BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kanker payudara di banyak negara merupakan kanker yang paling sering terjadi dan penyebab kematian pada wanita. Di kebanyakan negara urutan pertama
ditempati oleh kanker leher serviks, kanker payudara memenpati urutan kedua. Di bawah usia tiga puluh tahun, kanker payudara sangat jarang muncul.
Apabila seseorang pernah mempunyai riwayat kanker payudara pada salah satu payudaranya maka individu tersebut mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terkena kanker pada payudara satunya, Wenny 2011. Di Amerika Serikat kanker payudara menduduki peringkat tertinggi diantara
kanker-kanker lainnya. Angka insiden tertinggi dapat ditemukan pada beberapa daerah di Amerika Serikat mencapai di atas 100100.000 berarti lebih 100 penderita
dari 100.000 orang. Swiss, 73,5100.000, Jepang 17,6100.000, Kuwait 17,2100.000, Cina 9,5100.000. Di Indonesia, kanker payudara menduduki urutan kedua setelah
kanker serviks pada wanita. Kanker payudara menyerang wanita yang berumur di atas 40 tahun. Namun wanita muda pun bisa terserang kanker payudara Purwoastuti,
2009. Menurut Tjindarbumi dalam Dadang Hawari, 2009 mengatakan bahwa
hanya kira-kira sepertiga dari penyakit kanker dapat ditemukan cukup dini untuk
Universitas Sumatera Utara
dapat disembuhkan. Sebagai contoh, temuan dini kanker payudara amat penting bagi keberhasikan pengobatan dengan operasi.
Penderita kanker payudara di Indonesia pada tahun 2004 sebagaimana di kutip dari profil kesehatan Indonesia tahun 2008, sebanyak 5.207 kasus. Setahun
kemudian pada tahun 2005, jumlah penderita kanker payudara meningkat menjadi 7.850 kasus. Tahun 2006, penderita kanker payudara meningkat menjadi 8.328 kasus
dan pada tahun 2007 sebanyak 8.377. Menurut Prof. Tjandra Yoga, di Indonesia prevalensi tumorkanker adalah 4,3 per 1000 penduduk. Kanker merupakan penyebab
kematian nomor 7 5,7 setelah stroke TB, Hipertensi, cedera, perinatal, dan DM Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2007. Ditambahkan, kanker tertinggi yang
diderita wanita Indonesia adalah kanker payudara dengan angka kejadian 26 per 100.000 perempuan, disusul kanker leher rahim dengan 16 per 100.000 perempuan.
Salah satu faktor risiko yang menyebabkan tingginya kejadian kanker di Indonesia yaitu prevalensi merokok 23,7, obesitas umumnya penduduk berusia
≥ 15 tahun pada laki-laki 13,9 dan pada perempuan 23,8. Prevalensi kurang konsumsi buah
dan sayur 93,6, konsumsi makanan diawetkan 6,3, makanan berlemak 12,8, dan makanan dengan penyedap 77,8. Sedangkan prevalensi kurang aktivitas fisik
sebesar 48,2 Riskesdas tahun 2007. Kecemasan yang dirasakan penderita umumnya bercampur dengan gangguan
suasana hati lainnya: ketidakpastian, ancaman terhadap kelangsungan hidup dan kemungkinan cacat atau kehilangan fungsi tubuh. Penerimaan dapat dipengaruhi
secara negatif oleh keluhan jasmani yang mengancam, stadium lanjut dari tumor,
Universitas Sumatera Utara
kurangnya dukungan karena kurang terbukanya dokter atau pemberi bantuan lainnya, masalah-masalah di dalam keluarga, atau kesulitan di dalam hubungan dengan orang
tercinta. Tidak jarang, penderita dikuasai perasaan tidak berguna, kekhawatiran karena merasa hanya menjadi beban bagi orang lain, dan rasa malu karena tidak
mempunyai arti bagi orang lain Jong, 2005. Penderita kanker payudara selalu mengalami kecemasan dan perasaan takut
yang terus menerus, sehingga membutuhkan pendampingan serta perawatan dan pengobatan agar mengurangi perasaan cemas dan takut tersebut melalui komunikasi
yaitu komunikasi terapeutik dengan sikap empati dari seorang perawat dan dokter dalam memberikan asuhan keperawatan maupun pengobatan kepada penderita kanker
payudara, Fatmawati,2010. Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik.
Dalam proses komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran. Maksud komunikasi adalah memengaruhi perilaku orang lain. Hubungan
perawat dan klien yang terapeutik tidak mungkin tercapai tanpa komunikasi Ermawati 2009.
Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk memengaruhi tingkah laku manusia, sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus menerus.
Mundakir 2006 Komunikasi therapeutik termasuk komunikasi interpersonal yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal.
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi terapeutik adalah kemampuan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana
berhubungan dengan orang lain, Norhouse dalam Nunung Nurhasanah, 2010. Karena komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan paling bermakna
perilaku manusia. Pada profesi keperawatan, komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan tindakan yang
menyangkut dalam bidang kesehatan Christina Lia Uripni 2003. Komunikasi terapeutik didefinisikan sebagai komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan
pasien yang dilakukan oleh perawat atau tenaga kesehatan lainnya, Christina Lia Uripni 2003. Hubungan perawat-pasien yang terapeutik adalah pengalaman belajar
bersama dan pengalaman perbaikan emosi klien. Dalam hal ini perawat memaknai dirinya secara terapeutik dengan menggunakan berbagai teknik komunikasi agar
perilaku klien berubah ke arah yang positif. Komunikasi terapeutik tidak dapat berlangsung dengan sendirinya, tapi harus direncanakan, dipertimbangkan, dan
dilaksanakan secara profesional. Seorang perawat tidak akan dapat mengetahui tentang kondisi klien jika tidak ada kemampuan menghargai keunikan klien. Melalui
komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat menghadapi, mempersepsikan, bereaksi, dan menghargai keunikan klien.
Salah satu faktor kegagalan menjalankan terapi adalah ketidakpatuhan terhadap terapi yang disebabkan oleh kurangnya dukungan sosial dari keluarga atau
Universitas Sumatera Utara
kerabat. Hal ini didukung oleh penelitian Cahyadi 2006, di Ruang Cendana I RSUD Dr. Moewardi Surakarta tentang hubungan antara support system keluarga dengan
kepatuhan pengobatan pada pasien yang mendapat kemoterapi membuktikan ada hubungan yang bermakna antara support system keluarga dengan kepatuhan berobat
jalan. Berdasarkan penelitian Uli Asima Simanjuntak tentang Hubungan
Pengetahuan Perawat tentang Komunikasi Terapeutik Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operatif di RS.Elisabeth Medan 2011 menggambarkan bahwa
situasi operasi merupakan situasi yang diwarnai suasana cemas, baik bagi pasien dan keluarganya. Sehingga peran perawat dan tenaga kesehatan lain perlu memberikan
perhatian dalam upaya mengurangi kecemasan sekaligus menurunkan resiko operasi yang dapat timbul karena pasien tidak kooperatif dan mengganggu proses
penyembuhan. Oleh sebab itu, bila perawat tidak berperan aktif dalam memberikan dukungan dan motivasi kepada pasien maka tingkat kecemasan pasien akan terus
meningkat dan merasa takut dalam menjalani tindakan keperawatan sebelum operasi. Untuk itu, pasien yang akan menjalani operasi harus diberi komunikasi terapeutik
untuk menurunkan atau mengurangi gejala kecemasan serta dapat meningkatkan pengetahuan kesehatan pada pasien.
Pasien yang diajak mendiskusikan masalah kesehatan yang dihadapinya, akan merasa terayomi dan mendapat perhatian yang penuh dari perawat sehingga bisa
menurunkan kecemasannya. Komunikasi yang terjadi antara perawat dan pasien merupakan komunikasi yang mengarah pada penemuan masalah keperawatan melalui
Universitas Sumatera Utara
pengkajian sampai pada evaluasi dari hasil tindakan dari kebuntuan komunikasi terapeutik Abdul Nasir dalam Siti Fatmawati, 2010.
Disamping itu, perawat harus lebih berkompeten menjadi seseorang komunikator yang efektif, perawat memakai dirinya secara terapeutik dengan
menggunakan teknik komunikasi agar perilaku pasien berubah kearah yang positif seoptimal mungkin dan perawat dapat menghadapi, mempersepsikan, bereaksi dan
menghargai keunikan klien Mundakhir, 2006. Dengan demikian, komunikasi terapeutik perawat adalah hal yang sangat
penting karena komunikasi terapeutik adalah salah satu bentuk intervensi dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien di suatu instansi rumah sakit.
Salah satu pengobatan yang berkembang dengan cepat saat ini adalah kemoterapi yaitu penggunaan preparat anti neoplasma, sebagai upaya untuk
membunuh sel-sel tumor yang mengganggu fungsi reproduksi seluler. Biasanya kemoterapi dilakukan pada beberapa penyakit kanker yang spesifik seperti kanker
payudara, kanker rahim, kanker paru, leukemia tetapi selalu ada laporan baru tentang neoplasma yang sebelumnya tidak dapat diatasi. Obat kemoterapi digunakan untuk
membunuh dan menghambat perkembangan sel kanker payudara. Obat kemoterapi sangat efektif ketika sel-sel sedang membelah, namun obat ini tidak dapat
membedakan sel sehat yang sedang membelah seperti folikel rambut yang dapat mengakibatkan efek samping pada rambut sehingga menjadi rontok. Sel-sel normal
dapat pulih kembali dalam waktu yang singkat, namun sel-sel kanker payudara yang rusak biasanya tidak dapat pulih kembali.
Universitas Sumatera Utara
Kemoterapi adalah obat yang dibuat secara kimiawi yang bekerja menghambat atau mematikan mikroorganisme yang membuat sakit, misalnya bakteri
atau sel-sel tumor. Kemoterapi merupakan terapi sistematis yang ditambahkan pada tubuh, berarti pada seluruh sistem. Kemoterapi menyebar tanpa bergantung pada jalan
masuknya, melalui sirkulasi darah, jadi tanpa halangan sampai di semua jaringan dan semua organ bahkansampai di semua sel tubuh, Wim de Jong 2005.
Dari data Medikal Record Rumah Sakit Dr.Pirngadi Medan 2009, jumlah pasien yang berobat di Poli Bedah Bagian Onkologi Rumah Sakit Dr. Pirngadi
Medan adalah 1232 orang, yang terdiagnosa kanker payudara 323 orang atau sebesar 26,21 . Penderita yang dirawat sebanyak 315 orang , sedangkan yang
menjalani pengobatan kemoterapi sebanyak 36 orang 11,42. Dari tingginya angka kejadian tersebut peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana komunikasi
terapeutik yakni sikap perawat, teknik komunikasi dan isi pesan dapat berpengaruh terhadap pengobatan kemoterapi penderita kanker payudara.
Hubungan saling percaya yang telah dibangun diantara perawat dan pasien tersebut akan mempermudah pelaksanaan dan keberhasilan program pengobatan Stuart dalam
Nunung Nurhasanah 2010. Komunikasi yang baik dapat meningkatkan kepatuhan klien dalam hal pengobatan dan perawatan penyakitnya.
Pada penelitian ini, peneliti memilih lokasi penelitian yang sesuai dengan judul penelitian ini tentang kepatuhan penderita kanker payudara menjalankan
kemoterapi, maka lokasi penelitian yang di pilih adalah Hope Clinic sebagai tempat pelaksanaan kemoterapi dan konsultasi tumor kanker yang berlikasi di jalan Stadion
Universitas Sumatera Utara
No.14 Medan. Sebagai data awal, peneliti memperoleh informasi langsung dari perawat serta status pasien yang menjalankan pemeriksaan dan konsultasi di Hope
Clinic, terdapat 78 orang penderita kanker payudara, selama tahun 2011 dan tahun 2012. Dari jumlah 78 penderita kanker payudara yang dianjurkan dokter untuk
menjalanakkan kemoterapi sebanyak 52 penderita. Namun hanya 32 penderita, 61,54 yang menjalanakan kemoterapi sesuai dengan anjuran dokter yang
merawatnya.
1.2. Permasalahan
Dari permasalahan di atas yang menjadi permasalahan penelitian adalah bagaimana pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepatuhan penderita kanker
payudara dalam menjalankan kemoterapi di Hope Clinic Medan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepatuhan penderita kanker payudara dalam menjalankan kemoterapi di
Hope Clinic Medan.
1.4. Hipotesis
Hipotesa dalam penelitian ini adalah H1 apabila ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepatuhan penderita kanker payudara dalam menjalankan
Universitas Sumatera Utara
kemoterapi atau Ho apabila tidak ada pengaruh komunikasi terapeutik perawat terhadap kepatuhan penderita kanker payudara dalam menjalankan kemoterapi.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1.
Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pengaruh komunikasi terapeutik terhadap kepatuhan
penderita kanker payudara menjalankan kemoterapi.
2.
Tenaga Kesehatan Perawat
Diharapkan Sebagai masukan bagi perawat dalam meningkatkan pelayanan
keperawatan yang berhubungan dengan penerapan komunikasi terapeutik untuk meningkatkan kepatuhan penderita kanker payudara dalam menjalankan
kemoterapi. 3.
Hope Clinic
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi Hope Clinic Medan, bahwa pentingnya penerapan komunikasi terapeutik dari seorang
perawat yang berdampak pada kepatuhan penderita kanker payudara dalam menjalankan kemoterapi, sehingga dapat meningkatkan kemauan dan
kemampuan penderita yang menjalanakan kemoterapi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA