaktif diharapkan mampu untuk menggantikan metode konvensional dalam produksi biodiesel.

2.4 TRANSESTERIFIKASI

Transesterifikasi merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengubah minyak menjadi biodiesel. Transesterifikasi merupakan reaksi antara trigliserida yang terkandung dalam minyak dan penerima gugus asil. Penerima gugus asil dapat berupa asam karboksilat asidolisis, alkohol alkoholisis atau ester lain interesterifikasi [34]. Tahapan reaksi transesterifikasi merupakan salah satu tahapan yang penting untuk mempercepat jalannya produksi metil ester dan gliserol [49]. Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan untuk mendorong reaksi agar bergerak ke kanan sehingga dihasilkan metil ester biodiesel [50]. Proses transesterifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan katalis asam, katalis basa, biokatalis, atau dengan menggunakan alkohol superkritis [51]. Metode konvensional untuk memproduksi biodiesel melibatkan katalis asam dan basa untuk membentuk asam lemak alkil ester. Biaya pengolahan dan masalah lingkungan yang terkait dengan produksi biodiesel dan pemulihan produk samping telah menyebabkan dibutuhkannya metode produksi alternatif. Reaksi enzimatik yang melibatkan lipase dapat menjadi alternatif yang sangat baik untuk menghasilkan biodiesel melalui proses yang biasa disebut alkoholisis, yaitu suatu bentuk reaksi transesterifikasi [52]. Panjang rantai hidrokarbon dari asam lemak, keberadaan cabang senyawa dan konfigurasi dari ikatan ganda dapat mempengaruhi produksi biodiesel. Novozym 435 dan Lipozyme TL IM digunakan karena konversi simultan yang lebih tinggi untuk Universitas Sumatera Utara biodiesel dan gliserol karbonat. Novozym 435 sering dipilih sebagai lipase yang efektif untuk produksi biodiesel [38]. Li, et al 2006 dan Royan, et al. 2007 [53,54] melaporkan konversi gliserol dan DMC untuk gliserol karbonat melalui transesterifikasi menggunakan Novozym 435 yaitu 95, 97 yield biodiesel dari minyak rapeseed dan minyak biji kapas dengan metanol inter-butanol. Transesterifikasi enzimatik minyak nabati dengan dimetil karbonat DMC dalam sistem pelarut dapat dilihat pada gambar 2.2. Gambar 2.2 Transesterifikasi enzimatik minyak nabati dengan dimetil karbonat DMC dalam sistem pelarut [60] Gliserol karbonat adalah cairan serbaguna, stabil dan tidak berwarna yang kemungkinan dapat diaplikasikan sebagai membran pemisahan gas, surfaktan dan deterjen, pelarut baru untuk beberapa jenis bahan termasuk cat, dan pelapis. Gliserol karbonat merupakan bahan baku terbarukan dan murah yang dihasilkan dari produksi biodiesel sebagai produk sampingan [38], Keuntungan utama dari kerja lipase sebagai biokatalis adalah kondisi reaksi yang ringan dan mudah memisahkan gliserol tanpa pemurnian sehingga menghemat waktu, menghasilkan sedikit limbah dan kemurnian produk yang sangat tinggi [55, 56, 57]. Selain itu, asam lemak bebas dalam minyak dapat benar-benar dikonversi menjadi metil ester tanpa terjadinya pembentukan sabun sehingga meningkatkan yield biodiesel dan mengurangi biaya untuk pemurnian bahan bakar. Karakteristik Universitas Sumatera Utara enzim memungkinkan penggunaan bahan dengan asam tinggi lemak bebas FFA atau kadar air yang tinggi seperti minyak non-pangan, minyak goreng dan minyak limbah industri dan berbagai alkohol seperti metanol, etanol, propanol, isopropanol, butanol, dan isobutanol [55]. Yield biodiesel tidak hanya tergantung pada asal usul lipase, tetapi juga pada susunan enzim diimobilisasi atau tidak, alkohol yang digunakan, rasio molar alkohol terhadap minyak, aktivitas air optimum, suhu reaksi, waktu reaksi, masa pakai enzim, dan jenis solvent jika ada [56, 57]. Alkohol berlebih dapat memberikan hasil tinggi dalam sintesis biodiesel dan biokatalis dapat digunakan beberapa kali terutama lipase terimmobilisasi. Lemak yang mengandung trigliserida dan FFA dapat dikonversi secara enzimatik menjadi biodiesel dalam proses satu tahap [56].

2.5 POTENSI EKONOMI BIODIESEL DARI MESOKARP SAWIT

Indonesia merupakan salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia diikuti oleh Malaysia sebagai produsen minyak sawit terbesar kedua. Indonesia diprediksi akan berkembang pesat. Total area perkebunan saat ini sekitar 8 juta hektar dan diperkirakan mencapai 13 juta hektar pada tahun 2020. Indonesia menghasilkan lebih dari 23 juta ton minyak sawit pada tahun 2012. Minyak sawit merupakan komoditi yang memiliki potensi yang cukup besar, mesokarp sawit diharapkan dapat menjadi sumber bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel guna mencukupi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin tinggi. Adapun peluang untuk mengembangkan potensi biodiesel sendiri di Indonesia cukup besar terutama untuk substitusi minyak solar mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai sekitar 40 dari total penggunaan BBM untuk sektor transportasi. Sementara penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74 dari total penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut. Untuk itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biodiesel dari mesokarp sawit. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual biodiesel. Dalam hal ini, harga biodiesel mengacu pada harga komersial TBS Tandan Buah Segar sawit dan biodiesel. Universitas Sumatera Utara Harga TBS sawit = Rp 1700kg [58] Harga Biodiesel = Rp 8500liter [59] Dapat dilihat bahwa, harga jual TBS sawit sebagai bahan baku lebih rendah dari harga jual biodiesel sebagai produk dimana biaya produksi belum termasuk dalam perhitungan. Tentu hal ini membawa nilai ekonomis dalam pembuatan biodiesel dari mesokarp sawit. Dengan adanya kebijakan dari pemerintah mengenai penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar yaitu pemberlakuan Peraturan Menteri ESDM Nomor 252013 sejak Agustus 2013 dimana memberikan dampak yang signifikan terhadap konsumsi biodiesel dalam negeri. Kementerian ESDM mengungkapkan bahwa konsumsi biodiesel dalam negeri meningkat hingga 100. Produksi biodiesel di Indonesia dalam lima tahun terakhir 2009-2014 terus meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata 49,8 per tahun, dari 412,98 ribu ton ditahun 2009 menjadi 2,58 juta ton ditahun 2013. Demikian pula dengan ekspor selama periode tersebut, pada tahun 2009 ekspor biodiesel sebesar 309,15 ribu ton dengan nilai US 199,6 juta, namun pada tahun 2013 ekspornya mencapai 1,69 juta dengan nilai US 1,41 milyar. Peraturan Menteri ESDM Nomor 252013 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan tata Niaga Bahan Bakar Nabati Biofuel Sebagai Bahan Bakar Lain mewajibkan setiap badan usaha untuk menggunakan pencampuran bahan bakar nabati dengan bahan bakar solar sebesar 10 pada tahun ini dan akan meningkat hingga 20 pada tahun 2016. Oleh karena itu, pemakaian biodiesel untuk menstubtitusi konsumsi solar semakin ditingkatkan. Dengan adanya kebijakan pemerintah yang ditetapkan oleh peraturan menteri ESDM, penetapan harga jual biodiesel dapat fleksibel mengikuti harga bahan baku serta biaya produksi saat ini yang ditutupi dengan subsidi. Produksi biodiesel menggunakan bahan baku mesokarp sawit dapat tetap menguntungkan dan berpotensi untuk menjadi industri yang berkembang ke depannya menjadikan Indonesia sebagai penghasil terbesar biodiesel dan pelaku ekspor biodiesel di dunia. Universitas Sumatera Utara BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Laboratorium Oleokimia, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Jl. Bridgen Katamso No. 51, Medan. Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 6 bulan. 3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan Penelitian Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: 1. Mesokarp Kelapa Sawit 2. Novozyme 435 Candida antarctica lipase B immobilized on acrylic resin 3. Dimethyl Carbonate C 3 H 6 O 3

3.2.2 Peralatan Penelitian