Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
BAB IV
GUNUNG BROMO DAN MASYARAKAT TENGGER
4.1 Gunung Bromo
Gunung Bromo 2.329 m dpl, adalah salah satu gunung dari beberapa gunung lainnya yang terhampar di kawasan Komplek Pegunungan Tengger,
berdiri diareal Kaldera berdiameter 8-10 km yang dinding kalderanya mengelilingi laut pasir sangat terjal dengan kemiringan ± 60-80 derajat dan
tinggi berkisar antara 200-600 meter. Daya tarik Gunung Bromo yang istimewa adalah kawah di tengah kawah dengan lautan pasirnya yang membentang luas di
sekeliling kawah Bromo yang sampai saat ini masih terlihat mengepulkan asap putih setiap saat, menandakan Gunung ini masih aktif.
Gunung Bromo menjadi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru merupakan satu-satunya kawasan konservasi di Indonesia yang memiliki keunikan
berupa laut pasir kaldera seluas 5.250 hektar, yang berada pada ketinggian ± 2.100 m dpl.
Gambar 4.1 Gunung Bromo
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
Di laut pasir ditemukan tujuh buah pusat letusan dalam dua jalur yang silang-menyilang yaitu dari timur-barat dan timur laut-barat daya. Dari timur laut-
barat daya inilah muncul Gunung Bromo yang termasuk gunung api aktif yang sewaktu-waktu dapat mengeluarkan asap letusan dan mengancam kehidupan
manusia di sekitarnya ± 3.500 jiwa. Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter utara-selatan dan ± 600 meter timur-barat.
Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo.
Suku Tengger yang berada di sekitar taman nasional merupakan suku asli yang beragama Hindu. Menurut legenda, asal-usul suku tersebut dari Kerajaan
Majapahit yang mengasingkan diri. Uniknya, melihat penduduk di sekitar Suku Tengger tampak tidak ada rasa ketakutan walaupun mengetahui Gunung Bromo
itu berbahaya, termasuk juga wisatawan yang banyak mengunjungi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pada saat Upacara Kasodo.
4.1.1 Sejarah
Menurut sejarah terbentuknya Gunung Bromo dan lautan pasir berawal dari dua gunung yang saling berimpitan satu sama lain. Gunung Tengger 4.000 m
dpl yang merupakan gunung terbesar dan tertinggi pada waktu itu. Kemudian terjadi letusan kecil, materi vulkanik terlempar ke tenggara sehingga membentuk
lembah besar dan dalam sampai ke desa sapi kerep. Letusan dahsyat kemudian menciptakan kaldera dengan diameter lebih dari delapan kilometer. Karena
dalamnya kaldera, materi vulkanik letusan lanjutan tertumpuk di dalam dan sekarang menjadi lautan pasir dan di duga dahulu kala pernah terisi oleh air dan
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
kemudian aktivitas lanjutan adalah munculnya lorong magma ditengah kaldera sehingga muncul gunung - gunung baru antara lain Lautan pasir, Gunung
Widodaren, Gunung watangan, Gunung Kursi, Gunung Batok dan Gunung Bromo.
4.1.2 Geografis
Gunung Bromo berada dikawasan pelestarian alam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru TNBTS dan merupakan Taman Nasional paling
spektakuler dan paling mudah dikunjungi di antara Taman Nasional lainnya yang ada di Indonesia yang terletak antara 1.000 - 3.676 meter diatas permukaan air
laut. Wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terletak pada rangkaian pegunungan berapi yang merupakan salah satu dari rangkaian besar pegunungan
yang terbentang sepanjang Pulau Jawa. Di bagian utara pegunungan Tengger terdapat kaldera Tengger yang sangat indah dan menarik, garis tengahnya
mencapai 8-10 kilometer, sedang dindingnya yang terjal tingginya antara 200-700 meter.
Dasar Kaldera Tengger berupa laut pasir seluas 5.290 ha, terdapat Gunung Bromo 2.392 m, Gunung Batok 2.470 m, Gunung Kursi 3.392 m, Gunung
Watangan 2.601 m, dan Gunung Widodaren 2.600 m. Gunung Bromo merupakan gunung yang masih aktif yang pada waktu tertentu mengeluarkan
asap. Disamping untuk tujuan pariwisata, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru berfungsi pula untuk : Penelitian, Pengembangan Ilmu Pengetahuan,
Pendidikan, Konservasi, dan Pembinaan Cinta Alam.
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
Seperti pada umumnya Taman Nasional lainnya di Indonesia, pengelolaan Taman Nasional ini dilaksanakan oleh Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
yang kantornya berada di Malang merupakan Unit Pelaksana Teknis UPT Direktorat Perlindungan Hutan dan Pelestarian alam, Departemen Kehutanan.
Menurut Schmidt and Ferguson tipe iklim di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru tergolong tipe C dan D. Sedangkan musim hujan
berlangsung pada bulan Oktober sampai Maret. Suhu rata-rata berkisar antara 7- 18 derajat celcius. Tipe vegetasi hutan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
adalah tipe Hutan Hujan Pegunungan yang terdiri dari Hutan Tinggi, Hutan Alfin, Hutan Cemara, Padang Rumput dan vegetasi Kaldera. Tumbuhan yang banyak
dijumpai adalah Cemara Casuarina junghuhniana, Akasia accaccia decurens, Mentigi Vacinium varingaefolium, Adas Anethum graveolens, Senduro atau
bagi masyarakat Tengger disebut bunga Tanalayu dan juga sering disebut sebagai bunga Edelwise Anaphalis javanica, dan berbagai jenis anggrek alam di daerah
Semeru selatan. Untuk menuju Gunung Bromo dari arah Pasuruan. Dari Surabaya kita
naik bis menuju Probolinggo dan turun di Pasuruan yang membutuhkan watu 1,5 jam. Selanjutnya naik colt menuju Desa Tosari – Wonokitri. Di Wonokitri kita
dapat bermalam di hotel atau losmen atau dapat juga langsung meneruskan per- jalanan menuju Gunung Pananjakan atau masuk ke lautan pasir menuju puncak
Gunung Bromo. Bila dari arah Probolinggo, kita naik colt atau bis menuju Sukapura,
kemudian kita terus ke Ngadisari. Dari Ngadisari naik kuda atau berjalan kaki
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
menuju Cemoro Lawang ± 3 km. Di Cemoro Lawang kita dapat bermalam di hotel atau losmen. Besok pagi kita dapat melanjutkan perjalanan ke kawah
Gunung Bromo, yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau naik kuda yang disewakan oleh masyarakat setempat.Bila dari arah Malang kita bisa lewat
Jemplang, Ngadas. Dari Malang naik minibus menuju ke Tumpang 18 Km sekitar 30 menit. Dari Tumpang perjalanan kita lanjutkan dengan naik Jeep
menuju ke Jemplang sekitar 1,5 jam perjalanan melewati Desa Gubuk Klakah dan Desa Ngadas. Disekitar perjalanan kita dapat menyaksikan pemandangan alam
yang berupa kebun-kebun penduduk yang berada di lereng-lereng gunung dan hutan alam yang masih asli. Memasuki Desa Ngadas di sekitar jalan kita melewati
hutan cemara yang tertata rapi. Kondisi jalan dari Tumpang menuju Jemplang sekarang sudah baik.
Kondisi jalan menuju Bromo ini cukup baik Jalannya berkelok-kelok, menurun dan mendaki dengan pemandangan alam di kiri kanan jalan yang sangat
menawan. Namun, kita hendaknya jangan lengah karena di kiri kanan jalan terdapat jurang yang terjal. Kabut tipis di pucuk-pucuk pinus yang berjajar rapi,
aneka bunga dan sayuran yang di tanam penduduk menghiasi kemiringan lahan. Rumah-rumah penduduk yang terselip diantara pepohonan.
Kawasan wisata alam yang berada di Taman Nasional Bromo-Tengger Semeru ini sebenarnya bukan saja gunung Bromo tetapi banyak sekali yang dapat
dinikmati, karena taman nasional dengan luas lebih dari 50.000 hektar ini menyuguhkan pemandangan alam yang indah, menarik dan penuh pesona.
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
Panorama gunung Bromo merupakan objek wisata handal yang sekaligus merupakan primadona wisata Jawa Timur.
Dari desa Cemoro Lawang sebuah desa dekat Bromo, kita dapat melihat dengan jelas hamparan lautan pasir dan puncak gunung Bromo yang menyebarkan
asap putih. Tak jauh dari gunung Bromo, terdapat gunung Batok dan gunung Kursi. Dari kejauhan terlihat juga gunung Semeru dengan asap putih yang sekali-
sekali menyemburkan asap hitam. Gunung Batok, gunung Bromo dan gunung Kursi yang berjajar dari utara ke selatan merupakan tiga gunung yang mencuat
dari kaldera gunung berapi tua Tengger. Kebanyakan para pengunjung mulai naik ke gunung Penanjakan sekitar
dini hari pada pukul 04.00 WIB. Para tamu yang ingin melihat sunrise dibangunkan oleh para petugas hotel untuk segera berangkat. Kalau sudah
demikian kita tidak peduli terhadap serangan hawa dingin yang menusuk tulang dan pekatnya kabut dini hari. Dengan pelupuk mata yang masih berat karena
masih mengantuk kita berangkat naik jip sewaan buatan tahun 1974 menuju ke Pananjakan. Dalam kegelapan, jip terus menelusuri jalan yang mendaki dan
berkelok. Tujuannya hanya satu yaitu mencapai puncak gunung Penanjakan sebelum matahari terbit sunrise. Satu jam perjalanan sampailah kita di gunung
Penanjakan. Untuk menuju puncaknya kita harus berjalan kira-kira 100 meter. Di puncak gunung Pananjakan ini kita dapat menikmati matahari terbit ke
arah gunung Bromo, gunung Batok, dan gunung Semeru. Tiga gunung yang saling berdampingan itulah yang menjadi daya tarik luar biasa bagi kaum turis. Ketika
kita berada di sini dengan cuaca yang sangat cerah di siang hari, dari puncak
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
Penanjakan terlihat pemandangan indah menawan lainnya, yakni pesona hamparan laut pasir kaldera Tengger.
Setelah puas menikmati sunrise, sekitar pukul 07.00 pengunjung dapat meninggalkan Penanjakan menuju kaki gunung Bromo. Perjalanan yang menurun
dan melintasi lautan pasir di pagi hari, membuat semua terlihat dengan jelas dan sejauh mata memandang yang tampak hanyalah lautan pasir dan puncak-puncak
gunung.
Gambar 4.2 Pura di Kaki Gunung Bromo
Kendaraan berhenti di dekat pura yang digunakan untuk upacara Kasada di kaki gunung Bromo. Perjalanan selanjutnya adalah menuju kawah Bromo. Kita
bisa menempuhnya dengan berjalan kaki atau mempergunakan kuda sewaan.Di sini sudah menunggu pasukan kuda sewa untuk membawa para tamu mendaki
sampai ke kaki tangga gunung Bromo dengan tarif Rp 20.000, 00, Pemilik kuda ini akan menunggu penyewanya sampai selesai menikmati pemandangan kawah
gunung Bromo. Bagi yang tidak terbiasa, perjalanan menunggang kuda ini sunggguh menegangkan, karena selama pulang balik dari dan ke kaki gunung
Bromo kuda selalu berjalan di tepi jurang belum lagi harus berpapasan dengan kuda lain. Hal ini membuat dada berdebar dengan kencang dan hati menjadi ciut.
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
Tetapi pemilik dan kudanya tetap berjalan dengan santai sambil berlenggak- lenggok seolah-olah mengajak menari.
Gambar 4.3 Kuda Masyarakat Tengger
Sesampai di kaki gunung Bromo, mulailah para turis menaiki anak tangga yang telah tersedia dengan lebar anak tangga 2 meter sebanyak 255 anak tangga.
Menghitung anak tangga ini tidak ada kesepakatan, ada yang mengatakan 245 buah, atau 250 buah, ada juga yang mengatakan 254 buah, tidak ada kepastian
yang jelas. Menaiki tangga menuju puncak gunung Bromo untuk melihat kawahnya
merupakan ujian fisik yang cukup melelahkan. Puas menikmati keindahan kawah gunung Bromo, ada baiknya kita berkeliling mengarungi lautan pasir. Deru angin
yang mendesau, heningnya suasana alam, dan pemandangan lautan sungguh merupakan wisata yang unik.
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009
Gambar 4.4 Anak Tangga Menuju Bromo
Selain menikmati panorama alam, biasanya para turis datang untuk menyaksikan berbagai upacara adat dan ritual keagamaan yang digelar di kawasan
gunung Bromo oleh suku Tengger. Salah satu diantaranya adalah upacara Kasada. Kasada merupakan acara ritual keagamaan umat Hindu Tengger Puncak upacara
keagamaan ini berkaitan dengan pelantikan dukun baru, yang diakhiri dengan acara lelarung sesaji berupa persembahan hasil bumi dan ternak kepada Sang
Hyang Widhi Wasa berupa hewan ternak dan hasil kebun ke dasar kawah gunung Bromo.
Bromo bukan hanya dikenal oleh masyarakat Indonesia, tetapi sudah menjadi agenda kunjungan wisata bagi masyarakat dunia. Tidak pernah sepi dari
kunjungan para turis, bahkan mereka betah berhari-hari tinggal disana Meniti tangga menuju puncak gunung Bromo untuk menyaksikan terbitnya matahari
bukan suatu hal yang terlalu berlebihan. Namun bermain-main dibibir kepundan yang menganga kemudian merayap turun menjejakkan kaki telanjang pada
magma beku untuk mengukir nama kemudian mengabadikannya, barangkali hanya bisa dilakukan di Bromo, tidak ditempat lain.
Linda Sari : Gunung Bromo Dan Keunikan Masyarakat Tengger Sebagai Objek Wisata Di Jawa Timur, 2009. USU Repository © 2009