BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman kedelai Glysine max L Merril merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM.
Kedelai jenis liar Glycine unuriencis merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang yang berasal dari daerah Manshukuo
Cina Utara Suhartono,dkk. 2008. Kandungan gizi kedelai cukup tinggi, terutama proteinnya mencapai 34
sehingga sangat diminati sebagai sumber protein nabati yang relatif murah dibandingkan dengan protein hewan. Sebagai sumber protein nabati, kedelai
umumnya dikonsumsi dalam bentuk olahan produk yaitu: tahu, tempe, kecap, tauco, susu kedelai dan berbagai bentuk makanan ringan Sudaryanto dan
Swastika, 2007. Kedelai juga digunakan sebagai pangan fungsional penyakit degenaratif, seperti jantung koroner dan hipertensi. Tidak hanya itu, akibat
berkembangnya industri peternakan terutama unggas, telah mendorong berkembangnya industri pakan ternak, dimana bungkil kedelai banyak digunakan
sebagai sumber protein dalam komposisi pakan unggas Tangendjaja,dkk, 2003. Sifat multiguna yang terdapat pada kedelai menyebabkan tingginya permintaan
kedelai dalam negeri. Dalam data BPS tahun 2013 yang disajikan pada Tabel 1.1 terlihat bahwa kebutuhan akan kedelai masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun
selalu mengalami peningkatan sedangkan produksi kedelai dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri.
1
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Produksi, Impor, Ekspor dan Kebutuhan dalam Negeri kedelai Indonesia tahun 2006
– 2012 dalam Ton
Tahun Produksi
Impor Ekspor
Kebutuhan Dalam Negeri
2006 747.611
1.132.144 1.732
1.878.023 2007
592.534 1.411.589
1.872 2.002.251
2008 775.710
1.173.097 1.025
1.947.782 2009
974.512 1.314.620
446 2.288.686
2010 2011
2012 907.031
851.290 779.740
1.740.505 2.087.986
1.902.700 385
1.100 -
2.647.151 2.938.176
2.682.440 Sumber : BPS 2013 diolah
Pada Tabel 1.1 dapat dilihat kebutuhan dalam negeri setiap tahun akan kedelai cenderung mengalami peningkatan. Hampir rata- rata setiap tahun kita
membutuhkan kedelai sebesar 2,3 juta ton dan produksi kedelai hanya di kisaran 800 ribu ton, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri kita melakukan impor
kedelai setiap tahun dengan rata-rata 1,5 juta ton. Suswono Menteri Pertanian mengatakan bahwa salah satu faktor yang
menyebabkan produksi kedelai lokal saat ini masih terkendala adalah para petani yang kurang berminat menanam kedelai, sehingga pemerintah terpaksa
mengimpor. AntaraNews.com, 2013. Kepala Sub Bagian Program Dinas Pertanian Sumut Lusiantini mengungkapkan, bahwa hal ini terjadi dikarenakan
petani sulit diarahkan untuk mengembangkan kedelai. Menurut petani, kedelai dianggap bukan sebagai komoditas yang menguntungkan mereka. Akibatnya
semakin lama petani kedelai di Sumut semakin menyusut jumlahnya. Begitupun, dengan hasil produksi yang dapat dihasilkan Medanbisnisdaily, 2015.
Menanggapi kebutuhan kedelai dalam negeri yang terus meningkat maka
Pemerintah menargetkan tahun 2014 merupakan tahun bagi Indonesia untuk berswasembada kedelai. Untuk mendukung upaya swasembada kedelai maka
Universitas Sumatera Utara
pemerintah akan menambah areal tanam kedelai seluas 340 ribu hektare. Areal tanam tersebut tersebar di 15 provinsi di Indonesia. Daerah tersebut di antaranya
Nanggroe Aceh Darussalam, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan dan ada provinsi yang cukup besar
ditargetkan dalam menghasilkan kedelai, di antaranya Jambi, Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatera Utara, Banten, dan Sulawesi Barat Tempo,2014.
Sumatera Utara sebagai salah satu daerah yang ditargetkan dalam mengahasilkan
kedelai, merupakan provinsi yang mempunyai produksi kedelai berfluktuatif. Hal ini terlihat dari tabel 1.2 berikut ini:
Tabel 1.2 Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Kedelai Provinsi Sumatera Utara
Tahun Luas PanenHa
Produksi Ton
Produktivitas
KwHa 2000
12.113 12.881
10.63
2001 10.003
10.719 10.72
2002 9.705
10.197 10.51
2003 9.910
10.466 10.56
2004 11.706
12.333 10.54
2005 13.787
15.793 11.45
2006 6.311
7.042 11.16
2007 3.747
4.345 11.60
2008 9.597
11.647 12.14
2009 11.494
14.206 12.36
2010 7.803
9.439 12.10
2011 2012
11.413 5.475
11.426 5.419
10.01 9.90
Sumber : BPS Diolah 2001 – 2013
Dalam data pada Tabel 1.2 terlihat bahwa setiap tahunnya Sumatera Utara mengalami fluktuasi produksi kedelai. Pada tahun 2005, Sumatera Utara mencapai
produksi kedelai tertinggi yaitu 15.793 ton dalam kurun tahun 2000 - 2012. Tetapi untuk tahun selanjutnya terus mengalami naik turun produksi yang cenderung
tajam.
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah dalam menghadapi permasalahan produksi kedelai yang berfluktuatif melakukan beberapa upaya yaitu upaya pencapaian sasaran produksi kedelai
secara khusus yang dikelola melalui Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Pangan untuk Mencapai Swasembada dan
Swasembada Berkelanjutan dengan kegiatan antara lain: 1 pelaksanaan SL-PTT kedelai seluas 350 ribu hektar di 35.000 unitkelompok SLPTT; 2 pemberian
Bantuan Langsung Benih Unggul BLBU untuk kedelai sebanyak 14.000 ton benih untuk luasan tanam 350 ribu hektar dan benih bersubsidi sebanyak 2.500
ton; 3 pemberdayaan penangkar benih kedelai 2.500 ha; 4 penurunan susut hasil produksi kedelai 0,50; dan 5 pengendalian Organisme Penggangu
Tanaman OPT yang disalurkan ke seluruh provinsi khususnya di daerah endemi OPT Deptan,2013.
Untuk di Sumatera Utara, Pemerintah sudah mengalokasikan benih kedelai gratis
sebanyak 7.640 ton ke petani Sumut pada tahun 2012 Razali, 2012. Selain itu pengadaan pupuk bersubsidi juga telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
gairah petani menanam kedelai. Melihat luas lahan yang berfluktuasi setiap tahun dan upaya - upaya pemerintah
yang telah dilakukan, maka menjadi sebuah pertanyaan mengapa petani kedelai tidak konsisten dalam melakukan usaha tani kedelai setiap tahun?. Dengan
melihat alasan diatas, maka penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Identifikasi Masalah