Kerangka Teori .1 Herpes Simplek Virus

2.1.1.3 Etiologi

Herpes Genitalis disebabkan oleh HSV atau herpes virus hominis HVH, yang merupakan anggota dari famili herpesviridae. Adapun tipe-tipe dari HSV adalah: 1. Herpes Simplex Virus tipe I : pada umumnya menyebabkan lesi atau luka pada sekitar wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher. 2. Herpes Simplex Virus tipe II : umumnya menyebabkan lesi pada genital dan sekitarnya bokong, anal dan paha. Herpes Simplex Virus tergolong dalam famili herpes virus, selain HSV yang juga termasuk dalam golongan ini adalah Epstein Barr mono dan varisela zoster yang menyebabkan herpes zoster dan varicella. Sebagian besar kasus herpes genitalis disebabkan oleh HSV-2, namun tidak menutup kemungkinan HSV-1 menyebabkan kelainan sama. Pada umumnya disebabkan oleh HSV-2 yang penularannya secara utama melalui vaginal atau anak seks. Beberapa tahun ini, HSV-1 telah lebih sering juga menyebabkan herpes genital. HSV-1 genital menyebar lewat oral seks yang memiliki cold sore pada mulut atau bibir, tetapi beberapa kasus dihasilkan dari vaginal atau anal seks. 9 Gambar 2.1 Infeksi HSV Tipe I Cold Sore. Sumber : McGraw-Hill, 2006

2.1.1.4 Patogenesis

HSV-1 dan HSV-2 adalah termasuk dalam famili herphesviridae, sebuah grup virus DNA rantai ganda lipid-enveloped yang berperanan secara luas pada infeksi manusia. Kedua serotipe HSV dan virus varicella zoster mempunyai hubungan dekat sebagai subfamili virus alpha-herpesviridae. Alfa herpes virus menginfeksi tipe sel multiple, bertumbuh cepat dan secara efisien menghancurkan sel host dan infeksi pada sel inang. Infeksi pada natural host ditandai oleh lesi epidermis, seringkali melibatkan permukaan mukosa dengan penyebaran virus pada sistem saraf dan menetap sebagai infeksi laten pada neuron, dimana dapat aktif kembali secara periodik. Transmisi infeksi HSV sering kali berlangsung lewat kontak erat dengan pasien yang dapat menularkan virus lewat permukaan mukosa. Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring, virus menyebar melalui droplet pernapasan, atau melalui kontak langsung dengan saliva yang terinfeksi. Seseorang terpajan HSV-1 pada umumnya sebelum pubertas. 10 Kulit dan mukosa merupakan pintu masuk sekaligus tempat multplikasi virus, yang menyebabkan sel lisis dan terbentuknya vesikel. 11 HSV-2 biasanya ditularkan secara seksual. Setelah virus masuk ke dalam tubuh hospes, terjadi penggabungan dengan DNA hospes dan mengadakan multiplikasi serta menimbulkan kelainan pada kulit. Waktu itu pada hospes itu sendiri belum ada antibodi spesifik. Keadaan ini dapat mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah yang luas dengan gejala konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf regional dan berdiam di sana serta bersifat laten. Infeksi orofaring HSV-1 menimbulkan infeksi laten di ganglion syaraf trigeminal, sedangkan infeksi genital HSV-2 menimbulkan infeksi laten diganglia dorsalis sakralis. Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus, virus akan mengalami reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah infeksi rekuren. Pada saat ini dalam tubuh hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak seberat pada waktu infeksi primer. Faktor pencetus tersebut antara lain adalah trauma atau koitus, demam, stres fisik atau emosi, sinar UV, gangguan pencernaan, alergi makanan dan obat-obatan dan beberapa kasus tidak diketahui dengan jelas penyebabnya. Penularan hampir selalu melalui hubungan seksul baik genito genital, ano genital maupun oro genital. Infeksi oleh HSV dapat bersifat laten tanpa gejala klinis dan kelompok ini bertanggung jawab terhadap penyebaran penyakit. Infeksi dengan HSV dimulai dari kontak virus dengan mukosa orofaring, serviks, konjungtiva atau kulit yang abrasi. Replikasi virus dalam sel epidermis dan dermis menyebabkan destruksi seluler dan keradangan. 2, 3 ,12, 13, 14

2.1.1.4 Manifestasi Klinis

Infeksi awal dari 63 HSV-2 dan 37 HSV-1 adalah asimptomatik. Simptom dari infeksi awal saat inisial episode berlangsung pada saat infeksi awal simptom khas muncul antara 3 hingga 9 hari setelah infeksi, meskipun infeksi asimptomatik berlangsung perlahan dalam tahun pertama setelah diagnosa di lakukan pada sekitar 15 kasus HSV-2. Inisial episode yang juga merupakan infeksi primer dapat berlangsung menjadi lebih berat. Infeksi HSV-1 dan HSV-2 agak susah dibedakan. Manifestasi klinis stomatitis herpetika primer berbeda dari bentuk rekurennya. Infeksi primer dapat bersifat subklinis, tetapi pada beberapa keadaan menimbulkan manifestasi berat di daerah oral dan disebut gingivostomatitits herpetika primer. Manifestasi bentuk rekuren dapat terjadi di ekstra oral herpes labialis atau intra oral herpes intra oral. Keparahan dan kekerapan manifestasi klinis serta rekurensi herpes genital dipengaruhi oleh faktor virus dan pejamu, misalnya tipe virus, imunitas sebelumnya, jenis kelamin, dan status imun pejamu. Pengaruh faktor pejamu lainnya terhadap kemudahan tertular infeksi ataupun ekspresi penyakit, termasuk umur, ras, tempat inokulasi, latar belakang genetic masih belum jelas. 14 Tanda utama dari genital herpes adalah luka di sekitar vagina, penis, atau di daerah anus. Kadang-kadang luka dari herpes genital muncul di skrotum, bokong atau paha. Luka dapat muncul sekitar 4-7 hari setelah infeksi. Gejala dari herpes disebut juga outbreaks, muncul dalam dua minggu setelah orang terinfeksi dan dapat saja berlangsung untuk beberapa minggu. Adapun gejalanya sebagai berikut: 1. Nyeri dan disuria 2. Uretral dan vaginal discharge 3. Gejala sistemik malaise, demam, mialgia, sakit kepala 4. Limfadenopati yang nyeri pada daerah inguinal 5. Nyeri pada rectum, tenesmus Tanda-tanda : 1. Eritem, vesikel, pustule, ulserasi multiple, erosi, lesi dengan krusta pada tingkat infeksi 2. Limfadenopati inguinal 3. Faringitis 4. Servisitis Gambar 2.2. Infeksi HSV tipe 2 Herpes Genitalis : Vulva. Sumber : McGraw-Hill, 2006

1. Herpes Genital Primer

Infeksi primer biasanya terjadi dalam waktu 2-21 hari setelah hubungan seksual termasuk hubungan oral atau anal. Tetapi lebih banyak terjadi setelah interval yang lama dan biasanya setengah dari kasus tidak menampakkan gejala. Erupsi dapat didahului dengan gejala prodormal, yang menyebabkan salah diagnosis sebagai influenza dan juga di tandai dengan gejala sistemik dan lokal yang lama. Demam, nyeri kepala, malaise, dan mialgia. Lesi berupa papul kecil dengan dasar eritem dan berkembang menjadi vesikel dan cepat membentuk erosi superfisial atau ulkus yang tidak nyeri, lebih sering pada glans penis, preputium, dan frenulum, korpus penis lebih jarang terlihat. 14

2. Herpes Genital Rekuren

Setelah terjadinya infeksi primer klinis atau subklinis, pada suatu waktu bila ada faktor pencetus, virus akan menjalani reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga terjadilah lagi rekuren, pada saat itu di dalam hospes sudah ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala tidak seberat infeksi primer. Faktor pencetus antara lain: trauma, koitus yang berlebihan, demam, gangguan pencernaan, kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol, dan beberapa kasus sukar diketahui penyebabnya. Pada sebagian besar orang, virus dapat menjadi aktif dan menyebabkan outbreaks beberapa kali dalam setahun. HSV berdiam dalam sel saraf di tubuh kita, ketika virus terpicu untuk aktif, maka akan bergerak dari saraf ke kulit kita. Lalu memperbanyak diri dan dapat timbul luka ditempat terjadinya outbreaks. 14 Mengenai gambaran klinis dari herpes progenitalis : gejaia klinis herpes progenital dapat ringan sampai berat tergantung dari stadium penyakit dan imunitas dari pejamu. Stadium penyakit meliputi: Infeksi primer  stadium laten  replikasi virus  stadium rekuren. Manifestasi klinik dari infeksi HSV tergantung pada tempat infeksi, dan status imunitas host. Infeksi primer dengan HSV berkembang pada orang yang belum punya kekebalan sebelumnya terhadap HSV-1 atau HSV -2, yang biasanya menjadi lebih berat, dengan gejala dan tanda sistemik dan sering menyebabkan komplikasi. Berbagai macam manifestasi klinis: 1. Infeksi oro-fasial 2. Infeksi genital 3. Infeksi kulit lainnya 4. Infeksi okular 5. Kelainan neurologis 6. Penurunan imunitas 7. Herpes neonatal

2.1.1.6 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana adalah Tes Tzank diwarnai dengan pengecatan giemsa atau wright, akan terlihat sel raksasa berinti banyak. Sensitifitas dan spesifitas pemeriksaan ini umumnya rendah. Cara pemeriksaan laboratorium yang lain adalah sebagai berikut termasuk chancroid dan kandidiasis. Konfirmasi virus dapat dilakukan melalui mikroskop elektron atau kultur jaringan. Komplikasi yang timbul pada penyakit herpes genitalis anatara lain neuralgia, retensi urine, meningitis aseptik dan infeksi anal. Sedangkan komplikasi herpes genitalis pada kehamilan dapat menyebabkan abortus pada kehamilan trimester pertama, partus prematur dan pertumbuhan janin terhambat pada trimester kedua kehamilan dan pada neonatus dapat terjadi lesi kulit, ensefalitis, makrosefali dan keratokonjungtivitis. Herpes genital primer HSV 2 dan infeksi HSV-1 ditandai oleh kekerapan gejala lokal dan sistemik prolong. Demam, sakit kepala, malaise, dan mialgia dilaporkan mendekati 40 dari kaum pria dan 70 dari wanita dengan penyakit HSV-2 primer. Berbeda dengan infeksi genital episode pertama, gejala, tanda dan lokasi anatomi infeksi rekuren terlokalisir pada genital. Tabel 2.2. Penggunaan berbagai teknik diagnosis pada infeksi virus herpes. Teknik HSV 12 VZV CMV EBV HHV67 HHV8 Serodiagnostik + ++ ++ +++ + + Kultur +++ ++ ++ ± ± ± Deteksi antigen +++ +++ +++ + ± ± Deteksi asam nukleat ++ ++ ++ ++ +++ +++ Sumber: Marechal V. dkk 1999 Dalam banyak kasus hasil serologi herpes tidak memberikan nilai yang berarti. Antibodi spesifik HSV pada periode simptomatik infeksi primer belum di produksi, sehingga teknik serologi tidak dapat digunakan untuk penentuan terapi pada kasus darurat. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menentukan prevalensi pada populasi dan mendeteksi kasus asimptomatik. Selain itu pemeriksaan serologi juga dipakai untuk mengevaluasi status imun kelompok tertentu, kepastian status wanita hamil, dan pernapisan antara infeksi primer dan rekuren. Hasil serokonversi memberikan nilai yang besar untuk diagnostik, tetapi perlu waktu. Pengukuran afinitas yang lemah IgG dan adanya IgM dalam serum merupakan petunjuk infeksi primer baru. Pemeriksaan serologic untuk HSV-2 dapat menjadi komponen penting untuk progam pencegahan herpes genitalis, tetapi rekomendasi untuk pemeriksaan dan skrining dapat bervariasi terhadap populasi yang berbeda. 15

2.1.1.6 Komplikasi

Infeksi herpes genital biasanya tidak menyebabkan masalah kesehatan yang serius pada orang dewasa. Sering dijumpai komplikasi pada susunan syaraf pusat SSP dan superinfeksi jamur. Kompliasi pada SSP berupa meningitis aseptik, disfungsi sistem syaraf otonom. Pada pria bias terjadi impotensia. Pada sejumlah orang dengan sistem imunitasnya tidak bekerja baik, bisa terjadi outbreaks herpes genital yang bisa saja berlangsung parah dalam waktu yang lama. Orang dengan sistem imun yang normal bisa terjadi infeksi herpes pada mata yang disebut herpes okuler. Herpes okuler biasanya disebabkan oleh HSV-1 namun terkadang dapat juga disebabkan HSV-2. Herpes dapat menyebabkan penyakit mata yang serius termasuk kebutaan. Wanita hamil yang menderita herpes dapat menginfeksi bayinya. Bayi yang lahir dengan herpes dapat meninggal atau mengalami gangguan pada otak, kulit atau mata. Bila pada kehamilan timbul herpes genital, hal ini perlu mendapat perhatian serius karena virus dapat melalui plasenta sampai ke sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian pada janin. Infeksi neonatal mempunyai angka mortalitas 60, separuh dari yang hidup menderita cacat neurologis atau kelainan pada mata.

2.1.1.7 Penatalaksanaan

Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi herpes genitalis, namun pengobatan secara umum perlu diperhatikan, seperti : 1. Menjaga kebersihan lokal 2. Menghindari trauma atau faktor pencetus 3. Penggunaan idoxuridine mengobati lesi herpes simpleks secara lokal sebesar 5 sampai 40 dalam dimethyl sulphoxide sangat bermanfaat. Namun, pengobatan ini memiliki beberapa efek samping, di antaranya pasien akan mengalami rasa nyeri hebat, maserasi kulit dapat juga terjadi. Pengobatan herpes genitalis bertujuan untuk mencegah infeksi terapi profilaksis, memperpendek masa sakit termasuk kekerapan komplikasi infeksi primer, mencegah terjadinya latensi dan rekurensi klinis setelah episode pertama, mencegah rekurensi pada merka yang asimtomatik, mengurangi transmisi penyakit dan eradikasi infeksi laten. 16 Meskipun tidak ada obat herpes genital, penyediaan layanan kesehatan anda akan meresepkan obat anti viral untuk menangani gejala dan membantu mencegah terjadinya outbreaks. Hal ini akan mengurangi resiko menularnya herpes pada pasangan seksual. Obat-obatan untuk menangani herpes genital adalah: 1. Asiklovir 2. Valasiklovir 3. Famsiklovir Pada infeksi HVS genitalis primer, asiklovir intravena 5 mgkg BB8 jam selama 5 hari, asiklovir oral 200 mg 5 kalihari selama 10-14 hari dan asiklovir topikal 5 dalam salf propilen glikol dapat mengurangi lamanya gejala dan ekskresi virus serta mempercepat penyembuhan. 16 a. Asiklovir 16 Atau yang dikenal juga dengan nama asikloguanosin, adalah obat antiviral yang digunakan secara luas untuk pengobatan herpes simplex, Mekanisme kerja asiklovir didasarkan atas penghambatan enzim DNA polimerase virus. Asiklovir segera diubah menjadi asiklo-guanosin monofosfat oleh enzim timidin kinase virus, kemudian diubah lagi menjadi asiklo-guanosin trifosfat asiklo-GTP. Asiklo-GTP bergabung dengan DNA virus yang akan mengakibatkan terhentinya aktifitas enzim DNA polimerase. b. Valasiklovir 16 Valasiklovir adalah suatu ester dari asiklovir yang secara cepat dan hampir lengkap berubah menjadi asiklovir oleh enzim hepar dan meningkatkan bioavaibilitas asiklovir sampai 54. Oleh karena itu dosis oral 1000 mg valasiklovir menghasilkan kadar obat dalam darah yang sama dengan asiklovir intravena. Valasiklovir 1000 mg telah dibandingkan asiklovir 200 mg 5 kali sehari selama 10 hari untuk terapi herpes genitalis episode awal. c. Famsiklovir 16 Adalah jenis pensiklovir, suatu analog nukleosida yang efektif menghambat replikasi HSV-1 dan HSV-2. Sama dengan asiklovir, pensiklovir memerlukan timidinkinase virus untuk fosforilase menjadi monofosfat dan sering terjadi resistensi silang dengan asiklovir. Waktu paruh intrasel pensiklovir lebih panjang daripada asiklovir 10 jam sehingga memiliki potensi pemberian dosis satu kali sehari. Absorbsi peroral 70 dan dimetabolisme dengan cepat menjadi pensiklovir. Obat ini di metabolisme dengan baik. Beberapa ahli kandungan mengambil sikap partus dengan cara sectio caesaria bila pada saat melahirkan diketahui ibu menderita infeksi ini. Tindakan ini sebaiknya dilakukan sebelum ketuban pecah atau paling lambat 6 jam setelah ketuban pecah. Pemakaian asiklovir pada ibu hamil tidak dianjurkan.

2.1.1.8 Pencegahan

Hingga saat ini tidak ada satupun bahan yang efektif mencegah HSV. Kondom dapat menurunkan transmisi penyakit, tetapi penularan masih dapat terjadi pada daerah yang tidak tertutup kondom ketika terjadi ekskresi virus. Spermatisida yang berisi surfaktannonoxynol-9 menyebabkan HSV menjadi inaktif secara invitro. Di samping itu yang terbaik, jangan melakukan kontak oral genital pada keadaan dimana ada gejala atau ditemukan herpes oral. Secara ringkas ada 5 langkah utama untuk pencegahan herpes genital yaitu: 1. Mendidik seseorang yang berisiko tinggi untuk mendapatkan herpes genitalis dan PMS lainnya untuk mengurangi transmisi penularan. 2. Mendeteksi kasus yang tidak diterapi, baik simtomatik atau asimptomatik. 3. Mendiagnosis, konsul dan mengobati individu yang terinfeksi dan follow up dengan tepat. 4. Evaluasi, konsul dan mengobati pasangan seksual dari individu yang terinfeksi. 5. Skrining disertai diagnosis dini, konseling dan pengobatan sangat berperan dalam pencegahan.

2.2 Kerangka Konsep

Golongan Virus Penyakit Menular Seksual Herpes Simplex Virus Tipe I Herpes Simplex Virus Tipe II Faktor Faktor: 1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Pekerjaan 4. Pendidikan 5. Status Pernikahan Herpes Simpleks Virus

2.3 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala HSV Positif Terdiagnosis pasti HSV positif melalui hasil lab Rekam medis Rekam medis Ordinal Usia Usia pasien saat bulan September 2012 Rekam medis Rekam medis Ordinal Jenis Kelamin Identitas pasien yang dapat digunakan untuk membedakan antara Laki – laki dan perempuan Rekam medis Rekam medis Ordinal Pekerjaan Pekerjaan yang di miliki Rekam medis Rekam medis Ordinal Pendidikan Pendidikan terakhir pasien Rekam medis Rekam medis Ordinal Status Pernikahan Status pernikahan terakhir pasien Rekam medis Rekam medis Ordinal 20

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif kategorik. Sumber data yang digunakan berasal dari data sekunder yang diperoleh dari rekam medik pasien untuk mengetahui prevalensi penderita Herpes Simpleks di RSUD Tangerang periode 1 Januari 2010 – 31 Desember 2011.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Tangerang yaitu dari tanggal 1 Juni sampai dengan 1 September 2012.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang mengidap penyakit Herpes Simpleks. Sedangkan populasi terjangkaunya adalah Penderita Penyakit Menular Seksual. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling dari rekam medik di RSUD Tangerang periode 2010-2011. Estimasi jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus: Berdasarkan perhitungan rumus di atas maka besar sampel yang diambil dalam penelitian ini dapat dihitung sebagai berikut: Jumlah Sampel = = 70 Jadi, jumlah sampel minimal adalah sebanyak 70 pasien. Keterangan: 1. Ζα = 1,96 table kurva normal Tingkat Kemaknaan 2. P = persentase taksiran hal yang akan diteliti proporsi variable yang diteliti, diambil dari prevalensi penelitian sebelumnya = 24 = 0,24 3. q = 1 – P = 1 – 0,24 = 0,76 4. d = derajat ketepatan absolut yang diinginkan dalam hal ini diambil 10 = 0,10

3.4 Inklusi dan Ekslusi

A. Inklusi 1. Data Pasien yang terdiagnosis pasti virus HSV melalui pemeriksaan lab di RSUD Tanggerang Tahun 2010-2011 2. Data rekam medis lengkap B. Ekslusi 1. Data pasien yang terdiagnosis hanya melalui anamesis 2. Responden yang data rekam mediknya tidak lengkap 3. Tidak mendapatkan persetujuan rumah sakit 3.5 Cara Kerja Penelitian 3.5.1 Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini terdapat berbagai variable yang akan diteliti yaitu : 1. Variabel Bebas = Faktor – Faktor Demografi 2. Variabel Terikat = Herpes Simpleks

3.5.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan menggunakan data sekunder berupa rekam medis dari pasien yang datang memeriksakan diri di RSUD Tangerang Tahun 2011. Kemudian peneliti meminta izin kepada bagian rekam medis untuk menyiapkan rekam medis pasien dan peneliti mengisi lembar penelitian berdasarkan data dalam rekam medis.