Pengaruh Komunikasi TerapeutikPerawat terhadap Kepatuhan Penderita Kanker Payudara dalam Menjalankan Kemoterapi di Hope Clinic Medan

(1)

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP KEPATUHAN PENDERITA KANKER PAYUDARA

DALAM MENJALANKAN KEMOTERAPI DI HOPE CLINIC MEDAN

TESIS

Oleh

FRANSISKUS UWEUBUN 097032162/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT

TERHADAP KEPATUHAN PENDERITA KANKER

PAYUDARA DALAM MENJALANKAN

KEMOTERAPI DI HOPE CLINIC

MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Unuversitas Sumatera Utara

Oleh

FRANSISKUS UWEUBUN 097032162/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP KEPATUHAN

PENDERITA KANKER PAYUDARA DALAM MENJALANKAN KEMOTERAPI DI HOPE CLINIC MEDAN

Nama Mahasiswa : Fransiskus Uweubun Nomor Induk Mahasiswa : 097032162

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/

Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

( Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc. Sp.OG)

Ketua Anggota (Dra. Syarifah, M.S)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal: 7 Agustus 2012

________________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc. Sp.OG Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S

2. Namora Lumongga Lubis, M. Sc. Ph.D 3. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT TERHADAP KEPATUHAN PENDERITA KANKER PAYUDARA

DALAM MENJALANKAN KEMOTERAPI DI HOPE CLINIC MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

Fransiskus Uweubun 097032162/IKM


(6)

ABSTRAK

Komunikasi terapeutik adalah merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hal ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh komunikasi terapeutik perawat yaitu; sikap perawat, teknik komunikasi perawat serta isi pesan komunikasi perawat terhadap kepatuhan penderita kanker payudara dalam menjalankan kemoterapi di Hope Clinic Medan. Jenis penelitian ini adalah survei analitik: yaitu untuk menganalisis Pengaruh komunikasi terapeutik Perawat terhadap Kepatuhan Penderita Kanker Payudara dalam Menjalankan Kemoterapi di Hope Clinic Medan.

Populasi penelitian ini adalah seluruh penderita kanker payudara yang terdeteksi di Hope Clinic sebanyak 78 penderita. Penderita yang dianjurkan untuk kemoterapi sebanyak 52 penderita.

Sampel merupakan bagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diuji. Pengukuran sampel pada penelitian ini adalah seluruh penderita kanker payudara yang menjalankan kemoterapi sesuai dengan yang dianjurkan oleh dokter yang mengobatinya di Hope Clinic Medan, pada tahun 2011 dan 2012, sebanyak 32 orang penderita. Sedangkan 20 penderita yang tidak kemoterapi diwawancarai oleh peneliti di rumah penderita.

Hasil penelitian menunjukan bahwa secara statistik sikap perawat tentang kepatuhan, teknik komunikasi perawat terhadap kepatuhan, serta isi pesan perawat dalam komunikasi berpengaruh terhadap kepatuhan penderita kanker payudara dalam menjalankan kemoterapi di Hope Clinic Medan. Variabel Sikap Perawat yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan menjalankan kemoterapi adalah dengan nilai p = 0,007

Disarankan agar Perawat yang bekerja di Hope Klinik Medan dalam menjalankan frofesinya sebagai perawat perlu meningkatkan peran dan fungsi perawat dalam menjalankan tugas sehari-hari terutama sikap komunikasi, teknik berkomunikasi serta isi dari pesan yang disampaikan kepada pasien dan keluargnya, sehingga mereka mendapat kepuasan dalam pelayanan perawat di Hope Clinic Medan.

Kata Kunci : Sikap Perawat, Teknik Komunikasi, Isi Pesan dalam Menjalanka Kemoterapi


(7)

ABSTRACT

Therapeutic communication is an interpersonal relationship between nurses and clients. In this case, nurses and clients get a common learning experience in improving the emotional experience of the clients.

The study of this analytical survey study was to analyze the influence of nurses’ therapeutic communication such as the nurses’ attitude, communication technique and the contents or message of communication on the compliance of breast cancer sufferers in conducting chemotherapy at Hope Clinic Medan.

The population of this study was all of the 78 persons detected to suffer from breast cancer at Hope Clinic Medan and 52 of them were suggested to have chemotherapy. The samples for this study were all of the 32 breast cancer sufferers having chemotherapy suggested by their doctors at Hope Clinic Medan in 2011 and 2012. The remaining 20 sufferers who did not have to have chemotherapy were interviewed by the researcher in their home.

The result of this study showed that, statistically, the attitude of nurses towards the compliance, the nurses’ communication technique towards the compliance, and the content or message of the nurses in communicating had influence on the compliance of breast cancer sufferers in conducting chemotherapy at Hope Clinic Medan. Communication technique was the most influencing variable on the compliance of breast cancer sufferers in conducting chemotherapy with p = 0.007.

The nurses working for Hope Clinic Medan are suggested to improve their role and function as nurses in implementing their daily job especially in terms of their attitude of communication, communication technique and the content or message conveyed to the patients and their families that they feel satisfied with the service provided by the nurses working at Hope Clinic Medan.

Keywords: Nurses’ Attitude, Communication Technique, Message, Compliance of Conducting Chemotherapy


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis penjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolongan-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “ Pengaruh Komunikasi TerapeutikPerawat terhadap Kepatuhan Penderita Kanker Payudara dalam Menjalankan Kemoterapi di Hope Clinic Medan”.Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM

&H,M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. dr. Delfi Lutan, M. Sc. Sp.OG selaku ketua komisi pembimbing dan Dra. Syarifah, M.S, selaku anggota kamisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.


(9)

5. Dosen penguji tesis yang telah memberikan saran dan masukkan serta arahan untuk kesempurnaan proposal hingga penulisan tesis ini selesai

6. Dokter Riahsyah Damanik, SpB (K) Onk, selaku derektur Hope Clinic Medan yang telah memberi izin kepada peneliti untuk meneliti di Hope Clinic Medan. 7. Provinsial frater cmm, provinsi Indonesia beserta dewan provinsi yang telah

memberikan dukungan selama melanjutkan studi pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Unuversitas Sumatera Utara.

8. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

9. Rekan-rekan frater komunitas Medan yang memberikan dukungan dorongan serta perhatian sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan dan keputusan dalam pelayanan khususnya komunikasi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada penderita yang mrmbutuhkan pelayanan yang baik, serta pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya

Medan, Oktober 2012

Penulis

Fransiskus Uweubun 097032162/IKM


(10)

RIWAYAT HIDUP

Fransiskus Uweubun, lahir pada tanggal 27 Maret 1964 di kepulauan Kei – Maluku Tenggara, Provinsi Maluku, anak ke enam dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda Bernardus Uweubun dan Ibunda Maria Farneubun.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di sekolah Dasar Naskat katolik Waur, selesai Tahun 1977; Sekolah menengah pertama di SMP Yos Sudarso Waur Maluku –Tenggara, selesai Tahun 1980, Sekolah Menengah Atas Katolik Sanata Karya Tual Maluku-Tenggara selesai Tahun 1984; Masuk pendidikan Kongregasi Frater CMM, Tahun 1985 di Manado Sulawesi Utara dan mengikrarkan profesi pertama tahun 1988. Mengikuti pendidikan perawat ( SPK), di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, selesai tahun 1991; Mengikuti pendidikan diploma DIII keperawatan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, selesai Tahun 1999; Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar, selesai Tahun 2004.

Mulai bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Harapan Pematang Siantar, dari tahun 1991 sampai 1994, Bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Fatima Makale Tana Toraja, Sulawesi Selatan dari tahun 1995 sampai 2002; bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Keperawatan Universitas Della Salle Manado Sulawesi Utara, sampai tahun 2007. Tahun 2009 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Komunikasi Terapeutik ... 10

2.2. Kepatuhan ... 23

2.3. Kemoterapi ... 37

2.4. Kanker Payudara ... 40

2.5. Landasan Teori ... 49

2.6. Kerangka Konsep ... 53

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 54

3.1. Jenis Penelitian ... 54

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54

3.3. Populasi dan Sampel ... 55

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 55

3.5. Variabel dan Definisi Operasional... 57

3.6. Metode Pengukuran ... 58

3.7. Metode Analisis Data ... 60

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 62

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitia ... 62

4.2. Deskripsi Hope Clinic Medan ... 62

4.3. Identitas Responden ... 64

4.4. Analisis Bivariat ... 71


(12)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 78

5.1. Pengaruh Sikap Perawat terhadap Kepatuhan Penderita Kanker Payudara dalam Menjalankan Kemoterapi di Hope Clinic Medan ... 78

5.2. Pengaruh Teknik Komunikasi Perawat terhadap Kepatuhan Penderita Kanker Payudara dalam Menjalankan Kemoterapi di Hope Clinic Medan... 80

5.3. Pengaruh Isi Pesan Komunikasi Perawat terhadap Kepatuhan Penderita Kanker Payudara dalam Menjalankan Kemoterapi di Hope Clinic Medan... 82

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

6.1. Kesimpulan ... 84

6.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Variabel, Cara dan Alat Ukur, Skala Ukur dan Hasil Ukur………. 61

4.1. Tabulasi Jenis Tenaga di Hope Clinic Medan Tahun 2012……… 66

4.2. 4.3. Tabulasi Responden Kanker Payudara Menurut Umur……… 67

Tabulasi fasilitas Pelayanan di Hope Clinic Medan……… 66

4.4. Tabulasi Responden Menurut Pekerjaan……… 68

4.5. Tabulasi Responden Menurut Pendidikan………. 69

4.6. Tabulasi Responden Menurut Status Pernikahan……… …. 69

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Perawat di Hope Clinic Medan………. 70

4.8. Tabulasi Responden Berdasarkan Kategori Sikap Perawat dalam Komunikasi di Hope Clinic Medan………. 70

4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Teknik Komunikasi di Hope Clinic Medan……. ……… 71

4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Teknik Komunikasi dalam Komunikasi di Hope Clinic Medan……… 72

4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Isi Pesan Komunikasi di Hope Clinic Medan………... 72

4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Isi Pesan Perawat dalam Komunikasi di Hope Clinic Medan……… 73

4.13. Distribusi Silang Sikap Perawat terhadap Kepatuhan Penderita Kanker Payudara dalam Menjalankan Kemoterapi di Hope Clinic Medan tahun 2012………. 74


(14)

4.14. Distribusi Silang Teknik Komunikasi Perawat terhadap Kepatuhan

Penderita Kanker Payudara dalam Menjalankan Kemoterapi di Hope Clinic Medan tahun 2012……… 75 4.15. Distribusi Silang Isi Pesan komunikasi Perawat Terhadap Kepatuhan

Penderita kanker Payudara dalam Menjalankan Kemoterapi di Hope Clinic Medan tahun 2012………. …. 76 4.16. Distribusi Hasil Uji Multivariat Regresi Logistik Ganda………. 78


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Skema Komunikasi Interpersonal……… 52


(16)

ABSTRAK

Komunikasi terapeutik adalah merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hal ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh komunikasi terapeutik perawat yaitu; sikap perawat, teknik komunikasi perawat serta isi pesan komunikasi perawat terhadap kepatuhan penderita kanker payudara dalam menjalankan kemoterapi di Hope Clinic Medan. Jenis penelitian ini adalah survei analitik: yaitu untuk menganalisis Pengaruh komunikasi terapeutik Perawat terhadap Kepatuhan Penderita Kanker Payudara dalam Menjalankan Kemoterapi di Hope Clinic Medan.

Populasi penelitian ini adalah seluruh penderita kanker payudara yang terdeteksi di Hope Clinic sebanyak 78 penderita. Penderita yang dianjurkan untuk kemoterapi sebanyak 52 penderita.

Sampel merupakan bagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diuji. Pengukuran sampel pada penelitian ini adalah seluruh penderita kanker payudara yang menjalankan kemoterapi sesuai dengan yang dianjurkan oleh dokter yang mengobatinya di Hope Clinic Medan, pada tahun 2011 dan 2012, sebanyak 32 orang penderita. Sedangkan 20 penderita yang tidak kemoterapi diwawancarai oleh peneliti di rumah penderita.

Hasil penelitian menunjukan bahwa secara statistik sikap perawat tentang kepatuhan, teknik komunikasi perawat terhadap kepatuhan, serta isi pesan perawat dalam komunikasi berpengaruh terhadap kepatuhan penderita kanker payudara dalam menjalankan kemoterapi di Hope Clinic Medan. Variabel Sikap Perawat yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan menjalankan kemoterapi adalah dengan nilai p = 0,007

Disarankan agar Perawat yang bekerja di Hope Klinik Medan dalam menjalankan frofesinya sebagai perawat perlu meningkatkan peran dan fungsi perawat dalam menjalankan tugas sehari-hari terutama sikap komunikasi, teknik berkomunikasi serta isi dari pesan yang disampaikan kepada pasien dan keluargnya, sehingga mereka mendapat kepuasan dalam pelayanan perawat di Hope Clinic Medan.

Kata Kunci : Sikap Perawat, Teknik Komunikasi, Isi Pesan dalam Menjalanka Kemoterapi


(17)

ABSTRACT

Therapeutic communication is an interpersonal relationship between nurses and clients. In this case, nurses and clients get a common learning experience in improving the emotional experience of the clients.

The study of this analytical survey study was to analyze the influence of nurses’ therapeutic communication such as the nurses’ attitude, communication technique and the contents or message of communication on the compliance of breast cancer sufferers in conducting chemotherapy at Hope Clinic Medan.

The population of this study was all of the 78 persons detected to suffer from breast cancer at Hope Clinic Medan and 52 of them were suggested to have chemotherapy. The samples for this study were all of the 32 breast cancer sufferers having chemotherapy suggested by their doctors at Hope Clinic Medan in 2011 and 2012. The remaining 20 sufferers who did not have to have chemotherapy were interviewed by the researcher in their home.

The result of this study showed that, statistically, the attitude of nurses towards the compliance, the nurses’ communication technique towards the compliance, and the content or message of the nurses in communicating had influence on the compliance of breast cancer sufferers in conducting chemotherapy at Hope Clinic Medan. Communication technique was the most influencing variable on the compliance of breast cancer sufferers in conducting chemotherapy with p = 0.007.

The nurses working for Hope Clinic Medan are suggested to improve their role and function as nurses in implementing their daily job especially in terms of their attitude of communication, communication technique and the content or message conveyed to the patients and their families that they feel satisfied with the service provided by the nurses working at Hope Clinic Medan.

Keywords: Nurses’ Attitude, Communication Technique, Message, Compliance of Conducting Chemotherapy


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kanker payudara di banyak negara merupakan kanker yang paling sering terjadi dan penyebab kematian pada wanita. Di kebanyakan negara urutan pertama ditempati oleh kanker leher serviks, kanker payudara memenpati urutan kedua. Di bawah usia tiga puluh tahun, kanker payudara sangat jarang muncul.

Apabila seseorang pernah mempunyai riwayat kanker payudara pada salah satu payudaranya maka individu tersebut mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena kanker pada payudara satunya, (Wenny 2011).

Di Amerika Serikat kanker payudara menduduki peringkat tertinggi diantara kanker-kanker lainnya. Angka insiden tertinggi dapat ditemukan pada beberapa daerah di Amerika Serikat mencapai di atas 100/100.000 berarti lebih 100 penderita dari 100.000 orang. Swiss, 73,5/100.000, Jepang 17,6/100.000, Kuwait 17,2/100.000, Cina 9,5/100.000. Di Indonesia, kanker payudara menduduki urutan kedua setelah kanker serviks pada wanita. Kanker payudara menyerang wanita yang berumur di atas 40 tahun. Namun wanita muda pun bisa terserang kanker payudara ( Purwoastuti, 2009).

Menurut Tjindarbumi dalam Dadang Hawari, (2009) mengatakan bahwa hanya kira-kira sepertiga dari penyakit kanker dapat ditemukan cukup dini untuk


(19)

dapat disembuhkan. Sebagai contoh, temuan dini kanker payudara amat penting bagi keberhasikan pengobatan dengan operasi.

Penderita kanker payudara di Indonesia pada tahun 2004 sebagaimana di kutip dari profil kesehatan Indonesia tahun 2008, sebanyak 5.207 kasus. Setahun kemudian pada tahun 2005, jumlah penderita kanker payudara meningkat menjadi 7.850 kasus. Tahun 2006, penderita kanker payudara meningkat menjadi 8.328 kasus dan pada tahun 2007 sebanyak 8.377. Menurut Prof. Tjandra Yoga, di Indonesia prevalensi tumor/kanker adalah 4,3 per 1000 penduduk. Kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) setelah stroke TB, Hipertensi, cedera, perinatal, dan DM Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2007). Ditambahkan, kanker tertinggi yang diderita wanita Indonesia adalah kanker payudara dengan angka kejadian 26 per 100.000 perempuan, disusul kanker leher rahim dengan 16 per 100.000 perempuan. Salah satu faktor risiko yang menyebabkan tingginya kejadian kanker di Indonesia yaitu prevalensi merokok 23,7%, obesitas umumnya penduduk berusia ≥ 15 tahun pada laki-laki 13,9% dan pada perempuan 23,8%. Prevalensi kurang konsumsi buah dan sayur 93,6%, konsumsi makanan diawetkan 6,3%, makanan berlemak 12,8%, dan makanan dengan penyedap 77,8%. Sedangkan prevalensi kurang aktivitas fisik sebesar 48,2% (Riskesdas tahun 2007).

Kecemasan yang dirasakan penderita umumnya bercampur dengan gangguan suasana hati lainnya: ketidakpastian, ancaman terhadap kelangsungan hidup dan kemungkinan cacat atau kehilangan fungsi tubuh. Penerimaan dapat dipengaruhi secara negatif oleh keluhan jasmani yang mengancam, stadium lanjut dari tumor,


(20)

kurangnya dukungan karena kurang terbukanya dokter atau pemberi bantuan lainnya, masalah-masalah di dalam keluarga, atau kesulitan di dalam hubungan dengan orang tercinta. Tidak jarang, penderita dikuasai perasaan tidak berguna, kekhawatiran karena merasa hanya menjadi beban bagi orang lain, dan rasa malu karena tidak mempunyai arti bagi orang lain (Jong, 2005).

Penderita kanker payudara selalu mengalami kecemasan dan perasaan takut yang terus menerus, sehingga membutuhkan pendampingan serta perawatan dan pengobatan agar mengurangi perasaan cemas dan takut tersebut melalui komunikasi yaitu komunikasi terapeutik dengan sikap empati dari seorang perawat dan dokter dalam memberikan asuhan keperawatan maupun pengobatan kepada penderita kanker payudara, (Fatmawati,2010).

Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik. Dalam proses komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran. Maksud komunikasi adalah memengaruhi perilaku orang lain. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik tidak mungkin tercapai tanpa komunikasi (Ermawati 2009).

Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk memengaruhi tingkah laku manusia, sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus. (Mundakir 2006) Komunikasi therapeutik termasuk komunikasi interpersonal yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal.


(21)

Komunikasi terapeutik adalah kemampuan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain, Norhouse dalam Nunung Nurhasanah, (2010). Karena komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan paling bermakna perilaku manusia. Pada profesi keperawatan, komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan tindakan yang menyangkut dalam bidang kesehatan (Christina Lia Uripni 2003).

Komunikasi terapeutik didefinisikan sebagai komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien yang dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya, (Christina Lia Uripni 2003). Hubungan perawat-pasien yang terapeutik adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman perbaikan emosi klien. Dalam hal ini perawat memaknai dirinya secara terapeutik dengan menggunakan berbagai teknik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah yang positif. Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung dengan sendirinya, tapi harus direncanakan, dipertimbangkan, dan dilaksanakan secara profesional. Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui tentang kondisi klien jika tidak ada kemampuan menghargai keunikan klien. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat menghadapi, mempersepsikan, bereaksi, dan menghargai keunikan klien.

Salah satu faktor kegagalan menjalankan terapi adalah ketidakpatuhan terhadap terapi yang disebabkan oleh kurangnya dukungan sosial dari keluarga atau


(22)

kerabat. Hal ini didukung oleh penelitian Cahyadi 2006, di Ruang Cendana I RSUD Dr. Moewardi Surakarta tentang hubungan antara support system keluarga dengan kepatuhan pengobatan pada pasien yang mendapat kemoterapi membuktikan ada hubungan yang bermakna antara support system keluarga dengan kepatuhan berobat jalan.

Berdasarkan penelitian Uli Asima Simanjuntak tentang Hubungan Pengetahuan Perawat tentang Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operatif di RS.Elisabeth Medan 2011 menggambarkan bahwa situasi operasi merupakan situasi yang diwarnai suasana cemas, baik bagi pasien dan keluarganya. Sehingga peran perawat dan tenaga kesehatan lain perlu memberikan perhatian dalam upaya mengurangi kecemasan sekaligus menurunkan resiko operasi yang dapat timbul karena pasien tidak kooperatif dan mengganggu proses penyembuhan. Oleh sebab itu, bila perawat tidak berperan aktif dalam memberikan dukungan dan motivasi kepada pasien maka tingkat kecemasan pasien akan terus meningkat dan merasa takut dalam menjalani tindakan keperawatan sebelum operasi. Untuk itu, pasien yang akan menjalani operasi harus diberi komunikasi terapeutik untuk menurunkan atau mengurangi gejala kecemasan serta dapat meningkatkan pengetahuan kesehatan pada pasien.

Pasien yang diajak mendiskusikan masalah kesehatan yang dihadapinya, akan merasa terayomi dan mendapat perhatian yang penuh dari perawat sehingga bisa menurunkan kecemasannya. Komunikasi yang terjadi antara perawat dan pasien merupakan komunikasi yang mengarah pada penemuan masalah keperawatan melalui


(23)

pengkajian sampai pada evaluasi dari hasil tindakan dari kebuntuan komunikasi terapeutik Abdul Nasir dalam Siti Fatmawati, (2010).

Disamping itu, perawat harus lebih berkompeten menjadi seseorang komunikator yang efektif, perawat memakai dirinya secara terapeutik dengan menggunakan teknik komunikasi agar perilaku pasien berubah kearah yang positif seoptimal mungkin dan perawat dapat menghadapi, mempersepsikan, bereaksi dan menghargai keunikan klien (Mundakhir, 2006).

Dengan demikian, komunikasi terapeutik perawat adalah hal yang sangat penting karena komunikasi terapeutik adalah salah satu bentuk intervensi dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien di suatu instansi/ rumah sakit.

Salah satu pengobatan yang berkembang dengan cepat saat ini adalah kemoterapi yaitu penggunaan preparat anti neoplasma, sebagai upaya untuk membunuh sel-sel tumor yang mengganggu fungsi reproduksi seluler. Biasanya kemoterapi dilakukan pada beberapa penyakit kanker yang spesifik seperti kanker payudara, kanker rahim, kanker paru, leukemia tetapi selalu ada laporan baru tentang neoplasma yang sebelumnya tidak dapat diatasi. Obat kemoterapi digunakan untuk membunuh dan menghambat perkembangan sel kanker payudara. Obat kemoterapi sangat efektif ketika sel-sel sedang membelah, namun obat ini tidak dapat membedakan sel sehat yang sedang membelah seperti folikel rambut yang dapat mengakibatkan efek samping pada rambut sehingga menjadi rontok. Sel-sel normal dapat pulih kembali dalam waktu yang singkat, namun sel-sel kanker payudara yang rusak biasanya tidak dapat pulih kembali.


(24)

Kemoterapi adalah obat yang dibuat secara kimiawi yang bekerja menghambat atau mematikan mikroorganisme yang membuat sakit, misalnya bakteri atau sel-sel tumor. Kemoterapi merupakan terapi sistematis yang ditambahkan pada tubuh, berarti pada seluruh sistem. Kemoterapi menyebar tanpa bergantung pada jalan masuknya, melalui sirkulasi darah, jadi tanpa halangan sampai di semua jaringan dan semua organ bahkansampai di semua sel tubuh, Wim de Jong (2005).

Dari data Medikal Record Rumah Sakit Dr.Pirngadi Medan (2009), jumlah pasien yang berobat di Poli Bedah Bagian Onkologi Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan adalah 1232 orang, yang terdiagnosa kanker payudara 323 orang atau sebesar (26,21 %) . Penderita yang dirawat sebanyak 315 orang , sedangkan yang menjalani pengobatan kemoterapi sebanyak 36 orang 11,42%). Dari tingginya angka kejadian tersebut peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana komunikasi terapeutik yakni sikap perawat, teknik komunikasi dan isi pesan dapat berpengaruh terhadap pengobatan kemoterapi penderita kanker payudara.

Hubungan saling percaya yang telah dibangun diantara perawat dan pasien tersebut akan mempermudah pelaksanaan dan keberhasilan program pengobatan Stuart dalam Nunung Nurhasanah (2010). Komunikasi yang baik dapat meningkatkan kepatuhan klien dalam hal pengobatan dan perawatan penyakitnya.

Pada penelitian ini, peneliti memilih lokasi penelitian yang sesuai dengan judul penelitian ini tentang kepatuhan penderita kanker payudara menjalankan kemoterapi, maka lokasi penelitian yang di pilih adalah Hope Clinic sebagai tempat pelaksanaan kemoterapi dan konsultasi tumor (kanker) yang berlikasi di jalan Stadion


(25)

No.14 Medan. Sebagai data awal, peneliti memperoleh informasi langsung dari perawat serta status pasien yang menjalankan pemeriksaan dan konsultasi di Hope Clinic, terdapat 78 orang penderita kanker payudara, selama tahun 2011 dan tahun 2012. Dari jumlah 78 penderita kanker payudara yang dianjurkan dokter untuk menjalanakkan kemoterapi sebanyak 52 penderita. Namun hanya 32 penderita, (61,54%) yang menjalanakan kemoterapi sesuai dengan anjuran dokter yang merawatnya.

1.2. Permasalahan

Dari permasalahan di atas yang menjadi permasalahan penelitian adalah bagaimana pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepatuhan penderita kanker payudara dalam menjalankan kemoterapi di Hope Clinic Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepatuhan penderita kanker payudara dalam menjalankan kemoterapi di Hope Clinic Medan.

1.4. Hipotesis

Hipotesa dalam penelitian ini adalah (H1) apabila ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepatuhan penderita kanker payudara dalam menjalankan


(26)

kemoterapi atau (Ho) apabila tidak ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepatuhan penderita kanker payudara dalam menjalankan kemoterapi.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pengaruh komunikasi terapeutik terhadap kepatuhan penderita kanker payudara menjalankan kemoterapi.

2. Tenaga Kesehatan ( Perawat )

Diharapkan Sebagai masukan bagi perawat dalam meningkatkan pelayanan keperawatan yang berhubungan dengan penerapan komunikasi terapeutik untuk meningkatkan kepatuhan penderita kanker payudara dalam menjalankan kemoterapi.

3. Hope Clinic

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi Hope Clinic Medan, bahwa pentingnya penerapan komunikasi terapeutik dari seorang perawat yang berdampak pada kepatuhan penderita kanker payudara dalam menjalankan kemoterapi, sehingga dapat meningkatkan kemauan dan kemampuan penderita yang menjalanakan kemoterapi.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komunikasi Terapeutik 2.1.1. Pengertian

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi, (Suryani 2005). Menurut Purwanto yang dikutip oleh (Mundakir 2006), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan yaitu penyembuhan pasien, (Siti Fatmawati 2010).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien, Indrawati, dalam Siti Fatmawati, (2010).

Menurut (Stuart 1998) komunikasi terapeutik adalah merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hal ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Menurut (Potter-Perry 2000), proses dimana perawat menggunakan pendekatan terencana dalam mempelajari klien.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan seorang perawat dengan teknik-teknik tertentu


(28)

yang mempunyai efek penyembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk membina hubungan saling percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang akurat kepada pasien, sehingga diharapkan dapat berdampak pada perubahan yang lebih baik pada pasien dalam menjalanakan terapi dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan. 2.1.2. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi:

Pertama, realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang tadinya tidak biasa menerima apa adanya atau merasa rendah diri, setelah berkomunikasi terapeutik dengan perawat akan mampu menerima dirinya.

Kedua, kemampuan membina hubungan interpersonal dan saling bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya .

Ketiga, peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya.

Keempat, rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Identitas personal disini termasuk status, peran, dan jenis kelamin. Klien yang


(29)

mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas. Dalam hal ini perawat berusaha menggali semua aspek kehidupan klien di masa sekarang dan masa lalu. Kemudian perawat membantu meningkatkan integritas diri klien melalui komunikasinya dengan klien, (Suryani 2005).

2.1.3. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik

Menurut (Suryani 2000), ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik:

Pertama, hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan. Hubungan ini didasarkan pada prinsip” humanity of nurse and clients”. Kualitas hubungan perawat-klien ditentukan oleh bagaimana perawat mendefinisikan dirinya sebagai manusia. Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya tetapi lebih dari itu, hubungan antar manusia yang bermartabat.

Kedua, perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang berbeda-beda, karena itu perawat perlu memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan tiap individu.

Ketiga, semua komuikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.


(30)

Keempat, komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalah. Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik.

2.1.4. Komunikasi Terapeutik sebagai Tanggung Jawab Moral Perawat

Perawat disebutkan sebagai tenaga terpenting karena sebagian terbesar pelayanan Rumah Sakit adalah pelayanan keperawatan. Perawat bekerja dan selalu bertemu dengan pasien selama 24 jam penuh dalam satu siklus shift, karena itu perawat menjadi ujung tombak bagi suatu Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Dalam memberikan intervensi keperawatan diperlukan suatu komunikasi terapeutik, dengan demikian diharapkan seorang perawat memiliki kemampuan khusus mencakup ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal dan penuh kasih sayang dalam melakukan komunikasi dengan pasien. Perawat harus memiliki tanggung jawab moral tinggi yang didasari atas sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk kesembuhan pasien.

Menurut Addalati, dalam Abdul Nasir (2009) menambahkan bahwa seorang beragama, perawat tidak dapat bersikap tidak peduli terhadap orang lain dan adalah seorang pendosa apabila perawat mementingkan dirinya sendiri.

2.1.5. Teknik Komunikasi Terapeutik

Teknik komunikasi terapeutik dengan menggunakan referensi dari Stuart dan Sundeen, dalam Ernawati (2009) yaitu:


(31)

1. Mendengarkan (lestening)

Mendengar ( listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi terapeutik ( Keliat 1992). Mendengarkan adalah proses aktif dan penerimaan informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima , Hubson, S dalam Suryani, (2005). Untuk member kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara, maka perawat harus menjadi pendengar yang aktif. Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibicarakan klien dengan penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak memotong pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat mempunyai waktu untuk mendengarkan.

Ketrampilan mendengarkan penuh perhatian adalah dengan: a. Pandang klien ketika sedang bicara

b. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan c. Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki atau

tangan

d. Hindarkan gerakan yang tidak perlu

e. Angkat kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan umpan balik

f. Condongkan tubuh kearah lawan bicara (pasien). 2. Bertanya

Bertanya (question) merupakan teknik yang dapat mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya.


(32)

Teknik berikut sering digunakan pada tahap orientasi: a. Pertanyaan fasilitatif (fasilitatif question)

Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya perawat sensitive terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan non fasilitatif (non facilitative question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan, bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien Gerald, D dalam Suryani,(2005).

b. Pertanyaan terbuka atau tertutup

Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat membutuhkan jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka, perawat mampu mendorong klien mengekspresikan dirinya Antai-Otong dalam Suryani, (2005).

Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat membutuhkan jawaban yang singkat.

3. Penerimaan

Yaitu mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Penerimaan berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukan keraguan atau tidak setuju. Perawat sebaiknya menghindarkan


(33)

ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya.

4. Mengulangi (restating)

Mengulangi (restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien maksudnya adalah mengulangi pokok pikiran yang diungkapkan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan member indikasi perawat mengikuti pembicaraan atau memperhatikan klien dan mengharapkan komunikasi berlanjut klien (Keliat, Budi Anna, 1992 ).

5. Klarifikasi (clarification)

Klasifikasi (clarification) adalah penjelasan kembali ke ide atau pikiran klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari ungkapannya Gerald,d dan Suryani, (2005). Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Pada saat klarifikasi perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan informasi Gerald, D dalam Suryani, (2005). Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian terhadap perasaan klien sangat penting dalam memahami klien.

6. Refleksi ( reflection )

Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk memvalidasi pengertian


(34)

perawat tentang apa yang diucapkan klien dan menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien Antai-Otong dalam Suryani, (2005).

Refleksi menganjurkan klien untuk mengungkapkan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab; bagaimana menurutmu? Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dank lien mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.

7. Memfokuskan (focusing)

Memfokuskan (focusing) adalah bertujuan memberikan kesempatan kepada klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan Stuart, G.W dalam Suryani, (2005). Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga pembahasan masalah lebih spesifik dan dimengerti dan mengarahkan komunikasi klien pada pencapaian tujuan.

8. Diam ( silence )

Teknik diam digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk Mengorganisasi pikiran masing-masing Stuart dan Sundeen, dalam Suryani, (2005).


(35)

9. Memberikan Informasi ( informing )

Memberikan informasi tambahan merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien. Teknik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi tambahan yang diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih baik tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternative pemecahan masalah, (Suryani 2005).

10. Menyimpulkan (summerizing)

Menyimpulkan adalah teknik komunikasi yang membantu klien mengeksporasi point penting dari interaksi perawat-klien. Teknik ini membantu perawat dank lien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri pertemuan.

11. Mengubah Cara Pandang (reframing)

Teknik ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja Gerald,D dalam Suryani, (2005 ) sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.

12. Eksplorasi

Teknik ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih dalam masalah yang dialami klien, Antai-Otong dalam suryani, (2005) supaya masalah tersebut bias diatasi. Teknik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien.


(36)

13. Membagi Persepsi (Sharing perception)

Stuart G.W. dalam Suryani, (2005), menyatakan membagi persepsi (sharing perception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan atau pikirkan. Teknik ini digunakan ketika perawat merasakan atau melihat ada perbedaan antara respons verbal atau respons nonverbal dari klien.

14. Identifikasi tema

Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus mampu menangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting. (Stuart dan Sundeen, dalam Suryani, 2005).teknik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan klien. 15. Menganjurkan untuk Melanjutkan Pembicaraan

Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang mengidentifikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk menaksirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan.

16. Humor

Sullivan dan Deane dalam Suryani,( 2005), melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamine dan hormone yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernafasan dan menggunakan humor untuk menutupi


(37)

rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.

17. Memberikan Pujian

Memberikan pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien Gerald, D dalam Suryani, (2005). Reinforcement bias diungkapkan dengan kata-kata ataupun melalui inyarat nonverbal.

18. Menawarkan Diri

Bukan tidak mungkin bahwa klien belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Perawat menyediakan diri tanpa renpons bersyarat atau respons yang diharapkan. 19. Memberikan Penghargaan

Memberi salam pada klien dan keluarga dengan menyebut namanya, menunjukan kesadaran tentang perubahan yang terjadi, untuk menghargai klien dan keluarga sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.

20. Asertif

Asertif adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai orang lain.


(38)

2.1.6. Sikap Perawat dalam Komunikasi Terapeutik

Elsa Roselina, 2009 mengidentifikasikan lima sikap atau cara untuk dapat menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi terapeutik: 1. Berhadapan

Posisi ini memiliki arti bahwa saya siap untuk anda 2. Mempertahankan kontak mata

Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi

3. Membungkuk kearah klien

Pada posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu

4. Memperlihatkan sikap terbuka

Dalam posisi ini diharapkan tidak melipat kaki atau tangan untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu

5. Tetap rileks

Tetap dapat mengendalikan keseimbangan, antara ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respons kepada pasien, meskipun dalam situasi yang kurang menyenangkan.

2.1.7. Memberikan Umpan Balik

Ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan oleh seorang perawat dalam melakukan umpan balik sebagai berikut:


(39)

1. Pelajari hasil kerjanya dengan teliti. Beri tanda pada hal-hal yang perlu diperbaiki

2. Ketika menyampaikan umpan balik perhatikan contoh-contoh dari kesalahan yang telah dibuat

3. Kembangkan argument mengenai dampak negative yang biasa muncul dari kesalahan yang dibuat

4. Pastikan penerima umpan balik menyadari kekeliruan, kekurangan, atau kesalahan

5. Gali lebih dalam lagi mengenai hambatan yang ditemui

6. Dorong penerima umpan balik untuk menemukan jalan keluar dan langkah-langkah untuk memperbaiki tugasnya atau cara kerjanya

7. Buat kesepakatan mengenai perbaikan yang akan dilakukan. 2.1.8. Sikap Perawat dalam Memberikan Umpan Balik 1. Jangan bersikap seperti hakim yang mengadili

2. Mulai dengan hal-hal yang positif

3. Jangan mengungkapkan kebaikan dan kelemahan secara bersamaan

4. Sampaikan fakta, tunjukkan dimana letak kesalahan, kekeliruan, atau kekurangan 5. Berikan pujian dengan tulus

6. Jangan memanipulasi fakta


(40)

2.1.9. Isi Pesan

Pesan adalah segala sesuatu yang akan disampaikan. Pesan dapat berupa ide, pendapat, pikiran dan saran. Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan ini mempunyai inti pesan yang sebenarnya menjadi pengarah di dalam suatu usaha mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan, (Ernawati Dalami, 2009). Menurut Arita Murwani, isi pesan harus dirasa penting dan berguna bagi sasaran. Bila seorang pasien diberi nasihat atau informasi berupa pesan-pesan yang kurang bermanfaat dan tidak jelas, maka pasien akan enggan melakukannya. Pesan dapat disampaikan dengan cara langsung atau lisan, tatap muka, dan dapat pula melalui media atau saluran. Pesan yang disampaikan memenuhi beberapa syarat sebagai berikut:

a. Pesan harus direncanakan dengan baik sesuai kebutuhan

b. Penyampaian pesan dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah

dimengerti oleh kedua belah pihak

c. Pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta menimbulkan kepuasan, ( Mundakir 2006).

2. 2. Kepatuhan Menjalankan Kemoterapi 2.2. 1. Pengertian

Menurut Sackett dalam Niven (2000) kepatuhan adalah sejauhmana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan.


(41)

Sedangkan menurut (Kozier 2010), kepatuhan adalah tingkat perilaku individu (misalnya minum obat, mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya hidup), sesuai anjuran terapi atau kesehatan. Tingkat kepatuhan dapat dimulai dari mengindahkan setiap aspek anjuran hingga mematuhi semua rencana terapi.

Menurut (Perry dan Potter 2009), kepatuhan adalah ketaatan klien pada terapi yang ditetapkan. Tetapi tidak semua orang ingin mempertahankan kesehatannya. Banyak orang yang tidak mau mengadobsi prilaku sehat atau mengubah prilaku yang tidak sehat. Berbeda dengan orang-orang yang menganggap penyakit sebagai ancaman, biasanya mereka akan mengatasi keterbatasan dalam praktik kesehatan yang berubah dan melihat keuntungan dalam mengadobsi perilaku yang baru. Sebagai contoh penderita diabetes mellitus terus mengikuti pola makan seperti biasa. Terapi tidak akan berpengaruh kecuali penderita diabetes mellitus menganggap kesehatan sebagai hal penting. Petugas kesehatan harus mengkaji motivasi belajar dan kebutuhan pengetahuan penderita agar dapat membentuk kepatuhan.

Berdasarkan pendapat Lukman dalam Suprayanto (2010) dapat disimpulkan bahwa kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdidisiplin melakukan perintah/nasehat atau aturan yang diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, setelah memahami betul apa yang dianjurkan/disarankan. Seseorang dikatakan patuh menjalankan kemoterapi apabila mau menjalankan pola hidup sehat dan mengontrol atau pemeriksaan sel kanker, pemeriksaan fungsi hati, haimoglobin, Leukosit paling


(42)

lama setiap 2 bulan sekali sesuai dengan ketentuan, sehingga terhindar dari mestastasi atau penyulit .

Kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan atau pasrah pada tujuan yang telah ditentukan. Kepatuhan memiliki nada yang cenderung memanipulasi atau otoriter dimana penyelenggaraan perawatan kesehatan atau pendidik dianggap sebagai tokoh yang berwenang, peserta didik anggap bersikap patuh. Kepatuhan pada program kesehatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi. Menurut Eraker dan Levanthal serta Cameron dalam Niven,( 2002) mengatakan kepatuhan pasien program kesehatan dapat ditinjau dari berbagai perspektif teoritis: Teori perilaku/ pembelajaran sosial, yang menggunakan pendekatan behavioristik dalam hal reward , petunjuk, kontrak, dan dukungan sosial. Teori keyakinan rasional, yang menimbang manfaat pengobatan dan resiko penyakin melalui penggunaan logika cost benefit. Sistem mengatur diri, pasien dilihat sebagai pemecahan masalah yang mengatur perilakunya berdasarkan persepsi atas penyakit. Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo,(2005), menjelaskan bahwa perilaku seseorang dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh tiga faktor pokok, yakni faktor predisposisi (predisposing factor), faktor yang mendukung (enabling factor) dan faktor yang memperkuat atau mendorong ( reinforcing factor). Jadi ada hubungan antara perilaku seseorang dengan kepatuhan dalam menjalanakan kemoterapi

Berdasarkan penelitian Direktorat Bina farmasi Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan alat kesehatan Depkes RI, (2005) mengemukan salah satu faktor kegagalan menjalankan terapi adalah ketidakpatuhan terhadap terapi yang


(43)

disebabkan oleh kurangnya dukungan sosial dari keluarga atau kerabat. Hal ini didukung oleh penelitian (Cahyadi 2006) di Ruang Cendana I RSUD Dr. Moewardi Surakarta tentang hubungan antara support system keluarga dengan kepatuhan pengobatan pada pasien yang mendapat kemoterapi membuktikan ada hubungan yang bermakna antara support system keluarga dengan kepatuhan berobat jalan. Menurut penelitian Yulian (2008) di Rumah Sakit Umum Jiwa Daerah Surakarta tentang hubungan support system keluarga terhadap kepatuhan klien berobat jalan menunjukkan ada hubungan antara support system keluarga terhadap kepatuhan klien berobat jalan. Penelitian di atas menunjukkan bahwa dukungan keluarga sangat penting untuk kepatuhan menjalankan kemoterapi.

Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan. Sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin, Kamus Besar Bahasa Indonesia 1988.

Menurut Sacket dalam Niven (2000) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan. Salah satu pengobatan yang berkembang dengan cepat saat ini adalah kemoterapi yaitu penggunaan preparat anti neoplasma, sebagai upaya untuk membunuh sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi reproduksi seluler. Biasanya kemoterapi dilakukan pada beberapa penyakit kanker yang spesifik seperti kanker payudara, kanker rahim, kanker paru, leukemia tetapi selalu ada laporan baru tentang neoplasma yang sebelumnya tidak dapat diatasi sekarang sensitif terhadap kemoterapi. Obat


(44)

kemoterapi digunakan untuk membunuh dan menghambat perkembangan sel kanker payudara.

2.2.2. Penyebab Terjadinya Kepatuhan

Kepatuhan yang terjadi dalam menjalankan sesuatu dalam kehidupan apakah dalam mengatasi masalah kesehatan atau penyakit dapat disebabkan banyak hal yaitu: (1) kepatuhan individu berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku yang baru itu, (2) kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan petugas kesehatan atau tokoh yang menganjurkan perubahan tersebut, (3) kepatuhan timbul karena individu merasa tertarik atau mengagumi petugas kesehatan atau tokoh tersebut, sehingga ingin mematuhi apa yang dianjurkan atau diinstruksikan tanpa memahami sepenuhnya arti dan mamfaat dari tindakan tersebut, tahap ini disebut proses identifikasi. Motivasi untuk mengubah perilaku individu dalam tahap ini lebih baik dari pada dalam tahap kesediaan, namun motivasi ini belum dapat menjamin kelestarian perilaku itu karena individu belum dapat menghubungkan perilaku tersebut dengan nilai-nilai lain dalam hidupnya, sehingga jika dia ditinggalkan petugas atau tokoh idolanya itu maka dia merasa tidak perlu melanjutkan perilaku tersebut.

2.2. 3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepatuhan

Menurut teori Feuerstein dalam Niven (2000) ada 5 faktor yang mendukung kepatuhan pasien, yaitu pendidikan, akomodasi, modifikasi, faktor lingkungan dan sosial, perubahan model terapi dan meningkatnya interaksi profesional kesehatan dengan pasien.


(45)

Pendidikan, tingkat pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan sepanjang pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif, yang diperoleh secara mandiri, lewat tahapan-tahapan tertentu mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Pendidikan ini dapat juga diperoleh secara mandiri dengan menggunakan buku-buku dan kaset sebagai alat penuntun bejajar.

Berdasarkan pendapat Feuer Stein et.al. dalam Niven, (2002), dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan pasien/penderita dapat meningkatkan kepatuhan menjalankan kemoterapi , sepanjang pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif yang diperoleh secara mandiri, lewat tahapan-tahapan tertentu sesuai dengan kemampuan belajar yang dimiliki oleh pasien/penderita. Pendidikan yang diperoleh akan mendasari kepatuhan dalam menjalankan kemoterapi , sehingga penderita tidak asal ikut-ikutan saja tetapi tindakan yang dilakukan sudah berdasarkan pertimbangan tentang baik buruknya atau untung ruginya mematuhi instruksi petugas kesehatan dalam menjalankan kemoterapi.

Akomodasi, suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat memengaruhi kepatuhan. Sebagai contoh pasien yang lebih mandiri, harus merasakan bahwa dia dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan, sementara pasien yang mengalami ansietas menghadapi sesuatu, harus diturunkan terlebih dahulu tingkat ansietasnya dengan cara menyakinkan dia atau dengan teknik-teknik lain sehingga dia termotivasi untuk mengikuti anjuran pengobatan.


(46)

Modifikasi faktor lingkungan dan sosial, hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman sangat penting. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap program-program pengobatan seperti pengurangan berat badan, berhenti merokok dan menurunkan konsumsi alkohol.

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. Pratt dalam Niven (2002) telah memperhatikan bahwa peran yang dimainkan keluarga dalam pengembangan kebiasaan kesehatan dan pengajaran terhadap anak-anak mereka. Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota keluarga yang sakit.

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga yang lain, teman, waktu, dan uang merupakan faktor-faktor penting dalam kepatuhan terhadap program–program medis. Contoh yang sederhana, tidak memiliki pengasuh, transportasi tidak ada, dan ada anggota keluarga yang sakit, dapat mengurangi kepatuhan pasien. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas, yang disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan ketidaktaatan, dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan, (Niven 2002).

Keyakinan, sikap dan kepribadian Becker et al dalam Niven (2002), melakukan penelitian pada 50 orang pasien hemodialisa yang harus mematuhi


(47)

program pengobatan yang kompleks, meliputi diet, pembatasan cairan dan pengobatan. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan, bahwa keyakinan, sikap dan kepribadian akan kesehatan pasien berguna memperkirakan adanya ketidakpatuhan. tentang terapi yang harus dijalankannya bisa saja dipengaruhi oleh bagaimana cara keluarga memberi memotivasi untuk pasien bisa bangkit dari keterpurukan akan penyakit dan menjalankan terapi kemoterapi.

Perubahan model terapi, program-program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin, dan pasien terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut. Dengan cara ini komponen-komponen sederhana dalam program pengobatan dapat diperkuat, untuk selanjutnya dapat mematuhi komponen-komponen yang lebih kompleks.

Anderson dalam Niven (2002) dalam penelitiannya tentang komunikasi dokter, perawat dan pasien di Hongkong, mendapatkan bahwa pasien yang rata-rata diberi 18 jenis informasi untuk diingat dalam setiap konsultasi, hanya mampu mengingat 31 % saja. Dari penjabaran dan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang efektif sangat diperlukan . Tenaga kesehatan harus memberikan informasi yang lengkap guna meningkatkan pemahaman penderita sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam mnjalankan terapi.

Kualitas interaksi juga merupakan hal yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Korsch dan Negrete dalam Niven (2002) telah mengamati 800 kunjungan orangtua dan anak-anaknya ke rumah sakit anak di Los Angeles. Selama 14 hari mereka mewawancarai untuk memastikan ibu-ibu tersebut melaksanakan


(48)

nasehat-nasehat yang diberikan oleh dokter, mereka menemukan ada hubungan yang erat antara kepuasan ibu terhadap konsultasi dengan seberapa jauh mereka mematuhi nasehat dokter, tidak ada kaitan antara lamanya konsultasi dengan kepuasan ibu. Jadi konsultasi yang pendek tidak akan tidak produktif. Jika diberikan perhatian untuk meningkatkan kualitas interaksi.

Beberapa keluhan yang specifik adalah kurangnya minat yang diperlihatkan oleh dokter, pengguaan istilah medis yang berlebihan, kurangnya empati dan hampir setengah dari ibu-ibu tersebut tidak memperoleh kejelasan tentang penyebab penyakit anaknya, yang sering kali menimbulkan kecemasan. Dari penelitian ini, dapat dilihat bahwa kesalahan seperti ini dengan mudah diatasi dengan ketrampilan komunikasi terapeutik yang dibina antara pasien dan pasien dengan tenaga kesehatan.

Menurut Ley dan Spelman dalam Niven (2002), menemukan bahwa lebih dari 60% responden yang di wawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan kepada mereka. Kadang kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan/ kesalahan profesional dalam memberikan informasi lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang harus diingat oleh penderita.

Pemahaman tentang instruksi petugas kesehatan sangat perlu, jika seseorang tidak memahami instruksi maka konsekwensi yang akan didapat adalah ketidakpatuhan. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien, adalah suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini, apa


(49)

penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi seperti itu. Suatu penjelasan tentang penyebab penyakit dan bagaimana pengobatannya, dapat membantu meningkatkan kepercayaan pasien. Untuk melakukan konsultasi dan selanjutnya meningkatkan kepatuhan.

Kozier dkk. (2010) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan yaitu motivasi klien untuk sembuh, dan durasi terapi yang dianjurkan yakni tingkat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan, persepsi keparahan masalah kesehatan, nilai upaya mengurangi ancaman kesehatan, kesulitan memahami dan melakukan perilaku yang dianjurkan, tingkat gangguan penyakit atau rangkaian terapi, keyakinan bahwa terapi atau rejimen yang diprogramkan akan membantu, kerumitan, efek samping, warisan budaya tertentu yang membuat kepatuhan menjadi sulit dilakukan, tingkat kepuasan, kualitas dan jenis hubungan dengan penyedia pelayanan kesehatan serta seluruh terapi yang diprogramkan.

2.2.4. Strategi untuk Meningkatkan Kepatuhan

Menurut Smet dalam Niven (2002) berbagai strategi untuk meningkatkan kepatuhan adalah dukungan profesional kesehatan, profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan, contohnya adalah meningkatkan komunikasi, karena komunikasi memegang peranan penting maka komunikasi diberikan oleh dokter/perawat dapat menanamkan ketaatan bagi pasien.

Strategi lain dukungan social, dukungan social yang dimaksud adalah keluarga. Para profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi.


(50)

Modifikasi perilaku sehat juga sangat diperlukan. Modifikasi gaya hidup dengan mengatur makanan, melakukan aktivitas/olahraga dan control secara teratur melakukan pengontrolan dengan pemeriksaan darah rutin, USG, kolonoscopy dan gastroscopy yang perlu untuk penderita kanker payudara.

Strategi terakhir pemberian informasi, pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya. Dalam hal ini pemberian informasi yang jelas tentang perencanaan makan, aktivitas dan kontrol darah lengkap, serta pemeriksaan endoscopy yang teratur pada penderita kanker payudara sehingga penderita paham dan akhirnya patuh menjalankannya.

Kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan ataupasrah pada tujuan yang telah ditentukan. Kepatuhan memiliki nada yang cenderung memanipulasi atau otoriter dimana penyelenggaraan perawatan kesehatan atau pendidik dianggap sebagai tokoh yang berwenang, peserta didik anggap bersikap patuh. Kepatuhan pada program kesehatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan dengan begitu dapat diukur.

2.2.5. Langkah-langkah Mengidentifikasi Adanya Ketidakpatuhan

Menurut Kozier dkk. (2010) untuk meningkatkan kepatuhan, perawat perlu memastikan bahwa klien mampu melakukan terapi yang diprogramkan, memahami instruksi yang penting, menjadi partisipan yang mau berusaha mencapai tujuan terapi, dan menghargai hasil perilaku yang direncanakan.


(51)

Menurut Anderson dalam Niven (2002) dalam penelitiannya tentang komunikasi dokter dan pasien di Hongkong, mendapatkan bahwa pasen yang rata-rata diberi 18 jenis informasi untuk diingat dalam setiap konsultasi, hanya mampu mengingat 31 % saja. Dari penjabaran dan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang efektif sangat diperlukan . Tenaga kesehatan harus memberikan informasi yang lengkap guna meningkatkan pemahaman penderita sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam mnjalankan terapi.

Langkah-langkah mengidentifikasi adanya ketidakpatuhan adalah:

1. Memastikan alasan klien tidak mematuhi program. Berdasarkan alasan klien, perawat dapat memberikan informasi,mengoreksi kesalahpahaman, menganjukan konseling bila masalah psikologis menghambat kepatuhan. Perawat juga perlu mengevaluasi kembali kesesuaian anjuuran yang diberikan. Jika kepercayaan, budaya dan usia bertentangan dengan rencana terapi yang diberikan.

2. Menunjukan kepedulian. Perlihatkan perhatian yang tulus terhadap masalah dan keputusan klien serta pada saat yang sama mengakui hak-hak klien terhadap rangkaian tindakan, misalnya perawat memberi tahu agar jangan lupa minum obat untuk kemoterapi.

3. Memotivasi klien untuk berperilaku sehat. Apabila penderita kanker payudara melakukan latihan fisik setiap pagi, perawat dapat memberi pujian untuk memanbah semangat klien.


(52)

4. Menggunakan brosur, gambar untuk memberikan penyuluhan. Contoh, perawat dapat meninggalkan brosur atau gambar untuk dibaca klien setelah penyuluhan, juga membuat jadwal pemberian obat kemoterapi pada selembar kertas dengann arah jarum jam dan tanggal pemberian.

5. Memberi hubungan terapeutik yang tidak kaku, saling mengerti dan tanggung jawab bersama dengan klien dan keluarga sebagai pemberi dukungan kepada klien.

2.2.6. Proses Perubahan Sikap dan Perilaku

Menurut Kelman perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan, identifikasi kemudian baru menjadi internalisasi Mula-mula individu mematuhi anjuran atau instruksi petugas tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukuman/sanksi jika tidak patuh atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika mematuhi anjuran tersebut tahap ini disebut tahap kesediaan, biasanya perubahan yang terjadi dalam tahap ini bersifat sementara, artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan petugas. Tetapi begitu pengawasan itu mengendur atau hilang, perilaku itupun ditinggalkan.

Pengawasan itu tidak perlu berupa kehadiran fisik petugas atau tokoh otoriter, melainkan cukup rasa takut terhadap ancaman sanksi yang berlaku, jika individu tidak melakukan tindakan tersebut. Dalam tahap ini pengaruh tekanan kelompok sangatlah besar, individu terpaksa mengalah dan mengikuti perilaku mayoritas kelompok meskipun sebenarnya dia tidak menyetujuinya. Namun segera setelah dia


(53)

keluar dari kelompok tersebut, kemungkinan perilakunya akan berubah menjadi perilakunya sendiri.

Kepatuhan individu berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman tentang pentingnya perilaku yang baru itu dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan petugas kesehatan atau tokoh yang menganjurkan perubahan tersebut (change agent). Biasanya kepatuhan ini timbul karena individu merasa tertarik atau mengagumi petugas atau tokoh tersebut, sehingga ingin mematuhi apa yang dianjurkan atau diinstruksikan tanpa memahami sepenuhnya arti dan mamfaat dari tindakan tersebut, tahap ini disebut proses identifikasi. Meskipun motivasi untuk mengubah perilaku individu dalam tahap ini lebih baik dari pada dalam tahap kesediaan, namun motivasi ini belum dapat menjamin kelestarian perilaku itu karena individu belum dapat menghubungkan perilaku tersebut dengan nilai-nilai lain dalam hidupnya, sehingga jika dia ditinggalkan petugas atau tokoh idolanya itu maka dia merasa tidak perlu melanjutkan perilaku tersebut Perubahan perilaku individu baru dapat menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses internalisasi, dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri individu dan diintegrasikan dengan nilai-nilai lain dari hidupnya.

Proses internalisasi ini dapat dicapai jika petugas atau tokoh merupakan seseorang yang dapat dipercaya (kredibilitasnya tinggi) yang dapat membuat individu memahami makna dan penggunaan perilaku tersebut serta membuat mereka mengerti akan pentingnya perilaku tersebut bagi kehidupan mereka sendiri. Memang proses


(54)

internalisasi ini tidaklah mudah dicapai sebab diperlukan kesediaan individu untuk mengubah nilai dan kepercayaan mereka agar menyesuaikan diri dengan nilai atau perilaku yang baru.Teori The Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan).

2.3. Kemoterapi 2.3.1. Pengertian

Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil, cair atau kapsul atau melalui infus, (Wenny Artanty Nisman 2011) Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil, cair atau kapsul yang bertujuan membunuh sel kanker. Tidak hanya sel kanker pada payudara, tetapi juga di seluruh tubuh, Denton, 1996 dalam Wenny Artanty Nisman, (2011).

Kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan zat atau obat yang berkhasiat untuk membunuh sel kanker. Prinsipnya adalah membunuh/ menghanbat sel tumor induk dan anak sebar secara sistemik.

Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker.kemoterapi merupakan terapi sistemik, yang berarti obat menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang telah menyebar jauh atau metastase ke tempat lain, (Imam Rasjidi 2007).

Pengobatan ini biasanya diberikan sebagai kombinasi obat-obatan anti-kanker, seringkali sekaligus tiga kali. Target utama obat-obatan semacam ini dimaksudkan untuk mengidentifiksdi dan membunuh sel-sel yang bertambah dan membelah secara cepat. Sayangnya, obat-obat anti-kanker tidak dapat mengenali sel-sel kanker secara


(55)

spesifik, dan akan membunuh sel-sel lain yang membelah secara aktif seperti sel-sel darah atau sumsum tulang. Sumsum tulang adalah jaringan yang sangat penting dalam tubuh sebab memproduksi sel-sel darah dan sistem kekebalan untuk melawat infeksi, (Dixon Michael J.MR. dan MR.Robert C.F Leonarh 2002 ).

2.3.2. Tujuan Kemoterapi

Tujuan dari kemoterapi yaitu membunuh atau menekan pertumbuhan sel-sel kanker yang ada dalam tubuh, (Wenny Artanty Nisman 2011).

2.3.3. Manfaat Kemoterapi

1. Penderita dapat sembuh atau hidup lama

2. Kanker dapat dikendalikan cukup lama, kadang sembuh 3. Bermanfaat untuk paliatif (dapat mengurangi gejala) 2.3.4. Cara Pemberian Kemoterapi

1. Secara oral

2. Sukkutan dan Intramuskuler 3. Parienteral

4. Intravena (Imam Rasjidi, 2007). 2.3.5. Persiapan Kemoterapi

1. Sebelum melaksanakan kemoterapi penderita menjalani pemeriksaan awal 2. Tujuannya adalah untuk mengantisipasi efek samping

3. Ditetepkan oleh dokter onkologi medic

4. Pemeriksaan antara lain: darah lengkap, test fungsi ginajl, Fungsi lever, pemeriksaan organ tubuh lain


(56)

2.3.6. Akibat Kemoterapi

1. Ringan,berat tergantung dosis dan regimen

2. karena diberikan sistemik, semus sel sedang tumbuh terkena 3. Sel kanker lebih banyak terkena akibatnya

2.3.7. Akibat Kemoterapi yang Perlu Diperhatikan

1. Sel darah (memerangi infeksi, membawa oksigen, membantu pembekuan darah) 2. Saluran cerna (muntah, kadang susah buang air besar)

3. Kulit dan rambut (rambut rontok sementara, kuku dan kulit tampak hitam)

4. Sistem reproduksi laki-laki dan perempuan (tidak haid sementara dan sperma kosong).

2.3.8. Efek Samping Kemoterapi

1. Efek jangka pendek (jam- hari), muntah, mual, pusing

2. Efek jangka menengah (hari-minggu), sariawan, diare, letih, lesu, nafsu makan menurun

3. Efek jangka panjang (minggu-bulan), mudah terkena infeksi 4. Dapat puluh kembali kira-kira 1-2 minggu

2.3.9. Syarat-syarat Seseorang Mendapat Kemoterapi 1. Fungsi organ baik

2. Jenis sel darah merah dan darah putih cukup 3. Tidak demam

4. Tidak perdarahan


(57)

2.4. Konsep Kanker Payudara 2.4.1. Pengertian

Kanker payudara adalah kanker yang terjadi pada payudara karena adanya pertumbuhan yang tak terkendali dari sel-sel kelenjar dan salurannya, (Wenny Artanty Nisman 2011).

Kanker payudara adalah tyumor ganas yang menyerang jaringan payudara, merupakan penyakit yang paling ditakuti oleh kaum wanita, meskipun berdasarkan penemuan terakhir kaum pria pun bisa terkena kanker payudara, walaupun masih jarang terjadi, (Endang 2008).

Kanker Payudara adalah kanker yang terjadi pada payudara karena adanya pertumbuhan yang tidak terkendali dari sel-sel kelenjar dan salurannya. Sampai saat ini penyebab kanker kanker payudara belum diketahui dengan pasti, Wenny Artanty Nisman, (2011).

2.4.2. Klasifikasi Kanker

Menurut lamanya, pertumbuhan kanker dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Stadium dini, dimana kanker mulai timbul dan belum menyusup jauh ke dalam jaringan sekitarnya dan belum mengadakan anak sebar; dan (2) Stadium lanjut, yaitu jika kanker sudah menjadi besar dan sudah menyusup jauh ke dalam jaringan sekitarnya, masuk ke dalam pembuluh darah dan getah bening.

Sampai saat ini kurang lebih 120 jenis kanker diketahui dan dikelompokkan dalam 12 bagian besar, yaitu: (1) Kanker kandungan, yang terdiri dari cervix dan corpus, kanker ari-ari dan ovarium; (2) Kanker payudara yang saat ini makin banyak


(58)

ditemui pada kehidupan modern; (3) Kanker sistem pernafasan, terutama karena risiko merokok dan polusi antara lain paru dan tenggorokan; (4) Kanker organ cerna seperti hati dan pankreas; (5) Kanker tulang dan otot; (6) Kanker traktus urinarius antara lain ginjal, prostat dan testis; (7) Kanker kulit, seperti melanoma dan basalioma; (8) Kanker getah bening, seperti limfoma hodgkin dan non hodgkin; (9) Kanker darah, seperti leukemia; (10) Kanker mata, seperti retino blastoma, sebagian besar tidak dapat diterapi lagi; (11) Kanker saluran cerna mulai dari oesophagus, lambung, usus kecil dan kolorektal; (12) Kanker sistem saraf antara lain otak, sum-sum tulang belakang dan saraf perifer (Lydion Saputra,dkk. 2000).

2.4.3. Distribusi Umur Pasien Kanker

Struktur umur pada suatu populasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap insidens kanker. Pada daerah yang penduduknya tidak banyak terdapat orang tua diatas 55 tahun maka insidens kanker rendah. Beberapa jenis kanker tertentu hanya atau lebih banyak terdapat pada anak-anak, seperti nephroblastoma, retino blastoma, teratoma. Sebagian besar kanker yang terdapat pada orang dewasa atau tua di atas 35-40 tahun adalah seperti kanker kulit, prostat, dan sebagainya. Bila jumlah orang tua banyak maka insidens kanker tinggi. Karena pada umumnya makin lanjut umurnya maka besar kemungkinan terkena kanker.

Distribusi umur untuk berbagai jenis kanker tidak sama, seperti untuk kanker mamma tidak sama dengan kanker kulit, darah, dsb. Pada umumnya untuk jenis kanker tertentu (age spesific) insidensnya naik bersama dengan kenaikan umur. Frekuensi kanker pada anak-anak jarang, di bawah umur 5 tahun 3%, dibawah 15


(59)

tahun 8%. Setelah umur 5 tahun frekuensinya turun sampai 2-3%, dan ini dipertahankan lama sampai kurang lebih umur 25-30 tahun, lalu mulai naik dengan pelan-pelan dan setelah mencapai umur 35-40 tahun naik dengan cepat. Pada umur 55 tahun frekuensinya turun lagi, karena jumlah penduduk pada usia lanjut sedikit, walaupun insidens pada golongan umur lanjut tetap naik (Sukardja,

2000).

2.4.4. Etiologi Kanker

Kategori agens atau faktor-faktor tertentu telah memberikan implikasi dalam proses karsinogenik. Agens atau faktor-faktor tersebut termasuk virus, agens fisik, agens kimia, faktor-faktor genetik atau keturunan, faktor-faktor makanan dan agens hormonal (Brunner & Suddarth dalam Smeltzer, 2001).

1. Virus

Virus sebagai penyebab kanker pada manusia adalah sulit untuk dipastikan karena virus sulit untuk diisolasi. Bila tampak kanker spesifik pada kluster maka diduga atau dicurigai adanya penyebab infeksius. Virus dianggap dapat menyatukan diri dalam struktur genetik sel, sehingga mengganggu generasi mendatang dari populasi sel tersebut dan barangkali akan mengarah pada kanker. Seperti virus hepatitis B telah menunjukkan implikasi dalam karsinoma hepatoseluler, virus Epstein-Barr sangat dicurigai sebagai agens penyebab pada limfoma Burkitt dan kanker nasofaring.


(60)

2. Agens Fisik

Faktor-faktor fisik yang berkaitan dengan karsinogenesis mencakup pemajanan terhadap sinar matahari atau pada radiasi, iritasi kronis atau inflamasi dan penggunaan tembakau. Pemajanan berlebih terhadap radiasi ultraviolet meningkatkan risiko kanker kulit. Pemajanan terhadap radiasi pengionisasi dapat terjadi saat prosedur radiografi berulang atau ketika terapi radiasi digunakan untuk mengobati penyakit. Pemajanan terhadap medan elektromagnetik (EMF) dari kabel listrik. Mikrowave, dan telepon seluler dapat juga meningkatkan risiko kanker.

3. Agens Kimia

Banyak substansi kimiawi yang ditemukan dalam lingkungan kerja terbukti menjadi karsinogen atau ko-karsinogen dalam proses kanker. Karsinogen kimia mencakup zat warna amino aromatik anilin; arsenik, jelaga dan tar; asbestos; benzen; pinang dan kapur sirih; kadmium; senyawaan kromium, nikel dan seng, debu kayu; senyawaan berilium; dan polivinil klorida.

Kebanyakan zat kimia yang berbahaya menghasilkan efek-efek toksik dengan mengganggu struktur DNA pada bagian-bagian tubuh yang jauh pajanan zat kimia.

4. Faktor-faktor Genetik dan Keturunan

Faktor-faktor genetik juga memainkan peranan dalam pembentukan sel kanker. Jika kerusakan DNA terjadi pada sel dimana pola kromosomnya abnormal, dapat terbentuk sel-sel mutan. Beberapa kanker pada masa anak-anak dan dewasa


(61)

menunjukkan predisposisi keturunan. Kanker ini cenderung untuk terjadi pada usia muda dan pada berbagai tempat dalam satu organ atau sepasang organ. Pada kanker dengan predisposisi herediter, umumnya saudara dekat (sedarah) mempunyai tipe kanker yang sama.

5. Faktor-faktor Makanan

Faktor-faktor makanan diduga berkaitan dengan 40% sampai 60% dari semua kanker lingkungan. Substansi makanan dapat proaktif, karsinogenik, atau ko-karsinogenik. Risiko kanker meningkat sejalan dengan ingesti jangka panjang karsinogenik atau ko-karsinogenik atau tidak adanya sustansi proaktif dalam diet. Substansi diet berkaitan dengan peningkatan risiko kanker mencakup lemak, alkohol, daging diasinkan atau diasap, makanan yang mengandung nitrat atau nitrit, dan masukan makanan dengan kalori tinggi

6. Agens Hormonal

Pertumbuhan tumor mungkin dipercepat dengan adanya gangguan dalam keseimbangan hormon baik oleh pembentukan hormon sendiri (endogenus) atau pemberian hormon eksogenus.

7. Kegagalan Sistem Imun

Normalnya, sistem imun yang utuh mampu untuk melawan sel-sel kanker dengan berbagai cara. Antigen pada membran sel dari sel-sel kanker dikenal sebagai antigen tumor-associated, biasanya dikenali oleh sistem imun sebagai benda asing. Pada manusia, sel-sel maligna mampu berkembang secara teratur. Terdapat bukti bahwa fungsi surveilens dari sistem imun sering lebih mampu


(1)

disampaikan secara langsung maupun tak langsung, contoh berbicara langsung lewat telefon, surat kabar, atau media lainnya. Media ( channel ) alat yang menjadi penyampai pesan dari komunikator kepada komunikan

Asumsi peneliti bahwa isi pesan yang disampaikan oleh perawat waktu berkomunikasi sangat penting, karena isi pesan yang jelas dipahami dan dimengerti oleh pasien maka kemauan menjalankan kemoterapi sampai selesai. Karena belum semua pasien menjalankan kemoterapi sehingga perlu isi pesan yang disampaikan benar-benar singkat, mudah serta jelas sehingga pasien dapat mengerti. Pada penelitian ini isi pesan yang disampaikan perawat belum seluruhnya dipahami oleh pasien untuk itu perawat perlu meningkatkan cara berkomunikasi yang baik sehinggi diharapkan semua pasien mudah memgerti dan memahami isi pesan yang disampaikan oleh perawat. Sedhingga pasien mau untuk menjalankan kemoterapi.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh Sikap Perawat, Teknik Komunikasi Perawat, Isi Pesan Komunikasi Perawat terhadap Kepatuhan Penderita Kanker Payudara dalam Menjalankan Kemoterapi di Hope Clinic Medan, Variabel yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan penderita kanker payudara dalam menjalankan kemoterapi di Hope Clinic Medan adalah variabel isi pesan perawat dengan nilai p = 0,007

6.2. Saran

Sesuai dengan hasil penelitian, maka disarankan:

1. Perawat yang bekerja di Hope Klinik Medan dalam menjalankan frofesinya sebagai perawat perlu meningkatkan peran dan fungsi perawat dalam menjalankan tugas sehari-hari terutama sikap komunikasi, teknik berkomunikasi serta isi dari pesan yang disampaikan kepada pasien dan keluargnya, sehingga mereka mendapat kepuasan dalam pelayanan perawat di Hope Clinic Medan. 2. Bagi pengelola Hope Clinic Medan agar melengkapi fasilitas komunikasi

terapeutik antara lain vidio, poster, brosur maupun gambar-gambar yang menjadi sarana komunikasi bagi pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan di Hope Clinic. Merengkrut tenaga perawat profesional yang mampu meningkatkan mutu


(3)

pelayanan yang optimal sehingga masyarakat koa Medan maupun Sumatera Utara dapat meninkmati pelayanan yang baik di Hope Clinic Medan


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Nasir, dkk. 2009, Komunikasi Dalam keperawatan teori dan Aplikasi, Jakarta :Penerbit Salemba Medika.

Arita murwani, 2009, komunikasi terapeutik Panduan Bagi Perawat; Yogyakarta, Fitramaya.

Bustan. M.N, 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, Jakarta, Renika Cipta. Cahyadi, 2006, Hubungan Antara Support System Keluarga dengan Kepatuhan

Pengobatan pada Pasien yang Mendapat Kemoterapi di Ruang Cendana I RSUD. Dr. Moewardi Surakarta, Diakses tanggal 8 April 2011, hhtp://www.etd.eprints.ums.ac.id..

Christina Lia uripni, dkk. 2003. Komunikasi kebidanan, Jakarta Penerbit Buku kedokteran

Dadang Hawari, 2009, kanker payudara Dimensi Psikoreligi, Jakarta : penerbit FKUI Dixon Michael.J.MR dan leonard F.C Robert.MR, 2002. Kelainan Payudara, Jakarta,

penerbit: Dian Rakyat.

Ermawati Dalami, Ideh Dahliar, Rochimah., 2009. Komunikasi dan konseling dalam Praktek Kebidanan, trans Info media, Jakarta

Elsa Roselina,dkk.,2009, Buku saku Komunikasi Keperawatan, Jakarta, Penerbit Trans Info Media TIM.

Henry Naland, 2007, Pencegahan dan terapi kanker, Jakarta, Penerbit: balai Penerbit Fakultas kedokteran Indonesia

Hidayat, A. A, 2009, Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data, Jakarta: Salemba Medika.

Imam Rasjidi, 2007, kemoterapi kanker Ginekologi dalam Praktek se-Hari- Hari, Jakarta: Penerbit, CVSagung Seto.


(5)

Keliat, Budi Anna. 1998. Gangguan koping, citra tubuh dan seksual pada klien kanker. Jakarta: EGC.

Kozier, B., 2010, Fundamental Keperawatan, Edisi Ketujuh, Jakarta: EGC.

lydion Saputra,dkk. 2009, Kapita Selekta Kedokteran Edisi Terbaru, Jakarta: Penerbit, Binaraya Aksara.

Mundakir, 2006, komunikasi keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan, Surabaya: Graha Ilmu.

Niven, N., 2002, Psikologi Kesehatan: Pengantar Untuk Perawat dan Profesional Kesehatan Lain, Edisi Kedua, Jakarta, EGC.

Notoatmodjo, S, 2007, Promosi Kesehatan dan Aplikasi, Edisi Revisi, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Nurhasanah Nunung, 2010, Ilmu komunikasi dalam Konteks Keperawatan, Jakarta : Penerbit,Trans Info Media.

Perry, Potter, 2009, Fundamental Keperawatan, Edisi Ketujuh, Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Purwoastuti Endang Th.,2009, kanker Payudara Pencegahan dan Deteksi Dini, penerbit kanisius. Yogyakarta

Ridwan,2002, Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Bandung:Penerbit Alfabeta.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas ), 2007, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta

Riset Direktorat Bina Farmasi , 2005, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta


(6)

Simanjuntak Uli, 2011, Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat terhadap penurunan Tingkat Ansietas pasien Pre-operasi di RS.Elisabeth Medan

Siti Fatmawati, 2010 , komunikasi Keperawatan Plus materi Komunikasi Terapeutik,Yogjakarta: Medical Book.

Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Penerbit Alphabet Stuart, Gail Wiscarz. (1998). Buku saku keperawatan jiwa. Jakarta: EGC.

Sukardja, I Dewa Gede. (2000). Onkologi klinik. Surabaya: Airlangga University Press.

Suryani, 2006, komunikasi Terapeutik Teori dan Praktik, bandung: penerbit Buku kedokteran,jakarta:EGC.

Susanto Hastono Priyo , 2007, Analisis Data kesehatan,Depok.

Wenny Artanty Nisman, 2011, Lima Menit kenali payudara Anda, Yogjakarta: Penerbit CV.Andi